MALAM LAILATUL QADAR

إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ ١  وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ ٢  لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرٖ ٣ تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡرٖ ٤  سَلَٰمٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطۡلَعِ ٱلۡفَجۡرِ ٥

Sungguh Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan (lailatul qadar). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar

(QS. al-Qadar [97]: 1-5).

Saat ini, satu hal yang paling layak kita syukuri adalah kenyataan bahwa kita masih diberi umur panjang oleh Allah . Sehingga kita masih bisa menikmati bulan Ramadhan di sisa sepuluh hari terakhir ini. Dengan nikmat tersebut, kita oleh Allah diberi kesempatan untuk terus memperbaiki amal ibadah dan, yang lebih membahagiakan lagi adalah kesempatan untuk  mendapatkan malam lailatul qadar. Adakah nikmat yang lebih besar dari hal tersebut saat ini, mengingat kelalaian dan dosa-dosa yang telah kita perbuat?

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa sepuluh malam atau sepertiga terakhir bulan Ramadhan adalah saat-saat yang sangat istimewa, penuh dengan rahmat yang tak terbatas dari Allah . Di dalamnya terdapat malam yang sangat mulia dan dirindukan oleh semua umat Muslim, yaitu malam lailatul qadar. Malam tersebut sangat istimewa karena nilai dari malam tersebut lebih baik dari seribu bulan. Akan tetapi, kebanyakan dari kaum Muslim sekedar hanya merindukan bertemu dengan malam lailatul qadar saja, namun tidak melakukan apa-apa. Salah satu penyebabnya barangkali adalah kurangnya ilmu dan pemahaman mereka mengenai apa dan bagaimana malam lailatul qadar tersebut, serta apa saja keutamaannya. Dalam tulisan ini, akan dijelaskan beberapa hal berkaitan dengan malam lailatul qadar.

Keutamaan Lailatul Qadar

Malam lailatul qadar adalah malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan dan keistimewaan malam tersebut adalah:

Pertama, malam yang penuh berkah. Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah berfirman:

إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةٖ مُّبَٰرَكَةٍۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ ٣  فِيهَا يُفۡرَقُ كُلُّ أَمۡرٍ حَكِيمٍ ٤

Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. (QS. al-Dukhân [44]: 3-4).

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan pada malam yang diberkahi. Malam yang diberkahi dalam ayat ini ditafsirkan sebagai malam lailatul qadar sebagaimana disebutkan pada surat al-Qadar. Allah berfirman: Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. (QS. Al Qadar [97]: 1).

Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud dalam ayat pertama di atas dijelaskan dalam ayat selanjutnya: Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. al-Qadar [97] : 3-5).

Kedua, malam ditetapkannya takdir. Ibnu al-Jauzi dalam Zâd al-Masîr menyebutkan beberapa pendapat bahwa al-Qadar dalam ayat pertama surat al-Qadar tersebut dimaknai dengan kemuliaan karena pada saat itu diturunkan kitab yang penuh kemuliaan (al-Qur’an al-Karim), diturunkan rahmat dan turun pula malaikat yang mulia. Ibnu al-‘Arabi menyatakan bahwa makna lailatul qadar bisa jadi adalah malam penuh kemuliaan, bisa pula maknanya adalah malam penetapan takdir berdasarkan firman Allah (QS. al-Dukhân [44] ayat 4: Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, dimana maksud dari ayat ini adalah ditetapkannya takdir.

Dari keutamaan-keutamaan lailatul qadar di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa ketika kita mendapatkan lailatul qadar, maka ibadah yang kita amalkan pada malam itu bernilai lebih dari ibadah seribu bulan dan doa-doa serta keinginan-keinginan kita yang baik akan diijabah oleh Allah , dan bahkan takdir kita akan ditetapkan ulang (rewrite). Maka, jika kita benar-benar memahami keutamaan-keutamaan malam lailatul qadar ini sampai di kedalaman batin kita, niscaya kita tidak akan melewatkan sedetik pun waktu malam kita kecuali untuk beribadah kepada Allah .

Kapan Lailatul Qadar Terjadi?

Beberapa ulama berbeda pendapat tentang kapan terjadinya malam ‘lailatul qadar’ secara pasti. Namun, sebagian besar sepakat bahwa lailatul qadar terjadi di antara sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi : “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari).

Di antara sepuluh hari terakhir tersebut, malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap untuk terjadinya lailatul qadar, sebagaimana sabda Nabi : “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari).

Di antara sepuluh malam itu juga, pada tujuh malam yang terakhir lebih memungkinkan untuk terjadinya lailatul qadar, sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi bersabda: “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim).

Ada juga ulama yang berpendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana disampaikan oleh Ubay bin Ka’ab dalam sebuah riwayat. Namun pendapat yang paling kuat adalah sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah . Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah : “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” (HR. Bukhari).

Hikmah dari dirahasiakannya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar bisa dibedakan mana orang yang benar-benar bersungguh-sungguh mencari ridha Allah dan mana yang sebaliknya. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Selain itu juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya.

Bahkan Nabi Muhammad pun bersungguh-sungguh untuk menghidupkan sepuluh hari terakhir tersebut dengan amalan-amalan ibadah melebihi ibadah di waktu-waktu lainnya. Sebagaimana disampaikan oleh istri beliau Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim)

Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengatakan: “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’, pen), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari & Muslim).

Apa yang dijelaskan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam riwayat di atas menunjukkan hal lain yang juga penting, bahwa lailatul qadar bukanlah anugerah dan nikmat yang instan. Jika kita perhatikan, kesungguhan Nabi bukan hanya di malam hari, tapi juga di keseluruhan hari di sepuluh malam terakhir, dengan memperbanyak ibadah seperti shalat, membaca al-Qur’an, dzikir, sedekah dan lain sebagainya. Yang diiringi dengan penekanan pada ibadah di malam hari dengan i’tikaf. Maka, jika kita mengharapkan lailatul qadar, kita mesti meneladani apa yang diamalkan oleh teladan kita Nabi Muhammad dengan memperbanyak dan meningkatkan amal ibadah apapun di siang dan malam hari, dan terutama memaksimalkan malam hari dengan i’tikaf di masjid. Semoga Allah memberi kita ma’unah dan taufiqNya agar kita mampu untuk berusaha sekuat tenaga meraih lailatul qadar. Âmîn.

 

AB Eko Prasetyo

 

MUTIARA HIKMAH

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah : “Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, “Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni’ (artinya ‘Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).”

(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Merugi

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

(QS al-‘asr [103] : 1-3)

Setiap manusia diberikan waktu yang sama oleh Allah , yaitu 24 jam. Terkadang banyak manusia
yang menggunkan kesempatan itu dibiarkan begitu saja. Ada yang malas-malasan padahal ia tahu jika
hari esok akan menghadapi ujian. Ada lagi yang memakai waktunya dihabiskan untuk bermain, alasannya
karena dunia ini hanya tempat bermain-main. Taubat bisa nanti saja, kalau sudah tua barulah bertaubat.
Orang-orang sepeprti ini sungguh keterlaluan, ia menganggap enteng urusannya. Padahal ia tidak tahu
bahwa selama ini yang memberikan kenikmatan itu adalah Allâh. Sungguh orang yang demikian adalah
orang yang merugi.

“Demi masa sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, melainkan orang-orang yang
mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”
(QS. Al-‘asr : 1-3)

Dari firman Allah  di atas, jika kita telaah bersama berarti posisi manusia dalam keadaan merugi,
yaitu mereka merugi diakibatkan oleh perbuatannya sendiri. Manusia terjerat masalah karena ulahnya
sendiri. Misalnya saja, tidak menjaga mulutnya ketika berbicara, sehingga banyak saudaranya yang
membenci dirinya. Jadi, sangat jelas bahwa mereka merugi karena perbuatanya sendiri.
Mari kita telaah kembali ayat al-Qur’an di atas. Disana terdapat pengecualian, jika kita berbuat baik,
saling menasehati dan saling mengingatkan maka kerugian itu bisa dihindari. Kenapa demikian? Karena
dengan kebaikanlah kita bisa terselamatkan, dengan saling menasehati kita bisa mengingatkan orang yang
belum baik supaya menjadi lebih baik. Dengan demikian, berarti setiap kesalahan yang dilakukan oleh
orang lain bisa diminimalisi. Jika salah satu ada yang lupa maka yang satu mengingtkan, begitu
seterusnya dan sebaliknya. Mengingatkan dengan penuh kelembutan seperti Allâh swt dan Rasûlullâh
ajarkan tentunya.
Dalam Al-Qur’an Allâh  memerintahkan kita untuk menyeru kepada kebaikan, (ta’muruna bil
ma’ruf) dengan cara yang santun dan indahlah maksudnya. Tujuannya adalah mengajarkan dengan
kelembutan dalam mengingatkan manusia, bukan dengan cara kekerasan. Bagaimana mungkin Allâh swt
menyuruh kita untuk berbuat baik kepada orang lain, sedangkan diri kita belum baik. Berarti secara
lembut Allâh swt mengingatkan kita untuk menjadi orang baik dulu, setelah itu baru ke orang lain.
Kadar Keimanan
Kita sadari bahwa kadang-kadang kadar keimanan itu selalu naik turun “al-Iimânu yazidu wa
yankus” banyak hal yang melatarbelakangi semua ini. Sebagai mahasiswa tentu banyak godaan dan
ajakan yang tidak mendidik. Bahakan jika tidak pintar memilih teman, yang ada bisa-bisa kita malah
tejebak dan terjerumus. Kadar keimanan itu berubah karena disebabkan perubahan waktu juga. Setiap
orang memiliki titik jenuh, dari kejenuhan itulah berakibat kepada kadar keimanan kita sendiri.
Terlebih sebagai seorang kepala keluarga misalnya. Seorang bapak memiliki tugas untuk mencari
nafkah bagi keluarganya. Tentu sangat sulit untuk bagi sang bapak dalam menjaga keimanan itu agar
selalu konsisten (istiqomah). Ketika kadar iman kurang stamina, apa lagi ketika sedang dirundung banyak
masalah, maka dorongan untuk berbuat tidak baik semakin bertambah. Oleh karena itu maka keimanan
yang betul-betul kuat harus kita miliki. Agar dalam kondisi apapun tetap bisa terjaga.
Waktu bagaikan pedang, kalau salah menggunakannya maka kita akan terbunuh oleh pedang.
Tentunya kalu tidak ingin menjadi korban maka kita harus benar-benar memanfaatkan waktu dengan
sebaik-baiknya. Rasûlullâh  selalu mengingatkan kepada umatnya, bahwa orang yang beruntung adalah
orang yang menjadikan hari esoknya lebih baik dari hari kemarin. Seharusnya kita sadar betul apa yang
disampaikan Nabi Muhamad . karena jika kita gali makna sebenarnya tentu sangat dalam dan juga
mampu menjadi landasan hidup.
Jika kita mau memperhatikan pesan dari Rasûlullâh tersebut, sebenarnya sudah mencakup semua
hal. Mulai dari masalah hidup setiap hari yang sepele hingga yang paling berat pun akan ketemu
solusinya. Setiap manusia yang lahir akan mengalami pertambahan usia dengan bertambahnya usia ini
maka bertambah pula pengetahuan dan pemahaman keilmuan nya pula, akan teapi justru yang menjadi
masalah adalah makin tua makin menjadi seperti istilah “tua-tua keladi” inilah yang dialami oleh generasi
muslim saat ini. Banyak yang mengerti agama namun jauh dai nilai-nilai agama.

Dalam al-Qur’an Allâh  menangguhkan orang-orang yang enggan untuk menyembahnya, Allâh
berikan apa yang mereka minta [istijrad] akan tetapi tunggu saja apa yang akan mereka terima karena ini
adalah istijrad dari Allâh t. Berhati-hatilah dengan apa yang kita lakukan dan apa yang kita perbuat
untuk Allâh, apakah perintah Allâh  telah kita jalankan dengan benar dan sesuai dengan anjuran Allâh
itu. Kalau tidak sesuai dan jauh dari ketentuanNya kemudian apa yang kita pinta selalu Allâh kabulkan
jangan-jangan kita termasuk orang yang mendapatkan istijrad dari Allâh. Naudzubillahi min dzalik…
Belajar dari Musibah
Indonesia, tidak henti-hentinya dilanda bencana. Ini adalah bukti bahwa Allâh memeberikan ujian
dan memberikan teguran kepada makhluknya. Sebab diantara sekian banyaknya penduduk Indonesia yang
mengaku muslim ternyata hanya sebagian saja yang menjalankan perintah Allâh .
Kalau kita mau jujur dengan apa yang kita perbuat terhadap Allâh dalam sehari, seminggu,
sebulan, bahkan setahun. Jika kita renungkan pastilah labih banyak yang meninggalkan daripada
melakukan perintahNya. Apakah kita sudah benar menjalankan perintah Allâh? seberapa seringkah kita
melalaikan kewajiban kita? Tampaknya semua individu tidak berani menjawabnya.
Dari kesalahan-kesalahan inilah Allâh mengingatkan kita semua untuk mendekatkan diri, apalagi
sampai melupakannya. Allâh lebih senang kepada hambanya yang selalu menyebut-nyebut namanya,
berdzikir dan lidahnya selalu basah dengan kalimat Allâh. Akan tetapi, ketika hambanya lupa terhdapa
Allâh, tentulah Allâh memberikan teguran dengan melalui perantara tentara-tentaranya agar dapat ingat
kembali.
Coba bayangkan, jika di seluruh dunia; jumlah penduduk bermilyar-milyar ini tak ada seorangpun
yang menyembah Allâh semuanya lalai akan semua perintah Allâh, kira-kira apa yang akan terjadi ? apa
jadinya jika tak ada satupun yang mengumandangkan adzan ketika waktu shalat tiba? Pastilah Allâh akan
langsung mengirimkan sebuah bencana, bahkan kiamat pun juga bias terjadi.
Tanda-tanda Qiyamat sudah tiba. Misal, kerusuhan dimana-mana. Jika kita perhatikan hampir di
setiap Negara ada kerusuhan, awalnya masalah itu kecil tapi kemudian menjadi besar dan tak kunjung
selesai. Hingga titik temunya sulit ditemukan, karena tak ada yang mau mengalah.
Tak hanya itu, bahwa anatara laki-laki dan perempuan sulit untuk dibedakan. Laki-laki
menyerupai perempaun dan sebaliknya. Sehingga kejadian-kejadian ini dikait-kaitkan dengan Qiyamat.
Padahal hanya Allâh lah yang mengetahui semuanya, manusia tak berhak mendahului ketentuan Allâh
karena dialah yang maha mengetahui apa-apa yang tidak kita ketahui.
Penutup
Alangkah baiknya jika kita kembalikan kepada Allâh , jangan sampai kita melupakan semua
perintah dan berusaha menjauhi larangan-larangannya. Syaitan selalu mencari teman untuk menemaninya
di Neraka kelak. Jadi, jangan sampai kita menjadi salah jalan dan terperosok kedalam jalan mereka dan
menjadi pengikut setia syetan.
Tawaran-tawaran syaitan sangat menggiurkan dan mampu melupakan semua urusan, termasuk
urusan akhirat. Banyak orang yang sewaktu dekat dengan Allâh, ia meminta dalam doanya kekayaan.
Akan tetapi setelah ia kaya, ternyata ia lupa bahwa semua itu adalah pemberian Allâh. Ia merasa semua
itu adalah hasil dari jerih payahnya dan hasil keringatnya sendiri, bukan dari Allâh .
Padahal ketika masih ingat dengan Allâh ia sempat berucap janji jika aku punya harta yang
banyak aku akan tambah taat dalam menyembah Mu. Ternyata ia lupa semuanya, karena tertutupi oleh
ajakan syaitan. Jangankan meningkatkan ketaatan, infaq, dan sedekah pun tidak. Naudzubillâh min dzalik
Jika kita beristiqomah dalam menjalankan ketaqwaan, pastilah semua masalah dan godaan ini
bukanlah sesuatu yang sulit. Syetan itu masuk dan membisikan ajakan-ajakan yang menyimpang dari
jalan Allâh  ketika kita lemah. Ajakan Allâh terkadang sulit dilakukan sedangkan ajakan syaitan justru
malah terasa ringan dan selalu mendapatkan kemudahan.
Sadarlah bahwa efek dari semua itu adalah sebuah hukuman yang akan membuat kita menyesal
selamanya. Jangan sampai ketika sudah berada di alam kubur barulah kita tersadar. Marilah kita niatkan
secara bulat dengan tekad yang kuat bahwa kita akan melawan semua ajakan syaitan itu. Mudah-mudahan
kita menjadi hamba yang kuat dan selalu Allâh berikan kemudahan dalam menjalankan semua
perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya. WAllâhu’alam. []

Amir Hamzah
Belajar di UII

Mutiara Hikmah

“Janganlah kamu mencela masa karena Allah berfirman, “Aku adalah masa, malam dan siang adalah
milik-Ku. Aku menjadikannya baru dan berlalu. Dan, Aku mengganti para penguasa dengan para penguasa yang baru.”
(HR Ahmad).