Untukmu yang Bermaksiat

۞وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ ١٣٣

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.

(QS. Ali Imran [3]: 133).

Marilah sejenak kita lupakan dunia, lalu merenungkan hidup ini. Mari kita lupakan sesaat segala hiruk pikuk dunia. Mari kita rasakan bahwa kaki kita masih berpijak di muka bumi ini, kita masih menghirup udara segar dengan nikmat dan gratis. Mari kita layangkan pandangan kepada segenap keindahan alam yang sanggup dinikmati oleh kedua mata kita. Lalu tengoklah orang-orang terdekat kita yang tertawa bahagia bersama kita. Maka kita akan segera menyadari betapa wajibnya kita bersyukur kepada Allah . Betapa syukur itu pun tak kan cukup sepadan dengan segala nikmat yang telah kita terima.

Tapi sungguh dunia begitu melenakan, sangat memabukkan, amat melupakan. Seakan gemerlap duniawi memaksa kita terlelap dari kesadaran iman, meninabobokan pada sikap menunda-nunda kebaikan, larut dalam dosa dan kemaksiatan. Serasa semua keindahan duniawi menjelma ibarat fatamorgana yang menyilaukan sekaligus menyesatkan mata. Dan tak sedikit orang yang tak sadar bahkan setelah usia mereka tinggal hitungan detik, naudzubillah.

Sungguh kebahagiaan hakiki terletak pada keimanan, bukan kesenangan duniawi, apalagi pada kemaksiatan. Sungguh, kenyamanan dan kesejahteraan terletak pada ketakwaan. Banyak orang yang mengetahui dan memahami di mana letak kebahagiaan yang sejati. Tapi dengan sepenuh kesengajaan ia mencarinya di tempat lain. Namun, lagi-lagi kita masih diberi kesempatan kedua, bahkan ketiga, keempat, dan seterusnya, untuk kembali ke tempat dimana kebahagiaan hakiki itu berada. Tak pernah ada kata terlambat untuk bertaubat, selagi hayat masih dikandung badan, senyampang nyawa masih berbalut raga. Meski tentu, soal bertaubat, lebih cepat lebih baik.

Sebuah Pengakuan

Setiap kita memiliki dosa, kesalahan dan kemaksiatan. Adakah di antara kita yang tidak bermaksiat kepada Allah dengan beragam jenis dosa dan kesalahan? Adakah di antara kita yang tidak melampui batas terhadap dirinya sendiri dengan terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kehinaan? Sesungguhnya dosa dan kesalahan, kemaksiatan, dan kehinaan adalah sebuah gerbang yang setiap dari kita pernah memasukinya, sebuah samudera nan luas yang semua dari kita pernah mengarunginya, sebuah cawan yang masing-masing kita pernah meneguknya; setiap kita telah merasakannya. Tapi ada di antara kita yang menyedikitkan dan yang memperbanyaknya, Nabi  bersabda:

“Setiap anak Adam adalah pelaku kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah mereka yang senantasa bertaubat.” (Shohih Jami’ Sunan At-Tirmidzi, karya Syaikh  al-Albani, no. 2029, dari Anas dengan sanad hasan)

Beliau  juga bersabda:

Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian dan benar-benar akan menciptakan suatu kaum yang mereka berbuat dosa, kemudian memohon ampunan kepada Allah, lalu Dia pun mengampuni mereka.” (Mukhtashar Shahih Muslim, No. 1922 dari hadits Abu Hurairah).

Tidaklah semua itu melainkan sebagai bukti nyata bagi nama-nama Allah yang Indah dan sifat-sifatNya yang Tinggi. Dia adalah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Pengampun lagi Maha Penerima Taubat. Rahmat-Nya mendahului kemurkaan-Nya dan kesantunan-Nya lebih cepat daripada hukuman-Nya. Dia (Allah) adalah Rabb Yang patut kita bertakwa kepada-Nya.
Wahai saudaraku seiman, Allah mengetahui bahwa banyak di antara kita tidaklah bermaksiat kepada-Nya karena lancang terhadap-Nya, bukan pula menganggap remeh terhadap keagungan-Nya, tidak juga karena merasa aman dari siksaan-Nya, bukan pula karena bersenang-senang dengan menyelisihi-Nya. Itu hanyalah disebabkan oleh jiwa kita yang lemah yang tergelincir, setan-setan terkutuk yang telah menyesatkan, dunia yang hina-dina yang telah bersolek untuk manusia, teman-teman buruk (akhlaknya) yang telah membantu dan teman-teman baik yang telah menjauh dari kita dan memisahkan diri.
Kita juga bukanlah orang-orang yang terpelihara dari perbuatan dosa (ma’shum), karena kema’shuman hanyalah bagi para Nabi dan Rasul yang telah dipilih oleh Allah . Barangsiapa selain Nabi dan Rasul mengklaim bahwa dirinya ma’shum, sungguh dia telah berbuat dusta yang besar dan menjadi sekutu setan yang terkutuk. Rasulullah  bersabda:

“Tidak seorang pun hamba mukmin melainkan dia memiliki dosa yang biasa dia kerjakan dari waktu ke waktu atau dosa yang dia tetapi yang tidak bisa dilepaskannya hingga dia berpisah dengan dunia. Sesungguhnya seorang mukmin diciptakan dalam kondisi selalu diuji, bertaubat, dan senantiasa lupa, ketika diingatkan maka dia pun ingat.” (Ash-Shahihah, karya Syaikh al-Albani, no. 2276, dari Ibnu Abbas).

Dosalah yang menyebabkan terhina di dunia dan mendapatkan siksa akhirat. Tidaklah keburukan mengepung seorang hamba, tidak pula sesuatu yang tidak dia sukai dia dapatkan, dan tidak juga musibah menimpanya melainkan disebabkan oleh dosa-dosanya. Allah  berfirman:

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. al-Ankabût [29]: 40).

Maka, tidak ada jalan lain yang harus ditempuh oleh seseorang yang telah melakukan dosa dan maksiat, kecuali bersegera untuk kembali kepada Allah dan bertaubat kepada Nya. Dalam risalah ini, akan diutarakan hal-hal yang harus dilakukan oleh seseorang yang bertaubat dengan berpedoman kepada Kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya.

Pertama, hendaknya kita meyakini sepenuhnya bahwa pintu taubat dan ampunan dari Allah senantiasa terbuka. Maka, adalah haram bagi seorang mukmin untuk berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah .

“Katakankanlah: ‘Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Zumar [39]: 53).

Yakinkan dan katakan dalam hati, wahai Rabb meskipun dosa-dosa hamba begitu banyaknya, hamba mengetahui bahwa maaf-Mu lebih agung dan lebih tinggi. Wahai Rabbku, hamba berdoa kepada-Mu dengan penuh ketundukan seperti yang Engkau perintahkan. Tiada perantara hamba kepada-Mu selain pengharapan. Dan keindahan maaf-Mu, kemudian hamba benar-benar berserah diri kepada-Mu.

Ingatlah selalu apa yang disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits Qudsy: dari Anas , ia berkata, saya mendengar Rasulullah bersabda:

“Allah  berfirman, ‘Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukanku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan memberi ampunan sepenuh bumi pula” (HR. Tirmidzi, hadits hasan shahih).

Kedua, jika terlanjur berbuat maksiat, upayakan untuk tidak melakukannya secara terang-terangan dan tutuplah rapat-rapat kemaksiatan itu, segera hentikan perbuatan tersebut, lalu segeralah bertaubat dan tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut selamanya.

Pernahkah melihat orang-orang yang secara terang-terangan meremehkan panggilan shalat (adzan)? Atau melihat orang-orang nongkrong sambil minum-minuman keras di pinggir jalan? Atau, pernahkah Anda mendengar orang yang dengan bangga bercerita tentang perbuatan maksiat yang pernah dilakukannya? Ketahuilah, itu adalah bentuk perbuatan terang-terangan dalam bermaksiat kepada Allah . Perbuatan demikian adalah dosa yang sangat tercela selain dosa dari kemaksiatan itu sendiri, karena dia telah meremehkan kebesaran Allah . Bahkan perbuatan ini dapat menutup pintu ampunan dari Allah . Rasulullah bersabda:

”Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujahirin (orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa).”(HR. Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 2990).

Allah  juga mengancam pelaku perbuatan ini dengan siksa di dunia dan akhirat. Dia  berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui (Q.S. al-Nûr [24]: 19).

Ketiga, mengokohkan keimanan dengan memperbanyak belajar ilmu agama seraya menghadiri kajian-kajian ilmu, memperbanyak ibadah, mengisi setiap detik demi detik waktu yang dimilikinya dengan hal-hal yang bermanfaat serta mendatangkan ridha Allah , dan bergaul dengan kawan-kawan yang shalih. Menurut Ibn al-Qayyim rahimahullah, kekokohan pohon keimanan yang tertanam kuat di dalam hati adalah penangkal kemaksiatan, dan salah satu sebab diterimanya taubat. Karena salah satu syarat diterimanya taubat adalah tidak kembali mengulangi perbuatan dosa kemaksiatan yang telah dilakukan. Maka kesabaran hamba untuk menahan diri dari perbuatan maksiat itu sangat tergantung dengan kekuatan imannya. Setiap kali imannya kokoh maka kesabarannya pun akan kuat. Apabila imannya melemah maka sabarnya pun melemah. Dan barang siapa yang menyangka bahwa dia akan sanggup meninggalkan berbagai macam penyimpangan dan perbuatan maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh dan ilmu tentang bagaimana agama mengajarkan cara mengokohkan keimanannya, maka sungguh dia telah keliru.

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada kita, sebab hanya dengan rahmat Allah sajalah kita akan mampu bertaubat dan menjauhi maksiat.

Wallahu a’lam bi al-shawwâb.

Musta’in Billah

MUTIARA HIKMAH

Rasulullah bersabda:

Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *