Sukses

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا

“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan (amal shalih), untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal.” (QS al-Kahfi [18]: 107)

Hampir dapat dipastikan bahwa semua manusia ingin sukses. Ada yang begitu kuat menginginkannya, ada yang biasa-biasa saja. Diantara yang kuat inginnya tersebut ada yang gigih upayanya, ada pula yang biasa-biasa saja. Dari yang gigih upayanya itu, ada yang terus istiqāmah berjuang dan bangkit ketika jatuh, ada juga yang tersungkur tidak ma(mp)u bangun lagi. Intinya, semua orang ingin sukses namun masing-masing berbeda dalam menyikapi dan mengupayakan kesuksesan.

Ibarat sebuah bangunan, sukses berawal dari fondasi yang kokoh. Di atas fondasi itu, berdirilah tiang-tiang yang kemudian dikonstruksi sedemikian rupa menjadi bangunan. Bangunan tanpa fondasi akan segera runtuh. Sementara fondasi tanpa bangunan di atasnya tidak bermakna apa-apa. Keduanya saling melengkapi dan mengenapi, saling menopang dan menguatkan. Kebersatuan yang solid itulah yang selanjutnya menghadirkan kesuksesan. Sukses dalam arti yang sesungguhnya bukan yang ala kadarnya.

Setiap manusia telah memiliki modal untuk menjadi sukses. Masalahnya adalah bagaimana dia menggunakan modalitasnya untuk menjemput kesuksesan tersebut. Laksana jodoh, sukses itu ada di tangan Tuhan. Namun kalau tidak diambil, tidak dijemput, maka akan tetap di tangan Tuhan. Jadi, untuk sukses perlu usaha keras, tidak cukup hanya berpangku tangan. Kehidupan ini adalah modal yang tidak ternilai dari Allah. Kita diminta memaksimalkannya untuk meraih sukses.

Konon, seorang pemuda mengeluh tidak punya modal untuk usaha. Seorang pengusaha sukses yang dicurhatinya kemudian bertanya padanya. “Satu dengkulmu (baca: lutut), boleh saya beli setengah milyar?” tanya pengusaha sukses itu. “Tentu tidak boleh, Tuan,” jawab pemuda. “Kalau begitu, berusalah! Dengan dua dengkulmu berarti Engkau punya modal 1 milyar!” perintahnya menyemangati. Sungguh, sejak lahir kita telah memiliki modal yang tiada ternilai dari Allah. Dua lutut saja 1 milyar, belum yang lain-lain.

Untuk menjadi sukses pertama-tama berangkat dari keyakinan. Mereka yang meyakini dirinya akan sukses maka sukses itu akan lebih dekat dengannya. Sementara mereka yang membayangkan sukses saja takut maka sukses pun akan takut mendekatinya. Benar bahwa banyak yang tidak menyangka akan sukses namun ternyata benar-benar sukses. Namun yang ideal adalah menjadi pribadi yang optimistis dan yakin sejak dalam hati. Allah telah memberi kita amanah hidup, itu artinya Allah percaya kita siap menjadi sukses.

Lalu apakah cukup hanya dengan keyakinan? Tentu saja tidak. Setelah yakin ada step-step penting yang harus dilalui. Kalau sekadar yakin maka manusia tidak ubahnya hanya menjadi “generasi wacana”. Generasi wacana, seperti diutarakan Prof. Rhenald Kasali, hanya sibuk berwacana namun tidak melakukan aksi nyata dan takut mengambil keputusan. Karenanya, keyakinan harus dibarengi dengan kegigihan dalam berbuat. Keyakinan juga menghantarkan kita pada pilihan-pilihan hidup yang tepat.

Bagi mereka yang sudah “nyaman” dengan prestasi di kampung halamannya mungkin takut bersaing di level yang lebih menantang. Namun pribadi sukses harus berani mengambil langkah yang visioner. Dunia tak selabar daun kelor, harus berani bersaing dan semangat tidak boleh kendor. Para alim telah mengajarkan kita. “Sāfir tajid ‘iwadhan ‘amman tufāriquhu!” Pergilah! Engkau akan mendapatkan ganti dari apa yang kau tinggalkan. Berani sukses berarti berani mencoba hal yang baru.

Dalam menuju sukses tersebut seringkali manusia harus jatuh-bangun. Namun yang harus disadari bahwa gagal karena bertindak jauh lebih baik daripada tidak pernah gagal karena enggan berbuat. Tidak penting seberapa sering Engkau terjatuh. Terpenting adalah seberapa mampu Engkau bangkit dari jatuhmu. Kaum bijak pandai menasihatkan, “Berhasil menyikapi kegagalan lebih baik daripaya gagal dalam menyikapi keberhasilan.” Orang sering bilang, hakikat kegagalan adalah sukses yang masih tertunda.

Sukses itu parameternya berbeda-beda. Kalau kita bertanya arti sukses (ma huwa sukses?) kepada banyak orang, pasti jawabannya bermacam-macam. Harus diingat bahwa sebagai seorang muslim terminal kehidupan ini bukan sebatas kematian. Namun ada “alam” yang lebih meneduhkan dan menjanjikan. Oleh karena itu, sudahkah (harapan) sukses kita itu berorientasi pada kebahagiaan di alam tersebut? Sementara doa yang kita panjatkan sangat jelas dan lugas. Bukan hanya hasanah di dunia tetapi juga hasanah di akhirat.

Kita ingat betul bagaimana Rasulullah mengakhiri hayatnya. Apa yang terucap terakhir kali dari lisannya yang begitu mulia? Dia tidak mengkhawatirkan putrinya. Juga tidak sedang merisaukan isteri-isterinya. Dia terus memikirkan umatnya dan itu adalah termasuk kita. “Ummatiy, ummatiy, ummatiy…,” ucapnya lirih. Rasulullah mengajarkan bahwa sukses itu kalau kita juga mampu menyukseskan orang lain, meng-hasanah-kan banyak pihak. Khairun an-nāsi anfa’uhum li an-nāsi

 

Sukses=Surga

Mulai awal Oktober 2015 ini, Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI) meluncurkan Training Islamic Character Building (ICB) untuk mahasiswa baru. Training ini didesain untuk membentuk karakter mahasiswa baru UII. Materi training dirancang supaya lebih mudah dimengerti dan dipraktikkan oleh mahasiswa. Mulai dari Komitmen Tauhid, Komitmen Ibadah, Komitmen Akhlak, dan terakhir Komitmen Sukses.

Saya sendiri sepakat dengan penambahan “komitmen” di setiap materi. Komitmen itu juga berarti istiqāmah (kontinuitas). Mahasiswa UII diharapkan mampu mempertahankan tauhidnya, menjaga ibadah dan akhlaknya, serta terus mengobarkan semangat suksesnya. Selama 2 kali mendampingi Trainer “Komitmen Sukses”, Drs. H. Imam Mudjiono, M.Ag., saya merasa perlu berbagi inti materi tersebut lewat tulisan ini. Sebab, materi tersebut sangat relevan bagi setiap umat muslim.

Sukses dalam konteks religiusitas kita dapat dimaknai sebagai surga atau al-jannah. Pribadi yang sukses pada akhirnya adalah yang berhasil memasuki pintu surga. Sehebat apapun seseorang di dunia kalau tidak “sukses” di akhirat maka merugilah dia. Walaupun tetap untung masih bisa bahagia di dunia. Repotnya adalah kalau di dunia sengsara di akhirat menderita. Oleh karena itu, supaya “sukses”nya ganda alias double harus dipelajari bagaimana tips untuk meraihnya.

Beberapa ayat al-Qur’an, contohnya QS. al-Kahfi ayat 107 di atas, menggambarkan bahwa syarat sukses itu 2 (dua). Pertama adalah iman; percaya dan yakin. Dalam bahasa yang biasa dipopulerkan Pak Imam—begitu dia biasa disapa—, iman itu semisal dengan belief. Keimanan yang kuat mendasari kesuksesan manusia di akhirat nanti dan tentu saja di dunia. Kalau iman ini tidak dijaga maka umpama pergi naik pesawat, yang bersangkutan tidak memiliki tiketnya.

Kedua adalah amal shalih (berbuat baik). Amal shalih ini adalah buah dari keimanan. Sebagaimana uraian di atas bahwa iman (keyakinan) adalah fondasi dan amal shalih adalah bangunan di atasnya. Iman dan amal shalih saling mengisi dan menyempurnakan. Iman yang tidak diwujudkan dalam amal shalih ibarat pohon yang tidak berbuah. Sementara amal shalih yag tidak dilandasi iman akan sia-sia dan tertolak. Kedua hal ini yang harus menjadi pedoman dan pegangan hidup umat muslim.

Amal shalih dalam bahasa Pak Imam disebut dengan positive energy (energi positif). Amal shalih atau positive energy tersebut dengan dilandasi iman yang kuat harus ditujukan semata-mata untuk meraih keridhaan Allah. Kalau sudah demikian maka keduanya akan menghantarkan kita menuju surga-Nya Allah di akhirat sana. Keduanya harus dipelihara secara konsisten dan penuh komitmen. Sebab iman dan amal shalih tidak dinilai secara periodik dan parsial namun terus menerus sampai datangnya ajal.

Dalam firman-Nya Allah telah menegaskan. “Sungguh,” serunya, “orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan (amal shalih), untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal.” Indah sekali janji Allah bagi hamba-Nya yang beriman dan beramal shalih. Dengan iman, belief, keyakinan yang kuat dan amal shalih yang nyata serta berkesinambungan kita dapat “sukses” di hadapan Allah. Mereka yang iman dan amalnya baik pun sejatinya sudah sukses sejak di dunia.

 

Hasanah fi ad-Dārain

Sukses ialah dambaan setiap manusia. Lazimnya, yang mendamba mengupayakan apa yang didamba(kan)nya. Sukses dunia memang tidak salah namun sukses hakiki bukan semata duniawi kacamatanya. Sukses dunia itu mulia kalau mampu menghantarkan pada kesuksesan di akhirat nantinya. Dunia tempat menanam, di akhirat kita mengetam. Apapun bentuk sukses dunia harus dibenamkan, ditanam dalam-dalam, supaya yang hadir adalah katawadhuan. Hatta di akhirat kita raih sebenar-benar kesuksesan. Wallāhu a’lamu.

Samsul Zakaria, S.Sy.,

Mahasiswa S-2 UIN Sunan Kalijaga,

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *