BIOGRAFI ABU HURAIRAH

Abu Hurairah dilahirkan tahun 19 sebelum Hijriyah. Nama Beliau sebelum memeluk Islam tidaklah diketahui dengan jelas, tetapi pendapat yang masyhur adalah Abdusy Syam. Sedangkan nama Islam nya yaitu Abdur-Rahman. Beliau berasal dari qabilah Al-dusi di Yaman. Beliau memeluk Islam pada tahun ke 7 Hijriyah ketika Rasulullah Berangkat menuju Khaibar. Ketika itu, ibunya belum menerima Islam bahkan menghina Rasulullah. Abu Hurairamenemui Rasulullah, meminta beliau berdo’a agar ibunya masuk Islam. Kemudian Abu Hurairah kembali menemui ibunya lalu mengajaknya masuk Islam. Ternyata ibunya telah berubah pikiran dan bersedia masuk Islam.

Setelah pulang dari Perang Khaibar, Rasulullah ingin memperluas masjid Nabawi ke arah barat dengan menambah ruang sebanyak tiga tiang lagi. Ketika Rasulullah mengangkat batu untuk pondasi tiang, Abu hurairah langsung meminta agar beliau menyerahkan batu tersebut tetapi Rasulullah menolak dan berkata “Tiada kehidupan sebenarnya melainkan kehidupan akhirat”.

Abu Hurairah sangat mencintai Rasulullah sehingga siapun yang Rasullah cintai, maka iapun ikut mencintainya. Misalnya, Abu Huraira suka menciumi Hasan dan Husein karena beliau melihat Rasulullah suka menciumi kedua cucunya. Beliau diberi gelar dengan nama “Abu Hurairah“ karena kegemarannya bermain dengan anak kucing. Diceritakan pada suatu hari ketika Abu Hurairah bertemu Rasulullah, beliau bertanya pada Abu Hurairah tentang apa yang ada di dalam lengan bajunya, lalu Abu Hurairah memperlihatkan bahwa di dalam lengan bajunya ada seekor anak kucing. Setelah itu beliau diberi gelar oleh Rasulullah` dengan nama “Abu Hurairah” dan semenjak itu beliau lebih suka di panggil nama gelar tersebut.

Abu Hurairaha pindah ke Madinah untuk bekerja. Disana, beliau bekerja sebagai pekerja kasar atau kita lebih sering sebut dengan buruh. Beliau sering mengikatkan batu di perutnya untuk menahan rasa lapar, Diceritakan bahwa beliau berbaring menghampar di mimbar masjid sehingga orang-orang menyangka beliau sudah tidak waras lagi. Ketika Rasulullah` mendengar kabar tersebut, beliau langsung menemui Abu Hurairah dan menjelaskan kepada orang-orang bahwa Abu Hurairah berbuat seperti itu karena lapar. Lalu Rasulullah memberinya makanan.

Abu Hurairaha adalah sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah. Beliau dikenal sebagai salah satu ahli shuffah, yaitu orang- orang miskin atau sedang menuntut ilmu yang tinggal di halaman masjid. Pada suatu hari beliau duduk di pinggir jalan dimana orang-orang berlalu-lalang. Waktu itu beliau melihat Abu Bakara berjalan, lalu beliau meminta agar dibacakan satu ayat Al-Qur’an. “Saya bertanya begitu supaya beliau mengajakku ikut dengannya dan memberiku pekerjaan”, kata Abu Hurairah. Akan tetapi Abu Bakara hanya membacakan ayat Al-Qur’an lalu kemudian pergi. Lalu melihat beliau melihat Umar ibn Khattaba dan berkata “ tolong ajari saya ayat Al-Qur’an”. Abu Hurairah kecewa lagi karena Umar melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh Abu Bakar. Tak lama kemudian datanglah Rasulullah. Nabi tersenyum, Abu Hurairaha berkata dalam hatinya, “beliau tahu apa isi hati saya dengan tepat, beliau bisa membaca raut muka saya dengan tepat,” Nabi memanggil “ya aba Hurairah!” Abu Hurairah menjawab “Labbaik, ya Rasulullah!”. Lalu Rasulullah berkata, “ikutilah aku!” beliau mengajak ke rumahnya. Didalam rumah didapati ada semangkuk susu “darimana datangnya susu ini?” tanya Rasulullah. Beliau telah bahwa seseorang telah memberikan susu itu. Rasullah memanggil, “ya Aba Hurairah!”Abu Hurairah pun menjawab “Labbaik, ya Rasulullah!””tolong panggilkan ahli suffah,” kata Rasulullah. Susu tadi dibagikan kepada ahli suffah, termasuk Abu Hurairah. Sejak itulah, Abu Hurairah mengabdi kepada Rasulullah, bergabung dengan ahli suffah di masjid.

Abu Hurairah meriwayatkan banyak Hadits disebabkan karena beliau mendampingi Rasulullah selama tiga tahun, sejak Abu Hurairah memeluk Islam. Abu Hurairah berkata, “…….sesungguhnya saudara kami dari golongan muhajirin sibuk dengan urusan mereka dipasar dan orang-orang Anshar sibuk bekerja diladang mereka, sementara aku seorang yang miskin senantiasa bersama Rasulullah di mil’i batni. Aku hadir di majelis yang mereka tidak hadir dan aku hafal pada saat mereka lupa” (Hadits Riwayat Bukhari). Pada mulanya Abu Hurairah mempunyai ingatan yang lemah, lalu beliau mengadu kepada Rasulullah.  Rasulullah` lalu mendo’akan Abu Hurairah agar di beri dengan daya ingat yang kuat. Semenjak itu, Abu Hurairah memiliki daya ingat yang kuat sehingga Abu Hurairah mampu meriwayatkan banyak Hadits bahkan yang terbanyak di kalangan para sahabat.

Kisah Abu Hurairah menjaga Gudang Zakat

Abu Hurairah  pernah diberi tugas oleh Rasulullah untuk menjaga gudang hasil zakat. Pada suatu malam, Abu Hurairah melihat orang mengendap-ngendap akan mencuri, lalu ditangkapnya. Orang itupun akan dibawanya kepada Rasulullah, tetapi pencuri itu merayu minta dikasihani seraya menyatakan bahwa dia mencuri untuk memberi makan keluarganya yang kelaparan. Abu Hurairah merasa kasihan lalu melepas pencuri itu dengan syarat orang itu tidak mengulangi perbuatannya lagi. Keesokan harinya, peristiwa tersebut dilaporkan kepada Rasulullah` dan beliaupun tersenyum lalu menyatakan bahwa pencuri itu pasti akan kembali. Ternyata keesokan malamnya pencuri itu datang lagi. Sekali lagi Abu Hurairah menangkap pencuri itu lalu ingin diserahkannya kepada Rasullah`. Sekali lagi, pencuri tersebut merayu sehingga Abu Hurairah merasa kasihan lalu melepaskannya sekali lagi. Kesokan harinya beliau melaporkan kejadian tersebut kepada Rasulullah` dan Rasulullah` pun mengulagi sabda nya bahwa pencuri itu pasti kembali. Apabila pencuri itu ditangkap sekali lagi, Abu Hurairah mengancam akan membawanya kepada Rasulullah. Keesokan malamnya pencuri tersebut tertangkap lagi dan merayu agar dibebaskan sekali lagi. Ketika Abu Hurairah tidak mau membebaskan, pencuri tersebut menyatakan bahwa jika seseorang membaca ayat kursi sebelum tidur, syaitan tidak mengganggunya. Abu Hurairaha merasa tersentuh mendengar perkataan pencuri itu lalu melepaskannya. Keesokan harinya, beliau menceritakan peristiwa tersebut kepada Rasulullah` dan beliau bersabda “pencuri yang ditemuinya itu adalah pembohong besar, tetapi apa yang diajarkannya kepada Abu Hurairah itu adalah suatu perkara yang benar. Sebenarnya pencuri tersebut adalah Syaitan yang dilaknat.”

Sikap Abu Hurairah terhadap fitnah yang terjadi pada masanya.

Walaupun Abu Hurairah merupakan orang yang miskin, namun pada suatu hari beliau dipinang oleh salah seorang majikannya yang kaya untuk dinikahkan dengan putrinya, Bisrah binti Gazwan. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak memandang status sosial seseorang tapi yang dipandang adalah ketaqwaannya. Abu Hurairah dipandang mulia karena ke’aliman dan kesalihannya. Sejak menikah, Abu Hurairah membagi malamnya kedalam tiga bagian yaitu membaca Al-qur’an, istirahat dan keluarga, dan untuk mengulang-ngulang hadits. Beliau dan keluarganya tetap hidup sederhana walaupun telah menjadi orang kaya. Abu Hurairah suka bersedekah, menjamu tamu, bahkan memberikan rumahnya di Madinah untuk pembantu-pembantunya.

Rasulullah pernah mengutus Abu Hurairah berdakwah ke Bahrain bersama Al-‘Ala ibnu Abdillah Alhadrami. Beliau juga pernah diutus bersama Quddamah untuk mengambil jizyah di Bahrain dengan membawa surat kepada Amir Al-munzir ibnu Sawa At-Tamimi. Kemudian Abu Hurairaha diangkat sebagai gubernur Bahrain ketika Umara menjadi Amirul Mu’minin. Tetapi pada 23 Hijriyah, Umara memberhentikannya karena Abu Hurairah di tuduh menyimpan uang sebanyak 10.000 dinar. Ketika diperiksa Abu Hurairah banyak memberikan bukti bahwa harta itu diperolehnya dari beternak kuda dan pemberian orang. Khalifah Umara menerima penjelasan itu dan memaafkannya. Lalu Abu Huraiarah diminta menerima jabatan gubernur kembali, tetapi beliau menolak. Khalifah Umar ibnu Khattaba penah melarang Abu Hurairah menyampaikan Hadits dan hanya boleh menyampaikan ayat Al-Qur’an. Ini disebabkan tersebar kabar Abu Hurairah banyak meriwayatkan Hadits palsu. Larangan khalifah kemudian dibatalkan setelah Abu Hurairah menjelaskan Hadits mengenai bahayanya Hadits palsu. “Barang siapa yang berdusta atas padaku (Nabi Muhammad`) secara sengaja, hendaklah mempersiapkan tempat duduknya dalam api neraka.”(Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimi, dan Ahmad).

Pada masa Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thaliba, Abu Hurairah menolak tawaran menjadi gubernur Madinah. Ketika Mu’awiyah berkuasa, Abu Hurairah diangkat menjadi gubernur Madinah dengan asran dari Marwan ibn Hakam. Di kota yang penuh dengan cahaya (Al-Madinah A-Munawwarah) ini pula beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 57 atau 58 Hijriyah(676-678 Masehi) dengan usia 78 tahun. Abu Hurairah meninggalkan Hadits sebanyak 5.374 Hadits. Hadits Abu Hurairah yang di sepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim berjumlah 325 Hadits. Oleh Bukhari sendiri sebanyak 93 hadits dan oleh Muslim sendiri sebanyak 189 hadits. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah juga banyak terdapat dalam kitab-kitab hadits lainnya.

 

Wahyu Ismail

Alumni Fakultas Ilmu Agama Islam UII

 

ADAB ORANG BERILMU

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…”
(Q.S. Ali Imrân [3]: 110)

Menjadi umat pilihan yang mendapatkan keuntungan lebih banyak dari umat lain adalah suatu anugrah dari Allah. Umat Islam adalah umat yang paling istimewa, salah satunya adalah dengan disempurnakannya agama Islam sebagai agama samawi yang di-ridhai oleh Allah. Di sisi lain ada orang-orang Islam yang lebih baik dari orang-orang Islam itu sendiri yaitu orang-orang yang menyeru kepada kebaikan dan menjauhi kepada keburukan. Mereka adalah para alim ulama yang memiliki ilmu yang sangat mumpuni dan ke hujjah-annya tidak diragukan lagi. Kata-kata yang perlu digaris bawahi adalah ilmu, karena semua orang memiliki ilmu tapi tidak semua orang menjadikan ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Ilmu ialah hal yang sangat berharga di dunia ini. Ilmu sebagai alat untuk menilai baik dan buruk, benar dan salah, halal dan haram. Allah zat yang ilmunya tidak ada sekutu dan ilmunya paling luas, Dia menunjukan tanda-tanda keluasan ilmunya dengan mengajarkan Nabi Adam berbagai macam nama-nama yang ada di jagad raya. Lalu disebutkannya nama-nama yang telah diajarkan oleh Allah kepada Malaikat. Yang mana kisahnya diceritakan dalam firman Allah,
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudia Dia perlihatkan kepada malaikuat seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku semua nama (benda) ini, jika kamu yang benar!”. Mereka menjawab “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain yang Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Maha Pengetahui, Maha Bijaksana”. Dia (Allah) berfitman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!” Setalah dia (adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakan kepadamu bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan””. (Q.S. al-Baqarah [2]: 31-33)
Dari kisah tersebut dapat diambil pelajaran bahwa menuntut ilmu adalah sebagian kewajiban dari tiap-tiap manusia khususnya orang yang beriman. Dan menuntut ilmu wajib dengan guru-guru yang sanad ilmunya sampai kepada Rasulullah `.
Kriteria orang berlimu dibagi menjadi tiga yaitu muqallid, muttabi’, mujtahid. Orang-orang ini merupakan orang-orang yang berilmu tetapi berbeda tingkatannya. Muqallid adalah orang yang ilmunya sedikit, dia adalah yang mengikuti ulama tanpa tahu dalil atau dasar dari suatu hujjah-nya itu. Sebagai orang yang muqallid dia harus belajar dan bila ada kerancuan hukum dia belum boleh berfatwa. Muttabi’ adalah orang yang berlimu dan masih menuntut ilmu. Kelebihan muttabi’ dia mengikuti ulama tetapi dia tahu dalil-dalil yang membuat dia tertuju kepada satu ulama tertentu dengan yakin. Mujtahid adalah orang yang mendalam ilmunya dan jika ada hukum yang masih rancu maka diharuskan seorang mujtahid ini mengeluarkan fatwanya.
Tidak menutup kemungkinan seorang yang muqollid mengeluarkan fatwa-fatwa jika ada suatu hukum yang baru. Muqallid tersebut harus menuntut ilmu dengan giat melalui guru-guru yang berkompeten di tiap-tiap bidangnya.
Seorang yang berilmu harusnya memiliki adab-adab yang secara dzahir mencerminkan ilmunya. Adab-adab tersebut adalah sebuah pantangan bagi seorang yang berilmu untuk dilanggarnya demi kesempurnaan ilmunya dan demi ke-Ridhaan Allah l atas ilmu yang dia miliki. Lantas apa saja adab-adab yang harus dimiliki oleh oang yang berilmu?
1. Jangan menyombongkan diri.
Seseorang yang menyombongkan diri karena keluasan ilmunya adalah salah besar. Allah berfirman:
“Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan bisa menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang seperti gunung”. (Q.S. al-Isra [17]: 37)
Allah l memberikan sindiran kepada orang-orang yang sombong. Sombong dalam harta, tahta, ataupun dalam hal memiliki ilmu. Terbesit jelas apa yang tersirat dalam ayat tersebut, bahwa bagi orang-orang yang sombong dengan hal yang dimilikinya pasti ada yang lebih dari apa yang mereka sombongkan. Maka dari itu mereka yang menyombongkan ilmu yang mereka miliki, mereka tidak akan mampu menjulang seperti gunung.
2. Menjaga Ilmunya.
“Bencana orang berilmu adalah lupa, dan membicarakan dengan yang bukan ahlinya”(Ibnu Abu Syaibah)
Sungguh benar-benar merugi orang-orang yang tidak menjaga ilmunya. Itu menjadi sebuah bencana bagi para penuntut ilmu, mereka mencari ilmu dengan susah payah namun mereka lupa akan ilmu-ilmunya. Ada beberapa kiat-kiat untuk menjaga ilmunya, yaitu:
Pertama, Menulis. Ilmu yang tidak ditulis bagaikan unta di padang pasir, unta tersebut jika sudah lepas sangat mudah untuk hilang. Itulah ilmu yang diibaratkan dengan unta lepas. Dia akan mudah lupa jika tidak diikat dengan tulisan, dan setelah lupa tidak ada lagi yang harus di ingat karena tidak ada lagi yang membekas baik di fikiran maupun di tulisan. Maka sangat penting ilmu itu ditulis, sebagai bahan muroja’ah ataupun sebagai bahan untuk mengajarkannya kepada orang lain.
Kedua, Muroja’ah. Muroja’ah menjadi sangat penting sebagai kiat untuk menjadikan terjaganya ilmu yang dihafal. Muroja’ah juga bisa sebagai metode untuk mengkoreksi jika ada hal yang kurang dalam ilmu-ilmu yang didapat. Sedikit kisah tentang Imam Bukhari, ia seorang imam besar perawi hadist-hadist yang sahih. Setiap setelah beliau belajar dengan seorang guru, beliau selalu mencatat dan me-muroja’ah ilmunya di rumah. Ini adalah tanda keteladanan seorang yang berilmu. Dia giat dan selalu bersemangat dalam menuntut ilmu.
3. Mengamalkan.
Semaksimal tingkatan seorang yang berilmu adalah mengamalkannya. Sungguh orang yang menagamalkan ilmunya dia sungguh telah benar-benar menjaga ilmunya. Menjaga ilmunya dari kepunahan, karena akan dikaji oleh murid-muridnya. Sekaligus amal jariyah bagi yang mengamalkan ilmunya. Sebagaimana yang dikatakan dalam Hadist:
“Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara yaitu sodaqoh jariyah, ilmu yang diamalkan dan anak yang sholeh”. (H.R. Muslim no. 1631)
3. Amanah dalam menyampaikan.
Seorang yang berilmu dilihat dari cara menyampaikan ilmunya dia harus amanah. Sesuai dengan redaksi yang diterima dari guru-gurunya yang terdahulu. Bukan hanya dengan kepentingan hawa nafsunya saja. Dia menafsirkan sendiri dengan keterbatasan ilmunya dalam bidang tertentu.
Sifat amanah dalam menyampaikan ini menjadi tolak ukur para ulama dalam menentukan bahwa dia berilmu atau tidak berilmu. Sebagai contoh adalah bagaimana terciptanya hadist-hadist yang muttawatir dan sahih. Di mana para perawi hadist tersebut adalah orang-orang yang kesehariannya sangat amanah dan zuhud, maka terciptalah hadist yang bisa dijadikan hukum. Dan jika salah seorang dari perawi hadist tersebut tidak amanah maka bisa disimpulkan bahwa hadist yang redaksinya dari perawi tersebut tidak bisa dijadikan hujjah untuk menentukan hukum.
4. Lemah lembut dalam menyampaikan.
Sebagaimana yang terdapat dalam surat Ali Imrân ayat 159
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu…” (Q.S. Ali Imrân [3]: 159)
Dalam tafsir ibnu katsir menjelaskan bahwa Allah telah merahmatkan kepada Rasul-Nya hati yang lemah lembut sehingga umatnya menerima dengan apa yang dikatakan oleh Rasul-Nya. Maka umatnya tersebut menaatinya menjauhi yang mungkar dan mendekati yang ma’ruf. Allah juga menjadikan tutur kata Nabi Muhammad ` terasa sejuk dan lembut sehingga umatnya betah berlama-lama dengan Nabi Muhammad.
Apa yang disebutkan barusan adalah contoh bagi orang-orang yang berilmu jika ingin mengamalkan ilmunya dengan cara lemah-lembut. Itu sangat menentukan kualitas ilmu seseorang. Karena orang yang berilmu tahu lemah-lembut adalah cara bagaimana sampainya ilmu kepada penuntut ilmunya.
Demikianlah beberapa adab-adab seorang yang berilmu. Yang disebutkan barusan adalah hanya sebagian kecil saja yang dapat disebutkan. Masih banyak lagi adab-adab seorang yang berilmu jika mengkaji Alquran dan hadist-hadist Nabi. Oleh karena itu sebagai orang yang berilmu menjadi sebuah tantangan untuk menghadapi berbagai macam pembodohan yang dilakukan oleh misionaris. Dan orang berilmu setidaknya menguasai beberapa adab-adab yang disebutkan barusan agar ilmu yang dimilikinya menjadi berkah dan para penuntut ilmu memiliki akidah dan tauhid yang kuat demi menghadapi pembodohan kaum misionaris.
Semoga Allah l menguatkan umat Islam dengan memberikan orang-orang yang berilmu dan beramal Ahlissunnah Wal Jama’ah. Âmîn.[]

Arviyan Wisnu