8 Hikmah Disyariatkannya Puasa

8 Hikmah Disyariatkannya Puasa

Yanayir Ahmad, S.T.

Alumni UII Teknik Elektro 2017

 

Alhamdulillāh washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillah, waba’du.

Allah memiliki nama-nama yang Husna, dan diantara Nama Allah k adalah Al-Hakim. Dan “Al-Hakim” merupakan pecahan kata dari “Al-Hukm” dan “Al-Hikmah”, bahwasannya hanya milik Allah ﷻ hukum-Nya, dan hukum-hukum Allah ﷻ penuh dengan hikmah, kesempurnaan, dan ketelitian.[1]

Sehingga kita paham kalau Allahﷻ tidaklah mensyariatkan suatu hukum melainkan pasti di dalamnya terdapat hikmah-hikmah yang besar. Yang mana bisa jadi kita mengetahui apa hikmah tersebut, namun bisa jadi pula mungkin akal kita tidak mampu mencerna dan menjangkau apa hikmahnya, dan bisa jadi pula kita tahu sebagian hikmahnya namun banyak hikmah lainnya yang samar bagi kita.

Allah ﷻ menyebutkan hikmah dari disyariatkannya puasa dan mewajibkannya atas kita pada firman-Nya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana hal itu juga telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian supaya kalian bertaqwa.” (QS. al-Baqarah [2]: 183).

Puasa adalah Wasilah Taqwa

Adapun Taqwa secara sederhana adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Thalq bin Habib, seorang tabi’in yang masyhur, yakni (taqwa adalah) engkau mengerjakan ketaan kepada Allah di atas ilmu dan karena mengharap pahala-Nya, serta engkau meninggalkan perbuatan maksiat kepada Allah di atas ilmu serta karena takut hukuman-Nya.[2] Dan puasa merupakan salah satu diantara sebab utama ketaqwaan, karena di dalamnya ada perbuatan melaksanakan perintah Allah k dan menjauhi larangan-larangan Allah.

Para ulama telah menyebutkan sebagian hikmah-hikmah disyariatkannya puasa, dan keseluruhan dari apa yang disebutkan merupakan perwujudan perilaku taqwa. Contohnya dalam tafsir As-Si’di saat menafsirkan ayat di atas (al-Baqarah ayat 183), disebutkan beberapa hikmah dari puasa (yang akan disebutkan juga setelah ini), setiap menyebutkan masing-masing hikmah tersebut, dijelaskan bahwa hal itu adalah bagian dari ketaqwaan. Maka, Puasa merupakan wasilah atau sarana untuk merealisasikan ketaqwaan.

Akan tetapi tentu tidaklah mengapa jika kita sebutkan kembali hikmah-hikmah tersebut untuk mengingatkan orang-orang tentangnya serta menambah semangat dalam melaksanakannya.

Diantara Hikmah-Hikmah Puasa

Diantara hikmah puasa adalah sebagai berikut:

  1. Puasa merupakan sarana untuk mensyukuri nikmat. Hal ini karena puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan jimak, dan semua itu termasuk diantara nikmat-nikmat yang tertingginya. Dengan menahan diri dari suatu nikmat dalam beberapa waktu, maka bisa membuat seseorang mengetahui kadar nilai nikmat tersebut. Dimana ketika nikmat itu tidak diketahui atau tidak dirasakan kadar nilainya, maka ketika nikmat tersebut sedang tidak ada, barulah bisa diketahui atau dirasakan kadar nilainya, betapa besar nikmat tersebut sebenarnya. Sehingga dengan dia mengetahui kadar nilai suatu nikmat, maka bisa membantunya untuk bersyukur atas kenikmatan tersebut.
  2. Puasa merupakan sarana untuk meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Karena ketika jiwanya bisa tunduk dan patuh untuk menahan diri dari perkara-perkara yang halal (seperti makan dan minum) karena mengharap ridha dari Allah k dan takut akan adzab ketika berpuasa, maka harusnya ia lebih bisa untuk menahan diri dari perkara-perkara yang haram. Maka puasa menjadi sebab untuk menjauhi perbuatan-perbuatan haram.
  3. Bahwasannya di dalam puasa ada proses mengalahkan hawa nafsu. Karena jiwa itu kalau kenyang kecondongannya itu mengangankan ini itu (condong ke syahwatnya), berbeda halnya kalau kondisi lapar, maka dia akan lebih menahan diri dari syahwat. Makanya dalam sebuah riwayat disebutkan dari Ibnu Mas’ud berkata, kami para pemuda bersama Nabi ﷺ tidak mempunyai harta apapun maka Rasulullah ﷺ mengatakan kepada kami,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Wahai para pemuda! Barangsiapa dari kalian yang sudah mampu (secara biologis maupun secara materi) untuk menikah, maka hendaklah segera menikah, karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan, tapi bagi yang belum mampu nikah, maka puasa, karena itu bisa jadi benteng untuknya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400).

  1. Bahwasannya puasa itu mendatangkan rasa kasih sayang dan empati kepada orang-orang miskin. Karena orang yang berpuasa ketika ia merasakan tidak enaknya lapar selama beberapa jam misal, maka ia akan ingat dan bisa merasakan bagaimana halnya dengan orang-orang yang keadaan laparnya itu tidak cuma beberapa jam, tapi seharian atau bahkan lebih dari itu, maka ia akan menjadi empati, mengasihi orang-orang miskin, yakni dengan berbuat baik kepada mereka. Sehingga puasa adalah sebab lembutnya hati kepada orang-orang miskin.
  2. Dalam puasa itu ada proses mengalahkan setan dan melemahkannya. Karena bisikan-bisikan kejelekan dari setan kepada menusia melemah, maka potensi untuk berbuat maksiat juga ikut melemah. Hal ini karena setan itu masuk menyusup ke tubuh manusia melalui aliran darah, maka dengan puasa aliran darah akan menyempit sehingga setan akan lemah dan berkurang pergerakannya dalam mengganggu manusia.
  3. Puasa itu melatih seorang untuk punya rasa selalu diawasi oleh Allah k. Pada saat puasa dia meninggalkan apa yang diinginkannya seperti makan dan minum, yang mana bersamaan dengan itu sebenarnya ia mampu untuk melakukannya, akan tetapi ia tinggalkan itu semua karena ia sadar betul kalau Allah melihatnya.
  4. Puasa itu akan menumbuhkan sifat zuhud terhadap dunia dan syahwat, serta menumbuhkan rasa harap dengan kebaikan-kebaikan yang ada di sisi Allah k.
  5. Puasa itu membuat orang terbiasa berbuat banyak ketaatan, hal ini karena umumnya orang yang berpuasa itu banyak melakukan ketaatan dan akhirnya menjadi terbiasa dengan ketaatan tersebut.[3]

Itulah beberapa hikmah puasa yang bisa kita sebutkan, kita meminta kepada Allah k agar Dia memberikan taufiqnya kepada kita serta membantu kita untuk bisa beribadah dengan baik kepada-Nya.

Marâji’:

[1] Shalih Al-Munajjid. “الحكمة من مشروعية الصيام”. https://islamqa.info/ar/answers/26862. Diakses pada 5 Maret 2024.

[2] Ibnu Baz. “التقوى سبب كل خير”. https://binbaz.org.sa/articles/61/%D8%A7%D9%84%D8%AA%D9%82%D9%88%D9%89-%D8%B3%D8%A8%D8%A8-%D9%83%D9%84-%D8%AE%D9%8A%D8%B1. Diakses pada 6 Maret 2024.

[3] Shalih Al-Munajjid. “الحكمة من مشروعية الصيام”. https://islamqa.info/ar/answers/26862. Diakses pada 5 Maret 2024.

Download Buletin klik disini

HIKMAH KEHIDUPAN

HIKMAH KEHIDUPAN

Oleh: Muhammad Khusnul Khuluq Talijiwa[1]

 

Makna Hikmah

Hikmah terambil dari kata “hakama” yang pada mulanya yang berarti menghalangi. Dari akar kata yang sama dibentuklah kata yang bermakna kendali, yakni sesuatu yang fungsinya mengantarkan kepada yang baik dan menghindarkan yang buruk.[2] Hikmah juga diartikan sebagai manfaat yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dalam berbagai hal. Sebut saja hikmah kehidupan yang artinya adalah manfaat dari berbagai macam kejadian di kehidupan yang menimpa kita dan kemudian kita bisa mengambil pelajaran atas terjadinya kejadian-kejadian tersebut. Menilik dari sebuah pepatah Arab yang berbunyi.

مَنْ عَرَفَ اللّٰهَ أَزَالَ التُّهْمَةَ # وَقَالَ كُلُّ فِعْلِهِ بِالحِكْمَةِ

Barang siapa mengenal Allah, pasti ia menghilangkan buruk sangka pada-Nya. Dan Ia berkata bahwa di setiap perbuatan-Nya selalu disertai dengan hikmah”.

Disini dapat kita artikan bahwa di setiap kejadian pasti ada pelajaran yang terkandung didalamnya, dan tidak semua orang akan sadar akan hikmah tersebut karena hikmah memiliki makna yang sangat dalam.

Saya akan beri sebuah permisalan agar kita sama-sama mengerti dan dapat memahami. Di suatu pagi ada seorang anak yang terlambat bangun untuk pergi ke sekolah, kemudian ia menyalahkan ibunya karena tidak membangunkannya karena memang ia tinggal seorang diri dengan ibunya dan ayahnya telah lama meninggal. Sesampainya di kelas, spontan gurunya langsung menyuruhnya untuk pulang ke rumah tanpa mengikuti pembelajaran di sekolah. Mungkin sekilas anak itu marah hebat kepada ibunya dan ingin mencacinya sepulang sekolah, tetapi ternyata ia terkejut ketika hendak memasuki kamarnya. Ibunya yang sudah tua tergeletak di dapur karena terpeleset, lantas ia memanggil warga sekitar dan melarikannya di rumah sakit. Sekarang apa hikmah yang terkandung dalam cerita singkat tersebut? Sudah pasti apabila ia datang ke sekolah tepat waktu dan mengikuti pembelajaran sekolah hingga usai, ibunya tidak segera ditolong dan kemungkinan terburuknya bisa saja ibunya meninggal seketika.

 

Jangan Berandai-Andai  

Maka dari itu, kurangilah kata-kata yang menunjukkan bahwa kita sedang berandai-andai terhadap sesuatu karena itu menunjukkan bahwa kita tidak bersyukur terhadap pemberian dari Allah l yang secara tidak langsung akan menjadikan-Nya murka kepada kita. Ada satu hadits nabi yang menceritakan tentang pengandai-andaian ini. Rasulullah n bersabda: “Bersungguh-sungguhlah dalam hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusan), serta janganlah sekali-kali kamu bersikap lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu (kegagalan), maka janganlah kamu mengatakan, ‘seandainya aku berbuat demikian, pastilah tidak akan begini atau begitu’. Tetapi katakanlah, ‘ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki’. Karena sesungguhnya perkataan ‘seandainya’ akan membuka (pintu) perbuatan setan”.(H.R. Muslim)[3]

Sebenarnya kata pengandaian disini memiliki hukum yang bermacam-macam tergantung kepada tujuan dari pengandaian tersebut. Apabila kita mengandai-andai terhadap musibah yang Allah l berikan, atau mengandai-andai bukan untuk kebaikan kita akan mendapatkan dosa dari pengandai-andaian tersebut. Tetapi apabila pengandai-andaian kita bertujuan untuk mendapatkan kebaikan maka kita akan mendapatkan ganjaran pahala dari pengandai-andaian tersebut. Dan yang banyak kita lakukan sebagai manusia adalah pengandai-andaian terhadap takdir Allah l yang diberikan kepada kita terkhusunya terkait dengan musibah.

Apakah kita menyadarinya? Mungkin terkadang kita tidak sadar ketika mengatakannya karena terlalu larut dalam kesedihan. Seperti kecelakaan yang terjadi, baik itu kecelakaan kecil maupun besar. Tiba-tiba sempat terbesit dalam benak kita “Andai saja tadi saya tidak pergi ke pasar”, memang perkataan ini remeh tetapi dapat menimbulkan murka Allah l. Karena secara tidak langsung kita protes terhadap takdir yang diberikan oleh Allah l, apa salahnya kita mensyukuri musibah tersebut dengan selalu mengambil pelajaran di setiap kejadian kehidupan ini. Tidak mungkin keadaan berubah setelah kita berandai-andai justru dengan itu kita bisa mendapatkan dosa besar. Cukuplah untuk selalu percaya bahwa Allah l akan mengganti kesyukuran kita dengan hal yang lebih baik, entah di dunia ataupun kelak di akhirat.

 

Ucapan Orang Munafik

Bahkan telah diceritakan dalam al-Qur’an tentang orang-orang munafik yang berandai-andai dalam tragedi perang Uhud. Sebagaimana firman Allah l dalam surah Ali ‘Imrân ayat 168 yang berbunyi: Orang-orang (munafik) yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang: “Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh”. Katakanlah: “Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar”.(Q.S. Ali’Imrân [3]:168)

Ada cerita unik ketika terjadinya peperangan Uhud yang berkisah tentang mereka (orang-orang munafik) yang berandai-andai jikalau saudara mereka tidak ikut berperang bersama nabi Muhammad n tentu mereka tidak akan terbunuh di medan perang sebagaimana kenyataan yang terjadi. Karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa manusia memiliki sifat suka mengeluh terhadap hal-hal yang tidak mereka sukai, itu memang fitrah manusia.

Bahkan Allah l sudah menceritakan semua itu dalam al-Qur’an, sebagaimana tertulis dalam surah al-Ma’ârij ayat 19-25 yang berbunyi: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”.(Q.S. al-Ma’ârij [70]: 19-25)

Allah l telah menjelaskan dalam firman-Nya bahwa manusia memang diciptakan dengan sifat suka mengeluh ketika ditimpa musibah tetapi pelit setelah mendapat kebaikan. Kecuali mereka yang senantiasa menjaga sholatnya dan memberikan hartanya kepada yang berhak. Lagi-lagi disini sholat sangat berperan penting untuk menjaga kebiasaan manusia yaitu mengeluh, karena mereka yang selalu sholat pasti tahu dan sadar apabila Allah l senantiasa berada di dekat mereka sehingga meskipun mereka ditimpa musibah dan keburukan, tetap saja bersyukur kepada-Nya.

 

Hikmah Kehidupan

Kembali ke hikmah kehidupan, sebenarnya pelajaran-pelajaran yang dapat kita ambil dari berbagai macam kejadian bisa kita jadikan sebagai acuan dasar untuk bertindak dalam keseharian. Bahkan musibah yang didapat oleh tetangga juga bisa kita jadikan pelajaran, seperti ketika mereka kemalingan. Pada akhirnya kita bisa antisipasi agar tidak terjadi hal serupa tersebut di rumah kita. Dan dari sini juga kita bisa menjadi pribadi yang bijak dalam menentukan tindakan sehari-hari, kita menjadi lebih berhati-hati lagi dan tidak ceroboh.

Sekian panjang lebar terkait Islam dan kepribadian para pemeluknya, kemudian saya akan melanjutkan pembahasan seputar segala sistem kehidupan yang beredar di sekitar kita yang tentunya kita akan berfikir tentang bagaimana jika sistem-sistem tersebut kita rubah dengan sistem yang diajarkan oleh Islam.

 

Mutiara Hikmah

Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash c berkata: ‘Aku telah mendengar n bersabda:

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ – قَالَ – وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ.

 “Allah telah menuliskan takdir makhluk-makhluk 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi dan Asy-Nya di atas air”. (H.R. Muslim)

Marâji:

[1] Mahasiswa Prodi Arsitektur FTSP UII

[2] Muhammad Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an. Vol I. Jakarta: Lentera Hati, 2002. hal.327

[3] أبي معاذ طارق بن عوض الله بن محمد، جامع المسائل الحديثية، طارق 5 (القاهرة : دار ابن عفان، 2006)، 308

 

File lengkapnya bisa di download pada link berikut ini

https://drive.google.com/drive/u/0/folders/1EyIbOfGHD7gUFyqzsLeVbeUnHPFherbP

JANGAN PERNAH LELAH UNTUK KEMBALI

Oleh: Yonatan Y. Anggara*

 

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Kembalilah wahai manusia…

Tundukkan wajahmu pada yang Maha Kuasa

Tengadahkan tanganmu dan mulailah berdoa

Niscaya nikmat-Nya selalu kan turun selamanya

(K.H. Hasan Abdullah Sahal)[1]

 

Dampak Makasiat

Sepetik syair yang di tulis oleh K.H. Hasan Abdullah Sahal memiliki makna sedalam lautan, seluas langit. Seolah menjawab segenap keresahan dan kegelisahan yang barangkali sering kita alami dalam menjalani hidup sebagai seorang manusia. Segala kesusahan dalam setiap urusan, segala kesempitan dalam setiap apa yang diikhtiarkan juga segala kegelisahan yang tidak pernah tahu dari mana datangnya. Tidak lain dan tidak bukan hal itu terlahir dari hati yang tidak pada pada tempatnya. Hati yang telah terisi kedurhakaan pada Allah semesta alam.

Sebagaimana nasehat Ibnu Qayyim  rahimahullah bahwa kemaksiatan akan menyebabkan sulitnya segala urusan, sehingga tidaklah seorang manusia menuju sebuah urusan kecuali ia dapati dalam keadaan buntu. Memiliki kekuatan ilmu tentang betapa buruknya dampak perbuatan maksiat serta jeleknya akibat yang ditimbulkannya dan juga bahaya yang timbul sesudahnya yaitu berupa muramnya wajah, kegelapan hati, sempitnya hati dan gundah gulana yang menyelimuti diri karena dosa-dosa itu akan membuat hati menjadi mati.[2]

Maksiat akan menjadi hijab bagi doa-doa kita, Ibnu Rajab berkata, “Janganlah engkau memperlambat terkabulnya do’a dengan engkau menempuh jalan maksiat.”[3] Maksiat akan menjadi penghalang dari segala kebaikan, sehingga seseorang yang sering melakukan maksiat akan semakin jauh dari hidayah Allahﷻ.

Ustadz kami di Pondok pernah menasehati yang bunyinya seperti ini, “Cara merayu Allah agar doa diijabah adalah dengan melaksanakan amal ibadah. Jika seandainya doa ibarat paket yang dikirim, maka maksiat adalah penghalang dan pelambat paket itu datang ke tujuan”. Kondisi hati orang-orang yang bermaksiat pada Allah. Hati yang bermaksiat akan Allah sempitkan di tengah kelapangan yang ia miliki. Hati yang bermaksiat akan Allah gelisahkan di tengah kemudahan hidupnya. Hati yang bermaksiat akan Allah buntukan urusannya ditengah banyaknya jalan yang seolah terlihat.

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” (Q.S Thâhâ [20]: 124). Maksudnya, dia akan mendapatkan kesengsaraan dan kesusahan. Dalam tafsirnya Ibnu Katsir berkata, “Di dunia, dia tidak akan mendapatkan ketenangan dan ketenteraman. Hatinya gelisah yang diakibatkan kesesatannya. Meskipun dhahirnya nampak begitu enak, bisa mengenakan pakaian yang ia kehendaki, bisa mengkonsumsi jenis makanan apa saja yang ia inginkan, dan bisa tinggal dimana saja yang ia kehendaki; selama ia belum sampai kepada keyakinan dan petunjuk, maka hatinya akan senantiasa gelisah, bingung, ragu dan masih terus saja ragu. Inilah bagian dari kehidupan yang sempit”.[4]

Tidakkah kita ingin punya hati yang setenang Ibnu Taimiyah seabagaimana yang disampaikan oleh Ibn Qayyim “ia adalah orang paling bahagia yang pernah saya temui”. Padahal kita tahu bahwa beliau tidak tinggal di istana atau bangunan megah melainkan di dalam penjara sempit nan kumuh. Tidakkah kita ingin punya urusan seajaib Yusuf? Yang meskipun banyak sekali kesusahan yang dihadapi namun berakhir dengan indah. Tidakkah kita ingin punya urusan yang dimudahkan sebagaimana Yunus? Yang meskipun terhimpit masalah namun keluar darinya dengan sebaik baik keadaan. Tidakkah kita ingin punya kisah seindah Zakaria? Yang selepas 80 tahun berdoa, ditengah kemustahilan akhirnya cita-citanya ingin punya keturunan Allah mudahkan.

 

Kembalilah Wahai Hati!

Untuk kita yang sering bertanya mengapa segala urusan menjadi buntu. Mengapa sangat susah mengerjakan sesuatu yang dengan mudah dikerjakan oleh kebanyakan orang. Mengapa begitu susah mendapatkan apa yang terlihat mudah bagi orang lain. Maka kembalilah agar semua mudah dalam mengerjakan kebaikan.

Tidak ada hari yang paling mengkhawatirkan selain hari dimana kita berbuat maksiat kepada Allahﷻ sedang kita melakukannya tanpa ada rasa bersalah, dan tidak ada hari yang paling membahagiakan melainkan kita sungkurkan hati kita kepada Allahﷻ untuk bertaubat.  Maka kembalilah kepada Allah, Maha Pemilik segenap urusan. Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dari Anas bin Mâlik radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasûlullâh bersabda, ‘Allâh Azza wa Jalla berfirman, ‘Hai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdo’a dan berharap hanya kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni dosa-dosa yang telah engkau lakukan dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa dosa-dosa yang hampir memenuhi bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi.”  (H.R. at-Tirmidzi)

 

Jangan Pernah Lelah Untuk Kembali

Sebanyak apa kita berbuat salah maka sebanyak itu pula Allahﷻ akan tetap membuka pintu taubat. Oleh karena itu, jangan pernah lelah untuk kembali kepada Allah dengan beristighfar dan bertaubat.

Allah sungguh mencintai orang-orang yang kembali kepada-Nya, dalam salah satu hadits riwayat disebutkan dari Abu Hamzah Anas bin Malik al-Anshari, pembatu Rasulullah, beliau berkata bahwa beliau n bersabda, “Sesungguhnya Allah itu begitu bergembira dengan taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang menemukan kembali untanya yang telah hilang di suatu tanah yang luas.” (H.R. Bukhari no. 6309 dan Muslim no. 2747).

Mari kita teladani Ibnu Taimiyah yang setiap kali mengalami kebuntuan dalam berfikir dan urusan maka beliau beristighfar 1000 kali. Seolah memahami tidak lain yang menyebabkan kerunyaman urusan adalah jauhnya hati kita pada pemilik-Nya. Maka kembalilah!.[]

 

MARÂJI’:

* Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Nur Baiturrahman Yogyakarta

[1] K.H Hasan Abdul  Sahal. Kembalillah. 2020. https://www.youtube.com/watch?v=4HNCAxn9Bqo

[2] Diterjemahkan dari artikel berjudul ‘Asyru Nashaa’ih libnil Qayyim li Shabri ‘anil Ma’shiyah, www.ar.islamhouse.com yang dikutip dari https://muslim.or.id/307-10-nasihat-ibnul-qayyim-untuk-bersabar-agar-tidak-terjerumus-dalam-lembah-maksiat.html https://muslim.or.id/307-10-nasihat-ibnul-qayyim-untuk-bersabar-agar-tidak-terjerumus-dalam-lembah-maksiat.html

[3] Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab al-Hambali, 1: 275-276

[4] al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 2002.

 

Mutiara Hikmah

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah bersabda:

مَنْ دَعَا إِلىَ هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذِلكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آَثاَمِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلكَ مِنْ آثَاِمهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang mengajak kepada hidayah, maka baginya pahala sebagaimana pahala setiap orang yang mengikutinya, dan tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka dia menanggung dosa sebagaimana dosa setiap orang yang mengikutinya, tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun”. (H.R. Muslim).

 

Download Buletin klik disini

 

MEMBANTU PERJUANGAN PALESTINA DARI JAUH

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘ala rasulillâhﷺ,

Saudaraku kaum muslimin yang dirahmati Allahﷻ, kita ketahui bersama bahwa tanah al-Quds atau juga disebut Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha) adalah tanah yang diwariskan Allahﷻ kepada seluruh kaum muslimin. Ia adalah kota dan tanah kelahiran para anbiyâ. Bahkan 2/3 dalam al-Qur’an banyak mengisahkan tentang Baitul Maqdis.

Al-Qur`an dalam banyak ayatnya menggambarkan Baitul Maqdis dan Masjidnya dengan barakah, yaitu berupa kebaikan-kebaikan yang selalu bertambah. Allahﷻ berfirman,  “Maha suci Allahﷻ yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami barakahi sekelilingnya.” (Q.S al-Isrâ`[17]: 1).

Beberapa diantaranya alasan mengapa umat Islam wajib membela Baitul Maqdis

Pertama, Baitul Maqdis merupakan kiblat pertama umat Islam. Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha) dan Masjidil Haram memiliki hubungan dalam hal sebagai kiblat beribadah bagi kaum muslimin, yaitu dalam hal arah ibadah dalam shalat.

Kedua, Baitul Maqdis merupakan masjid kedua yang dibangun di muka bumi setelah masjid Nabawi.

Ketiga, menjadi tempat paling bersejarah bagi umat Islam mengenai peristiwa Isra’-Mi’raj.

Keempat, Baitul Maqdis merupakan tanah yang penuh dengan keberkahan.

Kelima, Tempat manusia akan dibangkitkan. Dalam sebuah hadits, “Maimunah binti Sa’ad, bertanya kepada Rasulullahﷺ tentang Baitul Maqdis. Nabiﷺ menjawab bahwa Baitul Maqdis adalah tempat manusia dibangkitkan (mansyar) dan manusia dikumpulkan (mahsyar).” (Didhoifkan oleh Syaikh Albani)[1]

Akhir abad ke-19 menjadi awal mula terjadinya konflik antara Israel dan Palestina. Dalam sebuah deklarasi, yaitu deklarasi Balfour, Dijanjikan kepada kaum Yahudi untuk mendirikan tanah air di Palestina. Tahun demi tahun Zionis Israel menggencarkan serangannya kepada warga Palestina. Tidak memandang usia dan kelamin, ibu dan anak-anak pun menjadi korban kebiadaban mereka. Fasilitas-fasilitas kesehatan dan peribadatan, Masjid, Gereja, juga rumah sakit tidak segan mereka hancurkan.

Berita terbaru, terhitung sejak 10 Mei 2021 kembali terjadi bentrok antara polisi Israel dengan warga Palestina. Bentrok yang terjadi antara kedua belah pihak menjadi awal mula pertempuran 11 hari antara Israel dan Hamas.[2] Saudara-saudara Muslim kembali harus mengepalkan tangan, mengencangkan sabuk, menggelegarkan semangat takbir, dan menggempurkan roket-roket sebagai pembalasan kebiadaban penjajah Zionis Israel yang kembali berulah mengganggu kekhusyuan ibadah umat Islam di Masjid al-Aqsa ditengah bulan suci Ramadhan.

Korban-korban pun kembali berjatuhan, info terakhir dari salah satu media berita pertempuran selama 11 hari menewaskan 248 jiwa termasuk 66 anak-anak.[3] Sebagai saudara seiman yang berada jauh dari tanah perjuangan Baitul Maqdis, jarak tidak boleh menjadikan semangat kita surut untuk tidak turut berkontribusi membantu perjuangan para saudara Muslim yang sedang berjuang di Palestina. Adapun beberapa bentuk kontribusi yang lain yang bisa kita lakukan meski berada jauh dari tanah perjuangan Palestina, diantaranya:

 

  1. Membantu perjuangan saudara Muslim Palestina dengan doa,

Dalam sebuah hadits Rasulullahﷺ bersabda, “Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, ‘dan bagimu juga kebaikan yang sama.” (H.R. Muslim).

Selain itu juga dikatakan dalam sebuah riwayat yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, beliau berkata, “Mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya menunjukkan jujurnya keimanan seseorang. Hal ini karena Nabiﷺ bersabda, ‘Tidaklah sempurna keimanan kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (Syarh Riyadhus Shalihin, 6: 54).

 

  1. Mendukung perjuangan saudara Muslim Palestina melalui media massa,

Media massa diantaranya yaitu media-media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, bahkan Tiktok menjadi aplikasi-aplikasi yang paling mudah dan efektif untuk menyebarkan berbagai jenis pemberitaan. Bahkan, berita-berita bohong pun sangat mudah tersebar hanya dengan bantuan media sosial. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam yang mengetahui fakta dan kebenaran apa yang terjadi di Baitul Maqdis dan jauh dari jauh dari tanah perjuangan Baitul Maqdis hendaklah turut memanfaatkan media sosial yang ada untuk menyebarkan kebenaran tersebut, seperti Siapa itu Zionis Israel, kenapa umat Islam harus membela Baitul Maqdis, persitiwa besar apa saja yang terjadi di BaituL Maqdis, dsb.dengan begitu kita semua berharap akan lebih banyak masyarakat diluar sana yang mengerti dan faham tentang kebenaran mengenai tanah Baitul Maqdis.

 

  1. Memberikan donasi terbaik untuk saudara Muslim Palestina,

Memberikan donasi terbaik yang kita punya bukan berarti donasi dengan jumlah yang besar dan mahal melainkan donasi terbaik adalah donasi yang menurut diri kita donasi tersebut adalah donasi terbaik yang bisa kita berikan kepada saudara kita yang sedang berjuang di Palestina.

Allahﷻ menjanjikan banyak hal kepada hamba-hamba-Nya yang mau menginfakkan hartanya untuk saudaranya di jalan Allahﷻ salah satu diantaranya, Allahﷻ akan melipat gandakan balasan dari infaq yang ia berikan kepada saudaranya. Sebagaimana firman Allahﷻ yang berbunyi “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allahﷻ seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allahﷻ melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allahﷻ Mahaluas, Maha Mengetahui” (Q.S. al-Baqarah [2]: 261)

Baitul Maqdis bukan hanya tanggung jawab umat muslim Palestina saja, tetapi ia menjadi tanggung jawab bersama seluruh umat muslim diseluruh dunia. Sebab ia adalah tanah warisan dari Allahﷻ untuk seluruh umat Islam. Oleh karena itu, wahai saudara seiman, tidak ada lagi alasan untuk menunda-nunda kebaikan dalam hal membantu perjuangan saudara muslim kita di Palestina. Dalam sebuah kutipan ayat Allahﷻ telah memerintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan “Fastabiqul Khairaat” maka marilah kita saling berlomba untuk meraih setiap keutamaan yang Allahﷻ janjikan kepada seluruh hamba-Nya tanpa terkecuali. Wallâhu’alam bish shawâb.

 

 

 

[1] Suara Muhammadiyyah. 11 Keutamaan Maqdis. https://suaramuhammadiyah.id/2021/01/13/11-keutamaan-baitul-maqdis/ (dikutip pada tanggal 2 Mei 2021)

[2] BBC.com. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-57195416 (dikutip pada tanggal 02 Juni 2021)

[3] BBC.com. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-57195416 (dikutip pada tanggal 02 Juni 2021)

 

Penyusun:

Wafa Amatullah, S.Ars.

Alumni Arsitektur UII 2015

 

 

 

Mutiara Hikmah

 

Ibnu ‘Umar h, Nabi n bersabda,

وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ

Siapa yang biasa membantu hajat saudaranya, maka Allah akan senantiasa menolongnya dalam hajatnya.”

(H.R. Bukhari no. 6951 dan Muslim no. 2580).

Download Buletin klik disini

 

Mengharap Istiqomah Setelah Ramadhan Usai

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Bulan Ramadhan yang penuh berkah dan sangat dirindukan oleh orang-orang beriman telah pergi meninggalkan kita. Setelah Ramadhan berlalu, tentu kita perlu untuk memperbanyak amal dan menjaga semangat beribadah di bulan Ramadhan secara kontinyu. Jangan sampai setelah Ramadhan usai, kita menjadi tidak bergairah lagi dalam melakukan amal shalih. Seorang mukmin sudah sepatutnya terus meminta keistiqomahan kepada Allah ﷻ, itulah yang kita minta dalam sholat minimal 17 kali dalam sehari lewat doa “ihdinâ ash-shirâthal mustaqîm” yang artinya “Tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus.” (Q.S. al-Fatihah [1]: 6)

Ketika bulan Ramadhan telah usai, kondisi tentu berubah. Yang semula gembong-gembong setan dipenjara oleh Allah ﷻ, sekarang dilepaskan kembali. Inilah ujian bagi kita semua agar senantiasa menjaga ketaqwaan serta istiqamah dalam menjalankan ibadah. Di bawah ini merupakan kiat-kiat menjaga amalan ibadah agar kita senantiasa tetap istiqomah walaupun Ramadlan telah usai,

  1. Selalu berdoa kepada Allah ﷻ karena istiqomah adalah hidayah dari-Nya

Ummu Salamah a pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau lebih sering berdoa dengan doa ‘yâ muqallibal qulûb tsabbit qolbî ‘alaa diinika’ (Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamamu)? Nabi ` menjawab, “Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada diantara jari jemari Allah ﷻ. Siapa saja yang Allah ﷻ kehendaki, maka Allah ﷻ akan memberikan keteguhan dalam iman, namun siapa saja yang dikehendaki, Allah ﷻ pun bisa menyesatkannya.” Setelah itu Mu’adz bin Mu’adz yang meriwayatkan hadits tersebut membacakan ayat ke-8 Surat Ali Imrân yang artinya “Ya Tuhan kami, janganlah engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk kepada kami.” (H.R. Tirmidzi dan Ahmad)

  1. Senantiasa menjaga ketaqwaan dalam diri

Secara spesifik  taqwa artinya meninggalkan kemaksiatan, karena kalau seseorang  melakukan kemaksiatan, berarti ia  telah menghilangkan penghalangnya dengan neraka. Lalu siapakah orang bertaqwa itu? Yaitu ia yang senantiasa menunaikan hak-hak Allah ﷻ dan hak manusia. Adapun hak Allah ﷻ yang perlu diperhatikan terdapat dua poin, pertama, seseorang yang sudah menjalankan ketaatan dan kewajiban, seperti shalat, zakat, puasa, naik haji. Kedua, seseorang yang sudah meninggalkan segala bentuk larangan-Nya.

Adapun yang berkaitan dengan hak manusia juga memiliki dua poin, pertama, seseorang yang sudah menunaikan hak orang-orang disekitarnya seperti ibu, bapak, anak, suami, istri, tetangga dan kerabat lainnya. Kedua, yaitu tidak berbuat dzolim kepada orang lain. Jika anda mampu menjalankan keempat poin diatas, maka anda adalah orang yang bertakwa kepada Allah ﷻ.

  1. Berusaha menjaga keikhlasan dalam beribadah

Amalan yang dilakukan ikhlas karena Allah ﷻ itulah yang diperintahkan sebagaimana disebutkan dalam ayat yang artinya, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus” (Q.S. al-Bayyinah [98]: 5). Tidak diragukan lagi bahwa keikhlasan membutuhkan kesungguhan yang tinggi hingga seorang hamba meraihnya dengan sempurna.

  1. Rutin beramal walau sedikit

Amal yang dilakukan secara kontinyu walaupun sedikit itu lebih dicintai Allah ﷻ dibanding amalan yang langsung banyak tetapi tidak konsisten. Disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ. bersabda, “Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu walaupun sedikit.” (H.R. Bukhori no. 6465; Muslim, no. 783)

  1. Rajin koreksi diri atau muhasabah

Ketika kita rajin bermuhasabah, maka diri kita akan selalu berusaha menjadi lebih baik, bahkan Allah ﷻ memerintahkan kepada kita untuk rajin bermuhasabah atau introspeksi diri. Ibnu Katsir berkata, “Hisablah atau koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab. Siapkanlah amalan shalih kalian sebelum berjumpa dengan hari kiamat dimana harus berhadapan dengan Allah  subhanahu wata’ala[1] .” Barometer keimanan seorang mukmin sangat ditentukan oleh sejauh mana ia menerapkan muhasabah dalam kehidupannya. Keimanan tanpa muhasabah adalah hampa, bahkan dapat berbuah nestapa.

  1. Memilih teman bergaul yang baik

Manfaat bergaul dengan teman yang baik yaitu kita akan terus termotivasi untuk melakukan ketaatan bersamanya dan bisa saling ber-amar makruf nahi mungkar. Sehingga kita bisa terus beristiqomah untuk senantiasa melakukan amal shalih. Diriwayatkan dari Abu Musa, Nabi ﷺ bersabda, “Seseorang yang duduk atau berteman dengan orang shalih dan orang yang buruk, bagaikan bertemen dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi, pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu, engkau bisa membeli minyak wangi darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat bau asapnya yang tidak sedap. (H.R. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

  1. Selalu mengingat bahwa ajal tidak tahu kapan akan datang

Ibnu Umar berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah ﷺ, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi ﷺ dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paing utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paing baik akhlaknya.’ Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paing cerdas?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paing baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paing cerdas.” (H.R. Ibnu Majah, Thabrani, dan al-Haitsamy)

Orang yang cerdas adalah orang yang tahu persis tujuan hidupnya. Kemudian mempersiapkan sebaik-baiknya demi tercapainya tujuan tersebut. Tujuan manusia hidup di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah ﷻ hingga akhir hayatnya. Seseorang dituntut untuk selalu memperbaiki amalannya, sehingga ketika ajal itu datang di waktu kapanpun dia sedang berada dalam kondisi yang baik.

Akhirnya kita memohon kepada Allah ﷻ agar senantiasa memberi kita petunjuk dan taufik untuk tetap beramal saleh selepas Ramadhan ini. Semoga amalan kita di bulan Ramadhan, seperti amalan puasa, sholat malam, tilawah al-Qur’an, bersedekah, dan lainnya diterima oleh Allah l dan semoga kita diberi keistiqomahan serta diberi keistimewaan untuk bertemu bulan Ramadhan berikutnya. Wa Allahu a’lam bish Shawwâb.[]

 

Marâji’

[1] Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, Vol. 7, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004, hal. 123

 

Penyusun:

Ulfa Indriani, S.Pd

 

Mutiara Hikmah

 

Rasulullah  ﷺ bersabda,

إنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ

“Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Subhanahu wa ta’ala adalah amal yang paling terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit.” (H.R. Al-Bukhari No. 6099 dan Muslim No. 783)

Download Buletin klik disini

 

Berbuat Baiklah Karena Allah Menyukai Orang Yang Berbuat Baik

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah ﷻ, ibadah kepada Allah ﷻ tidak akan sempurna apabila kita tidak memberikan pelayanan yang baik terhadap makhluk Allah ﷻ (terkhusus kepada manusia) baik yang besar maupun yang kecil karena sejatinya export dari penghambaan kita kepada Allah minimal lima waktu sehari adalah supaya manusia tercegah dari perbuatan keji dan mungkar (Q.S. al-Ankabut [29]: 45) pada akhirnya manusia berakhlak mulia dalam bergaul.

Berbuat baik terhadap makhluk Allah ﷻ wajib bagi setiap muslim. Ada banyak ayat al-Qur’an yang selain manusia dituntut untuk mengingat Allah ﷻ juga untuk berbuat baik terhadap makhluk lainnya. Perbuatan baik tersebut dapat berupa pemisahan harta yang telah kita kumpulkan maupun dalam bentuk toleransi. Allah ﷻ memerintahkan membayar zakat, berinfaq dan bershadaqah agar supaya saudara kita yang tidak memiliki kecukupan dalam hidupnya dapat melangsungkan hidup dan tenang beribadah kepada Tuhannya. Itu menjadi salah satu bentuk hubungan dengan sesama makhluk.

 

Amal Shalih

Percaya atau tidak, manusia cenderung kepada sifat yang tidak pernah puas akan pendapatannya dalam suatu hal. Manusia akan mencari lembah lain apabila lembah miliknya sudah penuh. Beruntungnya kita memeluk agama Islam yang mengatur mengenai kepemilikan.

Allah ﷻ tidak melarang manusia mengumpulkan harta benda akan tetapi Allah ﷻ melarang kita tamak terhadap harta benda yang dimiliki. Oleh karena itu agama Islam memberikan syariat mengeluarkan harta benda yang dimiliki di jalan Allah ﷻ. Ganjarannya bukan hanya di akhirat akan tetapi juga di dunia ini, Allah ﷻ telah berjanji harta yang dikeluarkan di jalan Allah ﷻ tidak akan berkurang.

Allah ﷻ berfirman, “Barangsiapa yang beramal shalih dari laki-laki dan perempuan, sedang dia beriman, maka akan Kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik…”(An-Nahl [16]: 97). Maksud ‘hidup yang baik’ banyak mufassir yang menjelaskan bahwa kehidupan tersebut akan tenang dan tentram (jiwa dan hartanya) walaupun banyak datang ujian.[1]

Percayalah apa-apa saja yang dikeluarkan di jalan Allah ﷻ berbeda dengan apa-apa saja yang hanya untuk kepentingan sendiri. Hal ini disebut juga sebagai amal shalih, di mana amalan inilah yang akan menemani kita di liang lahat nanti, bukan apa-apa saja yang kita sayangi saat ini. Rasulullah bersabda, “Apabila anak adam wafat, maka terputuslah pahalanya kecuali tiga yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim)

Mungkin kita bisa korelasikan hadits di atas dengan amal shalih (perbuatan baik) kita yang bisa menjadi bekal untuk melangsungkan kehidupan setelah kematian kita yang perantaranya adalah perbuatan baik terhadap makhluk Allah ﷻ.

Seperti seorang hamba yang mendedikasikan sedikit waktu luangnya untuk memberikan pelajaran Agama. Ketika ajaran Agama yang diajarkannya diamalkan oleh muridnya, maka bukan tidak mungkin amalan itu akan memberikan kita pahala yang terus mengalir sehingga perbuatan baik kita menjadi sedikit bermanfaat untuk kehidupan setelah kematian kita.

 

Panduan Allah Dalam Hubungan Dengan Manusia.[2]

Di dalam Al-Quran setidaknya Allah ﷻ telah memberikan tiga panduan dalam mencari keridhaan-Nya melalui perantara makhluk.

Pertama, menafkahkan harta yang dicintai di jalan Allah ﷻ kepada orang-orang yang membutuhkan. Bahwa sudah dijelaskan sebelumnya, sifat dasar manusia adalah tidak rela untuk mengeluarkan harta yang sudah dikumpulkannya susah payah (bakhil). Akan tetapi Allah ﷻ memberikan kita sebuah tuntutan agar mengeluarkan harta yang telah susah payah dicari siang dan malam tersebut. Tentu saja ini berat bukan? Namun inilah ujian Iman yang mana untuk menyempurnakan kebajikan.

Allah ﷻ mensyaratkan ini adalah agar manusia dapat merasakan indahnya berbagi, merasakan kebahagiaan dalam berbagi, dan merasakan kebahagiaan orang lain yang mendapatkan rezeki dari kita. Bukankah itu indah melihat seseorang yang kita berikan sebagian dari rezeki kita tersenyum kepada kita dan tak jarang kita juga didoakan olehnya?

Karena sifat kita yang bakhil, dan Allah ﷻ Maha Tahu atas keadaan hati kita, maka Allah Yang Maha Rahmah memberikan kemudahan dalam mengeluarkan harta kita, yaitu berikanlah kepada keluarga dekat yang membutuhkan. Bahkan ulama berpendapat bahwa  keluargalah yang paling berhak atas shadaqah kita sebelum orang lain. Maha besar Allah ﷻ dengan segala kasih sayangnya. (Q.S Al-Baqarah [2]: 177)

Kedua, bersedekah diam-diam tanpa ada perasaan riya. Sebagai manusia setidaknya ada perasaan ingin dipuji oleh orang lain. Tidak masalah apabila kita mendapatkan pujian tetapi jangan dijadikan pujian tersebut sebagai alasan kita besar kepala dan jangan mencari cara agar dapat pujian.

Berbeda apabila shadaqah yang dikeluarkan secara terang-terangan agar orang lain berlomba-lomba juga dapat bershadaqah. Hal demikian diperbolehkan, biasanya perbuatan demikian adalah cara berbuat baik untuk membantu memajukan lembaga sosial dan mengajak lainnya untuk mengikutinya seperti kita memberikan wakaf terhadap pembangunan sekolah Islam, dll.

Ada perbuatan yang lebih mulia lagi dari shadaqah secara terang-terangan tersebut. Yaitu secara diam-diam. Biasanya shadaqah ini diperuntukan apabila kita memberi kepada seseorang yang fakir dan miskin (shadaqah pribadi). Selain cara ini mulia, cara ini juga menjaga perasaan yang diberikan santunan, karena kadang walaupun niat kita ingin mengajak orang lain untuk bershadaqah dengan menunjukan kegiatan kita yang sedang bershadaqah tapi ada beberapa fakir miskin yang tersinggung apabila dirinya diposting. [3]

Dari berbuat baik tersebut di atas, hendaknya tinggalkan rasa riya karena akan menghilangkan pahalanya dan malahan bisa menyebabkan renggangnya hubungan bersosial.

Ketiga, mengubah struktural dan sistematis menuju tatanan kehidupan yang lebih baik demi kebaikan bersama. Amal ini juga bisa dijadikan patokan orang-orang memiliki jiwa kepemimpinan. Panduan ini terdapat pada Surat Al-Balad ayat 11-16. Dalam tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka, di mana orang-orang yang menempuh jalan yang sukar ketika senantiasa kesukaran tersebut ditempuh dengan penuh ketabahan maka selamatlah jiwanya. Jalan kesukaran dalam surat tersebut adalah memerdekakan budak, memberi makan pada musim kelaparan, dan memberi makan anak yatim. [4]

Banyak Yayasan untuk membantu anak-anak yatim yang didirikan agar anak-anak yatim tersebut tidak sengsara di masa kedepannya. Inilah amal yang derajatnya tinggi, orang-orang ini menuju kedalam kesukaran dengan susah payah untuk membantu mengeluarkan orang lain dari kesengsaraan.

Barangkali akhir dari sebuah tulisan ini adalah muhasabah kita, sudah sejauh apa perbuatan kita untuk orang-orang sekitar, untuk lingkungan sekitar. Umat Nabi Muhammad ﷺ berumur paling pendek, selain itu umur juga tidak ada yang tahu, sehingga hendaknya mari manfaatkan kehidupan ini untuk banyak-banyak mencari investasi akhirat.

 

Marâji’:

[1] Buya Hamka.Tafsir Al-Azhar Juz 5. Depok: Gema Insani. 2020 M. Cet.k-3. hal. 214.

[2]Imam Jamal Rahman. Al-Hikam Al-Islamiyyah. 2013. Terj. Satrio Wahono,  Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.2016 M. Cet.k-1. hal.190.

[3] Buya Hamka.Tafsir Al-Azhar Juz 1…hal. 542.

[4] Buya Hamka.Tafsir Al-Azhar Juz 9…hal. 584.

           

Penyusun:

Arviyan Wisnu Wijanarko

Alumni FIAI UII

 

Mutiara Hikmah

 

لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَّكُم ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ

“Jangan kalian mengira itu buruk bagi kalian, padahal itu baik bagi kalian” (Q.S. an Nûr [24]: 11).

Download Buletin klik disini

Mengambil Faidah Agung dari Hadist Puasa Ramadhan

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , ia berkata, bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (H.R. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).
Dari hadis tersebut, terdapat beberapa mutiara hikmah yang sangat agung yang bisa kita ambil faidahnya.

Pertama, berpuasa di bulan Ramadhan karena iman. Allah ﷻ berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 183).

Ayat ini dimulai dengan menyeru orang beriman untuk mengingatkan supaya memasang telinga karena akan disebut suatu beban hukum. Hukum yang dimaksudkan dalam ayat tersebut ditunjukkan pada orang mukmin secara khusus. “Kutiba ‘alaikum” dalam ayat tersebut menunjukkan akan wajibnya puasa Ramadhan [1].

Iman disebutkan dalam hadits ini memiliki makna yang luar biasa bagi ibadah puasa yang kita lakukan. Iman menjadi kunci utama agar semua ibadah yang kita lakukan diterima oleh Allah ﷻ. Iman adalah pembenaran dengan hati, perkataan dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota tubuh [2].

Amal perbuatan merupakan bagian dari iman. Orang yang tidak beriman (kafir) tidak diterima amal kebaikan yang mereka lakukan karena tidak memenuhi dua syarat diterimanya amalan yaitu, (1) Semata-mata ikhlas kepada Allah ﷻ. Syarat ini adalah realisasi dari makna syahadat “Tidak ada sesembahan yang disembah selain Allah”. (2) Mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ. Syarat ini adalah realisasi makna syahadat “Bahwa Muhammad adalah utusan Allah”. Orang kafir tidak memenuhi dua syarat tersebut sehingga amalan mereka bathil dan tertolak [3].

Jangan sampai kita terjerumus dalam hal-hal yang dapat merusak bahkan membatalkan keimanan sehingga ibadah puasa dan ibadah kita yang lainnya menjadi sia-sia. Hal ini menjadi penting karena di negeri yang kita
cintai ini sudah ada yang berani menyampaikan hal-hal yang dapat mengeluarkan seseorang dari keimanan seperti meyakini bahwa “semua agama itu sama dan masuk surga”. Meyakini hal tersebut adalah kekufuran yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Seorang muslim yang tidak menghukumi kafir orang-orang Yahudi, Nasrani, para penyembah berhala, dan dari kalangan orang-orang musyrik lainnya, atau ragu akan kekafiran mereka atau membenarkan mazhab mereka, maka ia kafir karena telah menafikan, menentang, dan mendustakan hukum dalam kitab-Nya [4].

Allah ﷻ menghukumi kafir bagi orang-orang Yahudi, Nasrani, para penyembah berhala, dan dari kalangan orang-orang musyrik lainnya sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang kafir yakni
ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya…” (Q.S. al-Bayyinah [98]:6). Jagalah diri dan keluarga kita dari hal-hal yang dapat merusak dan membatalkan keimanan, karena Allah ﷻ berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (Q.S. AtTahrim [66]: 6).

Kedua, mengharap pahala dari Allah ﷻ. Ini termasuk dalam raja’ (berharap). Ketahuilah bahwa raja’ yang terpuji itu hanya dimiliki oleh orang yang melakukan ketaatan kepada Allah c dan selalu mengharap pahala dari-Nya, atau hanya dimiliki oleh orang yang bertaubat dari kemaksiatan kepada Allah ﷻ dan mengharap taubatnya diterima oleh-Nya [5].

Ketiga, diampuni dosanya yang telah berlalu. Ini adalah bentuk kemurahan Allah ﷻ terhadap orang-orang yang beriman dengan melakukan puasa Ramadhan dan mengharap pahala dari Allah ﷻ, maka diampuni dosa-dosa kita yang telah berlalu. Namun, An-Nawawi di dalam al-Minhaj mengatakan bahwa pendapat yang populer di kalangan ulama ahli fikih  menyatakan bahwa dosa yang dimaksud dalam hadits ini adalah dosa-dosa kecil bukan dosa-dosa besar. Lalu bagaimana dengan dosa-dosa besar? Apakah bisa diampuni? Tentu saja bisa, karena semua hari di bulan Ramadhan dipenuhi rahmat, ampunan, dan pembebasan. Salah satu riwayat lemah yang tersebar luas di masyarakat adalah, “Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, dan akhirnya adalah
pembebasan dari neraka.” Padahal di setiap hari pada bulan Ramadhan pintu-pintu rahmat akan dibuka dan di setiap malam Allah akan membebaskan orang-orang dari neraka. Maka, di sepanjang bulan Ramadhan akan dipenuhi rahmat, ampunan, dan pembebasan dari api neraka, tidak terbatas pada beberapa fase [6].

Rasulullah ﷺ bersabda, “Pada awal malam bulan Ramadhan, setansetan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu
neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru: ‘wahai  penggemar kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar
keburukan, tahanlah dirimu’. Allah pun memberikan pembebasan dari neraka bagi hamba-Nya. Dan itu terjadi setiap malam.” (HR. Tirmidzi).

Selain bersungguh-sungguh menjalankan puasa dan giat melakukan ibadah lainnya, manfaatkan juga waktu pada bulan Ramadhan ini untuk memohon ampunan kepada Allah ﷻ agar semua dosa baik dosa besar maupun dosa kecil yang telah kita lakukan diampuni oleh Allah ﷻ. Setiap manusia tidak terlepas dari kesalahan-kesalahan, pelanggaran-pelanggaran, danberbagai kemaksiatan. Akan tetapi, apabila dia senantiasa berbaik sangka kepada Allah ﷻ, diiringi dengan taubat dan tidak merasa putus asa dari rahmat-Nya kemudian senantiasa beristighfar dan memohon ampunan kepada-Nya, Maka Allah ﷻ akan mengampuni semua dosanya [7]. Allah ﷻ berfirman, “Katakanlah: Wahai para hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diridiri mereka, janganlah kalian merasa putus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah itu mengampuni semua dosa-dosa.” (Q.S. az-Zumar [39]: 53).

Semoga dengan mengamalkan hadis ini dosa-dosa kita yang telah berlalu diampuni oleh Allah ﷻ dan menjadi orang yang bertakwa sebagaimana dalam firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.(Q.S. al-Baqarah [2]: 183).

Marâji’

[1]. Muhammad Abduh Tuasikal. Untaian Faedah dari Ayat Puasa. Gunung Kidul: Rumaysho. 2020 M.Cet.k-1. hal. 9-10.
[2]. ‘Abdul ‘Aziz bin Fathil bin as-Sayyid ‘Aid Nada. al-Itmam Bisyarhi al-‘Aqidah ash-Shahihah wa
Nawaqid al-Islam, alih bahasa Ronny Mahmuddin. Syarah Aqidah ash-Shahihah. Jakarta: Pustaka
as-Sunnah. 2011 M. Cet.k-1. hal. 179
[3]. Ibid. 19.
[4]. Ibid. 294-295
[5]. Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin. Syarh al-Ushul ats-Tsalatsah. alih bahasa Nur Rahman.
Syarah Ushul Tsalatsah (Mengenal Allah, Rasul dan Dienul Islam). Surakarta: Insan Kamil Solo.
2018 M. Cet.k-1. hal. 112.
[6]. Muhammad Shalih al-Munajjid. Alih bahasa Tim Belajar Tauhid. Buku Pintar Ramadhan Kumpulan Twit Seputar Ramadhan Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid. Yogyakarta: Pustaka Muslim. hal. 20.
[7]. Shalih bin Fauzan bin Abdillah al-Fauzan. Al-Minhatu ar-Rabbaniyah fi Syarhi al-Arba’in anNawawiyah. Alih bahasa Abu Abdillah al-Watesi. Syarah Arba’in an-Nawawiyah Mendulang Faedah Ilmiyah dari Lautan Sunnah Nabawiyah. Yogyakarta: Pustaka al-Haura’. 1433 H. Cet.k-1. hal. 590.

Penyusun :

Hendi Oktohiba
Alumni FIAI UII

 

Mutiara Hikmah:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda,

ثَلاثَةٌ لا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizalimi.” (H.R. Ahmad 2: 305. Syaikh Syu’aib al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Download Buletin klik disini

Amalan Amalan di Akhir Ramadhan

Bismillâh walhamdulillâh washalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Tidak seperti sebagian orang yang terlalu sibuk memikirkan hari raya, mudik dan baju lebaran, Rasulullâh ﷺ malah lebih giat lagi untuk beribadah di akhir-akhir bulan Ramadhan. Bahkan beliau sampai bersengaja meninggalkan istri-istrinya demi konsentrasi dalam ibadah. Beliau lebih semangat beramal di akhir-akhir Ramadhan. Ada dua alasan kenapa bisa demikian. Pertama, karena setiap amalan dinilai dari akhirnya. Kedua, supaya mendapati lailatul qadar. Simak selengkapnya disini dan juga alasan semangat ibadah kala itu yaitu untuk menggapai lailatul qadar.

Kita sebentar lagi akan menjelang akhir-akhir Ramadhan. Apa saja amalan yang mesti kita lakukan? Ada beberapa amalan yang bisa kita fokus untuk melakukannya di akhir-akhir Ramadhan nanti.

 

Pertama, Lebih serius lagi dalam ibadah di akhir Ramadhan 

Lihatlah keseriusan Rasulullah ﷺ,“Rasulullah ﷺ sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (H.R. Muslim, no. 1175)

Dikatakan oleh istri tercinta beliau, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Apabila Nabi ﷺ memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (H.R. Bukhari, no. 2024; Muslim, no. 1174).

 

Kedua, Melakukan I’tikaf

I’tikaf maksudnya adalah berdiam di masjid beberapa waktu untuk lebih konsen melakukan ibadah. Lihatlah contoh Nabi kita Muhammad ﷺ, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi ﷺ biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. (H.R. Bukhari, no. 2026; Muslim, no. 1172).

Hikmah beliau seperti itu disebutkan dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri berikut di mana Nabi ﷺ mengatakan, “Aku pernah melakukan i’tikaf pada sepuluh hari Ramadhan yang pertama. Aku berkeinginan mencari malam lailatul qadar pada malam tersebut. Kemudian aku beri’tikaf di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan padaku bahwa lailatul qadar itu di sepuluh hari yang terakhir. Siapa saja yang ingin beri’tikaf di antara kalian, maka beri’tikaflah.”Lalu di antara para sahabat ada yang beri’tikaf bersama beliau. (H.R. Bukhari, no. 2018; Muslim, no. 1167).

Jadi, beliau  melakukan i’tikaf supaya mudah mendapatkan malam lailatul qadar.

Lalu berapa lama waktu i’tikaf? al-Mardawi rahimahullah mengatakan, “Waktu minimal dikatakan i’tikaf pada i’tikaf yang sunnah atau i’tikaf yang mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid (walaupun hanya sesaat).” (al-Inshaf, [6]: 17)

Karena Allah hanyalah menetapkan, “Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.” (QS. Al Baqarah [2]: 187).  Ibnu Hazm berkata, “Allah Ta’ala tidak mengkhususkan jangka waktu tertentu untuk beri’tikaf (dalam ayat ini). Dan Rabbmu tidaklah mungkin lupa.” (Lihat Al-Muhalla, 5: 180). Berarti beri’tikaf di siang atau malam hari dibolehkan walau hanya sesaat.

 

Ketiga, Qiyamul Lail 

Di antara amalan yang istimewa di 10 hari terakhir Ramadhan adalah bersungguh-sungguh dalam shalat malam, memperlama shalat dengan memperpanjang berdiri, ruku’, dan sujud. Demikian pula memperbanyak bacaan  al-Quran dan membangunkan keluarga dan anak-anak untuk bergabung melaksanakan shalat malam.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang berdiri (untuk mengerjakan shalat) pada lailatul qadr karena keimanan dan hal mengharap pahala, akan diampuni untuknya segala dosanya yang telah berlalu.” (H.R. al-Bukhari no. 1901)

 

Keempat, Raih Lailatul Qadr

Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)

Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017)

 

Pencuri di Akhir Ramadhan

Selain itu penulis juga mewanti-wanti para muslimah untuk mewaspadai Pencuri Ramadhan yang seringkali muncul di akhir Ramadhan. Diantara kegiatan yang semestinya diwaspadai oleh para muslimah adalah sebagai berikut:

  1. Sibuk Memasak di Dapur Menjelang lebaran

Umumnya wanita banyak pergi ke pasar dan berkutat di dapur untuk membuat kue dan menyiapkan hidangan untuk lebaran. Hal ini menyebabkan mereka lalai dari beribadah. Hendaknya seorang muslimah menyadari keistimewaan 10 hari terakhir Ramadhan sehingga ia tidak menghabiskan banyak waktu di pasar dan di dapur.

  1. Mengejar Diskon Lebaran Menjelang lebaran

Banyak toko, dan mall yang menawarkan potongan harga besar-besaran. Hal ini mendorong mayoritas kaum muslimin untuk berbondong-bondong belanja baju lebaran. Akibatnya, toko dan mall menjadi sangat ramai sebaliknya masjid menjadi sangat sepi. Sangat disayangkan ketika kaum muslimin lebih tergiur dengan diskon lebaran dibandingkan diskon pahala. Muslimah yang berakal tentu akan memilih untuk meraup pahala Ramadhan sehingga ia tidak akan sibuk memikirkan baju lebaran.

  1. Menghabiskan Waktu di Jalan

Di antara tradisi menjelang lebaran adalah mudik ke kampung halaman. Hendaknya seorang muslimah memilih waktu yang tepat dan transportasi yang efisien sehingga dapat menghemat waktu dan tidak berlama-lama di perjalanan. Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar seorang muslimah tetap dapat beribadah secara maksimal di 10 hari terakhir bulan Ramadhan sekaligus dapat menyambung tali silaturahim dengan keluarga.

Semoga Allah ﷻ memberikan kita taufik dan memudahkan kita bersemangat untuk menghidupkan hari-hari terakhir bulan Ramadhan dengan ibadah, shalat malam dan menerima amal ibadah yang kita lakukan. Âmîn.

 

Penyusun:

Ardimas

Teknik Elektro 2019

 

Marâji’:

[1] https://muslim.or.id/17637-kajian-ramadhan-16-sepuluh-hari-terakhir-ramadhan.html

[2] https://muslimah.or.id/10267-muslimah-menyambut-10-hari-terakhir-ramadhan.html

[3]https://rumaysho.com/3502-lebih-semangat-ibadah-di-sepuluh-hari-terakhir-ramadhan.html

 

Mutiara Hikmah

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.

(H.R. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shahih)

 

Download Buletin klik disini

Bekal Ramadhan

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Saudaraku yang berbahagia, semoga Allah ﷻ  senantiasa merahmati kita, marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allâh ﷻ dan hendaklah senantiasa ingat, bahwa sebagai seorang muslim kita diwajibkan untuk senantiasa beribadah kepada Allâh ﷻ . Allâh ﷻ berfirman, “Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kematian kepadamu.” (Q.S. al-Hijr [15]: 99) .

Ramadhan sudah tinggal beberapa hari lagi, sudah saatnya kita mempersiapkan bekal untuk menyambut Ramadhan mubarak dengan bekal terbaik. Sudah siapkah bekal Ramadhan kita? Mari kita persiapkan bekal kita tentang apa saja yang harus dipersiapkan dalam menyembut Ramadhan, agar amal shalih yang kita lakukan dibulan tersebut bernilai tinggi disisi Allâh ﷻ.

Bergembiralah dengan Datangnya Ramadhan

Bergembiralah dengan datangnya bulan Ramadhan karena sahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu’anhu pernah bercerita. Ketika datang bulan Ramadhan, Rasulullah  ﷺ memberi kabar gembira kepada para sahabat akan datangnya bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa. Di bulan ini, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan diikat; di sana terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa terhalangi untuk mendapat kebaikannya, berarti dia telah terhalangi untuk mendapatkan kebaikan.” (H.R. Ahmad dalam Al-Musnad (2/385). Dinilai shahih oleh al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad no.8991)

Sekali lagi, bergembiralah dengan datangnya bulan Ramadhan dan harus lebih bersamangat lagi dalam beramal shalih karena amal kebaikan akan dilipatgandakan dengan kelipatan tujuh ratus kali lipat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

Ibnu Rajab al-Hambali mengatakan, “Sebagaimana pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding amalan lainnya, maka puasa di bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding puasa di bulan lainnya. Ini semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan dan puasa yang dilakukan adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya. Allah pun menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam, tiang penegak Islam.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 271)[1]

 

Bekal Menyambut Ramadhan

Ada banyak bekal dalam menyambut bulan Ramadhan, berikut beberapa bekal dalam menyambut bulan Ramadhan mubarak: [2]

  1. Ilmu tentang Ramadhan

Ilmu merupakan bekal utama dalam menyambut bulan Ramadhan. Ilmu apa saja yang mesti disiapkan sebelum puasa? Yang utama adalah ilmu yang membuat puasa kita sah, mulai dari, 1) Makna puasa, 2) Hukum puasa Ramadhan, 3) Keutamaan puasa, 4) Hikmah disyariatkannya puasa, 5) Rukun puasa, 6) Awal dan akhir bulan Ramadhan (bulan puasa) 7) Rentang waktu puasa, 8) Syarat sah puasa, 9) Sunnah-sunnah ketika puasa, 10) Orang-orang yang dibolehkan tidak berpuasa, 11) Pembatal-pembatal puasa, 12) Yang bukan merupakan pembatal puasa sehingga dibolehkan melakukannya, 13) Yang dimakruhkan ketika puasa, 14) Beberapa kesalah-pahaman dalam ibadah puasa. Lalu dilengkapi dengan ilmu tentang zakat, idul fitri dan amalan sunnah yang menyertainya. Semoga dengan mempelajarinya, bulan Ramadhan kita menjadi lebih berkah

Imam Bukhari  membuat bab dalam kitabnya, “Bab ‘Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal’, dalilnya adalah firman Allah ﷻ, ‘Maka ketahuilah (berilmulah), bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu’.” (QS. Muhammad [47]: 19). Dalam ayat ini, Allah ﷻ memulai dengan berilmu lalu beramal.[3]

Dengan ilmu, orang memiliki panduan untuk bisa beramal dengan benar. Mu’adz bin Jabal a berkata,  “Ilmu adalah pemimpin amal, dan amal adalah pengikut ilmu” (al-Amru bil Ma’ruf wan nahyu anil munkar karya Ibnu Taimiyyah hal.15)

Umar bin Abdil Aziz berkata, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka ia lebih banyak merusak dibandingkan memperbaiki” (Majmu’ Fataawa Ibn Taimiyyah: 2/383).

  1. Memperbanyak doa

Doa merupakan amalan utama  dalam setiap hajat seorang hamba kepada Rabbnya. Kita tidak akan mampu beribadah, tanpa pertolongan dari-Nya. Berdoalah kepada Allah ﷻ, agar Allah ﷻ mempertemukan kita dengan Ramadhan, dalam kondisi sehat jasmani rohani. Sehingga bisa maksimal dalam beribadah ketika Ramadhan. Perbanyaklah berdoa sebelum dan saat bulan Ramadhan agar Allah ﷻ memberikan kemudahan untuk mendapatkan kebaikan di bulan Ramadhan yang penuh berkah.

Diantara doa yang bisa dipanjatkan  adalah yang diriwayatkan oleh Yahya bin Abi Katsir –seorang ulama tabi’in–, bahwa sebagian sahabat ketika mendekati datangnya Ramadhan mereka berdoa, “Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 264)[4]

  1. Membiasakan diri dengan kebaikan

Sesuatu yang dilakukan dengan mendadak, biasanya hasilnya tidak masksimal. Karena manusia jadi baik, tidak bisa dilakukan secara instan. Semuanya butuh proses. Rasulullah ﷺ mengingatkan, “Siapa yang melatih diri menjaga kehormatan maka Allah akan jaga kehormatannya, siapa yang melatih diri untuk bersabar, Allah jadikan dia penyabar. Dan siapa yang merasa cukup, Allah akan memberikan kecukupan.” (H.R. Bukhari, Abu Daud, dan yang lainnya)

Umumnya, ketika kita memasuki Ramadhan, ada 3 amalan besar yang akan dirutinkan masyarakat, 1) Berpuasa di siang hari, 2) Qiyam Ramadhan (tarawih), dan 3) Membaca al-Quran (tadarusan), amalan ini butuh kesabaran[5] jadi harus dibiasakan agar terbiasa.

  1. Tekad untuk menjadikan Ramadhan kesempatan untuk berubah

Kita harus punya target. Ramadhan tahun ini harus mengubah diri kita menjadi lebih baik. Allah memberikan banyak kemudahan bagi hamba-Nya untuk beribadah selama Ramadhan. Dalam hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda, “Ketika datang Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. (H.R. Muslim)

Pintu surga dibuka, artinya peluang besar bagi anda yang melakukan ketaatan, untuk diterima amalnya dan mengantarkannya ke dalam surga. Pintu neraka ditutup, artinya kita berharap semoga kemaksiatan yang kita lakukan, segera diampuni dan tidak mengantarkan kita ke neraka. Setan-setan dibelenggu, sehingga tidak mudah baginya untuk menggoda manusia. tidak sebagaimana ketika dia dalam kondisi lepas. Artinya, itu kesempatan terbesar bagi kita untuk berubah. Target ramadhan tahun ini menjadi lebih berkualitas. Jika sebelumnya hanya membaca setengah juz, targetkan agar yang dibaca lebih banyak.[6]

 

Penyusun:

Aisyah Qosim

Penghuni Griya Muslimah Istiqomah Bonjotan

 

Marâji’:

[1] Lathaif Al-Ma’arif. Cetakan pertama, tahun 1428 H. Ibnu Rajab Al-Hambali. Penerbit Al-Maktab Al-Islami.

[2] https://konsultasisyariah.com/27889-kultum-persiapan-menjelang-ramadhan.html

[3] https://rumaysho.com/18246-tsalatsatul-ushul-ilmu-sebelum-berkata-dan-beramal.html

[4] https://konsultasisyariah.com/27889-kultum-persiapan-menjelang-ramadhan.html

[5] Ibid

[6] Ibid

 

Mutiara Hikmah

 

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً

“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 264)

Download Buletin klik disini

Persiapan Terbaik Menjelang Bulan Ramadhan

Bismillâh walhamdulillâh washalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Pembaca yang dirahmati Allah ﷻ, bulan Ramadhan sebentar lagi menyapa. Sudah berapa puluh bulan Ramadhan yang kita lewatkan, dan dari bulan Ramadhan yang sudah kita lalui itu, berapa kali bulan Ramadhan yang sudah kita maksimalkan dengan amalan shalih. Maka dengan datangnya bulan Ramadhan hendaknya kita mempersiapkan diri untuk menyambut bulan Ramadhan ini agar bisa memaksimalkannya dengan amalan shalih, jangan sampai bulan Ramadhan yang sudah terlewat menjadi penyesalan bagi kita karena tidak memaksimalkan bulan Ramadhan dengan amalan-amalan shalih.

Keutamaan Bulan Ramadhan

Pembaca yang dirahmati Allah ﷻ, ketahuilah bahwasanya bulan Ramadhan memiliki banyak keutamaan, berikut di antaranya:

  1. Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Qur’an. Allah ﷻ berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu berada (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan tersebut maka hendaklah ia berpuasa saat itu.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 185)
  2. Setan-setan dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan pintu-pintu surga dibuka ketika Ramadhan tiba. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.” (H. Bukhari, no. 3277 dan Muslim, no. 1079)
  3. Terdapat malam yang penuh kemuliaan dan keberkahan. Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.”(Q.S. al-Qadr [97]: 1-3)
  4. Bulan Ramadhan adalah salah satu waktu dikabulkannya doa. Dari Jabir bin ‘Abdillah; Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan, dan apabila setiap muslim memanjatkan doa maka pasti dikabulkan.” (H. Al-Bazaar. Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid, 10:149 mengatakan bahwa perawinya tsiqah (terpercaya). Lihat Jami’ul Ahadits, 9:221)[1]

Persiapan Terbaik Menjelang Bulan Ramadhan

Setelah mengetahui keutamaan-keutamaan bulan Ramadhan, maka hendaknya kita melakukan persiapan terbaik untuk menyambut bulan yang mulia ini sebagai ajang pemanasan sebelum bulan yang dinanti-nanti itu tiba. Berikut persiapan-persiapan yang bisa kita lakukan untuk menyambut bulan Ramadhan:

  1. Berdoa semoga Allah Pembaca yang dirahmati Allah ﷻ, pertemukan kita dengan bulan Ramadhan. Dari Anas bin Malik rahhiyallahu”anhu, beliau berkata, Nabi ﷺ bersabda ketika memasuki waktu bulan Rajab, “Ya Allah, Berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban. Ya Allah, Berkahilah kami di bulan Ramadhan” (H.R. Ahmad, no.23460). Hadits ini dinilai lemah oleh sebagian ulama seperti Syaikh Al-Albani, akan tetapi orang-orang shalih terdahulu berdoa kepada Allah ﷻ agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan. Doa yang mereka lakukan berdasarkan keumuman dalil dari al-Qur’an dan hadits-hadits shahih tentang meminta kebaikan, dan salah satu kebaikan adalah bertemu dengan bulan Ramadhan.[2]

Ibnu Rajab menyebutkan keterangan Mu’alla bin Al-Fadhl – ulama tabi’ tabiin – yang mengatakan, “Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah Ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka selama bulan Ramadhan.”(Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264)[3]

  1. Memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Dari Aisyah beliau berkata, “Rasulullah ﷺ tidak pernah berpuasa di bulan lain (selain Ramadhan) melebihi banyaknya beliau berpuasa di bulan Sya’ban” (H. Muttafaqun alaihi, Bukhari, no.1969, Muslim, no.782). Rasulullah ﷺ memperbanyak puasa bulan Sya’ban sebagai persiapan untuk berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, karena bulan Sya’ban merupakan bulan sebelum datangnya bulan Ramadhan.[4]
  2. Mempersiapkan ilmu seputar bulan Ramadhan seperti rukun fiqih puasa, fiqih shalat tarawih, dan fiqih zakat fitri. Karena suatu amal ibadah tidak akan diterima kecuali amal ibadah yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, maka agar amal ibadah kita diterima oleh Allah ﷻ, dibutuhkan ilmu. Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Mâidah [5]: 27).

Ibnul Qayyim berkata, “Tafsiran yang paling bagus mengenai ayat ini bahwasanya amalan yang diterima hanyalah dari orang yang bertakwa. Yang disebut bertakwa adalah bila beramal karena mengharap wajah Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi  ﷺ. Tentu saja ini perlu didasari dengan ilmu.” (Miftah Daris Sa’adah, 1: 299)[5]

Semoga kita dipertemukan dengan bulan Ramadhan, bisa memaksimalkan bulan Ramadhan dengan amalan shalih, melewati bulan Ramadhan dengan keadaan yang lebih bertakwa kepada Allah ﷻ, serta semoga Allah ﷻ menerima amal ibadah kita di bulan Ramadhan nanti. Aâmiîn.

Penyusun

Galih Enggartyasto

Teknik Mesin 2017

 

Marâji’:

[1] Muhammad Abduh Tuasikal, Ramadhan Bersama Nabi, Gunung Kidul: Rumaysho. 2018. Cet.2. hal. 1

[2] https://konsultasisyariah.com/36278-menyambut-bulan-ramadhan-jauh-jauh-hari.html

[3] https://konsultasisyariah.com/19029-doa-menyambut-ramadhan.html

[4] Ibid

[5] https://rumaysho.com/3452-sudahkan-anda-mempersiapkan-ilmu-sebelum-ramadhan.html

 

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi ﷺ bersabda,

لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ رَجُلٌ كَانَ يَصُوْمُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ

“Janganlah salah seorang di antara kalian mendahului puasa ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari (sebelumnya), kecuali bia dia telah terbiasa berpuasa dengan suatu puasa, maka hendaklah ia berpuasa pada hari itu.” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

 

Download Buletin klik disini