YUK, JADI PRIBADI PEMAAF
خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ ١٩٩
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS al-A’râf [7]: 199)
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan keberadaan orang lain sebagai tempat bergantung demi keberlangsungan hidupnya. Ketika kita bersosialisasi ada resiko untuk disakiti dan didzalimi, baik itu oleh teman, sahabat, bahkan oleh keluarga kita sendiri. Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul dengan orang lain, konsekuensi yang harus kita terima adalah adanya perbedaan pendapat, pandangan, pemikiran, dan berbagai hal yang akan menimbulkan gesekan, perasaan tidak nyaman, kurang sreg, dan permasalahan lain yang mengganggu keharmonisan bersosialisasi.
“Aku g mau maafin dia, dia udah bikin aku sakit hati”. “Sampai matipun, aku tidak akan pernah bisa melupakan kesalahan dia”. “Aku sudah maafin kamu, tapi masih sakit hati”. Pernah tidak kita mengucapkan kalimat seperti itu? Jika pernah mengucapkan hal tersebut, berhati-hatilah, kita sudah menyimpan dendam dalam hati. Akibatnya, sewaktu-waktu bisa meledak. Memelihara dendam sama saja memelihara sesuatu yang merusak tubuh kita, ibarat memakan racun yang mematikan, lama-lama akan menggerogoti tubuh secara perlahan-lahan. Dan orang yang memelihara dendam, hidupnya tidak nyaman, sakit dan tidak produktif. Hiy, ngeri. Lho, kok bisa?
Hem… ketika kita menyimpan dendam atau sakit hati dengan seseorang, pikiran dan perasaan kita akan memikirkan dia, mencari-cari kesalahannya walaupun dia telah berbuat baik kepada kita padahal dia juga tidak tahu jika kita menyimpan dendam dengannya. Akibat dari dendam yang berlarut-larut- ada yang menyebutnya tujuh turunan, akan mencelakakan orang yang kita benci. Orang yang kita benci cuek bebek dengan kita, karena dia sudah minta maaf, eh…kita masih sakit hati karena tidak mau memaafkannya. Karena fikirannya fokus dengan orang lain, hidup tidak pernah mengahasilkan aktivitas yang bermanfaat, tidak produktif, akibatnya, kehilangan waktu, tenaga, pikiran, perasaan, kehilangan rizqi, dan yang lebih parah lagi, kehilangan surganya Sang Maha Pengampun. Capek deh!
Perintah Memaafkan
Memaafkan mudah diucapkan namun sulit untuk direalisasikan. Memang, jalan menuju surga itu tidak mudah, hanya orang-orang yang mau dan berusaha saja yang bisa mencapainya. Sebagai seorang muslim kita harus sadar bahwa setiap orang pernah melakukan kesalahan sekecil apapun itu, dan yang perlu diingat adalah Allah itu Maha Pengampun. Allah saja mau memaafkan kesalahan manusia yang bejibun banyaknya, apalagi kita, yang hanya mausia yang lemah, harusnya malu. Jangan sampai kesalahan teman yang kecil membuat kita menjadi manusia yang pendendam. Allah l berfirman: “Dan hendaklah mereka memaafkan kesalahan sesama manusia. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS Ali Imran [3]: 134).
Namun bagaimana jika kita dizhalimi orang lain? Apakah kita hanya diam, ridha, rela dipukul, ditampar, ditendang, padahal kita tidak melakukan kesalahan? Atau membalasnya? Yang pasti, kita harus membalas kedzaliman yang dilakukan orang lain.
Bagaimanapun kita memiliki harga diri yang pantas kita jaga, tidak bisa saja nrimo dengan keadaan diri ketika dizhalimi oleh orang lain. Dalam surat al-Nahl ayat 126: “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu…”.
Jika kita dicubit, balas dengan mencubit dengan kualitas yang sama, jangan mencubit dibalas dengan memukul, dua kali lagi! itu sudah lain lagi ceritanya. Tapi bagaimana jika yang mendzalimi kita itu orang yang sudah tidak punya hati alias berhati batu?Apakah kita akan menjadi uring-uringan, dendam, benci dengan orang yang seperti ini? Saya pikir tidak karena hal itu akan menyebabkan kita rugi, capek. Rugi waktu, tenaga, perasaan buat mikirin orang yang tidak pernah tahu dipikirkan. Allah l berfirman: “Maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS al-Mâidah [5]: 13).
Jangan sampai kita benci, kemudian maenjadi dendam, itu akan merugikan diri kita, hidup kita menjadi tidak produktif. Mengapa? Karena disibukkan dengan membenci dan dendam dengan orang lain, waktu yang seharusnya untuk belajar, membaca buku, jalan-jalan dan lain-lain, digunakan untuk memikirkan bagaimana cara mencelakakan orang yang kita dendami.
Dengan memaafkan kesalahan orang lain, kita sedang membebaskan beban dalam hidup, membuang racun yang yang menggerogoti tubuh sehingga hati kita menjadi nyaman. Kita sedang memilih untuk bahagia, karena membiarkan pikiran positif dan membuang pikiran negatif dalam tubuh. Serahkan pembalasannya kepada Allah l. Allah l berfirman: “…dan balasan kejelekan itu adalah kejelekan pula, namun siapa yang memaafkan dan memperbaiki (hubungannya), maka pahala baginya di sisi Allah. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang dhalim”. (QS al-Syura [42]: 40).
Penelitian menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, walaupun berat, terasa membahagiakan, akhlak terpuji dan disukai Allah l. Pilih yang mana? Apakah kita rela hidup digunakan untuk memperhatikan, mengurusi orang lain, dendam sampai tujuh turunan? Memendam kebencian dan kekesalan sampai mendarah dagimg? Bukankah kita mengharapkan Allah l mengampuni dosa kita? Dan hati kita menjadi lapang, tenang dan lega. Jika kita mudah memaafkan orang lain, niscaya kita juga akan mudah dimaafkan oleh Allah l dan orang lain.
Muhammad Sebagai Teladan Kita
Kita tak asing mendengar, membaca kemuliaan akhlak Nabi Muhammad ` yang sangat mengagumkan bagaimana beliau memafkan kaumnya yang tidak menyambut ajakan dakwahnya. Bahkan beliau mendoakan kaumnya agar suatu hari nanti kaumnya menerima dakwahnya yaitu mentauhidkan Allah dalam rububiyyah, uluhiyyah dan asmâ wa sifatnya, serta tidak menyekutukan Allah l.
Peristiwa yang sangat membekas dalam hati kita adalah Fathul Makkah, jika Nabi Muhammad ` mau, bisa saja membalas perlakuan kaum Quraisy yang dahulu pernah mereka lakukan terhadap Nabi Muhammad ` karena saat itu Nabi membawa kaum muslimin yang bannyak, dan juga membawa alat perang. Namun apa yang beliau lakukan, memaafkan. Luar biasa! Bisa tidak kita mencontoh beliau? jika belum bisa, belajarlah. Dari Abu Hurairah a bahwa Rasulullah ` bersabda: Bukanlah yang dikatakan orang kuat adalah orang yang kuat bergulat, tetapi sesungguhnya orang yang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan nafsu amarahnya. (HR Bukhari dan Muslim)
Membalas Kejelekan dengan Kebaikan
Ini yang sangat keren! Membalas keburukan lain dengan kebaikan akan membuat hati menjadi lembut. Sebagaimana yang dicontohkan Rasul, bagaimana beliau dilempari batu, diusir dari Thaif namun beliau tidak membalas, bahkan mendoakan semoga Allah l memberikan keturunan orang-orang yang beriman dan tidak menyekutukan Allah l. Hebat ya…apakah kita bisa menirunya? Berbuat baik dan tidak dendam dengan orang yang menghina kita? Firman Allah l: “…dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS al-Taghâbun [64]: 4).
Di ayat yang lain Allah Firman Allah l: “… Akan tetapi jika kamu sekalian mau bersabar atas kedzoliman yang telah mereka timpakan kepada kamu serta dengan itu semua kamu mengharap pahala dari Allah sebagai ganti dari kedzoliman itu lalu kamu pasrahkan dan serahkan semuanya kepada Allah maka itu akan lebih baik bagi kamu sekalian.” (QS al-Nahl [16]: 126)
Tips Memafkan Orang Lain
Nah, bagaimana agar kita menjadi pribadi yang pemaaf, tips berikut bisa kita lakukan sebagi ihtiar untuk menjadi pribadi yang mulia:
Pertama, sadari bahwa setiap manusia memiliki kesalahan. Dengan melihat kesalahan orang lain, kita belajar untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dan lebih mudah untuk memaafkannya.
Kedua, bayangkan dalam pikiran kita, ketika memiliki dendam dengan seseorang membawa tomat yang busuk berkarung-karung selama bertahun-tahun, kita tidak mau dan capek kan? ini menganalogikan bahwa membawa ke dendam sampai menghujam dalam diri kita sama saja membawa beban yang sudah berat, berbau busuk, menimbulkan penyakit lagi.
Ketiga, ingat, menanamkan dendam sama saja membunuh diri secara perlahan-lahan. Berharap menyelesaikan masalah malah menambah masalah.
Keempat, lupakan masa lalu. Jika hidup kita masih saja dipengaruhi kesedihan dan dendam, tentu akan membuat diri menjadi sakit. Buang dan lepaskan hal-hal yang buruk pada masa kita, berpikir bahwa itu memang seharusnya terjadi di masa lalu, yang harus kita lakukan adalah berjalan kedepan.
Kelima, berdoa. Serahkan semuanya kapada Allah, jika didzalimi dan kita tidak mampu membalasnya, yakinlah bahwa Allah itu tidak pernah tidur dan pasti akan membalasnya bukan melalui tangan kita.
Pilihan berada di tangan kita, mau memaafkan orang lain dengan konsekuensi bahagia atau memendam dendam kusumat yang akan membuat hati menjadi sakit. Semoga kita termasuk orang yang bisa memaafkan orang lain, menjadi hamba yang pemaaf dan menjadi orang yang mudah melakukan kebaikan sekalipun dengan orang yang telah berbuat buruk terhadap kita. Dengan demikian hidup kita menjadi bahagia. Âmîn. Wallâhu a’lam bi al-shawwâb.[]
Ulufi Khasanah
PAI 13422115
UII
Mutiara Hikmah
Rasulullah ` bersabda: “ ‘Termasuk dosa besar, seseorang mencaci maki kedua orang tuanya.’ Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana dia mencaci maki?’ Rasulullah menjawab, ‘Dia mencaci seseorang, lalu orang itu mencaci maki bapak dan ibunya.’ (Shahih, di dalam kitab At-Ta’liqur-Raghib (3/221). (Muslim), 1-Kitabul Iman, hadits 146, Bukhari, 78, Kitabul Adab, 4- Bab La Yasubbur-Rajulu Walidaihi).
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!