New Normal, New Life and New Iman
New Normal, New Life and New Iman
Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,
Pembaca yang mencintai Allah ﷻ dan semoga dicintai Allah ﷻ, adakah yang menyangka bahwa di tahun 2020 ini kita akan menghadapi musibah yang begitu besar, dimana hampir semua umat manusia tidak berdaya dibuatnya. Ada yang kehilangan nyawa, harta, pekerjaan dan lain sebagainya. Semua terjadi dalam satu masa yang tidak pernah kita sangka. Bukan hanya yang miskin yang merana bahkan tidak sedikit yang kaya pun merasa nelangsa. Namun, adakah dari kita yang kemudian sadar bahwa musibah corona ini adalah bentuk kasih sayang Allah ﷻ kepada kita.
Jika dipandang dari satu sisi saja mungkin kita hanya akan berfikir bahwa wabah corona adalah musibah yang menyakitkan, yang membuat kita tidak bisa beraktifitas normal seperti biasa. Dalam beberapa waktu belakangan ini tidak ada lagi kumpul bersama teman-teman, tidak ada mudik ke kampung halaman, dan tidak ada banyak hiburan duniawi yang kita pandang menyenangkan. Sekali lagi, jika kita hanya memandang dari satu sisi pasti musibah ini sangatlah menyebalkan, membosankan, dan menjengkelkan. Namun, sudahkah kita lihat musibah ini dari sisi lainnya?
Dipandang dari sisi lain, sadar ataupun tidak, wabah Corona yang melanda hampir di seluruh dunia menjadi bukti nyata bahwa Allah ﷻ ingin kita menjadi lebih dekat pada-Nya dan kembali mengingat-Nya, karena mungkin selama ini kita hanya disibukkan dengan urusan dunia dan lupa dengan tujuan kita selanjutnya yaitu akhirat.
Padahal berulang kali Allah ﷻ katakan dalam al-Qur’an bahwa dunia ini hanya tempat bermain dan bersenda gurau. “wa mâ al-hayâtu ad-dunya illâ matâ’un wa lahwun” (dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka). (Q.S. Al-An’am [6]: 32)
Tidak hanya dalam Q.S Al-An’am, Allah ﷻ menyebutkan kata la’ibun dan segala bentuk derivatifya sebanyak 20 kali dan menyebutkan kata lahwun dengan berbagai derivatifnya sebanyak 16 kali baik berupa fi’il madhi, mudhari’ maupun mashdar-nya. Adapun lafaz la’ibun dan lahwun yang terdapat dalam satu ayat disebut 6 kali dalam 5 surat.[1] Banyaknya penyebutan kedua kata ini tentulah bukan tanpa alasan. Semua itu adalah bentuk peringatan Allah ﷻ kepada kita semua untuk memahami arti kehidupan di dunia.
Dalam hemat penulis, beberapa ulama dan mufasir ada yang menyamakan pengertian la’ibun dan lahwun namun ada pula yang membedakanya seperti al-Qurtubi dalam bukunya al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an mengartikan kata la’ibun dan lahwun sebagai bãthil dan gurũr atau kesia-siaan. Sebagaimana yang Allah ﷻ firmankan dalam QS. al-`Imran ayat 185, “Sesungguhnya kehidupan dunia adalah kesenangan yang sia-sia.”[2]
Penting kita ketahui bahwa kata la’ibun dan lahwun merujuk pada makna negatif, makna yang melekat padanya selalu mengasosiasikan pada pola atau tindakan yang jauh dari prilaku dan karakter seorang mukmin dan sangat sia-sia. Jika kita telusuri setiap kali Allah ﷻ berfirman mengenai kehidupan dunia maka kata la’ibun dan lahwun acapkali dijadikan gambarannya.
Menggapai New Iman di Masa New Normal
Saudaraku yang dirahmati Allah ﷻ, Wabah corona yang sampai saat ini masih melanda patutnya kita jadikan sebagai batu loncatan untuk menyegarkan iman kita, menambah dayanya dan memastikan bahwa tujuan kita selanjutnya adalah pulang kepada Allah ﷻ dalam waktu yang tidak lama lagi. Mungkin besok, lusa, atau bahkan tak lama setelah ini. Bukankah Allah ﷻ sudah benar-benar menunjukan kuasanya bahwa kematian bisa datang kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja tanpa ada kabar sebelumnya. Sehingga yang seharusnya kita lakukan adalah menyiapkan amalan terbaik kita untuk berjumpa dengan sang pemilik segalanya yakni Allah ﷻ.
Di masa ini khususnya masa-masa new normal dimana aktifitas sudah bisa kembali berjalan meski mungkin tak sama dengan sebelumnya, kita harus membenahi iman kita dan menjadikannya iman yang baru yang lebih baik dan lebih dekat kepada Nya, karena siapa kita tanpa Allah ﷻ, Lâ haulâ wa lâ quwwata illâ billâh. Sudah lama tentunya kita dirumah aja, sudah banyak kegiatan baru yang mungkin kita lakukan selama korona, namun sudahkah kita lebih banyak berdoa kepadanya, lebih mengingatnya dengan berdzikir dan mempelajari ayat-ayat-Nya ? atau jangan-jangan kita hanya rebahan saja ?
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk merubah habit atau kebiasaan buruk kita dalam menghadapi new normal agar kita bisa menjalani new life dan mendapatkan new iman seperti:
Pertama, membaca dzikir pagi dan petang.
Kedua, melakukan meditasi atau muhasabah diri sebelum melakukan aktivitas pagi.
Ketiga, menyempatkan 10 menit berolahraga karena kesehatan jasmani menopang kesehatan berfikir kita sehingga kita terhindar dari pikiran-pikiran negatif.
Keempat, memulai pekerjaan kita dengan niat lillahi ta’âlâ.
Kelima, menjalani pekerjaan kita dengan ikhlas dan menjadikannya sebagai ibadah.
Keenam, kembali merekatkan silaturahim meski hanya lewat telepon dan senyuman.
Ketujuh, terus berusaha agar bisa shalat tepat waktu.
Kedelapan, memaksimalkan segala usaha dan ikhtiyar.
Kesembilan, tidak lupa bersedekah dan shalat sunnah meski hanya beberapa rupiah dan beberapa rakaat.
Sepuluh, totalitas bertawakal kepada Allah ﷻ.
Sedikit Demi Sedikit Sampai Pada Tujuan
Saudaraku yang diberkahi Allah ﷻ, Dalam mengaplikasikan usaha diatas tentu tidak mudah, semudah kita membalikan telapak tangan. Pasti butuh waktu, butuh pengulangan hingga semua itu bisa menjadi kebiasaan yang meningkatkan keimanan kita kepada Allah ﷻ. Namun, meski mungkin memulainya sulit, apalagi membiasakannya, tetaplah dicoba salah satunya, satu-satu saja, pelan-pelan saja, sedikit demi sedikit saja sampai tawakal kita sampai kepada Nya.
Ustadz Fahrudin Faiz, dalam salah satu ceramahnya mengatakan bahwa untuk menggapai ridho Allah ﷻ kita harus melakukannya sepenuh hati, pelan-pelan saja, sedikit demi sedikit saja sampai ilaihi râji’un-nya sampai. Demikian yang disampaikan ustad Fahrudin Faiz menandakan bahwa untuk meraih ridho Allah ﷻ kita harus terus berusaha, tidak perlu tergesa-gesa lantas lupa akan tujuan kita, karena dalam beribadah biar pelan asal dalam, biar sedikit asal sampai. Semua harus dilakukan dengan ikhlas, sehingga ketika iman kita sudah meningkat, kita tidak akan mudah terlena dengan dunia.
Hari ini, kita bisa menyaksikan banyak diantara kita orang-orang besar, orang-orang Islam yang ilmunya tinggi dan lengkap, yang ibadahnya nonstop siang dan malam, yang tahu bathil dan haq, namun akhirnya lupa dengan tujuan utamanya dan terlena dengan kesenangan dunia. Ilmu yang selama ini dimiliki hanya menjadi referensi namun tidak bisa menjadi refleksi baginya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Na’ûdzu Billahi Min Dzâlik.
Akhirnya dengan adanya tulisan ini semoga kita semua bisa memetik hikmah dari adanya wabah corona dan bersiap dalam menjalani new normal dengan keimanan kita yang baru yang tentunya lebih baik lagi agar kedepan kita bisa mendapatkan ampunan dan kemudahan dari Allah ﷻ serta syafaat nabi Muhammad ﷺ Semoga kita termasuk umatnya yang beriman dan beramal shalih. Âmîn yâ rabbal ‘âlamîn.[]
[1] M. Fuad ‘Abd Al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras li al-fadz al-Qur’an, (Beirut: Daar al-Fikr, 1992) hal.869
[2] Imam Al-Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Lebanon: Dar al-kutub Al-Ilmiyah. 2010). hal.267
Eva Fadhilah
Alumni FakultasIlmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia
Mutiara Hikmah
Allah ﷻ berfirman:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabbnya“. (Q.S. al-Kahfi [18]: 110)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!