Ilmu sebagai Mahkota Generasi Ulul Albab

Ilmu sebagai Mahkota Generasi Ulul Albab

Uun Zahrotunnisa*

 

Bismillāhi wal ḥamdulillāh, waṣ ṣalātu was salāmu ‘alā rasūlillāhi, wa ba’du.

Rasūlullāh ﷺ memberikan teladan kepada umat manusia bahwa pendidikan merupakan tonggak kokohnya peradaban. Bagaimana tidak? Rasūlullāh ﷺ sebagai insan ulul albab pernah mengalami masa-masa sulit ketika hidup di tengah-tengah bangsa arab yang terkenal dengan masyarakat jahiliah, berdampingan dengan perilaku yang jauh dari moral.

Lahirnya Rasūlullāh ﷺ menjadi anugerah bagi alam semesta (raḥmatan lil ‘ālamīn). Rasūlullāh ﷺ sebagai khalifah pertama telah membawa lentera keislaman berlandaskan Al-Qur’an sebagai tuntunan hidup untuk meraih ketenangan serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Ketenangan dan kebahagiaan dapat diraih dengan ilmu sebagai pedoman hidup dalam menentukan pilihan dan melakukan perbuatan. Manusia yang berpikir akan menemukan hakikat dari setiap perilaku yang dicontohkan oleh Rasūlullāh ﷺ sebagai cerminan akhlak yang Allāh ﷻ   ajarkan kepada Rasūlullāh ﷺ melalui perantara Al-Qur’an. Keutaman dan andil Al-Qur’an dalam mencerdaskan manusia, Allāh ﷻ berfirman,

الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ

“Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS. Al-‘Alaq [96]: 5).

Hakikat Ilmu Pengetahuan

Kata “ilmu” menurut M. Quraish Shihab, tokoh sekaligus mufasir Indonesia, disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 854 kali[1]. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya ilmu bagi peradaban manusia.

Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali (1058-1111 M) mendefinisikan ilmu pengetahuan sebagai jenis dari penemuan suatu makna (ma’rifat al-ṣay’ ‘alā mahuwa bihi).[2] Al-Qur’an menerangkan bahwa ilmu memberikan tambahan keistimewaan kepada manusia berupa keunggulan daripada makhluk lain untuk menjalankan fungsi kekhalifahan (kepemimpinan).[3] Allāh ﷻ berfirman,

وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰۤىِٕكَةِ فَقَالَ اَنْۢبِـُٔوْنِيْ بِاَسْمَاۤءِ هٰٓؤُلَاۤءِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ. قَالُوْا سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ

Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian Dia memperlihatkannya kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama-nama (benda) ini jika kamu benar! Mereka menjawab, “Maha Suci Engkau. Tidak ada pengetahuan bagi kami, selain yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2]: 31-32).

Makna Ulul Albab

Alam diciptakan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok makhluk hidup, melainkan juga sebagai sumber pengembangan ilmu pengetahuan. Menurut Al-Qur’an manusia memiliki potensi untuk menguak misteri di alam semesta sebagai wujud dari rasa syukur atas anugerah dari Allāh ﷻ. Seorang manusia yang mengandalkan kemampuan berpikir akan selalu mendapatkan jawaban-jawaban dari rasa keingintahuannya. Manusia dengan rasa keingintahuan yang tinggi disebut ulul albab.

Mengutip dari Ahmadi, kata Ulul Albab terdiri dari dua kata “Ulu” dan “Albab”. Kata “Ulu” erat kaitannya dengan “Ulul Ilm” artinya orang yang berwawasan, begitu pula maksudnya adalah orang yang dapat mengambil hikmah dari segala sesuatu yang terjadi dalam wujud nyata. Selanjutnya kata “Albab” berasal dari kata “lub” merupakan akar dari kata “labab” yang artinya kemurnian, kebajikan. Kemudian disepakati arti “Ulul Albab” sebagai orang berakal yang memiliki pemahaman secara mendalam.[4]

Anjuran Menuntut Imu dalam Al-Qur’an dan Hadis 

Al-Qur’an menjunjung tinggi orang-orang yang berfikir. Dalam artian berfikir untuk melakukan kebaikan dan menebar kemanfaatan di muka bumi. Banyak istilah dalam Al-Qur’an tentang urgensi berpikir yakni; tafakur (berfikir), tadabur (menghayati), tabassur (berwawasan), naẓar (melihat), tadakkur (mengingat), tafaqquh (memahami), ta’aqqul (berfikir). Selain itu Al-Qur’an juga menganjurkan umat Islam untuk senantiasa menuntut ilmu dimana saja agar mendapat pelajaran. Allāh ﷻ berfirman,

كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ

(Al-Qur’an ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu. (Nabi Muhammad) yang penuh berkah supaya mereka menghayati ayat-ayatnya dan orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (QS. Ṣad [38]: 29).

Allāh ﷻ berfirman,

‎وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ ۚ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا

Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (QS. An-Nisā’ [4]: 113).

Syaikh As-Sa’di v menyatakan bahwa hikmah akan membuahkan ilmu, bahkan amalan. Oleh karenanya, hikmah ditafsirkan dengan ilmu yang bermanfaat dan amalan saleh. Beliau v juga mengatakan, “Hikmah adalah ilmu yang benar dan pengetahuan akan berbagai hal dalam Islam. Orang yang memiliki hikmah akan mengetahui rahasia-rahasia di balik syari’at Islam. Jadi, orang bisa saja ‘alim (memiliki banyak ilmu), tetapi belum tentu memiliki hikmah. Hikmah berkonsekuensi memiliki ilmu dan amal. Hikmah dapat diartikan dengan ilmu dan amal saleh.[5] 

Karakteristik Golongan Ulul Albab

Berikut terdapat beberapa ciri-ciri golongan ulul albab yang dikategorikan berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an.

  1. Selalu berpikir kritis dan memiliki ketakwaan (QS. Al-Baqarah [2]: 179 & 197).
  2. Mengambil hikmah dari ayat-ayat yang diturunkan Allāh ﷻ melalui Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah [2]: 269).
  3. Bersungguh-sungguh menimba ilmu (QS. Ali Imrān [3]: 7).
  4. Senantiasa merenungi peristiwa alam semesta (QS. Ali Imrān [3]: 190-191), Az- Zumar [39]: 21).
  5. Mengambil pelajaran dari sejarah umat terdahulu (QS. Yusuf [12]: 111).
  6. Mengamalkan qiyamul lail demi mendapat rahmat Allah (QS. Az-Zumar [39]: 9).

Pembaca yang budiman, semoga apa yang kita dengar tentang keshalihan Rasūlullāh ﷺ sebagai pembawa risalah islamiyah dapat menjadi teladan untuk senantiasa berperilaku dan bertutur kata sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan sunnahnya. Āmīn.

* Alumni Prodi Ahwal Syakhsiyyah FIAI UII 2019

Maraji’ :

[1] Tamlekha,”Al-Qur’an sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan”, Basha’ir: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1, No. 1, 2021, h. 108.

[2] Susanti, dkk. “Aliran Rasionalisme dan Empirisme dalam Kerangka Ilmu Pengetahuan”, Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin, Vol. 1, No.2, 2021, h. 62.

[3] M Deni Hidayatullah, “Makna Umum Al-Qur’an dan Kedudukannya sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan”, Setyaki: Jurnal Studi Keagamaan Islam, Vol. 1 No. 1, 2023, h. 25.

[4] Ahmad, “Klasifikasi Pemahaman Dasar dan Analisis Semantik Ayat-Ayat Al-Qur’an serta Penerapannya dalam Pembentukan Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam”, IJ-ATL : International Journal of Arab Teaching and Learning, Vol. 1, No. 1, 2018, h. 38-39.

[5] Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Tafsir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. Cet ke-2. 1433 H. H. 686. Sumber https://rumaysho.com/25914-arti-diberi-hikmah-dalam-al-quran.html.

Download Buletin klik di sini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *