Impresi Puasa Ramadhan Pada Kesehatan Mental
Impresi Puasa Ramadhan Pada Kesehatan Mental
Muhammad Abdul Aziz*
Bismillâhi wal hamdulillâh wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, amma ba’d.
Sahabat Al-Rasikh yang budiman, puasa Ramadhan adalah salah satu ibadah utama umat Islam yang tidak hanya memiliki dimensi spiritual, tetapi juga dampak signifikan pada kesehatan fisik dan mental. Selama sebulan penuh, umat Muslim menahan diri dari makan, minum, serta hal-hal lain yang membatalkan puasa dari fajar hingga matahari terbenam. Namun, tahukah Anda bahwa puasa Ramadhan ternyata juga memiliki impresi mendalam pada kesehatan mental? Mari kita telusuri lebih dalam bagaimana puasa Ramadhan bisa menjadi “terapi alami” untuk pikiran dan jiwa dengan merujuk pada Al-Qur’an, Hadits, dan penelitian ilmiah.
Puasa dan Keseimbangan Emosional
Puasa Ramadhan bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih pengendalian diri (self-control) terhadap emosi dan perilaku[1]. Dalam psikologi, kemampuan mengendalikan diri erat kaitannya dengan keseimbangan emosional. Saat berpuasa, kita diajarkan untuk menghindari amarah, menjaga perkataan, dan bersikap sabar. Hal ini secara tidak langsung melatih otak untuk lebih tenang dan fokus.
Dari Abu Hurairah zdia berkata, Rasûlullâh ﷺ bersabda, (Allah ﷻ berfirman)
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِم.
“Puasa adalah perisai. Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, janganlah ia berkata kotor atau berteriak-teriak. Jika ada orang yang mencacinya atau memeranginya, hendaklah ia mengatakan, ‘Aku sedang berpuasa.” (HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151).
Hadits ini menunjukkan bahwa puasa melatih kita untuk mengendalikan emosi dan menjaga ketenangan hati.
Penelitian menunjukkan bahwa puasa dapat menurunkan kadar hormon stres seperti kortisol. Ketika tubuh tidak terus-menerus mencerna makanan, sistem saraf parasimpatis (yang bertanggung jawab untuk relaksasi) menjadi lebih aktif. Ini menjelaskan mengapa banyak orang merasa lebih tenang dan damai selama Ramadhan, meskipun menghadapi tantangan fisik seperti rasa lapar dan lelah[2].
Saat berpuasa, dianjurkan untuk lebih mengontrol emosi, lebih sabar, dan menahan amarah. Jika dilakukan dengan cara yang benar, berpuasa akan menjadi media untuk melatih pengendalian diri.[3]
Puasa sebagai “Reset” Mental
Dalam kehidupan modern yang serba cepat, otak kita sering kali dipenuhi dengan informasi berlebihan, tekanan pekerjaan, dan tuntutan sosial. Puasa Ramadhan bisa menjadi momen untuk “me-reset” pikiran. Dengan mengurangi aktivitas konsumsi (baik makanan maupun hal-hal duniawi), kita memberi ruang bagi otak untuk beristirahat dan memproses emosi dengan lebih baik.
Dalam al Qur’an Allah ﷻ berfirman,
وَأَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 184).
Ayat ini mengisyaratkan bahwa puasa memiliki manfaat yang mendalam, termasuk bagi kesehatan mental.
Selain itu, puasa juga memicu produksi brain-derived neurotrophic factor (BDNF), protein yang berperan dalam pertumbuhan dan perlindungan sel-sel saraf. BDNF dikenal dapat meningkatkan mood, mengurangi gejala depresi, dan meningkatkan ketahanan mental[4]. Jadi, tidak heran jika banyak orang merasa lebih bahagia dan bersemangat setelah menjalani puasa Ramadhan.
Puasa dan Koneksi Spiritual
Salah satu aspek unik puasa Ramadhan adalah koneksi spiritual yang terjalin selama bulan suci ini. Ibadah seperti shalat tarawih, membaca Al-Qur’an, dan berzikir tidak hanya memperkuat hubungan dengan Sang Pencipta, tetapi juga memberikan ketenangan batin. Aktivitas spiritual ini merangsang produksi hormon serotonin dan endorfin, yang dikenal sebagai “hormon kebahagiaan.”
Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).
Ketenangan batin yang dirasakan selama Ramadhan adalah salah satu bentuk rahmat Allah bagi orang yang berpuasa. Peneliti dari Americans College of Cardiology mengemukakan, “Berpuasa atau menyucikan jiwa dapat mengatasi niat-niat buruk seperti melanggar norma dalam diri.” Ia juga menambahkan bahwa saat puasa, seseorang akan menyadari hal-hal apa saja yang boleh dan tidak dilakukan. Hal itulah yang menumbuhkan semangat spiritual seseorang yang berpuasa.[5]
Studi ilmiah juga menunjukkan bahwa praktik spiritual seperti doa dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kesejahteraan psikologis[6]. Dalam konteks Ramadhan, kombinasi antara puasa dan ibadah lainnya menciptakan efek sinergis yang memperkuat kesehatan mental.
Penutup
Puasa Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang merawat kesehatan mental secara holistik[7]. Dari menurunkan tingkat stres hingga meningkatkan koneksi spiritual dan sosial, puasa Ramadhan menawarkan banyak manfaat bagi kesejahteraan psikologis. Dengan memahami dan memanfaatkan momen ini secara optimal, kita bisa menjadikan Ramadhan sebagai bulan untuk memperbaiki diri, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.
Sebagaimana firman Allah ﷻ dalam Al-Qur’an,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ.
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(QS. Al-Baqarah [2]: 183).[8]
Ayat ini mengisyaratkan bahwa puasa tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga pada ketakwaan dan keseimbangan jiwa.
Wallâhu a’lam bish shawab.
* DAI Standardisasi MUI. Komunikasi lebih lanjut melalui email: [email protected]
Maraji’ :
[1]. Abdul Muiz Ali. ”Hakikat Puasa dan Pengendalian Diri Selama Ramadhan” https://mui.or.id/baca/mui/hakikat-puasa-dan-pengendalian-diri-selama-ramadhan. Diakses pada 22 Februari 2025.
[2]. Hussin, N. M., Dkk. “Efficacy of Fasting and Calorie Restriction (FCR) on mood and depression among ageing men” dalam jurnal The Journal of Nutrition, Health & Aging, Volume 17, Issue 8, October 2013, h. 12.
[3] Tim RS Pondok Indah. “10 Manfaat Puasa Bagi Kesehatan Yang Wajib Diketahui”. https://www.rspondokindah.co.id/id/news/manfaat-puasa-bagi-kesehatan. Diakses pada 22 Februari 2025.
[4]. Mattson, M. P., Dkk. “Impact of intermittent fasting on health and disease processes”. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27810402/. Diakses pada 22 Februari 2025.
[5] Humas BAZNAS. “Manfaat Puasa: Kesehatan, Spiritual, dan Kecerdasan”. https://baznas.go.id/artikel-show/Manfaat-Puasa:-Kesehatan,-Spiritual,-dan-Kecerdasan/350#:~:text=Manfaat%20Puasa%20secara%20Kesehatan%20Fisik,jauh%20dari%20amarah%20yang%20berlebihan. Diakses pada 22 Februari 2025.
[6]. Koenig, H. G. “Religion, spirituality, and health: The research and clinical implications” dalam Jurnal International Scholarly Research Network ISRN Psychiatry Volume 1, Tahun 2012, h. 3.
[7]. Muhbib Abdul Wahab. ”Ramadhan Sebagai Sistem Pendidikan Holistik Integratif” https://uinjkt.ac.id/index.php/id/ramadhan-sebagai-sistem-pendidikan-holistik-integratif. Diakses pada 22 Februari 2025.
[8]. Al-Quran Kemenag in MS. Word, 2005.