Mewarnai Bulan Syawal Dengan Saling Meminta Maaf

Mewarnai Bulan Syawal Dengan Saling Meminta Maaf

Nur Laelatul Qodariyah*

 

Sahabat Al-Rasikh yang diberkahi Allâh ﷻ, berakhirnya Ramadhan ditandai dengan munculnya bulan Syawal dikarenakan 1 Syawal diperingati sebagai hari Raya Idhul Fitri. Sedih sekali ya kawan. Hari-hari yang kita lewatkan bersama Ramadhan terlalu singkat waktunya. Rasa-rasanya baru kemarin kita mengerjakan puasa, tapi tidak terasa sudah mencapai akhir dari pada Ramadhan. Aku akan pergi setelah bulan ini selesai, kepergianku jelas panjang karena harus melewati sebelas bulan lamannya, jika kau sangat merindukanku maka jangan lupa untuk berdoa agar kita bisa bertemu lagi di bulan Ramadhan selanjutnya. Sekali lagi seolah-olah Ramadhan berpesan kepada kita, jangan pernah abaikan diriku ini, karena banyak daripada kamu yang menginginkanku namun ajal belum bisa mempertemukan denganku (Ramadhan), minta ampunlah kepada Allâh ﷻ, karena banyak rahmat yang turun ketika bulan Ramadhan itu tiba.

Tolong jagalah aku, jangan pernah goyah dalam menggapai ridha dan rahmatnya Allah ﷻ, jika waktuku selesai, maka sempurnakanlah Ramadhan dengan menjaga diri daripada perbuatan maksiat, walaupun telah berakhirnya bulan Ramadhan dan muncul bulan Syawal sebagai hari kemenangan. Dimana kemenangan untuk selalu menjaga diri dari perbuatan yang tercela, kemenangan dalam berperang dalam nafsu. Begitu halnya dengan maaf. Kemenangan tersebut akan terasa kurang jika kita tidak saling meminta maaf.

Awal Untuk Saling Memaafkan

Secara terminologis kata memaafkan adalah maaf yang berasal dari bahasa Arab berarti al’afwu[1],    yang berarti mengenyahkan emosi dalam diri kita agar kebencian tidak merasuki jiwa adalah cara kita berupaya untuk pulih dengan cara memaafkan. Memang berat memaafkan seseorang yang membuat kita sakit, itu manusiawi. Dengan memaafkan akan menurunkan motivasi dalam membalas dendam dan menurunnya kerenggangan antar sesama.

Allâh ﷻ, berfirman,

خُذِ ٱلْعَفْوَ وَأْمُرْ بِٱلْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ ٱلْجَٰهِلِينَ

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh” (QS. Al-A’râf [7]: 199).

Menjadi pemaaf bukan berarti menyerah dan mengalah akan suatu hal. Tetapi bagaiman jiwa kita mampu jujur dengan orang sekitar bahwa kita adalah manusia yang tidak sempurna dan penuh dengan dosa. Melepaskan sesuatu yang membuat kita sakit dan mengakui bahwa sebagai manusia kita itu lemah jika bukan Allâh ﷻ sebagai penguat kita. akan terasa melegakan bagi kita jika rasa sakit itu diganti dengan maaf dan mengikhlaskan sesuatu.

Memaafkan, Cara Menyembuhkan Luka Hati

Jangan hancur karena manusia, pilihlah pulih karena Allâh ﷻ, lapangkan hatimu dengan sujud dan maaf kepada-Nya sebelum kamu meminta maaf kepada manusia. Karena ketenangan hati terletak dari kemampuan hatimu untuk menerima semua takdir yang Allâh ﷻ kasih kepadamu seperti halnya mengenal keberadaan diri sendiri, terbuka dengan realita yang sebenarnya.[2] Jika nafasmu masih mengalir deras, maka bayangkan kasih sayangnya kepadamu juga seperti itu dan bahkan lebih daripada itu. Kemudian apakah Allâh ﷻ, memadamkan api ketika Nabi Ibrahim p dibakar? Tidak kan? Tapi Allâh ﷻ, mengubah api itu menjadi dingin. Jadi bukan masalahnya yang dihilangkan tapi bagaimana kamu bisa percaya dan mengikhlaskan sesuatu itu dengan maaf dan menerima.

Memaafkan Sebagai Sumber Kekuatan Hati

Jika efek daripada dendam adalah mengalirkan energi negatif, maka dengan memaafkan akan mengalirkan energi positif. Maka dengan itu buanglah hal-hal yang membuatmu sakit hati.[3] Sumber dari pada kuatnya hati adalah memaafkan semua yang membuatmu sakit. Dengan membuat hatimu kuat maka ketenangan batin akan tercipta dengan mudah. Pikiran, jiwa, fisikmu akan baik-baik saja. Sadarlah dan bangun untuk segera pulih. Memaafkan itu dekat dengan takwa.

Allâh ﷻ berfirman,

وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

“Dan jika kamu memaafkan itu lebih dekat kepada takwa” (QS. al-Baqarah [2]: 237).

Jika dunia terlalu jahat karena suatu keadaan maka lihatlah Nabi kita yaitu, Nabi Muhammad ﷺ, dengan berbagai macam ujian. Beliau mengajarkan untuk menjadi diri yang lembut, sehingga rasa sakit yang kamu rasakan tidak terus-terusan bersarang di hati melainkan untuk dibuang sejauh-jauhnya. Karena hati yang diciptakan oleh Allâh ﷻ, nilainya sangat tinggi melebihi berlian yang indah yang pernah kita lihat sebelumnya.

Orang yang memaafkan juga dianggap melakukan sedekah. Dari Ubadah bin Shamit, Nabi ﷺ bersabda,

مَا مِنْ رَجُلٍ يُجْرَحُ فِي جَسَدِهِ جِرَاحَةً فَيَتَصَدَّقُ بِهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ مِثْلَ مَا تَصَدَّقَ بِهِ

“Tidaklah seseorang yang badannya dilukai oleh orang lain, kemudian ia bersedekah dengan memaafkannya (tidak menuntut diyat), kecuali Allah akan hapuskan dosanya sebanding dengan pemaafan yang yang ia sedekahkan” (HR. Ahmad no.22701, dishahihkan al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no.2273).

Oleh karena itu, sifat suka memaafkan adalah sifat yang seharusnya menjadi tabiat seseorang dan sifat yang seharusnya dipaksakan oleh seseorang kepada dirinya ketika ia dizalimi.[4]

Muliannya orang yang mampu memaafkan orang lain layaknya seperti debu yang menempel ke hati yang kemudian hilang dan dibersihkan dengan kehangatan hati oleh tali silaturrahim yang indah dalam kemenangan ini. Dengan begitu membersihkan hati dengan meminta maaf akan memperkuat hati untuk tetap kokoh dalam setiap rasa sakit oleh luka yang pernah dideritannya.

Manfaat Maaf

Manfaat maaf bagi meminta maaf, sebagai sarana untuk selalu intropeksi diri daripada kesalahan diri sendiri dan juga memberikan bentuk penyesalan dan sebagai pengembang diri sendiri lebih baik. kemudian akan lebih dihargai orang lain dan akan merasa lega daripada kesalahan yang dilakukannya tersebut. Dan bagi yang diberi maaf, akan mengurangi emosi negative yang selama ini ada dalam hati dan juga melatih diri agar hati mudah ikhlas.[5]

Jadi dihari yang mulia dan suci ini, segala macam unek-unek dan sarang penyakit yang ada pada qalbumu, maka rontokkanlah butiran-butiran tersebut agar rasa sakit yang menempel pada hati mulai lekas membaik. Kini saatnya untuk menambal luka dengam maaf dan mengikhlaskan apa yang telah terjadi pada diri kita sendiri.

Maraji’ :

* Alumni Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia.

[1] Anonim, Bab II tinjauan Pustaka (memaafkan), dikutip dari https://repository.uin-suska.ac.id/6874/3/BAB%20II.pdf. Diakses pada 23 Maret 2025.

[2] Christian Sireger, Menyembuhkan Luka Batin dengan Memaafkan, Jurnal: Humaniora, Vol. 3, No.2 (2012).

[3] Ulin Nihaya dkk., Konsep Memaafkan dalam Psikologi, Ijocap: Indonesian journal Of Counseling and Development, Vol.3, No.2 (2021).

[4] Yulian Purnama. “5 Faedah Seputar Memaafkan” https://konsultasisyariah.com/38747-5-faedah-seputar-memaafkan.html. Diakses pada 24 Maret 2025.

[5] Kumpaean, “Pengertian Maaf dan 11 Manfaatnya di kehidupan sehari-hari” dikutip dari https://kumparan.com diakses pada tanggal 24 Maret 2025

Download Buletin klik di sini