3 Maksud Agung Disyariatkannya Ibadah Kurban

3 Maksud Agung Disyariatkannya Ibadah Kurban

 Yanayir Ahmad, S.T.*

 

Bismillâh, wasshalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâhi, waba’du.

Kurban Syiar Agama Allah

Kurban adalah salah satu syiar agama yang agung. Allāh ﷻ berfirman,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ فَلَهُۥٓ أَسْلِمُوا۟ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُخْبِتِينَ

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (QS. Al-Hajj [22]: 34)

Disyariatkannya ibadah kurban telah ditegaskan dalam Al-Qur’an, Sunnah Nabi ﷺ, serta ijma’ (kesepakatan) para ulama. Ia termasuk amalan paling utama yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada Rabb-nya.

Tujuan Ibadah Kurban

Allāh ﷻ mensyariatkan ibadah kurban dengan tujuan yang agung dan hikmah-hikmah yang mulia. Di antara tujuan-tujuan agung itu adalah:

Pertama, Ibadah kurban adalah untuk mentauhidkan Allāh ﷻ semata serta mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya.

Allāh ﷻ berfirman,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ

Maka dirikanlah shalat untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban.” (QS. Al-Kautsar [102]: 2)

Ketika shalat dan menyembelih kurban menjadi amal ibadah yang paling banyak dipersembahkan oleh orang-orang musyrik kepada berhala-berhala mereka, maka Allāh ﷻ khususkan dalam surat ini perintah kedua ibadah tersebut (shalat dan menyembelih kurban) dengan menyebutkan, “shalatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban (juga untuk Tuhanmu),” karena maksud dan tujuan yang paling penting dari keduanya adalah, “Li Rabbika -untuk Tuhanmu”.

Oleh karena itu,  al-Qur’an tidak hanya menyebutkan, “Shalatlah dan sembelihlah kurban,” tanpa menisbatkan keduanya kepada Allāh ﷻ, yakni agar makna dan maksud utama dari perintah itu menjadi lebih jelas, yaitu, “Maka dirikanlah shalat hanya untuk Tuhanmu dan berkurbanlah juga hanya untuk tuhanmu, tanpa menyekutukannya dengan yang lain, sebagai pembeda atas keangkuhan orang-orang musyrik yang menjadikan shalat dan kurban mereka kepada selain Allah.”[1]

Sehingga shalat dan Kurban ini merupakan bukti tauhid kita kepada Allāh ﷻ. Dalam ayat lain Allāh ﷻ memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk mengatakan kepada orang-orang musyrik yang mereka menyembah selain Allāh ﷻ dan menyembelih kurban untuk selain Allāh ﷻ dengan berfirman,

قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku, dan matiku, hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam.” (QS. Al-An’am [6]: 162).

Untuk menegaskan bahwa Nabi Muhammad ﷺ berada di atas tauhid dan jauh berbeda keadaannya dengan mereka orang-orang musyrik.

Nabi Muhammad ﷺ pun ketika menyembelih hewan kurban, Beliau membaca basmalah dan bertakbir. Hal ini juga menunjukkan bahwa menyembelih adalah bentuk ibadah yang agung dan harus diiringi keikhlasan hanya untuk Allāh ﷻ.[2]

Sehingga, ketika kita memahami bahwa menyembelih merupakan bentuk ibadah, dan ibadah tidak boleh ditujukan untuk selain Allāh ﷻ, maka kita juga bisa memahami bahwa orang yang menyembelih hewan untuk selain Allāh ﷻ, berarti dia telah terjerumus ke dalam kesyirikan. Sama saja baik sembelihan itu ditujukan untuk jin, wali, penunggu laut, siluman, ataupun yang lainnya selain Allah, maka itu merupakan perbuatan syirik. Karena penyembelihan hanya boleh ditujukan untuk Allah semata.

Kedua, ibadah kurban adalah bentuk syukur atas nikmat Allāh ﷻ dan kebaikan-Nya kepada hamba-Nya.

Ketika Allah menyebutkan karunia-Nya kepada Nabi Muhammad  ﷺ, Allāh ﷻ berfirman,

إِنَّآ أَعْطَيْنَٰكَ ٱلْكَوْثَرَ

“Sesunnguhnya kami telah memberikanmu nikmat yang banyak,” (QS. Al-Kautsar [108]: 1)

Allāh ﷻ menyuruh Nabi-Nya untuk bersyukur kepada Allāh ﷻ atas setiap rezeki yang telah Allāh ﷻ karuniakan kepada para hamba-Nya. Sebagaimana firman Allāh ﷻ pada surah Al-Kautsar ayat 2. Pada ayat tersebut menunjukkan bahwa diantara bentuk bersyukur yang paling besar adalah dengan beramal shalih -baik amalan hati maupun anggota badan-.[3]

Allāh ﷻ berfirman,

ٱعْمَلُوٓا۟ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِىَ ٱلشَّكُورُ

Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS. Saba’ [34]: 13).

Ketiga, tujuan besar dari kurban adalah memahamkan kita bahwa yang dinilai oleh Allāh ﷻ bukanlah rupa dan bentuk lahiriah, tapi hati dan amal perbuatan.

Allāh ﷻ berfirman,

لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُحْسِنِينَ

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Hajj [22]: 37).

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasūlullāh ﷺ bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564).

Sesungguhnya tujuan utama dari ibadah kurban adalah untuk menanamkan ketakwaan dalam hati dan mengagungkan Dzat Yang Maha Mengetahui segala yang tersembunyi. Tuhan kita, Allāh ﷻ, adalah Dzat Yang Maha Kaya dari seluruh makhluk. Dia tidak membutuhkan apapun dari hewan-hewan kurban itu, tidak pula mendapatkan manfaat sedikit pun darinya. Yang Dia inginkan dari hamba-hamba-Nya hanyalah agar mereka bertakwa kepada-Nya, mentauhidkan-Nya, dan menyembah-Nya dengan sebenar-benarnya ibadah. Agar kehidupan mereka menjadi baik di dunia, dan mereka dimuliakan di akhirat. Sungguh, Allah Maha Kaya. Dia tidak butuh kepada mereka, tidak pula kepada sembelihan dan hewan kurban mereka.[4]

Terakhir, semoga setiap dari kita dimudahkan untuk menghadirkan makna-makna itu dalam hati, meski mungkin belum semua bisa berkurban secara fisik tahun ini. Bagi yang telah Allāh ﷻ beri kelapangan dan bisa berkurban, semoga Allāh ﷻ terima amalnya dan jadikan sebagai jalan mendekat diri kepada-Nya. Dan bagi yang belum mampu, semoga Allah bukakan jalan rezekinya, dan pertemukan dengan Hari Raya Idul Adha tahun depan dalam keadaan mampu dan lapang untuk berkurban, baik lahir dan batin. Āmīn yā Rabbal ‘ālamīn. Hanya Allah yang memberi taufiq. Washallāhu ‘alā muhammadin wa a’lā ālihi washahbihi wasallam.

* Alumni Teknik Elektro UII ’17

Maraji’ :

[1] Al-Muqbil, Umar bin Abdullah. Li Yaddabbaru Ayatih. Majmu’ah ke-2, Hal. 286, no. 572. https://archive.org/details/1_20200322/ليدبروا%20آياته/ليدبروا%20آياته%202/

[2] Islam Web. “ولكن-يناله-التقوى-منكم”. https://www.islamweb.net/ar/article/136641/ Diakses pada 5 Juni 2025.

[3] Al-Muqbil, Umar bin Abdullah. Li Yaddabbaru Ayatih. Majmu’ah ke-2, Hal. 285, no. 570. https://archive.org/details/1_20200322/ليدبروا%20آياته/ليدبروا%20آياته%202/

[4] Islam Web. “ولكن-يناله-التقوى-منكم”. https://www.islamweb.net/ar/article/136641/ Diakses pada 5 Juni 2025.

Download Buletin klik di sini