Belajar dari Tahun yang Berlalu, Menata Diri Menyambut yang Baru
Belajar dari Tahun yang Berlalu, Menata Diri Menyambut yang Baru
Isna Yunita
Akhir tahun selalu menjadi momentum yang secara sosial dipahami sebagai titik peralihan: dari apa yang terjadi di masa lalu menuju harapan baru di masa depan. Dalam tradisi Islam, meskipun penanggalan hijriah tidak sama dengan sistem masehi, konsep muhasabah atau evaluasi diri tetap menjadi nilai dasar yang relevan kapan saja. Karena itu, menjelang akhir tahun, umat Islam dapat memanfaatkan suasana batin dan momentum budaya ini untuk memperkuat kembali spiritualitas, memperbaiki hubungan sosial, serta menata ulang tujuan hidup yang lebih bermakna.
Praktik muhasabah telah lama dibahas dalam tradisi intelektual Islam. Pembentukan etika dan karakter umat Islam memerlukan proses refleksi yang berkelanjutan agar umat mampu menjawab tantangan zaman secara etis dan rasional. Dengan demikian, refleksi akhir tahun tidak sekadar ritual emosional, melainkan bagian dari proses pembentukan manusia sempurna (insan kâmîl).
Muhasabah dalam Perspektif Islam
Muhasabah merupakan ajaran penting dalam pembinaan kepribadian dan pengembangan akhlak Islam. Al-Ghazali menekankan perlunya introspeksi diri sebagai jalan menuju insan kâmil, yaitu manusia yang seimbang secara intelektual, akhlak, dan spiritual. Melalui muhasabah yang jujur dan berkelanjutan, seseorang dapat menata niat, memperbaiki perilaku, serta membangun hubungan yang harmonis dengan Allah k, sesama, dan lingkungan.
Dengan kata lain muhasabah diri merupakan proses inti dan jalan praktis untuk mencapai derajat insan kâmîl. Pemikiran Al-Ghazâli ini menegaskan bahwa perjalanan menuju insan kâmil bukanlah tujuan instan, melainkan proses pembinaan diri yang terus-menerus, sehingga terbentuk pribadi yang berakhlak mulia, berkepribadian matang, dan mampu memberi manfaat bagi masyarakat.[1] Tanpa muhasabah, potensi stagnasi, kesombongan, dan lalai dari tujuan akhirat sangat tinggi, padahal insan kâmîl terus menyempurnakan diri hingga akhir hayat untuk bekal akhirat.
Hal ini juga sesuai dengan perintah Allah ﷻ untuk melakukan muhasabah diri sebagaimana dalam ayat Al Qur’an yang berbunyi:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Hasyr [59]: 18).
Akhir tahun menjadi saat yang tepat untuk melakukan refleksi diri, beberapa rekomendasi hal-hal yang bisa direfleksikan dalam ajaran agama Islam sebagai berikut:
- Hubungan dengan Allah ﷻ
Hubungan dengan Allah k juga disebut dengan hablun minallâh, apakah ibadah kita selama ini dilakukan secara konsisten? Sejauh mana kita menjaga kualitas salat, zikir, dan pembacaan Al Qur’an? Walaupun aktivitas dunia sering menyita perhatian, umat Islam diajak untuk kembali memperbaiki prioritas hidup dan hubungannya dengan sang Maha Pencipta.[2]
- Hubungan dengan Sesama Manusia
Penyebutan ini juga dikenal dengan hablun minannâs, relasi sosial sering kali menjadi cerminan keimanan. Konflik kecil, prasangka, dan ketidakpedulian terhadap lingkungan sosial perlu dievaluasi. Karena salah satu tantangan dari masa sekarang tidak hanya hal yang berkaitan dengan perubahan intelektual, tetapi juga peningkatan sensitivitas sosial, dengan kata lain memiliki kepekaan sosial berupa kemampuan untuk merasakan, memahami, dan merespons secara tepat terhadap situasi, perasaan, dan kebutuhan orang lain di sekitarnya.[3]
- Hubungan dengan Diri Sendiri
Muhasabah juga berhubungan dengan bagaimana seseorang menghargai dirinya, kesehatannya, kewarasannya, serta pendalaman spiritualnya. Dalam konteks masyarakat tekanan hidup kerap membuat manusia kehilangan arah. Refleksi akhir tahun dapat membantu membangun kembali kesadaran diri spiritual dan mental.
Akhir Tahun sebagai Momentum Muhasabah Diri
Banyak orang menjadikan akhir tahun sebagai momen untuk membuat resolusi. Dalam konteks Islam, resolusi bukan hanya tentang target duniawi seperti karier atau finansial, tetapi juga pembaruan niat dan orientasi ibadah. Untuk mencapainya perlu adanya muhasabah diri, sebagaimana menurut Ibnu Qayyim muhasabah terbagi menjadi dua bentuk utama, yaitu muhasabah sebelum melakukan suatu perbuatan dan muhasabah setelah perbuatan tersebut dilakukan.
- Muhasabah Sebelum Beramal
Muhasabah ini dilakukan dengan cara menahan diri sejenak sebelum bertindak, tidak tergesa-gesa melaksanakan suatu perbuatan hingga jelas baginya apakah perbuatan tersebut membawa kemaslahatan atau justru sebaliknya. Al-Hasan al-Bashri berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berhenti sejenak ketika terlintas dalam pikirannya suatu perbuatan. Jika perbuatan itu merupakan ketaatan kepada Allah, maka ia melaksanakannya, dan jika bukan, maka ia meninggalkannya.”
Hal ini selaras dengan firman Allah ﷻ
وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (sesuatu) kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS At-Takwîr [81]: 29).
- Muhasabah setelah beramal
Muhasabah jenis ini mencakup tiga bentuk introspeksi diri.
Pertama, mengevaluasi amalan ketaatan yang berkaitan dengan hak-hak Allah ﷻ, dengan menilai apakah ketaatan tersebut telah dilakukan sesuai dengan tuntunan dan kehendak-Nya atau masih terdapat kekurangan.
Kedua, melakukan introspeksi terhadap perbuatan-perbuatan yang sebenarnya lebih baik ditinggalkan daripada dilakukan, sehingga seseorang dapat memperbaiki sikap dan pilihannya ke depan.
Ketiga, melakukan muhasabah terhadap perkara-perkara yang bersifat mubah atau telah menjadi kebiasaan, dengan mempertanyakan tujuan di balik perbuatan tersebut. Apakah ia dilakukan semata-mata untuk mengharap ridhâ Allah k dan kehidupan akhirat sehingga mendatangkan keberuntungan, atau justru tanpa niat yang benar sehingga berpotensi mendatangkan kerugian.[4]
Akhir tahun memang hanya penanda waktu, tetapi bagi manusia, ia menyediakan ruang emosional dan psikologis untuk memulai kembali. Dalam perspektif Islam, muhasabah adalah sarana untuk memperbaiki diri, mempertebal iman, dan menata masa depan dengan nilai-nilai yang lebih kuat. Dengan menggabungkan refleksi pribadi, komitmen spiritual, dan kepedulian sosial, umat Islam dapat menjadikan akhir tahun sebagai momentum untuk melangkah lebih baik. Perubahan diri adalah bagian dari perjalanan panjang menuju pribadi beradab, moderat, dan berorientasi pada kemaslahatan. Semoga kita memasuki tahun yang baru dengan hati yang lebih jernih, iman yang lebih kuat, serta tekad untuk memberi manfaat bagi sesama. Âmîn.
Maraji’ :
[1] Rina Ariani dan Mahyudin Ritonga. “Analisis Pembinaan Karakter: Membangun Transformasi Insan Kamil Menurut Pemikiran Imam Al-Ghazali.” dalam JIMPI: Jurnal Inovatif Manajemen Pendidikan Agama Islam, Volume. 3. No. 2. Tahun 2024. h. 174-187.
[2] Artikel Hidayatullah. “Refleksi Diri dan Dekat dengan Allah.”
https://ibshidayatullah.sch.id/refleksi-diri-dan-dekat-dengan-allah/. Diakses pada tanggal 17 Desember 2025.
[3] Indra. “Analisis Hubungan Islam, Spritualitas, dan Perubahan Sosial.” dalam Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam. Volume. 14. No. 2. Tahun 2018. h. 348-362.
[4] Muru’atul Afifah dan Irma Nur ‘Aini. “Penerapan Muhasabah Diri untuk Meningkatkan Kualitas Akhlak Mahasantri Putri Idia Prenduan.” dalam Jurnal JURRAFI. Volume. 2. No. 1. Tahun 2023. h. 144-166.




