Agar Hari-Harimu Tidak Merugi

Agar Hari-Harimu Tidak Merugi

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Islam sebagai agama yang sempurna tentunya mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa melewati setiap waktunya dengan hal-hal terbaik. Karena setiap detik yang dilewati seorang Muslim itu merupakan kesempatan yang sangat berharga yang tidak bisa untuk diulang kembali. Muhammad bin Idris asy-Syafi’i mengibaratkan waktu itu bagaikan pedang. Kemudian Imam As-Syafi’i n melanjutkan apabila seseorang tidak bisa menebas waktunya, bersiaplah dia akan merasakan tebasan pedangnya sendiri.

Imam Syafi’i juga menambahkan bahwa seorang muslim apabila waktunya tidak digunakan atau disibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat, maka ada kemungkinan waktunya digunakan atau disibukkan dengan hal-hal yang dihiasi akan kemudaratan atau kebatilan. Allah ﷻ berfirman, “Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)” (Q.S al-Insyirah [94]:7)

Ayat di atas setidaknya mengabarkan kepada kita tentang pentingnya waktu bagi seorang Muslim. Sehingga seorang Muslim itu apabila dia sudah menyelesaikan satu urusan, maka al-Qur’an memerintahkan kita untuk pindah atau beralih ke urusan bermanfaat lainnya. Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menjelaskan maksud dari apabila telah selesai dari suatu urusan adalah urusan terkait dengan dunia dan segala kesibukannya. Kemudian berpindah ke urusan yang lain maksudnya adalah menuju ke perkara akhirat atau ibadah dan bersibuk-sibuklah di dalamnya.

Jika kita melihat lanjutan ayatnya, maka akan kita temukan, “Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” (Q.S al-Insyirah [94]: 8). Dalam menjalankan kesibukan kita, baik itu perkara dunia maupun akhirat, tentunya kita tetap bergantung atau meniatkannya kepada rabb yang telah menciptakan kita. Begitulah sekiranya maksud dari ayat terakhir surah al-Insyirah di atas. As-Sauri berkata jadikanlah setiap kesibukan kita bermuara kepada Allah ﷻ.

Maka niat juga menjadi hal yang sangat penting di dalam kita memulai setiap aktifitas kita. Dari Umar a, bahwa Rasulullah ` bersabda, ”Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai dengan niatnya…” (H.R Bukhari Muslim). Oleh karena pentingnya niat dalam setiap perbuatan kita, maka jangan pernah sama sekali untuk alpa berniat dalam setiap memulai kegiatan.

Waktu di Dalam al-Qur’an

Waktu secara khusus disebutkan di dalam surah al-‘Ashr yang sering diartikan demi waktu. Di dalam surah ini Allah ﷻ ingin menyampaikan kepada hamba-Nya berkaitan dengan pentingnya waktu. Dijelaskan pula di dalamnya mengenai beberapa hal penting, yang menjadikan seseorang tidak akan sia-sia dalam melewati setiap hari-harinya. Allah ﷻ berfirman, “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan saling mengingatkan di dalam kebaikan serta saling mengiingatkan di dalam kesabaran” (Q.S al-‘Ashr [103]: 1-3)

Pada awal surah al-‘Ashr sebagaimana yang tertera artinya di atas, Allah ﷻ menggunakan kata sumpah atau di dalam kaidah bahasa Arab sering disebut juga dengan istilah waw qasam artinya huruf waw sumpah. Maka seperti yang kita ketahui bersama juga, qasam atau sumpah di dalam al-Qur’an itu berarti penekanan atau penegasan yang bertujuan agar manusia itu benar-benar memperhatikan akan sesuatu yang ingin dijelaskan oleh Allah ﷻ.

Dalam hal ini Allah ﷻ ingin memberikan penegasan kepada kita semua terkait dengan waktu, karena tentunya penegasan ini terjadi disebabkan oleh adanya orang-orang yang tidak memperhatikan waktu-waktu yang dilaluinya. Ditambah lagi dengan ancaman kerugian yang disampaikan oleh Allah ﷻ pada ayat selanjutnya, dan lagi-lagi pada ayat ini Allah ﷻ menggunakan penekanan atau di dalam kaidah Nahwu dikenal juga dengan sebutan tawkid atau penekanan. Allah ﷻmenggunakan lam tawkid pada kata-kata lafî khusri yang artinya benar-benar dalam kerugian.

Namun ada pengecualian yang dijelaskan pada ayat terakhir di dalam surah ini. Pengecualian ini pula agaknya yang menjadikan waktu kita atau hari-hari yang kita lalui tidak merugi. Pengecualian itu adalah bagi mereka yang beriman, dan mengerjakan amal shalih, dan saling menasehati di dalam kebaikan serta saling menasihati di dalam kesabaran.

Beriman

Indikator pertama seseorang dikatakan tidak merugi dalam melewati setiap waktunya adalah beriman. Iman ini merupakan hal yang paling dasar bagi seseorang setelah dirinya berislam. Beriman berarti juga harus memiliki ilmu, karena tidak mungkin seseorang yang beriman tapi tidak didasari akan ilmu di dalamnya.

Mustahil seseorang akan benar-benar meyakini sesuatu yang dirinya sendiri tidak mengetahui akan sesuatu tersebut. Maka tidak merugilah bagi orang-orang yang bisa melewati hari-harinya dengan menambah ilmu mereka yang menjadikan dirinya semakin yakin atau beriman kepada Allah ﷻ. Singkatnnya indikator pertama seseorang agar hari-harinya tidak merugi adalah dengan senantiasa menuntut ilmu untuk menambah keimanan kepada sang penciptanya.

Mengerjakan Amal Shalih

Selanjutnya setelah kita beriman dengan didasari ilmu sebagaimana dijelaskan di atas, maka langkah selanjutnya yang harus kita lakukan agar hari-hari kita tidak penuh akan kesia-siaan adalah mengerjakan amal shalih. Lagi-lagi ilmu menjadi dasar bagi seseorang sebelum dia mengerjakan amal shalih. Karena ilmu itu letaknya sebelum perkataan dan amal, begitulah sekiranya disampaikan oleh guru-guru kita. Selain itu amal shalih ini juga buah dari iman, maka tidak jarang di dalam al-Qur’an amal shalih itu disandingkan dengan kata-kata iman.

Adapun amal shalih yang dapat kita lakukan untuk mengisi hari-hari kita sudah sangat banyak dipaparkan di dalam al-Qur’an. Misalnya amal shalih yang paling sering kita lakukan yaitu shalat, Allah l berfirman, “Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan sholat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka” (Q.S al-Baqarah [2]: 3)

Saling Mengingatkan Di Dalam Kebaikan

Setelah kita beriman yang di dasari dengan ilmu, kemudian buah dari tindak lanjutnya mengerjakan amal shalih, maka selanjutnya adalah kita harus saling mengingatkan di dalam kebaikan. Karena tentunya kita semua sebagai manusia yang tidak luput akan kesalahan harus selalu saling mengingatkan satu sama lainnya. Ringkasnya kita dituntut oleh Allah ﷻ untuk berdakwah mengajak orang lain menuju kebaikan. Karena Allah ﷻ sudah memberikan kita gelar umat terbaik yang dikeluarkan ke muka bumi. Allah ﷻ berfirman, “Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkiran dan beriman kepada Allah…” (Q.S Ali Imran [3]: 110)

Saling Mengingatkan Di Dalam Kesabaran

Di dalam menjalankan kehidupan di dunia, tentunya kita tidak luput dari yang namanya masalah. Maka salah satu kunci untuk menghadapi masalah tersebut adalah dengan cara bersabar. Terkadang keimanan kita diuji dengan beberapa guncangan yang menghujam hati, amal shalih kita diuji dengan beberapa rintangan yang menghampiri, dakwah kita pula diuji dengan beberapa cacian dan cibiran yang meresahi.

Maka tidak ada kunci yang paling baik dalam menghadapinya selain kita bersabar serta mengajak orang lain untuk bersabar. Karena Allahﷻ akan selalu membersamai orang-orang yang bersabar serta mengganjarkan balasan yang tanpa batas bagi mereka pelaku sabar. Allahﷻ berfirman,“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (Q.S az-Zumar [39]: 10)

Dari beberapa uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa agar hari-hari yang kita lalui tidak merugi dapat kita isi dengan cara melewati hari-hari tersebut dengan menuntut ilmu yang menambah keyakinan kepada Allah ﷻ, kemudian mengamalkan ilmu yang kita dapat atau mengerjakan amal shalih, kemudian mengajak orang lain untuk merasakan kenikamatan iman sebagaimana yang kita rasakan pula atau berdakwah, terakhir untuk melengkapi itu semua kita harus bersabar serta mengajak orang lain pula untuk bersabar dalam menghadapi lika-liku waktu yang kita hadapi. Dengan melaksanakan itu semua seraya berharap ridha dari Allah ﷻ, maka in syâ Allâh kita akan menjadi orang-orang yang beruntung setiap harinya, karena lawan dari rugi itu sendiri berarti untung. Wafaqânallâhu li ma yuhibbu wa yardha.[]

 

Muhammad Ikram

Prodi Ahwal Syakhsiyyah 2016
FIAI UII

Mutiara Hikmah

Allah l berfirman, “Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” (Q.S az-Zumar [39]: 2]

 

Download Buletin klik disini

Takdir Allah Yang Terbaik

Takdir Allah Yang Terbaik

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘ala rasûlillâh,

Sahabat fillah, mengimani takdirnya Allah ﷻ merupakan salah satu komponen dari rukun iman. Hal ini termasuk dalam rukun iman yang ke-6. Kata “iman” berarti percaya atau meyakini. Maka, orang yang mengimani rukun iman yang 6 adalah orang yang meyakini kebenaran dari rukun iman tersebut. Takdir adalah sebuah ketetapan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Harus diperhatikan dalam memahami takdir karena salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang.

Ahlus sunnah beriman bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan seluruh takdir sejak azali, dan Allah mengetahui takdir yang akan terjadi pada waktunya dan bagaimana bentuk takdir tersebut, semuanya terjadi sesuai dengan takdir yang telah Allah ﷻ tetapkan.

Perjalanan kehidupan manusia tidaklah selalu lurus layaknya sebuah jalan tol. Ada lika-liku, naik-turun bahkan tikungan tajam. Hal ini juga serupa dengan tidak selalu hal baik yang kita inginkan yang terjadi dalam kehidupan kita, ada hal-hal yang sama sekali tidak kita inginkan, namun Allah Subhanahu wa Ta’ala takdirkan itu pada kita. Sedih, kecewa, dan marah, mungkin itu yang akan menjadi respon pertama kita ketika mendapati hal yang tidak sesuai dengan ekspektasi kita. Tak selalu gembira dan tawa yang menjadi teman dalam kehidupan kita. Kadang air mata dan rasa kecewa mau tidak mau juga menjadi teman. Mungkin jika bisa memilih, kita ingin selalu mendapati apa yang kita inginkan dalam kehidupan kita.

Sebenarnya, apakah kita pernah mengetahui keinginan kita akan berdampak baik untuk kita atau tidak? Selama ini, kita selalu saja menilai dan melihat sesuatu hanya melalui sudut pandang yang kita senangi saja. Jarang bahkan hampir tidak pernah kita memikirkan dampak lain dari pilihan atau keinginan kita. Kita terlalu asyik dengan gambaran kebaikan yang sebenarnya kita sendiri yang menciptakan hal tersebut, yang belum tentu hal itu bakal menjadi sebuah kenyataan. Tapi, bukan berarti kita harus menghentikan keinginan atau impian kita. Tetap lanjutkan sebuah impian dan keinginanmu, namun ada hal yang harus kamu ubah, yaitu percaya dan menerima takdir yang menghampirimu.

Kemungkinan ada banyak diantara kita, ketika menerima takdir yang tidak diinginkan akan menjadi sedih. Hal itu wajar, karena kondisi yang  sudah kita harapkan ternyata malah sebaliknya. Ketika kita sudah berusaha mati-matian untuk memperjuangkan hal yang menjadi keinginan kita, namun pada nyatanya yang terjadi adalah hal yang sama sekali tidak kita harapkan. Murka pada takdir, dan seolah merasa seperti satu-satunya manusia yang dizhalimi oleh takdir. Kalau kita melihat kilas balik, sangat banyak kejadian yang ditetapkan oleh Allah kepada orang-orang terdahulu yang jauh dari ekspektasi mereka.

Simaklah Kisah Ini

Kisah ibunda Nabi Musa n yang menghanyutkan anaknya di atas laut. Lihatlah, kecemasan dan ketakutan yang luar biasa menghinggapi saat mengetahui anaknya berada di tangan keluarga raja Fir’aun. Tetapi, tanpa diduga tragedy itu berbuah manis di kemudian hari.

Perhatikan pula dengan seksama kisah hidup Nabi Yusuf n, maka kamu akan menemukan bahwa kaidah ini cukup menggambarkan drama mengharukan antara Nabi Yusuf n dan sang ayah, Nabi Ya’qub n.

Lihatlah kisah bocah laki-laki yang dibunuh oleh Nabi Khidir n atas perintah langsung dari Allah. Apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir itu membuat Nabi Musa n bertanya-tanya, maka Nabi Khidir n pun memberikan jawaban yang kata-katanya diabadikan di dalam al-Qur’an.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuan yaitu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).” (Q.S. al-Kahfi [18]: 80-81).

Dari kisah tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa dari setiap kejadian yang mungkin tidak kita sukai atau senangi terdapat kebaikan yang Allah ﷻ berikan didalamnya. Namun kita sebagai manusia, jarang sekali melihat kebaikan tersebut, dan cenderung lebih menilai dari keburukannya. Dalam hidup kita selalu merasa apa yang menjadi pilihan kita dan apa yang kita sukai adalah hal yang terbaik bagi kita.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 216).

Dari ayat diatas menggambarkan tentang apa-apa yang kita sukai belum tentu baik untuk kita, dan sebaliknya apa yang buruk menurut kita belum tentu benar buruk adanya. Manusia hanya bisa melihat melalui panca indranya yaitu mata yang sebenarnya juga memiliki kerterbatasan.

Allah lah sejatinya yang dapat melihat segala sesuatu dan mengetahuinya tanpa ada batasan apapun. Hal ini sesuai dengan asma Allah yaitu al- Bashîr dan al-‘Alim, yaitu Maha Melihat dan juga Maha Mengetahui. Maka dari itu, tidak sepatutnya kita merasa bahwa kita mengetahui segala sesuatu yang terbaik bagi kita dan seolah kita, kita sebagai manusia hanya dapat berikhtiar untuk mendapatkan sesuatu. Namun takdir Allah lah yang akan menetapkan itu semua, dan kita harus menanamkan sifat ikhlas dalam diri kita agar tidak pernah kecewa terhadap apa pun keputusan Allah. Karena Allah tidak akan mungkin mengecewakan hambanya. Ada sebuah syair yang berkaitan dengan hal ini, yaitu “Seseorang seharusnya berusaha sekuat tenaganya mendapatkan kebaikan. Tetapi, ia tidak akan bias menetapkan keberhasilannya.

Takdir Allah adalah yang Terbaik

Sahabat fillah, takdir Allah adalah yang terbaik. Janganlah selalu merasa ketika Allah memberikan kita takdir yang sulit untuk dilakukan lantas kita langsung berprasangka buruk kepada Allah.  Kita tahu banyak orang hebat diluar sana yang lahir dari sebuah kesulitan, namun mereka tidak lantas menyerah dan putus asa. Karena mereka yakin bahwa Allah tidak membebankan segala sesuatu kepada hambanya melainkan karena kesanggupannya.

Jenderal Sudirman merupakan seorang pemuda yang memiliki kekurangan dalam hal fisik, yaitu kakinya lumpuh dan menderita penyakit kronis. Hal itu menyebabkan ia selalu ditandu untuk memimpin pasukannya. Apa yang dialami oleh Jenderal Sudirman bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh beliau ataupun keluarganya. Namun itu sudah berupa ketetapan yang sudah Allah takdirkan.

Namun lagi dan lagi, Allah tidak pernah memberikan sebuah keburukan pada hambanya, walaupun fisiknya yang kurang tetapi Jenderal Sudirman dapat merintis dasar-dasar kemiliteran Indonesia, dan menjadi orang pertama yang mendapatkan gelar panglima besar. Tidaklah mungkin Allah memberikan sesuatu yang pahit jika bukan hal manis yang menjadi penawarnya.

William James mengatakan bahwa terkadang cacat yang kita derita justru dapat membantu kita meraih prestasi sehingga sampai pada titik yang tidak terduga. (Subur, 2008, 99 ideas happy for life). Kita harus selalu ingat bahwa terkadang Allah l memberikan sebuah nikmat tidak hanya melalui sebuah kesenangan, adakalanya melaui sebuah cobaan besar dan sebuah kesengsaraan. Disinilah pentingnya berprasangka baik kepada Allah l dan takdir yang akan ditetapkan oleh Allah l.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S. an-Nisa’ [4]: 19). Terjemahan ayat ini menjadi penutup dari tulisan ini. Bahwa pada dasarnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan pernah mengecewakan hambanya. Segala takdir yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah tetapkan memiliki sebuah hikmah dan pelajaran didalamnya. Semuanya tergantung dari sudut pandang kita yang menilainya.

 

Referensi

Subur, J.(2008, Februari) 99 ideas for happy life

Tarmizi, N.(2016, Maret 10)ketetapan Allah adalah yang terbaik.https://muslim.or.id/27649-ketetapan-allah-adalah-yang-terbaik.html

 

Ayu Winda Rizky

NIM: 184213136

Ekonomi Islam

 

Mutiara Hikmah

Rasulullah ` bersabda, “Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah.” (H.R. Muslim, no. 2664)

Download Buletin klik disini

Sudah Kenal Sahur dan Buka Puasa ?

MENGENAL SAHUR DAN BERBUKA
SAHUR
Di bulan Ramadhan ada amalan sunnah yang bisa dijalani yaitu makan sahur. Amalan ini
disepakati oleh para ulama dihukumi sunnah dan bukanlah wajib, sebagaimana kata Imam
Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, 7: 206. Namun amalan ini memiliki keutamaan
karena dikatakan penuh berkah. Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari Anas bin Malik,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan sahurlah kalian karena dalam makan
sahur terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095).
Yang dimaksud barokah adalah turunnya dan tetapnya kebaikan dari Allah pada sesuatu.
Barokah bisa mendatangkan kebaikan dan pahala, bahkan bisa mendatangkan manfaat
dunia dan akhirat. Namun patut diketahui bahwa barokah itu datangnya dari Allah yang
hanya diperoleh jika seorang hamba mentaati-Nya.
Pengertian
Dalam bahasa Arab, as-sahur السَّحُورُ dengan mem-fathah huruf sin adalah benda makanan dan
minuman untuk sahur. Adapun as-suhur السُّحُورُ dengan men-dhammah huruf sin adalah
mashdar yakni perbuatan makan sahur itu sendiri. (an-Nihayah, 2/347)
Hukum
Hukum makan sahur adalah sunnah, berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiallahu
‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sahurlah kalian, karena
sesungguhnya dalam sahur terdapat berkah.” (Muttafaqun ‘alaih)
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama telah bersepakat tentang sunnahnya
makan sahur dan bukan suatu kewajiban.” (Syarh Shahih Muslim, 7/207)
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita untuk tidak
meninggalkan makan sahur meskipun hanya dengan seteguk air. Sebagaimana hadits yang
diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Makan sahur adalah berkah maka
janganlah kalian meninggalkannya meskipun salah seorang di antara kalian hanya minum
seteguk air.” (HR. Ahmad, hadits hasan, lihat Shahihul Jami’ish Shaghir, 1/686 no. 3683)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Sahur dapat diperoleh seseorang yang makan
dan minum meskipun hanya sedikit.” (Fathul Bari, 4/166)
Waktu
Waktu yang utama untuk makan sahur adalah dengan mengakhirkan waktunya hingga
mendekati terbit fajar. Mengakhirkan waktu sahur ini merupakan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana hadits yang diriwayatkan Anas bin
Malik dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhuma, beliau bekata: “Kami makan sahur bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian (setelah makan sahur) kami berdiri untuk
melaksanakan shalat. Aku (Anas bin Malik) berkata, ‘Berapa perkiraan waktu antara
keduanya (antara makan sahur dengan shalat fajar)?’ Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu
berkata, ‘50 ayat’.” (Muttafaqun ‘alaih)

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah mengatakan dalam Shahih al-Bukhari: “Bab perkiraan
berapa lama waktu antara sahur dengan shalat fajar.” Maksudnya (jarak waktu)
antara selesainya sahur dengan permulaan shalat fajar. (Fathul Bari, 4/164). Hal ini
sebagaimana telah diterangkan oleh al-Imam al-Bukhari rahimahullah dalam Shahih al-
Bukhari pada “Kitab at-Tahajjud”, dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau ditanya:
“Berapakah jarak waktu antara selesainya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin
Tsabit radhiallahu ‘anhu makan sahur dengan permulaan mengerjakan shalat (subuh)?
Beliau menjawab, ‘Seperti waktu yang dibutuhkan seseorang membaca 50 ayat (dari Al-
Qur’an)’.” Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (4/164) menyebutkan,
“(Bacaan tersebut) adalah bacaan yang sedang-sedang saja (ayat-ayat yang dibaca), tidak
terlalu panjang dan tidak pula terlalu pendek, (membacanya) tidak cepat dan tidak pula
lambat.” Bila kita sebutkan dengan catatan waktu maka kira-kira jarak antara keduanya
10—15 menit. Wallahu a’lam.
Tamr (Kurma), Sebaik-baik Makanan untuk Sahur
Sahur dengan tamr merupakan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan
hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda: “Sebaik-baik makanan sahur seorang mukmin adalah tamr
(kurma).” (HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan al-Baihaqi, serta disahihkan oleh asy-
Syaikh al-Albani rahimahullah dalam ash-Shahihah no. 562 dan Shahihul Jami’ish Shaghir,
2/1146 no. 6772)
BERBUKA (IFTHAR)
Waktu
Allah subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan pada kita tentang waktu dibolehkannya
seseorang yang berpuasa untuk berbuka yaitu dengan tenggelam (terbenam)nya matahari,
sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Kemudian sempurnakanlah puasa itu
hingga (datang) malam.” (al-Baqarah: 187). Demikian pula Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam haditsnya. Dari ‘Umar bin al-
Khaththab radhiallahu ‘anhu, berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Apabila malam telah datang dan siang telah pergi serta matahari telah
terbenam maka sungguh orang yang berpuasa telah berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih)
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Makna (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam di atas) adalah puasanya telah selesai dan sempurna, dan (pada waktu matahari sudah
tenggelam dengan sempurna) dia bukan orang yang berpuasa. Maka dengan terbenamnya
matahari habislah waktu siang dan malam pun tiba, dan malam hari bukanlah waktu untuk
berpuasa.” (Syarh Shahih Muslim, 7/210)
Hal-Hal yang Disunnahkan Saat Berbuka
1. Bersegera ifthar (berbuka) ketika telah tiba waktunya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Senantiasa manusia dalam kebaikan
selama mereka menyegerakan ifthar (berbuka).” (Muttafaqun ‘alaih dari sahabat Sahl bin
Sa’d radhiallahu ‘anhu)

Al-Imam Ibnu Daqiq al-‘Ied rahimahullah mengatakan, “Hadits ini merupakan bantahan
terhadap orang-orang Syi’ah yang mengakhirkan berbuka puasa hingga tampak bintang-
bintang.” (disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari, 4/234)
Keutamaan bergegas untuk berbuka ketika telah tiba waktunya:
1. Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Bersegera untuk berbuka ketika telah tiba waktunya merupakan akhlak para
Nabi ‘alaihimussalam. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu ad-
Darda’ radhiallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tiga (perkara) termasuk akhlak kenabian (yaitu): menyegerakan berbuka,
mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam
shalat.” (HR. ath-Thabarani, dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah,
lihat Shahihul Jami’ish Shaghir, 1/583 no. 3038)
3. Menyelisihi Yahudi dan Nasrani
Mengakhirkan berbuka hingga tampak bintang-bintang merupakan perbuatan
Yahudi dan Nasrani (Syarhuth-Thibi, 5/1584 dan Fathul Bari, 4/234). Sedangkan kita
dilarang menyerupai mereka. Oleh karena itu, bersegera untuk berbuka puasa ketika
telah tiba waktunya termasuk menyelisihi perbuatan mereka. Hal ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, beliau bersabda: “Agama ini senantiasa tampak, selama manusia
bersegera untuk berbuka puasa karena Yahudi dan Nasrani mengakhirkan
(ifthar/berbuka).” (Hasan, HR. Abu Dawud dan lainnya, lihat Shahih Sunan Abi
Dawud, 2/58 no. 2353, Shahihul Jami’ish Shaghir, 2/1272 no. 7689, dan al-Misykah,
1/622 no. 1995)
2. Bacaan ketika berbuka
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma beliau berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam apabila berbuka beliau mengatakan,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Rasa haus telah pergi dan urat-urat telah terbasahi serta mendapat pahala insya
Allah.” (Hasan, HR. Abu Dawud, lihat Shahih Sunan Abi Dawud, 2/59 no. 2357 dan
al-Irwa’, 4/39 no. 920)
3. Berbuka dengan ruthab (kurma basah), bila tidak dijumpai maka berbuka
dengan tamr (kurma kering), dan bila tidak ada maka dengan minum air.
Sebagaimana amalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berbuka dengan ruthab sebelum melaksanakan shalat (Maghrib), maka jika
tidak ada ruthab (beliau berbuka) dengan tamr, jika tidak ada (tamr) maka beliau
berbuka dengan meneguk air.” (Hadits hasan sahih, riwayat Abu Dawud dan
lainnya, lihat Shahih Sunan Abi Dawud, 2/59 no. 2356 dan al-Irwa’, 4/45 no. 922)
Perlu diingat bahwa dalam makan baik sahur atau berbuka, kita dilarang berlebih-
lebihan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan.” (al-An’am: 141)

Musta’in Billah, S.Si

Resolusi Muslim Di Tahun Baru

Resolusi Muslim Di Tahun Baru

Bismillahi wal hamdulillahi wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah,

Sahabat muslim, waktu yang telah terlewati itu sebenarnya tidak berlalu melainkan hanya menutup lembaran-lembaran peristiwa yang sudah terlewati dan tidak kembali lagi. Jika baik amalan seseorang maka baik pula balasannya, namun jika buruk amalan seseorang maka penyesalanlah yang mengikutinya. Allah tidak pernah lalai sedikitpun dari manusia bahkan perpindahan detik ke detik berikutnya diperhitungkan oleh-Nya.

Pada awal tahun 2020 ini, pasti kebanyakan orang merenungkan tentang bagaimana mencapai planning list seperti dalam hal pekerjaan, kesehatan, hiburan dan lain sebagainya. Pada kenyataan seseorang tidak memerlukan tahun baru atau acara khusus untuk membuat resolusi dalam melakukan atau mencapai hal yang lebih baik. Terdapat beberapa macam resolusi yang dilakukan oleh seseorang.

Sebagian besar resolusi yang umum melibatkan manfaat kesehatan atau memperbaiki gaya hidup seperti mengurangi berat badan, berhenti merokok, bahkan berusaha untuk memiliki postur tubuh yang ideal. Akan tetapi, ada juga resolusi dalam hal memperbanyak amal, bersosialisasi dengan masyarakat atau meningkatkan kepuasan pribadi dengan liburan dan lainnya. Sebenarnya ada beberapa hal yang harus dilakukan sebelum mewujudkan semua resolusi tersebut.

Pernahkan kita renungkan apakah ada sesuatu tentang diri kita yang ingin kita tingkatkan?  Sebagai seorang muslim, kita tidak perlu menetapkan tujuan hidup yang hanya bersifat kesejahteraan materiil akan tetapi lebih mementingkan hal yang bersifat spiritual. Maksud dari spiritual lebih penting bagi seorang muslim bukan berarti tidak mempedulikan kesejahteraan materiil. Kita harus selalu mengingat bahwa akhirat adalah kehidupan yang hakiki sedangkan dunia segera berlalu dan pada hakikatnya gemerlap dunia hanyalah kekeruhan.

Sesungguhnya, barang siapa mendahulukan akhiratnya, maka ia akan mendapatkan kenikmatan akhirat dan kenikmatan dunia sekaligus. Hal ini mudah bagi yang diberi kemudahan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya, orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik dari yang ia tinggalkan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. an-Nahl [16]: 97)

Setiap awal tahun baru, masing-masing pribadi menitipkan lembaran-lembaran tahun yang telah terlewati, sedangkan dihadapanya ada tahun baru yang sedang berjalan. Inti dari masalahnya bukan pada kapan tahun baru usai dan menjelang, namun inti masalahnya adalah  bagaimana kita dahulu mengisi tahun yang telah berlalu dan bagaimana kita akan menghiasi tahun yang akan datang. Sebagai seorang mukmin, marilah kita menjadi pribadi yang baru disetiap waktu. Artinya menjadi insan yang suka akan tafakkur (berfikir) dan tadzakkur (merenung).

Tahapan Tafakkur

Terdapat dua tahapan tafakkur :

  1. Tafakkur hisab (introspeksi)

Seseorang memikirkan dan menghitung amalannya di tahun silam, kemudian dia teringat dan merenungkan (tadzakkur) akan dosa-dosanya hingga hati menyesal, lisannya pun beristighfar memohon ampun kepada Allah

  1. Tafakkur Isti’dâd (persiapan)

Seseorang mempersiapkan ketaatan pada hari-harinya dengan memohon pertolongan kepada Rabbnya agar bisa mempersembahkan ibadah dan amalan-amalan sholih.

Mungkin sampai saat ini kita masih memprioritaskan kebahagiaan yang bersifat duniawi sebagai lingkaran besar dalam hidup kita dari pada kebahagiaan yang bersifat ukhrawi. Orang-orang yang bervisi duniawi mempunyai cara masing-masing untuk mencari kebahagiaan. Entah dengan harta, tahta, wanita, popularitas dan lain-lain yang dipikiran kita hanya “do what makes us happy” dan lupa bahwa tujuan hidup adalah “do what makes Allah happy”.

Resolusi Muslim

Sahabat Muslim, tahun baru merupakan waktu yang mengandung nasihat bagi hamba yang berfikir dan merenung. Sahabat muslim, sudah seharusnya kita memiliki visi dan misi yang jelas dan berorientasi untuk meraih syurga-Nya. Untuk menjadi pribadi yang baru disetiap waktu, hendaknya setiap kita memiliki acuan resolusi Muslim di tahun ini.

  1. Semangat menjadi penuntut ilmu.

Diantara sekian banyak nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah kita rasakan, ada satu nikmat yang melandasi kenikmatan lainnya yaitu ilmu. Sebab dengan ilmu, seseorang dapat memahami berbagai hal dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah l. Dengan ilmu, kita menjadi orang yang tahu bagaimana kita harus bersikap. Siapa yang terus menuntut ilmu maka akan bertambahlah ilmunya dan akan mengantar dia ke jannah-Nya.

Dari Abu Hurairah a, ia berkata bahwa Rasulullah ` bersabda, “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (H.R. Muslim, no. 2699)

  1. Semangat upgrade amalan

Menuntut ilmu saja tidak cukup, perlu aksi agar ilmu yang kita peroleh menjadi berkah. Refleksi ilmu selayaknya berpengaruh pada amalan kita yang kian meningkat. Ilmu diamalkan baik amalan hati maupun badan. Misalnya kita berkomitmen untuk merutinkan amalan-amalan yang selama ini sering kita abaikan seperti sholat berjamaah di masjid bagi laki-laki, menyempurnakan sholat Sunnah rawatib, merutinkan puasa Senin Kamis dan amalan-amalan lainnya.

  1. Berorientasi dengan kehidupan akhirat

Sesungguhnya seorang Muslim, ketika meniti perjalanan hidupnya memiliki tujuan. Dia melakukan perjalanan hidupnya agar dapat mengenal siapa Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan memahami tauhid uluhiyyah, rububiyyah, nama-nama dan sifat-sifat Allah. Inilah tujuan perjalanan hidup yang pertama ma’rifatullâh (dalilnya: Q.S. Ath-Thalâq [65]: 12). Kemudian dia iringi  ma’rifatullah itu dengan ‘ibadatullâh (beribadah dan ta’at kepada Allah). Dan inilah tujuan perjalanan hidup yang kedua bagi seorang Muslim, yaitu agar dia bisa beribadah hanya kepada-Nya saja dengan benar (dalilnya: Q.S. Adz-Dzâriyât [51]: 56), ia persembahkan jiwa raganya untuk Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. al-An’am [6]: 162)

Adapun akhir perjalanan adalah surga, di dalamnyalah tempat peristirahatan Muslim yang abadi, istirahat dari letihnya perjalanan sewaktu di dunia dahulu, menikmati kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terbetik dalam hati manusia. Maka dari itu, apapun peran kita di dunia, tetaplah berorientasi dengan akhirat. Istiqomah dengan tujuan utama hidup di dunia, akhirat dan tentu saja cita-cita tertinggi sebagai muslim adalah surganya Allah l.

  1. Berbuat kebaikan di setiap waktu

Berbuat baik untuk menebar kebaikan dengan berprasangka baik. Contohnya perbuatan itu bisa berupa komitmen untuk bersedekah dengan hanya mengharap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita wajib berbuat baik setiap waktu, hari, bulan dan tahun. Allâh l telah bersumpah dengan menyebut masa dalam firman-Nya, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. al-‘Ashr [103]: 1-3). Allah l telah menyemangati hamba untuk senantiasa beriman, beramal shalih dan nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Masya Allâh, sungguh indah jika kita bisa memanfaatkan waktu untuk mengenal agama yang telah sempurna ini.[]

 

Uswatun Hasanah, S.Pd

 

Refrensi

Faqih, A. R., & Pasir, S. (2005). Jalan Bagi Mereka Yang Gelisah. Yogyakarta: LPPAI.

https://almanhaj.or.id/10851-akhirat-kehidupan-yang-hakiki.html

 

Mutiara Hikmah

Allah lberfirman,

Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.” (Q.S. Hûd [11]: 118)

 

Download Buletin klik disini

 

Manajemen Waktu

Manajemen Waktu

Bismillahi wal hamdulillahi wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah,

Pembaca yang dirahmati Allah, sudah kita ketahui bahwa Islam merupakan agama yang sempurna dan menjadi rahmat  bagi semesta alam. Segala sesuatunya di atur dalam al-Qur’an dan Sunnah. Mulai dari bersuci,  shalat, mu’amalah, jual beli, hingga perihal mengatur waktu. Beberapa kali Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dalam al-Qur’an mengenai waktu. Seperti demi waktu Ashar, waktu dhuha, demi waktu fajar, demi malam dan masih banyak lagi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah demi waktu tersebut tentunya dikarenakan terdapat makna yang mendalam akan waktu. Maka dari itu, kita harus memberikan perhatian yang amat besar untuk memanfaatkannya sesuai dengan ketentuan dan sebagaimana yang telah di contohkan oleh nabi Muhammad .

Manajemen waktu merupakan perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan terhadap waktu. Hal ini perlu diperhatikan agar pekerjaan dapat terselesaikan secara efektif dan efisien. Waktu harus digunakan sebaik-baiknya. Karena, apa yang sudah terlewatkan tidak akan pernah dapat kembali. Kebanyakan manusia lalai terhadap waktu sehingga waktu terbuang sia-sia tanpa mengahasilkan apa yang bermanfaat baginya.

Mereka berkata “andai saja aku punya banyak waktu, pasti aku bisa menyelesaikan tugas ini, tugas itu” perkataan ini merupakan contoh yang salah, karna mereka tidak menghargai waktu luang dan lebih suka berleha-leha. 24 jam siang berganti malam merupakan suatu anugerah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada seluruh umat manusia. Tapi sayangnya, banyak orang yang tidak dapat mengatur waktunya hingga waktu terus berjalan dan penyesalan pun datang.

Waktu yang telah berlalu tidak akan pernah kembali. Jika ditukar dengan uang berapa pun juga tidak akan pernah terbayar. Hasan al- Banna’ mengatakan bahwa “waktu adalah kehidupan” bagaimana kamu menghabiskan waktumu ialah bagaimana kamu menghabiskan hidupmu. (how do you spend your time is how do you spend your life)”. Sehingga, jangan sampai usia dan hidup kita hanya kita manfaatkan untuk tidur dan bermalas-malasan. Kita harus bisa menghargai waktu dan melakukan aktivitas produktif dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 21, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 21)

Terdapat suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah `, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Maka, kita harus mencontoh sepenuhnya kehidupan kita dari Rasulullah `. Di antaranya terdapat beberapa rahasia manajemen waktu ala Rasulullah ` dalam beribadah, bekerja, berkarya sehingga bermanfaat bagi orang lain.

  1. Bangun di awal waktu

Ketika Rasulullah ` pulang dari shalat Shubuh dari Masjid Nabawi, beliau  mendapati putrinya bernama Fatimah masih dalam kondisi tidur. Maka beliau bersabda,  “Wahai anakku, bangunlah, saksikan rezeki Tuhan-mu dan janganlah kamu termasuk orang yang lalai, Karena Allah l memberi rezeki kepada hamba-Nya antara terbit fajar dengan terbit matahari. ” ( H.R. Imam Ahmad dan al-Baihaqi).

Waktu pagi memiliki banyak keutamaan. Diantaranya, karena dipagi hari merupakan waktu yang penuh akan keberkahan dan kesuksesan, Rasulullah `  bersabda, “Berangkatlah pagi-pagi untuk mencari rezeki dan segala kebutuhan. Sesungguhnya, berangkat bekerja di pagi hari (dipenuhi dengan) keberkahan dan kesuksesan.” (H.R. Thabrani No. 7.457).

Selain itu, Rasulullah ` juga memanjatkan doa bagi mereka yang bangun sebelum subuh “Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya” (H.R. Abu Daud no. 2606) . Karena di pagi hari merupakan waktu dibagikannya rezeki.

Terdapat korelasi antara manfaat bagun pagi dari aspek Islam dan aspek kesehatan. Diantaranya ialah tubuh terasa menjadi lebih segar, melancarkan peredaran darah, menyehatkan paru-paru, meningkatkan daya ingat, menyehatkan jantung, meningkatkan sistem imun, meningkatkan produktivitas, memberikan mood yang bagus, hingga membangkitkan semangat dan masih banyak lagi.

  1. Disiplin

Rasulullah ` mengajarkan umat Islam untuk pandai mengatur waktu, yakni dengan cara disiplin menegakkan waktu sholat. Sholat tepat waktu merupakan amalan yang paling dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dari Abdullah bin Mas’ud  a beliau berkata, ‘Amalan apakah yang paling dicintai Allâh?’ Beliau ` menjawab, “Shalat pada waktunya.” (H.R. tirmidzi dan Hakim)

Abdul Fattah Abu Ghuddah menyimpulkan bahwa dalam hadits tersebut terdapat kunci kesuksesan umat Islam dalam memanfaatkan waktu. Bagaimanapun, shalat merupakan ibadah yang waktunya sudah ditetapkan. Apabila seorang muslim melaksanakannya tepat waktu, maka ia juga akan selalu memperhatikan setiap pekerjaan pada waktunya sehingga setiap pekerjaan akan terlaksana dengan baik. saat adzan berkumandang, maka segeralah mengambil air wudhu dan menegakkan sholat di awal waktu dan berjamaah.

  1. Istirahat yang cukup

Tidur merupakan perkara penting dalam kebiasaan hidup seseorang. Kurang tidur seseorang yang terus menerus dapat menyebabkan pelemahan sistem imun (sistem kekebalan tubuh). Sebaliknya, apabila kita memiliki tidur yang cukup akan membantu kita dalam mengurangi rasa letih, lesu, kesal sehingga memunculkan pikiran positif. Hal ini dibuktikan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat” (Q.S. an-Naba’[78]: 9)

Rasulullah ` memiliki kebiasaan tidur pada awal malam dan bangun pada pertengahan malam. Hal ini dibuktikan dalam hadits Nabi `, “Bahwasanya Rasulullah ` membenci tidur malam sebelum (sholat Isya) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat) setelahnya (begadang).” (H.R Bukhari dan Muslim). Perintah Nabi Muhammad memiliki korelasi positif dengan ilmu kesehatan yang mengacu pada sistem kerja organ tubuh.

Selain tidur di awal malam, Rasulullah ` juga menganjurkan umatnya tidur di pertengahan siang (Qailullah) agar pada malam harinya (tengah malam) bisa bangun untuk menunaikan ibadah shalat malam (shalat tahajjud). Qailullah merupakan tidur sebentar pada pertengahan siang hari sekitar 20-30 menit sebelum atau setelah dzuhur.

  1. Isi waktu kosong dengan hal yang bermanfaat

Allah l berfirman dalam al-Qur’an surat al-Insyiroh ayat 7 yang artinya “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Q.S. al Insyirah [94]: 7). Maka hendaknya kita sebagai umat Islam yang mengetahui ayat tersebut juga mengamalkan apa yang Allah l perintahkan. Para dokter menyatakan bahwa 50% kebahagiaan hidup dapat diperoleh dari bagaimana seseorang mengisi waktu kosong dengan kegiatan yang bermanfaat.

Dalam kehidupan keseharian kita lihat para kuli bangunan, petani di sawah, guru mengajar di sekolah merasa lebih tenang dan bahagian dibandingkan dengan orang yang melamun dan tergeletak diatas kasur akibat pengagguran. Seperti dalam Mahfuzhot Inna asy-syababa wa al-faragha mafsadatun li-l-mar’i ayya mafsadatin.

Nabi Muhammad ` merupakan sosok manusia yang agung akhlaknya dan luhur budi pekertinya. Dalam kehidupan, kita harus selalu meneladani Rasulullah ` dalam setiap aktivitas, baik dalam aspek ibadah maupun mu’amalah karena hanya inilah merupakan wujud dari cinta kita terhadap Nabi Muhammad `. Seluruh perilaku Nabi Muhammad ` dalam kesehariannya merupakan teladan (uswah) yang baik, karena didalamnya banyak memberi manfaat dalam kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, marilah kita teladani bagaimana alur kegiatan beliau agar bernilai ibadah.

Ikke Pradima Sari

NIM: 17422171

Pendidikan Agama Islam UII

 

Mutiara Hikmah

Nabi `  bersabda,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (HR. Abu Daud no. 2606)

Download Buletin klik disini