HIJAB DALAM ISLAM

Dunia mode sedang diramaikan dengan istilah hijab stylish. Kehadiran mode ini menambah variasi aksesoris wanita agar terlihat cantik. Hijab stylish hadir dengan memadukan cara berpakaian Islam dengan gaya modern zaman sekarang yang serba glamour, Namun beberapa kalangan banyak berselisih pendapat tentang hal ini. Bolehkah seorang muslimah dalam Islam menggunakan hijab dengan model stylish seperti yang sedang diboomingkan? Bukankah wanita juga ingin terlihat cantik sehingga termasuk hal yang wajar jika wanita menggunakan mode seperti ini? Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan Islam tentang hal ini?

Islam merupakan agama yang memuliakan wanita. Seorang wanita diperintahkan untuk menutup aurat, menjaga diri dari pergaulan dan fitnah serta kemuliaan-kemuliaan lainnya. Mayoritas orang berpandangan bahwa dengan cara tersebut, Islam telah memboikot wanita padahal jika kita lihat zaman sekarang banyak sekali prostitusi-prostitusi dan pelecehan-pelecehan seksual yang menjerat wanita-wanita baik muslim atau tidak. Sebabnya adalah wanita tidak bisa menjaga diri dari ancaman yang ada. Padahal al-Qur’an sudah menawarkan kepada wanita kiat-kiat menjaga diri salah satunya adalah berhijab.

Dalam QS al-Nahl [16]: 90 Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah memerintahkan (kepadamu) untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa semua perkara yang dilarang oleh Allah     dalam Islam pastilah mengandung keburukan dan kerusakan, sebagaimana semua perkara yang diperintahkan-Nya pasti membawa manfaat. Oleh karenanya, setiap muslim yang beriman kepada Allah dan kebenaran agama-Nya wajib meyakini bahwa semua aturan yang ditetapkan Allah merupakan kemaslahatan, termasuk didalamnya yang berkaitan dengan pakaian dan perhiasan wanita muslimah adalah untuk kemaslahatan, kebaikan dan penjagaan bagi kesucian diri dan kehormatan.

Allah berfirman dalam surah al-Ahzab [33]: 59, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

Ayat ini secara ringkas menjelaskan hikmah menggunakan jilbab bagi seorang wanita adalah agar mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu/disakiti. Syaikh Abdurrahman al-Sa’di mengatakan bahwa wanita yang tidak memakai jilbab, boleh jadi orang akan menyangka ia bukan seorang wanita yang afifah (terjaga kehormatannya), sehingga orang yang ada penyakit di dalam hatinya (syahwat) akan mengganggu dan menyakiti wanita tersebut. Sehingga dengan menggunakan jilbab (yang sesuai syariat) akan mencegah (timbulnya) keinginan buruk terhadap diri wanita dari orang-orang yang mempunyai niat buruk. (Tafsirul Karimir-Rahman, hal. 489)

Dalam ayat lain pada QS al-Ahzab [33]: 53, “Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka

Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu al-Syaikh mengatakan bahwa tabir (hijab)  sebagai hati orang-orang beriman. Hal ini semata-mata untuk menghindari peluang fitnah antara laki-laki dan perempuan bukan mahram yang dapat menimbulkan kerusakan akibat keinginan buruk orang yang ada penyakit di dalam hatinya.

Selain itu, Allah dalam QS. al-Ahzab [33] ayat 33 berfirman, “Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (berhias) seperti kebiasaan wanita-wanita jahiliyah yang dahulu

Dari keempat ayat diatas Allah telah menjelaskan kiat-kiat wanita untuk selalu menjaga kesucian dan kehormatannya dari orang-orang yang memiliki penyakit dalam hatinya yaitu dengan cara berjilbab, berhijab dan tidak ber-tabarruj.

Adapun kriteria hijab syar’i yang memenuhi syarat adalah:

  1. Menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan, merujuk kepada QS al-Ahzab [33]: 59 dan sabda Nabi kepada Asma’ binti Abu Bakar.
  2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan, merujuk kepada QS al-Nur [24]: 31 dan sabda Nabi mengenai tiga golongan yang termasuk orang-orang yang binasa.
  3. Kain harus tebal, tidak transparan, merujuk kepada hadits Shahih HR. al-Thabrani dalam Mu’jamus Shagrir (II/127-128)
  4. Longgar (tidak ketat), merujuk kepada hadits hasan HR. al-Dhiya al-Maqdisi dalam al-Ahadits al-Mukhtarah (IV/149, no 1365)
  5. Tidak menggunakan wewangian, merujuk kepada hadits hasan HR. Ahmad (IV/400,418)
  6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki, merujuk kepada hadits Sahih HR. Abu Dawud (no.4098)
  7. Tidak menyerupai pakaian wanita jahiliah sebab dalam syariat Islam telah ditetapkan bahwa kaum Muslim tidak boleh tasyabbuh (menyerupai) orang kafir baik dalam ibadah, hari raya, dan berpakain .
  8. Bukan Pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas), merujuk kepada hadits hasan HR. Abu Dawud (no. 4029) dan Ibnu Majah (no. 3607)
  9. Diutamakan berwarna gelap, merujuk kepada hadits shahih HR.Abu Dawud (no.4101) sebagian ulama membolehkan seorang Muslimah berpakain selain hitam akan tetapi digunakan bukan sebagai perhiasan. (Jilbab al-Mar-atil Muslimah hlm, 82-83)
  10. Tidak mengunakan pakaian yang terdapat makhluk yang bernyawa.

Apabila pakaian yang dikenakan telah memenuhi kriteria di atas maka telah disebut sebagai pakaian syar’i. Namun perlu diketahui bahwa penentuan kriteria pakaian muslimah merupakan kesepakatan dari para ulama. Ketentuannya akan terus berubah seiring perjalanan waktu dan pemahaman. Namun pada dasarnya kembali pada tujuan al-Qur’an memerintahkan seorang wanita untuk menggunakan hijab adalah agar wanita tersebut mudah dikenali dan tidak diganggu. Apabila dengan menggunakan potongan seperti rok dan baju muslim seorang wanita sudah bisa dikenali dan sesuai dengan syarat-syarat diatas maka pakaian tersebut telah disebut sebagai pakaian yang syar’i.

Jadi, tidak perlu berdebat tentang bagaimana seharusnya pakaian wanita yang sesuai syara’ karena semua yang kita lakukan dan diperintahkan oleh Allah mengandung unsur kemaslahatan yang baik, maka kembalilah pada tujuan seorang wanita memakai hijab, yaitu sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul Nya yang memiliki manfaat menjaga diri dan kehormatannya untuk menghindari peluang fitnah dan menghindari orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya. Orang-orang beriman akan tahu bahwa segala kebenaran apapun itu hanya ditentukan oleh Allah bukan oleh seberapa pintar pengetahuan karena sesungguhnya pengetahuan Allah meliputi langit dan bumi.

Tujuan berhijab adalah menjaga kesucian diri bukan untuk menghias diri maka tanyakanlah dalam hati untuk apa kita berhijab? Zaman sekarang, koridor hijab sudah dijadikan mode yang bisa jadi mengajak muslimah untuk menghias diri bukan untuk mensucikan diri. Untuk menjawab hal ini saya mengajak semua para wanita untuk berpikir apa yang tersirat dalam hati masing-masing, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. Ketika seorang berniat melakukan kebaikan pasti Allah menolongnya dan tidak mengabaikannya. Begitu sebaliknya, ketika seorang berniat kebaikan tetapi riya’ maka Allah tidak akan menolongnya kecuali ia mau bertaubat atas perbuatannya. Ya, jawabannya adalah tergantung niat. Ketika kita berniat menjaga kehormatan diri maka kita akan selalu berhati-hati dalam berperangai dan berpakaian, lain halnya jika tidak. Ketika wanita berniat untuk berhijab maka ia selalu istiqomah di jalanNya dan selalu mempelajara ilmu agama lain-Nya untuk mendukung niat tersebut. Hanya Allah Dzat yang maha tahu segala-galanya.

Lalu, apakah wanita tidak boleh mempercantik diri dalam Islam? Padahal wanita hakikatnya ingin tampil cantik?

Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Agama universal untuk semua umat dari semua zaman. Tentunya Islam sangat memahami seorang wanita yang memiliki hakikat dalam dirinya untuk tampil cantik. Islam tidak melarang wanita untuk tampil cantik, bahkan Islam menawarkan hal yang sangat mulia yaitu mempersilahkan wanita untuk bersolek di rumah suaminya. Begitu mulianya kan? Jika seorang wanita berhias di luar rumah selain untuk suami, hal yang paling ditakutkan adalah munculnya peluang fitnah dan membuka kesempatan kepada orang yang berpenyakit di dalam hatinya untuk melakukan sesuatu yang tidak-tidak. Jadi tidak benar jika wanita dilarang berhias diri dalam Islam. Islam menawarkan hal yang begitu mulia untuk wanita.

Seperti halnya orang baik di dunia ini banyak sekali, tetapi yang menegakkan kebaikan yang sulit dicari. Mengapa? Karena nafsu dan emosi telah menguasai diri. Jangan takut berhijrah, terus belajar dan jangan cepat puas. Jika masih banyak perselisihan tentang fikih dalam batin, minta tolonglah kepada Allah untuk ditunjukkan dan digolongkan sebagai orang-orang mukmin, karena Allah lah Dzat yang maha menguasai kebenaran dan maha melihat apa yang tersembunyi dalam hati sekalipun.

Waallahu a’lam bi al-shawwâb.

Kanya Zatalini

OBAT HATI YA AL-QUR’AN!

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hari mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingat-
lah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”. (QS al-Ra’d [13]: 28)

Beberapa waktu yang lalu bulan Ramadhan telah meninggalkan kita, yang mana dalam bulan
tersebut banyak keistimewaan didalamnya. Diturunkannya al-Qur’an di bulan Ramadhan merupakan
salah satu bukti ke istimewaan bulan Ramadhan. Dibulan yang suci itu pula terbentuk sebuah kebiasaan
yang sangat menakjubkan, yaitu hampir setiap orang Muslim berlomba-lomba mengkhatamkan al-Qur’an
di bulan tersebut.
Sebab itu setiap waktu dan kesempatan selalu digunakan untuk membaca al-Qur’an. Dengan satu
keinginan dan tujuan yaitu agar sebelum lebaran tiba sudah khatam membaca al-Qur’annya. Walau
pastinya banyak godaan ketika menjalaninya bahkan semangat pun sering surut, perut lapar atau bahkan
kekenyangan sering menjadi kendala dan godaan.
Dalam prosesnya memang terkadang niat hati kita sering melenceng ketika membaca al-Qur’an,
apalagi ketika ada yang menanyakan “sudah berapa juz baca al-Qur’annya?”. Namun hal tersebut
merupakan hal yang lumrah terjadi karena itu merupakan proses pembelajaran bagi diri kita, asalkan kita
terus berusaha meluruskan niat awal yaitu mendapatkan ridha dari Allah  semata.
Hari demi hari pun berlalu, tak terasa sebulan telah kita lalui, takbir pun berkumandang di segala
penjuru. Tentu yang kita rasakan adalah kebahagiaan telah berhasil menjalankan ibadah puasa sebulan
lamanya. bahagia juga dirasakan karena dapat merayakan hari kemenangan dari segala yang telah kita
lakukan dan hadapi selama bulan Ramadhan berlangsung.

Setelah semua itu berlalu kita pun kembali pada kesibukan kita masing-masing seperti
sebelumnya, entah itu kerja, belajar, berkarya dan sebagainya. Disaat seperti ini lah kita sering terlupakan
pada kebiasaan yag telah kita lakoni selama sebulan disaat Ramadhan, seperti halnya membaca al-Qur’an
disetiap waktu dan tempat.

Ramadhan adalah Sekolah

Perlu kita sadari bersama bahwa bulan Ramadhan bukan hanya bulan yang istimewa, namun
mempunyai makna dan efek lebih dari sebuah kata tersebut. Kalau kita mencoba memikir lebih dalam
tentang bulan Ramadhan, disaat berlangsungnya bulan tersebut maka banyak amalan yang dilakukan
secara rutin, kemudian rutinitas tersebut menjadi sebuah kebiasaan.

Begitu pula disaat kita berada disebuah sekolah banyak kebiasan yang dilakukan secara
berulang-ulang saat mendidik kita selama berada disekolah tersebut. Tujuan dari itu semua tidak lain agar
kita menjadi terbiasa dengan apa yang di amalkan semasa bersekolah. Demikian dapat kita ibaratkan
bahwa bulan Ramadhan seperti sebuah sekolah.

Salah satu kebiasaan yang kita pelajari dan lakoni ketika Ramadhan yaitu membaca al-Qur’an.
Sehingga perlu kita jaga dan teruskan kebiasaan baik yang telah kita lakukan ketika Ramadhan beberapa
waktu yang lalu. Hal ini perlu terus kita ingat karena tidak sedikit dari kita ketika kembali kepada
kesibukannya diluar Ramadhan maka kita sering lupa dengan kebiasaan baik seperti membaca al-Qur’an.
Walau memang ada diantara kita yang sangat minim waktu kosong atau luangnya disetiap
harinya. Namun segalanya dapat disiasati ketika telah ada niat dan kemauan untuk melaksanakannya.
Salah satu tips bagi kita yang sangat sibuk, kita bisa mengambil sedikit waktu membaca al-Qur’an
sebelum shalat subuh atau sesudah shalat subuh karena pada waktu itu sangat baik untuk meningkatkan
konsentrasi dan menjernihkan pikiran.
Selanjutnya kalaupun kita terlalu tergesa-gesa di pagi hari atau tidak ada waktu luang, kita bisa
menggunakan waktu jam istirahat kerja atau ketika selesai shalat fardhu. Dan ada satu waktu lagi yang
sangat bagus yaitu ketika kita ingin tidur, mungkin bagi sebagian orang ini merupakan hal yang sulit tapi
kalau kita mencoba dan membiasakannya ini merupakan rutinitas yang menyenangkan dan menenangkan
bagi hati dan pikiran.

Berapa ayat pun yang dibaca tetap bernilai ibadah, bahkan satu huruf pun tetap bernilai
ibadah.

Abdullah bin Mas’ud  berkata: “Rasulullah  bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10
kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf
dan Miim satu huruf.” (HR Tirmidzi)

Akan lebih bagus lagi disetiap kesempatan kita dapat mendengarkan lantunan ayat suci al-Qur’an,
karena hal tersebut bukan hal yang mustahil di tengah perkembangan teknologi seperti saat ini.
Jadi pada intinya ketika takbir kemenangan berkumandang bukan berarti juga sebagai akhir kita
melakukan rutinitas atau amalan baik selesai atau berhenti sampai disitu saja. Namun itu merupakan garis
awal kita untuk melihat hasil dari pendidikan sekolah Ramadhan selama sebulan lamanya, yang mana hal
tersebut akan kembali diperbaiki di Ramadhan berikutnya.

Satu pesan penting yang perlu kita perhatikan lagi bagi kita yang belum mengkhatamkan al-
Qur’an ketika bulan Ramadhan bukan berarti kita gagal. Karena perlu kita ingat yang dinilai bukan berapa kali khatamnya namun niat dan seberapa banyak kita telah membaca al-Qur’an dan mengingat-Nya.

Manfaat Membaca Al-Qur’an

Sering kita dengar al-Qur’an adalah obat (terutama obat hati), al-Qur’an pun juga sebagai
tuntunan hidup. Namun pernahkah kita berusaha mencari lebih banyak apa saja manfaat dari al-Qur’an
ketika kita membacanya. Karena semakin banyak kita tahu akan kebaikan sesuatu maka kita akan menjadi
lebih cinta.

Lebih baik lagi kita mengamalkan apa yang terkandung dalam al-Qur’an agar dapat
membuktikan manfaat dari apa yang disampaikan di dalam al-Qur’an. Dengan cara memahaminya secara
detail dan rinci dari memahami bahasanya, cara bacanya sampai tafsirnya. Sungguh indah ketika kita
dapat menghayati setiap isinya dan mendengarkan setiap baitnya.
Untuk menambah motivasi kita, perlu kita ingat bahwa telah diriwayatkan oleh Muslim bahwa
dari Abi Umamah ,

Ia berkata: “aku mendengar Rasulullah  bersabda, ‘bacalah olehmu al-Qur’an,
sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafaat pada hari kiamat bagi para pembacanya
(penghafalnya)”.

Selain itu banyak manfaat dari membaca al-Qur’an yang dapat kita dapatkan, beberapa darinya
yaitu:

1) Menjadi manusia yang baik. Sesuai dengan apa yang telah ditegaskan oleh Rasulullah  bahwa,
“Sebaik-baiknya kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan yang mengajarkannya (HR Bukhari).

2) Memberikan ketenangan dan kedamaian. Sebagaimana firman Allah  dalam surah al-Ra’d
ayat 28, yang artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hari mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingat-lah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS al-Ra’d [13]:
28).

3) Mendapatkan derajat yang lebih tinggi. Sesuai dengan hadits Rasulullah  yang berbunyi,
“Orang yang ahli dalam al-Qur’an akan bersama dengan para malaikat pencatat yang mulia lagi taat.
Dan orang yang terbata-bata membaca Al-Qur’an dan dia berusaha payah mempelajarinya, maka
baginya dua pahala.” (HR Bukhari)”.

4) Mendapatkan sakinah, rahmat, serta dinaungi para malaikat, yang mana hal-hal tersebut
berdasarkan dari hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, yang berbunyi, “tidaklah suatu kaum berkumpul
disuatu masjid-masjid Allah, mereka membaca al-Qur’an dan mempelajarinya kecuali akan turun kepada
mereka ketentraman, mereka diliputi dengan rahmat, malaikat mengelilingi mereka dan Allah menyebut-
nyebut mereka dihadapan makhluk yang ada disisi-Nya”

5) Mendapatkan syafa’at pada hari kiamat. Hal ini didasarkan kepada hadits Nabi  yang
diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi, “bacalah A-Qur’an! Sesungguhnya ia pada hari kiamat akan
datang memberikan syafa’at kepada pembacanya”(HR Muslim)

6) Membaca al-Qur’an bagaimanapun akan mendatangkan kebaikan. Aisyah meriwayatkan bahwa
Rasulullah  bersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang
mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang membaca al-Quran dan terbata-bata di
dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala” (HR Muslim).

Demikian beberapa manfaat yang akan kita dapatkan ketika kita terus dan terus membaca dan
mempelajari al-Qur’an tanpa henti. Oleh karena itu jangan berhenti sampai diakhir Ramadhan saja amalan
membaca al-Qur’an tersebut, namun di hari-hari biasa ini mari kita jadikan menjadi hari yang istimewa
pula dengan menghiasinya dengan membaca al-Qur’an.
Masih banyak manfaat dan keistimewaan dari para pembaca dan orang-orang yang mempelajari
al-Qur’an. Mari kita jadikan al-Qur’an menjadi ruh dalam diri kita, yang mana segala perkataannya dan
perbuatannya selalu berlandaskan dan didasari oleh al-Qur’an dan selalu menenteramkan hati.

Mari kita bersama-sama mempelajari al-Qur’an tanpa lihat batas umur dan waktu. Dimana ada
kemauan disana pasti ada jalan, semoga dengan sedikit tulisan ini kita dapat saling mengingatkan dan
menjadi orang yang lebih baik, amin ya Rabb.[]

Husnan Budiman
PAI FIAI UII

Mutiara Hikmah
Abdullah bin Abbas  berkata, “Allah telah menjamin bagi siapa yang mengikuti al-Qur’an, tidak akan
sesat di dunia dan tidak akan merugi di akhirat”, kemudian beliau membaca ayat: (artinya) “Lalu barang
siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka”. (QS Thâhâ [20]: 123)
(Atsar shahih diriwayatkan di dalam kitab Mushannaf Ibnu Abi Syaibah).