Sukses

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا

“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan (amal shalih), untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal.” (QS al-Kahfi [18]: 107)

Hampir dapat dipastikan bahwa semua manusia ingin sukses. Ada yang begitu kuat menginginkannya, ada yang biasa-biasa saja. Diantara yang kuat inginnya tersebut ada yang gigih upayanya, ada pula yang biasa-biasa saja. Dari yang gigih upayanya itu, ada yang terus istiqāmah berjuang dan bangkit ketika jatuh, ada juga yang tersungkur tidak ma(mp)u bangun lagi. Intinya, semua orang ingin sukses namun masing-masing berbeda dalam menyikapi dan mengupayakan kesuksesan.

Ibarat sebuah bangunan, sukses berawal dari fondasi yang kokoh. Di atas fondasi itu, berdirilah tiang-tiang yang kemudian dikonstruksi sedemikian rupa menjadi bangunan. Bangunan tanpa fondasi akan segera runtuh. Sementara fondasi tanpa bangunan di atasnya tidak bermakna apa-apa. Keduanya saling melengkapi dan mengenapi, saling menopang dan menguatkan. Kebersatuan yang solid itulah yang selanjutnya menghadirkan kesuksesan. Sukses dalam arti yang sesungguhnya bukan yang ala kadarnya.

Setiap manusia telah memiliki modal untuk menjadi sukses. Masalahnya adalah bagaimana dia menggunakan modalitasnya untuk menjemput kesuksesan tersebut. Laksana jodoh, sukses itu ada di tangan Tuhan. Namun kalau tidak diambil, tidak dijemput, maka akan tetap di tangan Tuhan. Jadi, untuk sukses perlu usaha keras, tidak cukup hanya berpangku tangan. Kehidupan ini adalah modal yang tidak ternilai dari Allah. Kita diminta memaksimalkannya untuk meraih sukses.

Konon, seorang pemuda mengeluh tidak punya modal untuk usaha. Seorang pengusaha sukses yang dicurhatinya kemudian bertanya padanya. “Satu dengkulmu (baca: lutut), boleh saya beli setengah milyar?” tanya pengusaha sukses itu. “Tentu tidak boleh, Tuan,” jawab pemuda. “Kalau begitu, berusalah! Dengan dua dengkulmu berarti Engkau punya modal 1 milyar!” perintahnya menyemangati. Sungguh, sejak lahir kita telah memiliki modal yang tiada ternilai dari Allah. Dua lutut saja 1 milyar, belum yang lain-lain.

Untuk menjadi sukses pertama-tama berangkat dari keyakinan. Mereka yang meyakini dirinya akan sukses maka sukses itu akan lebih dekat dengannya. Sementara mereka yang membayangkan sukses saja takut maka sukses pun akan takut mendekatinya. Benar bahwa banyak yang tidak menyangka akan sukses namun ternyata benar-benar sukses. Namun yang ideal adalah menjadi pribadi yang optimistis dan yakin sejak dalam hati. Allah telah memberi kita amanah hidup, itu artinya Allah percaya kita siap menjadi sukses.

Lalu apakah cukup hanya dengan keyakinan? Tentu saja tidak. Setelah yakin ada step-step penting yang harus dilalui. Kalau sekadar yakin maka manusia tidak ubahnya hanya menjadi “generasi wacana”. Generasi wacana, seperti diutarakan Prof. Rhenald Kasali, hanya sibuk berwacana namun tidak melakukan aksi nyata dan takut mengambil keputusan. Karenanya, keyakinan harus dibarengi dengan kegigihan dalam berbuat. Keyakinan juga menghantarkan kita pada pilihan-pilihan hidup yang tepat.

Bagi mereka yang sudah “nyaman” dengan prestasi di kampung halamannya mungkin takut bersaing di level yang lebih menantang. Namun pribadi sukses harus berani mengambil langkah yang visioner. Dunia tak selabar daun kelor, harus berani bersaing dan semangat tidak boleh kendor. Para alim telah mengajarkan kita. “Sāfir tajid ‘iwadhan ‘amman tufāriquhu!” Pergilah! Engkau akan mendapatkan ganti dari apa yang kau tinggalkan. Berani sukses berarti berani mencoba hal yang baru.

Dalam menuju sukses tersebut seringkali manusia harus jatuh-bangun. Namun yang harus disadari bahwa gagal karena bertindak jauh lebih baik daripada tidak pernah gagal karena enggan berbuat. Tidak penting seberapa sering Engkau terjatuh. Terpenting adalah seberapa mampu Engkau bangkit dari jatuhmu. Kaum bijak pandai menasihatkan, “Berhasil menyikapi kegagalan lebih baik daripaya gagal dalam menyikapi keberhasilan.” Orang sering bilang, hakikat kegagalan adalah sukses yang masih tertunda.

Sukses itu parameternya berbeda-beda. Kalau kita bertanya arti sukses (ma huwa sukses?) kepada banyak orang, pasti jawabannya bermacam-macam. Harus diingat bahwa sebagai seorang muslim terminal kehidupan ini bukan sebatas kematian. Namun ada “alam” yang lebih meneduhkan dan menjanjikan. Oleh karena itu, sudahkah (harapan) sukses kita itu berorientasi pada kebahagiaan di alam tersebut? Sementara doa yang kita panjatkan sangat jelas dan lugas. Bukan hanya hasanah di dunia tetapi juga hasanah di akhirat.

Kita ingat betul bagaimana Rasulullah mengakhiri hayatnya. Apa yang terucap terakhir kali dari lisannya yang begitu mulia? Dia tidak mengkhawatirkan putrinya. Juga tidak sedang merisaukan isteri-isterinya. Dia terus memikirkan umatnya dan itu adalah termasuk kita. “Ummatiy, ummatiy, ummatiy…,” ucapnya lirih. Rasulullah mengajarkan bahwa sukses itu kalau kita juga mampu menyukseskan orang lain, meng-hasanah-kan banyak pihak. Khairun an-nāsi anfa’uhum li an-nāsi

 

Sukses=Surga

Mulai awal Oktober 2015 ini, Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI) meluncurkan Training Islamic Character Building (ICB) untuk mahasiswa baru. Training ini didesain untuk membentuk karakter mahasiswa baru UII. Materi training dirancang supaya lebih mudah dimengerti dan dipraktikkan oleh mahasiswa. Mulai dari Komitmen Tauhid, Komitmen Ibadah, Komitmen Akhlak, dan terakhir Komitmen Sukses.

Saya sendiri sepakat dengan penambahan “komitmen” di setiap materi. Komitmen itu juga berarti istiqāmah (kontinuitas). Mahasiswa UII diharapkan mampu mempertahankan tauhidnya, menjaga ibadah dan akhlaknya, serta terus mengobarkan semangat suksesnya. Selama 2 kali mendampingi Trainer “Komitmen Sukses”, Drs. H. Imam Mudjiono, M.Ag., saya merasa perlu berbagi inti materi tersebut lewat tulisan ini. Sebab, materi tersebut sangat relevan bagi setiap umat muslim.

Sukses dalam konteks religiusitas kita dapat dimaknai sebagai surga atau al-jannah. Pribadi yang sukses pada akhirnya adalah yang berhasil memasuki pintu surga. Sehebat apapun seseorang di dunia kalau tidak “sukses” di akhirat maka merugilah dia. Walaupun tetap untung masih bisa bahagia di dunia. Repotnya adalah kalau di dunia sengsara di akhirat menderita. Oleh karena itu, supaya “sukses”nya ganda alias double harus dipelajari bagaimana tips untuk meraihnya.

Beberapa ayat al-Qur’an, contohnya QS. al-Kahfi ayat 107 di atas, menggambarkan bahwa syarat sukses itu 2 (dua). Pertama adalah iman; percaya dan yakin. Dalam bahasa yang biasa dipopulerkan Pak Imam—begitu dia biasa disapa—, iman itu semisal dengan belief. Keimanan yang kuat mendasari kesuksesan manusia di akhirat nanti dan tentu saja di dunia. Kalau iman ini tidak dijaga maka umpama pergi naik pesawat, yang bersangkutan tidak memiliki tiketnya.

Kedua adalah amal shalih (berbuat baik). Amal shalih ini adalah buah dari keimanan. Sebagaimana uraian di atas bahwa iman (keyakinan) adalah fondasi dan amal shalih adalah bangunan di atasnya. Iman dan amal shalih saling mengisi dan menyempurnakan. Iman yang tidak diwujudkan dalam amal shalih ibarat pohon yang tidak berbuah. Sementara amal shalih yag tidak dilandasi iman akan sia-sia dan tertolak. Kedua hal ini yang harus menjadi pedoman dan pegangan hidup umat muslim.

Amal shalih dalam bahasa Pak Imam disebut dengan positive energy (energi positif). Amal shalih atau positive energy tersebut dengan dilandasi iman yang kuat harus ditujukan semata-mata untuk meraih keridhaan Allah. Kalau sudah demikian maka keduanya akan menghantarkan kita menuju surga-Nya Allah di akhirat sana. Keduanya harus dipelihara secara konsisten dan penuh komitmen. Sebab iman dan amal shalih tidak dinilai secara periodik dan parsial namun terus menerus sampai datangnya ajal.

Dalam firman-Nya Allah telah menegaskan. “Sungguh,” serunya, “orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan (amal shalih), untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal.” Indah sekali janji Allah bagi hamba-Nya yang beriman dan beramal shalih. Dengan iman, belief, keyakinan yang kuat dan amal shalih yang nyata serta berkesinambungan kita dapat “sukses” di hadapan Allah. Mereka yang iman dan amalnya baik pun sejatinya sudah sukses sejak di dunia.

 

Hasanah fi ad-Dārain

Sukses ialah dambaan setiap manusia. Lazimnya, yang mendamba mengupayakan apa yang didamba(kan)nya. Sukses dunia memang tidak salah namun sukses hakiki bukan semata duniawi kacamatanya. Sukses dunia itu mulia kalau mampu menghantarkan pada kesuksesan di akhirat nantinya. Dunia tempat menanam, di akhirat kita mengetam. Apapun bentuk sukses dunia harus dibenamkan, ditanam dalam-dalam, supaya yang hadir adalah katawadhuan. Hatta di akhirat kita raih sebenar-benar kesuksesan. Wallāhu a’lamu.

Samsul Zakaria, S.Sy.,

Mahasiswa S-2 UIN Sunan Kalijaga,

Positioning Diri Dihadapan Allah SWT

“Barangsiapa yang menginfakkan dua pasang hartanya dijalan Allah maka dia akan dipanggil disurga, ‘wahai hamba Allah, ini adalah yang baik’. Barang siapa yan tergolong ahli sholat maka dia akan dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa yang tergolong ahli sedekah, maka dia akan dipanggil dari pintu sedekah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Sebagian dari kita mungkin belum familiar dengan kata Positioning. Dalam ilmu manajemen Positioning adalah bagaimana produk/barang yang diciptakan memberikan kesan atau persepsi tertentu dibenak konsumen. Sebagai contoh jika kita menyebutkan suatu produk dengan merek A, maka kesan/persepsi kita terhadap produk tersebut adalah bagus, mahal, berkualitas baik dan lain sebagainya. Dengan kata lain produk tersebut dikenal sebagai apa. Lalu apa hubunganya positioning diri dihadapan Allah . Sebagai hamba Allah yang menjalankan segala bentuk aktivitas dan ibadah dimuka bumi ini, tentu saja tujuan akhir dari semua akivitas itu adalah ridho Allah . Selain itu setiap muslim juga ingin dikenali oleh Allah sebagai hambanya yang bertaqwa, karena dengan ketaqwaan itulah yang akan mengantarkan seorang hamba ke surgaNya Allah . Sebagaimana hadist yang telah disebutkan diatas bahwa setiap dari kita akan dipanggil dari pintu – pintu surga yang bermacam-macam sesuai dengan amal ibadah yang kita lakukan selama hidup di dunia ini. Jika selama hidup ini kita rajin berpuasa maka Allah akan panggil hambanya dari pintu surga Ar-Rayyun. Dimana surga ini dikhususkan bagi hambaNya yang rajin dan sungguh-sungguh berpuasa selama hidup dunia. Bagi mereka yang gemar bersedakah semata-mata karena Allah , maka Allah akan panggil hamba tesebut dari pintu sedekah.

Perlukah melakukan positioning diri dihadapan Allah?

Ya, tentu saja perlu. Sejenak coba kita kita renungkan, ingin dipanggil dari pintu manakah kita disurga kelak. Jangan sampai pintu neraka jahanam yang memanggil kita, Naudzubillah. Manusia adalah makhluk yang tak pernah luput dari dosa dan lupa, yang tak pernah lepas dari perbuatan dosa dan nista. Manusia juga terkadang tidak sempurna amal dan ibadahnya. Bahkan dari beberapa ibadah yang dilakukan masih terdapat kesalahan dan ketidaksempurnaan dalam menjalankannya. Kita sadar bahwa tidak semua ibadah dan amalan yang diperintakan Allah dan RasulNya dapat dilakukan dengan baik, terlebih lagi dilakukan dengan sempurna. Karena kita bukanlah nabi yang sempurna amal dan ibadahnya, bukan pula para sahabat yang begitu dekat kesempurnaan iman serta ibadah dan amalnya dimata Allah SWT. Tapi setidaknya dari amal dan ibadah yang kita lakukan ada satu yang benar-benar dan sungguh – sungguh dilakukan. Mungkin diantara kita masih tidak tepat waktu sholat 5 waktunya, masih suka riya ketika sedekah, masih jarang sekali tadarus Al-Quran dan lain sebagainya. Tapi minimal ada satu ibadah atau amalan yang kita coba persembahkan untuk Allah SWT dengan sebaik – baiknya. Bukan berarti menyepelekan ibadah – ibadah yang lain. Ibadah yang lain terutama yang wajib tetap harus dilaksanakan, karena jika tidak dikerjakan maka dosa yang akan kita diterima. Selain itu juga terus berupaya menjalankan segala bentuk perintah Allah dengan sebaik-baiknya.
Kembali lagi kepada positioning diri di hadapan Allah . Kembali lagi kita ingin dikenal oleh Allah sebagai hamba yang seperti apa. Apakah hamba yang ahli sedekah, hamba yang sholatnya terjaga, hamba yang tadarus Al- Qurannya sangat baik, atau hamba yang dikenal Allah sebagai hamba yang rajin Qiyamul lail nya. Jangan sampai kita dikenal oleh Allah sebagai hambanya yang gemar berbuat maksiat, yang gemar berdusta, yang suka membicarakan aib orang lain dan lain sebagainya. Jika diantara kita ingin dikenal oleh Allah sebagai orang yang sholatnya terjaga, maka mulai dari sekarang jaga sholat dengan tepat waktu dan berjamaah dimasjid. Jika diantara kita ingin dikenal oleh Allah sebagai hambanya yang ahli sedekah, maka mulai sekarang sedekahlah dengan rutin dan dengan sedekah yang terbaik yang semata-mata hanya mengharap ridho Allah Jika diantara kita ingin dikenal oleh sebagai ahli qiyamul lail, maka mulai sekarang bangunlah setiap hari disepertiga malam kemudian dirikanlah sholat semata-mata hanya kepada Allah . Sebagaimana hadist Nabi `

“Bagi setiap orang yang beramal terdapat sebuah pintu khusus disurga yang dia akan dipanggil melalui pintu tersebut karena amal yang telah dilakukannya” (HR. Ahmad dan Ibnu Abi syaibah)

Pada jaman Rasulullah ada sahabat nabi yang selalu menjaga wudhu dan sholat 2 rokaat setelah berwudhu. Sahabat nabi tersebut adalah Bilal bin Rabbah. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah

“Wahai Bilal, ceritakan kepadaku tentang amalan yang paling engkau amalkan dalam islam, karena aku sungguh telah mendengar gemerincing sandalmu ditengah-tengahku dalam surga.” Bilal berkata “ Aku tidaklah mengamalkan amalan yang paling kuharapkan disisiku, hanya aku tidaklah bersuci diwaktu malam atau siang, kecuali aku shalat bersama wudhu itu sebagaimana yang telah ditetapkan bagiku.” (HR Bukhari).

Kisah yang kedua yaitu pada suatu ketika nabi sedang berkumpul dengan sahabatnya, nabi mengabarkan bahwa akan datang calon penghuni surga. Para sahabat terpukau melihat seorang sahabat yang beruntung tersebut. Kemudian ketika ditanyakan amalan apa yang membuatnya masuk kedalam surga. Sahabat tersebut menjawab bahwa dia memafkan kesalahan orang lain sebelum tidur.
Untuk dikenali oleh Allah sebagai hambaNya yang memiliki nilai lebih terhadap amal/ibadah yang dilakukan, maka amal dan ibadah yang dilakukan juga harus dengan sebenar – benarnya, harus rutin dilakukan terus menerus meskipun ibadah atau amal tersebut terlihat kecil, sebagaimana hadist Nabi

“ Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu walaupun sedikit” (HR. Muslim) dan yang paling penting ketika melakukan amalan/ibadah apapun ikhlas semata – mata karena Allah.

Amalan yang Paling Dicintai Allah

Membangun penilaian diri dihadapan Allah sebagai hambaNya yang bertaqwa, maka alangkah lebih baiknya setiap ibadah atau amalan yang dilakukan merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah . Karena dengan hal itu maka Allah yang Maha Mencintai akan lebih mencintai hamba tersebut. Lalu amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah . Sebagaimana hadist Nabi Muhammad `,

“ Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang rutin dilakukan meskipun sedikit”.

Hadist ini menjelaskan bahwa bukan amalan apa yang paling dicintai oleh Allah, tapi frekuensi dalam mengerjakan amalan tersebut. Sejatinya Allah menyukai semua amalan yang dilakukan hambanya, hanya saja Allah lebih menyukai amalan yang sering dilakukan meskipun kecil. Sebagai contoh ibadah sholat. Akan lebih baik dan sudah seharusnya dilakukan setiap hari pada waktunya, lebih baik lagi dengan berjamaah. Jika tidak dilakukan terus menerus maka akan terhitung dosa karena meninggalkan kewajiban dari Allah .
Hadist serta penjelasan diatas berkaitan dengan topik bagaimana membangun positioning diri dihadapan Allah . Salah satu cara membangun positioning/image diri dihadapan Allah adalah dengan menjalankan perintahnya. Tapi bukan hanya menjalankan sesekali melainkan terus menerus. Jika kita ingin dikenal oleh Allah sebagai hambanya yang ahli sedekah, maka bersedakahlah dengan sedekah terbaik. Jika tidak bisa dengan jumlah besar maka bisa dengan jumlah kecil yang rutin selama periode waktu tertentu. Jika kita ingin dikenal oleh Allah sebagai ahli qiyamul lail maka rutinkan untuk selalu mendirikan sholat disepertiga malam. Begitupun ibadah dan amalan yang lainnya.

Kesimpulan

Sebagai muslim yang taat kepada Allah sudah semestinya menjadikan Allah sebagai tujuan hidup ini. Salah satu strategi atau cara mencapai tujuan tersebut adalah dengan menempatkan diri (positioning) kita sebagaimana yang Allah sudah perintahkan didalam Al-quran. Menempatkan diri dengan cara menjalankan segala bentuk perintahnya dan menjauhi larangannya. Karena sejatinya kita tidak pernah mengetahui dari pintu amalan mana kita akan masuk kedalam surga. Dan sebaliknya dari pintu dosa mana kita akan dimasukan kedalam neraka. Oleh sebab itu persembahkan ibadah dan bentuk ketaqwaan lainnya kepada Allah dengan sebaik-baikinya. Hal ini juga mengajarkan kita untuk tidak meremehkan suatu bentuk ibadah atau amalan yang terlihat seolah-olah kecil tetapi ternyata mempunyai nilai yang besar di mata Allah . Begitupun sebaliknya jangan sampai kita meremahkan satu dosa kecil, karena boleh jadi dosa itu yang membawa kita masuk ke nerakanya Allah . Semua bentuk ibadah dan amalan itu bukan untuk Allah, bukan karena Allah SWT butuh dengan ibadah-ibadah yang hambanya lakukan, karena sejatinya Allah tidak membutuhkan apapun dari hambanya. Melainkan semua ibadah, amalan serta ketaqwaan yang selama hidup ini dilakukan maka akan kembali kepada orang yang mengerjakannya, baik itu berupa balasan di surga kelak ataupun balasan di dunia berupa rejeki, kesehatan, kemudahan dalam mengerjakan urusan dan lain sebaginya.

Ramadhan Achmad F
Fakultas Teknologi Industri

Untukmu yang Bermaksiat

۞وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ ١٣٣

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.

(QS. Ali Imran [3]: 133).

Marilah sejenak kita lupakan dunia, lalu merenungkan hidup ini. Mari kita lupakan sesaat segala hiruk pikuk dunia. Mari kita rasakan bahwa kaki kita masih berpijak di muka bumi ini, kita masih menghirup udara segar dengan nikmat dan gratis. Mari kita layangkan pandangan kepada segenap keindahan alam yang sanggup dinikmati oleh kedua mata kita. Lalu tengoklah orang-orang terdekat kita yang tertawa bahagia bersama kita. Maka kita akan segera menyadari betapa wajibnya kita bersyukur kepada Allah . Betapa syukur itu pun tak kan cukup sepadan dengan segala nikmat yang telah kita terima.

Tapi sungguh dunia begitu melenakan, sangat memabukkan, amat melupakan. Seakan gemerlap duniawi memaksa kita terlelap dari kesadaran iman, meninabobokan pada sikap menunda-nunda kebaikan, larut dalam dosa dan kemaksiatan. Serasa semua keindahan duniawi menjelma ibarat fatamorgana yang menyilaukan sekaligus menyesatkan mata. Dan tak sedikit orang yang tak sadar bahkan setelah usia mereka tinggal hitungan detik, naudzubillah.

Sungguh kebahagiaan hakiki terletak pada keimanan, bukan kesenangan duniawi, apalagi pada kemaksiatan. Sungguh, kenyamanan dan kesejahteraan terletak pada ketakwaan. Banyak orang yang mengetahui dan memahami di mana letak kebahagiaan yang sejati. Tapi dengan sepenuh kesengajaan ia mencarinya di tempat lain. Namun, lagi-lagi kita masih diberi kesempatan kedua, bahkan ketiga, keempat, dan seterusnya, untuk kembali ke tempat dimana kebahagiaan hakiki itu berada. Tak pernah ada kata terlambat untuk bertaubat, selagi hayat masih dikandung badan, senyampang nyawa masih berbalut raga. Meski tentu, soal bertaubat, lebih cepat lebih baik.

Sebuah Pengakuan

Setiap kita memiliki dosa, kesalahan dan kemaksiatan. Adakah di antara kita yang tidak bermaksiat kepada Allah dengan beragam jenis dosa dan kesalahan? Adakah di antara kita yang tidak melampui batas terhadap dirinya sendiri dengan terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kehinaan? Sesungguhnya dosa dan kesalahan, kemaksiatan, dan kehinaan adalah sebuah gerbang yang setiap dari kita pernah memasukinya, sebuah samudera nan luas yang semua dari kita pernah mengarunginya, sebuah cawan yang masing-masing kita pernah meneguknya; setiap kita telah merasakannya. Tapi ada di antara kita yang menyedikitkan dan yang memperbanyaknya, Nabi  bersabda:

“Setiap anak Adam adalah pelaku kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah mereka yang senantasa bertaubat.” (Shohih Jami’ Sunan At-Tirmidzi, karya Syaikh  al-Albani, no. 2029, dari Anas dengan sanad hasan)

Beliau  juga bersabda:

Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian dan benar-benar akan menciptakan suatu kaum yang mereka berbuat dosa, kemudian memohon ampunan kepada Allah, lalu Dia pun mengampuni mereka.” (Mukhtashar Shahih Muslim, No. 1922 dari hadits Abu Hurairah).

Tidaklah semua itu melainkan sebagai bukti nyata bagi nama-nama Allah yang Indah dan sifat-sifatNya yang Tinggi. Dia adalah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Pengampun lagi Maha Penerima Taubat. Rahmat-Nya mendahului kemurkaan-Nya dan kesantunan-Nya lebih cepat daripada hukuman-Nya. Dia (Allah) adalah Rabb Yang patut kita bertakwa kepada-Nya.
Wahai saudaraku seiman, Allah mengetahui bahwa banyak di antara kita tidaklah bermaksiat kepada-Nya karena lancang terhadap-Nya, bukan pula menganggap remeh terhadap keagungan-Nya, tidak juga karena merasa aman dari siksaan-Nya, bukan pula karena bersenang-senang dengan menyelisihi-Nya. Itu hanyalah disebabkan oleh jiwa kita yang lemah yang tergelincir, setan-setan terkutuk yang telah menyesatkan, dunia yang hina-dina yang telah bersolek untuk manusia, teman-teman buruk (akhlaknya) yang telah membantu dan teman-teman baik yang telah menjauh dari kita dan memisahkan diri.
Kita juga bukanlah orang-orang yang terpelihara dari perbuatan dosa (ma’shum), karena kema’shuman hanyalah bagi para Nabi dan Rasul yang telah dipilih oleh Allah . Barangsiapa selain Nabi dan Rasul mengklaim bahwa dirinya ma’shum, sungguh dia telah berbuat dusta yang besar dan menjadi sekutu setan yang terkutuk. Rasulullah  bersabda:

“Tidak seorang pun hamba mukmin melainkan dia memiliki dosa yang biasa dia kerjakan dari waktu ke waktu atau dosa yang dia tetapi yang tidak bisa dilepaskannya hingga dia berpisah dengan dunia. Sesungguhnya seorang mukmin diciptakan dalam kondisi selalu diuji, bertaubat, dan senantiasa lupa, ketika diingatkan maka dia pun ingat.” (Ash-Shahihah, karya Syaikh al-Albani, no. 2276, dari Ibnu Abbas).

Dosalah yang menyebabkan terhina di dunia dan mendapatkan siksa akhirat. Tidaklah keburukan mengepung seorang hamba, tidak pula sesuatu yang tidak dia sukai dia dapatkan, dan tidak juga musibah menimpanya melainkan disebabkan oleh dosa-dosanya. Allah  berfirman:

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. al-Ankabût [29]: 40).

Maka, tidak ada jalan lain yang harus ditempuh oleh seseorang yang telah melakukan dosa dan maksiat, kecuali bersegera untuk kembali kepada Allah dan bertaubat kepada Nya. Dalam risalah ini, akan diutarakan hal-hal yang harus dilakukan oleh seseorang yang bertaubat dengan berpedoman kepada Kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya.

Pertama, hendaknya kita meyakini sepenuhnya bahwa pintu taubat dan ampunan dari Allah senantiasa terbuka. Maka, adalah haram bagi seorang mukmin untuk berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah .

“Katakankanlah: ‘Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Zumar [39]: 53).

Yakinkan dan katakan dalam hati, wahai Rabb meskipun dosa-dosa hamba begitu banyaknya, hamba mengetahui bahwa maaf-Mu lebih agung dan lebih tinggi. Wahai Rabbku, hamba berdoa kepada-Mu dengan penuh ketundukan seperti yang Engkau perintahkan. Tiada perantara hamba kepada-Mu selain pengharapan. Dan keindahan maaf-Mu, kemudian hamba benar-benar berserah diri kepada-Mu.

Ingatlah selalu apa yang disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits Qudsy: dari Anas , ia berkata, saya mendengar Rasulullah bersabda:

“Allah  berfirman, ‘Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukanku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan memberi ampunan sepenuh bumi pula” (HR. Tirmidzi, hadits hasan shahih).

Kedua, jika terlanjur berbuat maksiat, upayakan untuk tidak melakukannya secara terang-terangan dan tutuplah rapat-rapat kemaksiatan itu, segera hentikan perbuatan tersebut, lalu segeralah bertaubat dan tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut selamanya.

Pernahkah melihat orang-orang yang secara terang-terangan meremehkan panggilan shalat (adzan)? Atau melihat orang-orang nongkrong sambil minum-minuman keras di pinggir jalan? Atau, pernahkah Anda mendengar orang yang dengan bangga bercerita tentang perbuatan maksiat yang pernah dilakukannya? Ketahuilah, itu adalah bentuk perbuatan terang-terangan dalam bermaksiat kepada Allah . Perbuatan demikian adalah dosa yang sangat tercela selain dosa dari kemaksiatan itu sendiri, karena dia telah meremehkan kebesaran Allah . Bahkan perbuatan ini dapat menutup pintu ampunan dari Allah . Rasulullah bersabda:

”Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujahirin (orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa).”(HR. Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 2990).

Allah  juga mengancam pelaku perbuatan ini dengan siksa di dunia dan akhirat. Dia  berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui (Q.S. al-Nûr [24]: 19).

Ketiga, mengokohkan keimanan dengan memperbanyak belajar ilmu agama seraya menghadiri kajian-kajian ilmu, memperbanyak ibadah, mengisi setiap detik demi detik waktu yang dimilikinya dengan hal-hal yang bermanfaat serta mendatangkan ridha Allah , dan bergaul dengan kawan-kawan yang shalih. Menurut Ibn al-Qayyim rahimahullah, kekokohan pohon keimanan yang tertanam kuat di dalam hati adalah penangkal kemaksiatan, dan salah satu sebab diterimanya taubat. Karena salah satu syarat diterimanya taubat adalah tidak kembali mengulangi perbuatan dosa kemaksiatan yang telah dilakukan. Maka kesabaran hamba untuk menahan diri dari perbuatan maksiat itu sangat tergantung dengan kekuatan imannya. Setiap kali imannya kokoh maka kesabarannya pun akan kuat. Apabila imannya melemah maka sabarnya pun melemah. Dan barang siapa yang menyangka bahwa dia akan sanggup meninggalkan berbagai macam penyimpangan dan perbuatan maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh dan ilmu tentang bagaimana agama mengajarkan cara mengokohkan keimanannya, maka sungguh dia telah keliru.

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada kita, sebab hanya dengan rahmat Allah sajalah kita akan mampu bertaubat dan menjauhi maksiat.

Wallahu a’lam bi al-shawwâb.

Musta’in Billah

MUTIARA HIKMAH

Rasulullah bersabda:

Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.)