MANUSIA DAN PEKERJAAN
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (7) Dan Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (8). (QS al-Insyirah [94]: 7-8)
Berdeburnya ombak di lautan tidak lain merupakan gema puji syukur kepada sang pencipta alam, menggelegarnya petir tak lain adalah gema takbir yang senantiasa mengakui keagungan Allah l, bertiupnya angin menyejukkan raga merasuk memberikan nikmat di kehidupan manusia tidak lain merupakan alunan tasbih dari alam untuk sang Maha Kaya, tiada kata yang pantas selain Lâ ilâha Illallâh, yang dikumandangkan ke telinga-telinga manusia jika bukan karena keesaan dan keperkasaan-Nya. Dia-lah Rabb yang ber-istiwa’ di Arsy tertinggi dan tak mampu dicapai makhluk-Nya kecuali atas kehendak-Nya, Tuhan alam semesta yang memegang kekuasaan tertinggi di jagad raya.
Shalawat serta salam selalu tersanjung agungkan kepada baginda Rasulullah `. Nabi akhir zaman, nabi dengan predikat rahmat bagi semesta alam, nabi yang menghiasi perjauangan menegakkan Islam dengan penuh keistimewaan, Rasul yang unggul dan dicintai umatnya meskipun umatnya tak pernah bersua dengannya, nabi yang mempunyai kharisma sejuta keindahan dan teladan bagi alam semesta. Nabi terakhir yang diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia dalam setiap yang dikerjakan manusia.
Manusia dan Pekerjaan
Kehidupan membuat manusia masuk dalam berbagai urusan dan permasalahan yang kompleks. Banyaknya urusan melahirkan tuntutan yang semakin mendesak untuk dikerjakan. Sebagai makhluk yang paling sempurna penciptaannya, manusia selalu merasa bahwa terkadang ia mampu mengerjakan semua urusan demi mendapatkan apa yang ia harapkan, yaitu kepuasan. Oleh karena itu, semakin banyak hal yang dilakukan manusia selalu berbanding lurus dengan tuntutan yang harus ia jalani.
Allah l telah melimpahkan kekuatan berupa psikis dan fisik untuk menyelesaikan berbagai urusan. Meskipun Allah l menjadikan manusia kuat dengan kedua kekuatan tersebut, Allah l juga mengetahui batas dan kemampuan manusia sehingga tersurat dalam firmannya “Allah Swt tidak membebani manusia kecuali sesuai dengan batas kemampuan manusia tersebut”.
Urusan yang ditimpakan kepada manusia terkadang merupakan cobaan dari-Nya sebagai batu loncatan perjalanan spiritual seseorang. Maksudnya, ketika orang seseorang dapat bersabar dan menemukan makna dibalik cobaan tersebut maka ia termasuk orang yang sukses dalam ujian keimanan. Akan tetapi ketika seseorang sejak pertama kali mendapatkan cobaan selalu menghujat dan meratap maka ia gagal dalam tes keimanan dari Allah l.
Kesabaran adalah modal utama dalam menyelesaikan urusan terlebih cobaan. Dalam hal ini kesabaran tidak berarti berdiam diri tanpa kata dan usaha, namun ikhtiar dan optimisme diri adalah inti dari kesabaran. Seseorang tidak dikatakan bersabar jika ia langsung menghujat dan mengeluh terhadap cobaan karena hadits Rasulullah ` riwayat Bukhari a“Al-shabru ‘inda shadmatil ula” yang artinya kesabaran itu pada hentakan pertama kali. Hentakan yang dimaksudkan adalah tekanan batin ketika mendapatkan cobaan.
Berbagai macam tipe orang diantaranya adalah tipe orang yang obsessif terhadap pekerjaan . Orang yang obsessif dalam pekerjaan selalu menuntut dirinya untuk mengerjakan semua pekerjaan yang ada dengan waktu yang ia punya. Bukan berarti hal ini buruk namun, mempunyai sisi negatif yaitu terjadinya pekerjaan yang terbengkalai karena tidak ada prioritas utama pekerjaan atau bahkan terlalu banyak pekerjaan yang dijadikan prioritas.
Realita dan Idealita
Kita sebagai seorang muslim dituntut untuk imbang dalam urusan dunia dan akhirat. Ketidakseimbangan dari salah satunya tidak dianjurkan oleh Allah l. Allah l tidak menganjurkan untuk fokus terhadap dunia karena dunia akan menggelapkan pandangan manusia terhadap akhirat. Namun, Allah l juga tidak menganjurkan manusia untuk melulu memikirkan akhirat sementara kehidupan sosial di dunia menjadi kacau balau. Oleh karena itu, beramal di dunia untuk kepentingan dunia akhirat adalah solusinya.
Manusia tidak dapat terlepas dari realitas (kenyataan) serta idealita (harapan). Semakin manusia masuk dalam sebuah kenyataan maka selalu ada harapan yang mengikutinya. Bagikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, dalam kenyataan yang dihadapi manusia sudah barang tentu ada harapan di balik semua itu meskipun sedikit. Inilah yang sering mengakibatkan kesenjangan yang sering kita sebut dengan masalah.
Tidak dapat dipungkiri lagi, manusia pasti mempunyai urusan atau permasalahan. Dalam konteks nyata manusia menemukan kenyataan yang terkadang tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan yang pada akhirnya membuat sebagian orang merasa kecewa dan putus asa. Keadaan tersebut sangat berpengaruh terhadap sudut pandangnya terhadap urusan lain yang serupa. Sebagaimana disebutkan dalam teori behavioristik bahwa manusia selalu mempelajari dari apa yang terjadi. Kekecewaan, putus asa, kesedihan juga dipelajari oleh manusia.
Selalu ada proses sebelum harapan tercapai atau tidak. Contohnya, seorang karyawan selalu gigih dan giat untuk bekerja di instansi dimana ia bekerja dengan harapan ia akan mendapatkan penghargaan prestasi kerja, akan tetapi dikarenakan banyaknya karyawan yang juga bekerja dengan gigih maka ia belum masuk dalam salah satu karyawan yang termsuk calon pendapat nominasi prestasi kerja. Harapan mendapatkan nominasi prestasi kerja, realitanya ia gagal dan belum masuk dalam nominasi penghargaan prestasi kerja karyawan.
“Walâ taqnutu min rahmatillâh” jangan putus asa mendapatkan rahmat Allah l. Selalu ada rencana di balik kegagalan yang diberikan Allah l. Penulis masih teringat salah satu kata mutiara yang intinya bukan tingginya gunung yang susah untuk ditakhlukkan tapi bagaimana dirimu menakhlukkan dirimu sendiri. Introspeksi diri untuk apa bekerja jika hanya untuk mendapatkan penghargaan tapi bukan untuk mendapat ridha dan rahmat Allah l.
Prokrastinasi
Prokrastinasi berasal dari bahasa inggris procrastination yang berarti “penangguhan atau menunda”. Urusan dan pekerjaan yang banyak bisa saja dilakukan secara terjadwal dan mungkin beberapa pekerjaan sudah rutin dilakukan. Sedangkan yang menjadi masalah adalah apakah urusan yang seharusnya dikerjakan sesuai dengan jadwal dan waktu yang telah ditentukan. Beberapa pekerjaan kadang terbengkalai karena pekerjaan lain.
Allah l berfirman dalam al-Qur’an “jika engkau telah selesai pada suatu urusan, maka bergegaslah untuk mengerjakan urusan lain dengan sungguh-sungguh”. Tidak membiarkan pekerjaan lain terbengkalai adalah poin yang dapat kita ambil dari makna ayat di atas. Menyegerakan menyelesaikan pekerjaan dengan serius segenap kesungguhan hati. Ketika telah menyelesaikan tugas tersebut kita dianjurkan untuk berharap hanya kepada Allah “dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap”.
Menunda pekerjaan karena tidak adanya prioritas. Pekerjaan yang banyak dan harus diselesaikan tidak jarang membuat orang stres dan tertekan. Tidak adanya prioritas utama dalam menentukan mana pekerjaan yang harus diselesaikan terlebih dahulu adalah penyebabnya. Oleh karena itu, dengan cara menimbang secara matang pekerjaan mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu sampai dampak penting yang diakibatkan jika pekerjaan tersebut terselesaikan adalah penting.
Menunda pekerjaan untuk mendapatkan hal yang sempurna. Tidak jarang seseorang menunda pekerjaan karena ia mempunyai ekspektasi yang berlebihan terhadap hasil pekerjaannya. Pekerjaan ditunda karena ia beranggapan bahwa pada saat itu ia belum dapat menyelesaikan pekerjaan karena belum tepat untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Dalam hal ini penulis teringat sebuah slogan motivasi “just do it, you’ll get it” yang berarti lakukan saja, kau akan mendapatkan (selesaikan).
Menunda pekerjaan karena merasa tidak mampu mengerjakannya. Hal tersebut malah semakin memperkeruh keadaan diri sendiri. Pekerjaan yang menunggu untuk dikerjan menjadi momok tersendiri bagi yang mendapatkan pekerjaan tersebut. Mau tidak mau, sedikit atau banyak seseorang akan rentan terserang tekanan jiwa yang diakibatkan pekerjaan yang belum dikerjakan itu. Pesimisme yang bersarang dalam diri orang tersebut lama-lama akan mempengaruhi pola kepribadiannya karena sering merasa tidak mampu untuk menyelesaikan pekerjaan. Meminta bantuan atau saran dari orang lain setidaknya akan menurunkan level pesimis yang ia miliki.
Hikmah
Segala hal yang baik memang selalu menjadi prioritas utama dalam kehidupan. Terlebih hal yang berhubungan dengan ibadah yang kita persembahkan untuk Allah l. Oleh karena itu, perjuangan untuk menggapai ridha Allah l sudah sepatutnya kita curahkan dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Meniatkan segalanya untuk beribadah semata karena Allah l adalah hal yang patut kita biasakan.
Dalam halnya bekerja, manusia diperbolehkan untuk terus menerus termotivasi. Karena motivasi diri yang akan menjadikan seseorang tidak merugi karena ia termasuk orang yang semakin hari semakin baik dari hari-hari yang telah ia lewati. Namun, jika pekerjaan itu menjadikan ia tidak mengutamakan hubungan dengan Allah l maka pekerjaan tersebut akan menjadi “isapan jempol” belaka. Hanya untuk kepentingan dan kepuasan dunia saja.
Menunda pekerjaan terkadang kita lakukan dengan berbagai alasan. Alasan kesibukan bekerja adalah hal sering kita temukan dari kita sendiri ataupun sebagian orang. Menunda pekerjaan bisa saja mempengaruhi kita untuk menunaikan shalat. Hal ini sangat disayangkan apalagi untuk shalat berjamaah yang sangat dianjurkan. Melihat begitu besarnya pahala shalat berjamaah, semoga setelah membaca tulisan ini kita dapat membiasakan diri untuk tidak menunda ketika akan melaksanakan shalat berjamaah. Wallâhu a’lam bi al-shawâb.[]
Muhammad Lathief Syaifussalam
Mahasiswa FPSB UII, 2011
Mutiara Hikmah
Dari Abu Ya’la, Syaddad bin Aus a, dari Rasulullah `,,,, beliau telah bersabda: “Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku baik pada segala hal, maka jika kamu membunuh hendaklah membunuh dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan hendaklah menajamkan pisau dan menyenangkan hewan yang disembelihnya”.(HR Muslim, No. 1955)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!