MENDIDIK BUAH HATI SECARA BIJAK

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(QS. al-Nisâ [4]: 9)

Setiap anak muslim adalah aset dakwah bagi tegaknya kalimat Allah di muka bumi di masa mendatang, sekaligus penopang bagi maju atau mundurnya peradaban suatu bangsa. Dari itulah, orangtua harus mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan generasi yang kuat agar mendatangkan kebaikan dan barakah di zamannya. Minimnya informasi untuk menjadi orangtua yang baik kerapkali dialami oleh sebagian besar orangtua. Menjadi orangtua juga tidak ada sekolah formalnya. Berangkat dari hal di atas penulis, berusaha untuk memberikan sedikit informasi yang semoga bermanfaat bagi para orangtua maupun para calon orangtua.

Pada dasarnya setiap anak terlahir dengan dua dimensi yang ada pada dirinya. Kedua dimensi tersebut adalah jasmani dan ruhani. Kedua dimensi tersebut memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi secara seimbang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan sang anak. Namun, sebagian orangtua lebih lebih mengutamakan kebutuhan jasmani daripada kebutuhan ruhani. Banyak dari orangtua yang cenderung mengabaikan pemenuhan kebutuhan ruhani yang sifatnya abstrak. Padahal Rasululah sudah mengajarkan cara-cara mendidik anak agar pemenuhan kebutuhan dua dimensi tersebut dapat seimbang.

Dalam beberapa riwayat, Rasulullah menganjurkan kepada para orangtua untuk mengajari anaknya berenang, memanah, dan berkuda. Ditilik dari sudut pandang jasmani, ketiga aktivitas olahraga tersebut yang jika dilakukan secara rutin tentu akan berimbas kepada kekuatan dan kesehatan anak. Apabila kesehatan dan kekuatan fisik anak tidak diperhatikan sejak dini, maka mereka akan tumbuh menjadi pemuda yang lemah. Jika sebuah generasi adalah generasi yang lemah, maka suatu bangsa akan sulit untuk menjadi bangsa yang kuat dan tangguh. Pun dalam hal kesehatan, apabila kesehatan generasi kecil tidak diperhatikan, maka bangsa tersebut akan menjadi bangsa yang lemah.

Selain bermanfaat bagi kesehatan dan kekuatan fisik, manfaat dibiasakannya ketiga olahraga di atas juga sangat baik untuk mengembangkan mental dan ruhani yang kuat, seperti kepercayaan diri, keberanian dan kemampuan konsentrasi. Adapun manfaat lebih detail dari ketiga olahraga tersebut, terutama pembentukan psikis dan mental, adalah sebagai berikut:

  1. Berenang

    Olahraga ini melatih kekuatan bernafas anak, dengan demikian asupan oksigen di dalamnya otaknya senantiasa tercukupi yang mana akan memacu kecerdasan bagi anak. Dia akan tumbuh menjadi pembelajar ulung, memiliki rasa ingin tahu yang cukup besar terhadap segala sesuatu yang dianggapnya baru dan belum pernah diketahui oleh anak sebelumnya.

  2. Memanah

    Kepercayaan diri akan tumbuh dalam jiwa anak, sosok pemimpin juga akan terbentuk pada pribadi anak. Latihan memanah juga mendidik anak untuk memiliki pandangan jauh ke depan dan tetap fokus pada tujuan yang hendak dicapai. Dalam pengambilan suatu keputusan, kejernihan pikiran akan mampu mereka hadirkan meskipun berhadapan dengan permasalahan yang genting sekalipun.

  3. Berkuda

    Banyak sekali sikap yang dapat dibentuk dari olahraga ini. Berkuda mengajarkan kepada anak akan kepercayaan diri, ketangkasan, keberanian, pengendalian diri, dan jiwa kepemimpinan. Meskipun orang yang dipimpinnya nanti adalah orang yang lebih mahir, lebih kuat, serta memiliki banyak kelebihan dibandingkan dirinya, ia tidak akan gentar dan ragu, karena ia tidak takut terhadap suatu apapun kecuali hanya kepada Rabb-Nya.

Setiap anak terlahir dengan fitrah yang melekat padanya berupa dorongan untuk senantiasa berbuat kebaikan dan cenderung memiliki kekuatan untuk dekat dengan Rabb-Nya. Ia mencintai kebaikan dan nalurinya menolak untuk melakukan suatu keburukan. Namun, ketika mereka terlahir di dunia, sejak kelahiran hingga masa kanak-kanak (sebelum baligh) kemampuan kognitif mereka masih sangat terbatas, sehingga mereka belum memiliki cukup bekal untuk dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Maka peran orangtua sangatlah besar dalam upaya mengarahkannya untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa masih banyak ditemukan anak yang cenderung menimbulkan kerusakan, berbuat onar, dan membuat masalah bagi lingkungannya? Pihak pertama yang perlu untuk diperiksa adalah orangtua. Bisa jadi orangtua merekalah yang menjadi penyebab rusaknya fitrah anak. Namun seringkali, kebanyakan orangtua menganggap sumber dari semua permasalahan adalah berasal dari anak itu sendiri. Ketika anak berbuat salah, selalu yang disalahkan dan dijatuhkan harga dirinya adalah si anak, baik saat di rumah maupun di luar rumah.

Bahkan ada orangtua yang tidak segan menggunakan kekerasan fisik terhadap anak. Tamparan keras sering didaratkan ke pipinya yang lembut. Pukulan demi pukulan sering dihujamkan pada tubuhnya yang mungil. Rintih kesakitan kerapkali terdengar karena cubitan orangtua. Bentakan keras menggelegar diseruakkan ketika anak tak mau mengikuti titah orangtua. Inilah penyebab dari rusaknya fitrah anak yang selalu cenderung pada kebaikan. Alih-alih kenyamanan yang mereka dapatkan di rumah, justru kebencian yang akan didapatkan keluarga. Akhirnya anak akan mencari kenyamanan dari orang dan tempat lain. Itu artinya bukan orang tuanya dan bukan pula rumah yang akan ditujunya.

Maka, pola asuh orangtua yang salah menjadi salah satu penyebab dari rusaknya fitrah anak. Pendapat bahwa mendidik anak harus disesuaikan dengan zamannya memang benar adanya. Ketika zaman dahulu orangtua mengajarkan kakak untuk selalu mengalah demi kebaikan adiknya, maka saat ini pola asuh tersebut sudah tak tepat dan tak layak untuk diterapkan. Karena anak akan menemukan ketidakadilan di dalam rumah. Kebenaran hanya ditentukan oleh faktor usia sehingga tiap kemauan dan keinginan adik dianggap sebagai kebenaran mutlak dan harus dituruti.

Maka, ada tiga karunia, yang harus diamalkan dan diterapkan oleh orangtua ketika menghadapi perilaku anak yang buruk dan menyimpang, yaitu:

  1. Karunia Belajar
  2. Orangtua harus belajar sebagaimana anaknya belajar. Kebanyakan orangtua zaman sekarang beranggapan bahwa belajar selalu erat dengan unsur tenang menghadap ke meja belajar dengan buku pelajaran di depan mata. Belajar dibatasi dengan ruang. Dinamakan belajar apabila anak berada di kelas atau di meja belajar. Sedang di alam bebas, orangtua mengatakan bahwa mereka tidak sedang belajar. Anak dikatakan belajar apabila mereka belajar membaca, menulis, dan berhitung. Lain dari aktivitas tersebut, orangtua mengatakan bahwa anak tidak sedang belajar.

    Padahal banyak pembelajaran yang didapatkan anak ketika melakukan aktivitas selain “belajar” tersebut. Ketika anak sedang bermain kelereng, di situlah anak belajar untuk memimpin dan dipimpin. Disitulah anak belajar tentang pentingnya menaati suatu peraturan. Sebab, apabila dia berbuat seenaknya dan mau menang sendiri, tentu tak ada satupun anak yang ingin bermain kelereng dengannya. Ketika anak bermain sepak bola, maka disitulah anak belajar tentang strategi  dan bekerjasama dalam tim. Pemahaman makna belajar inilah yang harus direvisi oleh para orangtua.

  3. Karunia Konsistensi
  4. Konsistensi dalam mengikuti aturan dalam rumah harus ditegakkan. Apabila orangtua berkata “tidak” maka seluruh anggota keluarga, termasuk orangtua sendiri harus konsisten untuk “tidak”. Konsistensi akan mengajarkan kepada anak adanya batasan dalam berperilaku. Mengajarkan adanya sebab-akibat dalam setiap tindakan yang diperbuat. Konsistensi pula yang akan membuat anak menjadi lebih bijak dalam mengambil setiap keputusan.

    Kesalahan yang sering terjadi adalah, saat orangtua telah membuat sebuah peraturan, orangtua merasa iba dan membolehkan permintaan sang anak saat anak merengek-rengek. Kadangkala pula, tidak ada kesepahaman antara ayah dan ibu dalam menghadapai permintaan anak, ayah mengatakan “iya”, dan ibu mengatakan “tidak”. Kesalahan yang amat besar pula, apabila orangtua menganggap aturan ini hanya berlaku untuk anaknya saja, tidak untuk orangtua .

    Apabila orangtua memelihara ketidakkonsistenan hingga anak menjadi dewasa, maka anak akan belajar bahwa aturan hanyalah sebatas aturan dan tak perlu untuk ditaati. Anak akan belajar bahwa perkataan tak harus selaras dengan perbuatan. Mereka akan belajar dari sikap orangtua yang kerapkali tak sesuai antara apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat. Dalam hal ini, kesabaran dan ketahanan orangtua harus dijaga demi pembentukan karakter anaknya yang lebih baik.

  5. Karunia Kiblat
  6. Allah menganugerahi kita karunia kiblat. Dengan karunia ini, kita dapat fokus terhadap arah ataupun tujuan yang hendak dituju dan dicapai. Arah dan tujuan tersebut tentunya adalah yang sifatnya baik. Meninggalkan hal-hal buruk dengan terus melakukan introspeksi demi memperbaiki apa yang kurang dan mempertahankan atau meningkatkan apa yang baik. Menjadikan masa lalu yang buruk sebagai suatu pelajaran supaya lebih berhati-hati dalam bertindak.

Orangtua, ayah atau ibu, yang baik adalah yang belajar dari kesalahan anaknya kemudian memberusaha merangkul dan menuntun anaknya supaya tak melakukan kesalahan yang sama. Dengan memberikan dorongan dan motivasi untuk memperbaiki kesalahan yang sudah dilakukan, maka anak akan tumbuh menjadi anak yang gigih. Dia berani mengakui setiap kesalahan yang dilakukannya dan bangkit untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Ringkasnya, orangtua harus membiasakan diri untuk fokus terhadap perilaku baik anak, bukan pada perilaku buruknya. Fokus pada kelebihan anak bukan pada kekurangannya. Fokus pada solusi penyelesaian kesalahan yang diperbuat anak. Bukan fokus pada masalah yang muncul akibat kesalahannya.

Akhīran, anak merupakan suatu anugerah yang telah diberikan oleh Allah . Anugerah yang merupakan bukti bahwa Allah mempercayai kita, bahwa kita mampu mendidik anak sesuai dengan fitrah yang melekat padanya. Bagi pasangan yang sudah dikarunia anak, semoga dapat menjalankan tugas  sebagai orangtua dengan baik, sehingga anak-anak yang dikaruniakan oleh Allah menjadi anak yang shalih-shalihah. Karena anak yang shalih-shalihah adalah investasi dunia-akhirat yang layak untuk dijaga dan diperjuangkan. Wallāhu a’lamu bi ash-shawāb. []

Zeda Shaliha
Mahasiswi PAI FIAI UII

 

Mutiara Hikmah
Rasulullah bersabda,
Barangsiapa yang mampu menjamin untukku apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisan) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan) aku akan menjamin baginya surga.”
(HR. Bukhari)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *