TERAMPIL MEMAINKAN HIDUP
لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ سُوٓءٗا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ ١١
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
(Q.S. al-Ra’du [13]: 11).
Saudaraku, coba bayangkan, misalkan ada sebuah pesawat yang sedang parkir di Bandara Adisutjipto. Ukuran pesawatnya cukup besar, panjang dan pastinya sangat berat. Pesawat tersebut harus dipindahkan ke tempat parkir selanjutnya, karena ada peswat lain yang akan segera landing dan mengisi tempat parkir tersebut. Jarak tempat parkir pertama dan kedua sejauh 500 Meter.
Nah, kebetulan Anda adalah orang yang ditugaskan untuk memindahkan pesawat tersebut. Dikarenakan Anda tidak mengerti cara mengoperasikan pesawat, terpaksa Anda harus mengumpulkan 100 orang untuk dapat menarik badan pesawat sehingga berpindah ke tempat yang dituju. Kenapa Anda harus mengumpulkan begitu banyak orang? Jawaban pertama, karena Anda tidak mengerti cara mengoperasikan pesawat, dan jawaban yang kedua, karena kalau sendiri Anda tidak akan mampu untuk menarik badan pesawat yang berukuran begitu besar.
Namun coba Anda bayangkan, seandainya Anda seorang pilot, mengerti cara mengoperasikan pesawat, maka Anda tidak perlu repot-repot untuk mengumpulkan banyak orang. Cukup Anda sendiri yang memindahkannya. Bukan saja memindahkan, Anda juga mampu menerbangkan pesawat tersebut ke seluruh belahan dunia yang Anda inginkan.
Begitulah perumpamaan bagi kita yang tidak terampil menjalani kehidupan. Terkadang pekerjaan yang sebenarnya begitu mudah, menjadi begitu payah ketika pekerjaan tersebut berada di tangan kita. Tidak jarang permasalahan yang begitu kecil, menjadi begitu besar ketika permasalahan tersebut hadir dalam kehidupan kita. Hanya karena kita kurang terampil, pekerjaan yang seharusnya bisa kita selesaikan sendiri, malah kita merepotkan orang lain.
Hidup adalah keterampilan. Untuk bertahan dalam kehidupan, kita harus terampil. Hidup tidak pernah bermakna jika kita tidak terampil memainkannya. Kita tidak akan bisa menikmati sebuah perjalanan jika tidak terampil dan cermat dalam mengendarai kendaraan. Salah-salah nyawa menjadi taruhannya.
Begitu pula dengan diri kita. Disaat mampu memilih kata-kata yang tepat, maka kita akan menjadi seorang pembicara yang hebat. Disaat mampu melangkah dengan tepat, maka kita akan menjadi orang-orang yang selamat. Jika tidak, kita akan menjadi orang-orang yang mendatangkan mudharat, baik mudharat di dunia maupun di akhirat.
Seperti kata Aa Gym, “untuk terampil dan ahli dalam suatu perkara, kita butuh dua hal, yaitu ilmu dan latihan”. Seorang Ustadz Muallaf, Felix Siauw, pernah juga berkata, “untuk terampil kita butuh dua hal, latihan dan pengulangan”. Sebuah latihan yang serius, disertai pengetahuan yang maknyus dan pengulangan yang terus-menurus akan mengantarkan seseorang pada puncak keberhasilan yang mulus.
Sebuah permasalahan seringkali berawal dari kurangnya menguasai keterampilan untuk hidup. Jujur saja, terkadang untuk menentukan tujuan hidup kita masih mengalami kesulitan dan kebingungan. Ketika ditanyai apa cita-cita masa depanmu? Kebanyakan dari kita belum mampu menjawab dengan spontan. Jangankan untuk membangun bangsa dan negara, keterampilan merancang cita-cita masa depan saja masih sulit kita lakukan. Apa yang ingin kita kerjakan hari ini? Besok? Lusa? Apa yang ingin kita capai dalam bulan ini? Apa yang harus kita targetkan dalam tahun ini? Semua itu merupakan pertanyaan yang masih sulit kita jawab. Jangankan untuk menjawab, terkadang terpikirpun tidak.
Padahal, Rasulullah mengajarkan kepada kita agar hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, tahun ini harus lebih baik dari tahun kemarin, dan tahun depan harus lebih baik daripada tahun ini. Itulah yang namanya pribadi muslim yang beruntung, yang selalu terampil merancang kualitas kepribadiannya dengan terus melakukan muhasabah diri dalam setiap pergantian waktu.
Semua kita menyadari dan mengetahui bahwa waktu adalah modal terbesar dalam hidup. Bagaimana kita mempergunakan waktu yang kita miliki di dunia akan menentukan pintu mana yang akan kita masuki di akhirat nanti, apakah akan menghantarkan ke dalam indahnya surga, atau panasnya neraka. Di penghujung hayat, lagi-lagi waktu yang kita habiskan di dunia ini akan menentukan apakah kita husnul khatimah atau sebaliknya.
Tujuan dan Cita-cita
Seseorang yang tahu bahwa ujian akan dilaksanakan jam tujuh, maka ia pasti akan bergegas untuk datang lebih awal agar tidak ketinggalan ujian. Mereka yang tahu bahwa pesawat akan take off jam sembilan, maka mereka akan bersungguh-sungguh untuk dapat menyediakan diri sampai di bandara minimal sejam sebelumnya agar tidak ketinggalan pesawat. Hanya bagi mereka yang punya arah dan tujuan pasti sajalah yang akan bergegas memanfaatkan waktunya untuk sebuah kemajuan. Hanya bagi orang-orang yang mengerti akhir tujuan dari hidup inilah yang terus menyibukkan diri dengan kemanfaatan.
Orang-orang yang terampil melihat tujuan dan cita-cita, maka tidak ada istilah bermalas-malasan dalam kamus kehidupan mereka. Bagi mereka setiap detik adalah kesempatan untuk terus menyusun tangga menuju pucuk untuk memetik indahnya buah cita-cita. Keterampilan menyusun tujuan adalah langkah awal menuju manisnya hidup. Bagi kita yang belum berhasil meraih kesuksesan dalam hidup, tidak ada kata terlambat untuk memulai sebuah kebaikan. Tidak ada istilah kuno untuk sebuah perubahan. Mulai sekarang, mari kita tentukan arah dan tujuan hidup kita. Ingin jadi seperti apa kita? Ingin menjadi seorang pengusaha kaya dan mampu menyantuni ribuan anak yatim? Ingin mendirikan sekolah tahfidz gratis? Buat target berapa persen uang gaji yang akan kita keluarkan untuk bershadaqah.
Menyusun Rencana
Setiap hari, kita tidak pernah bisa terlepas dari berbagai aktivitas. Mulai dari bangun tidur, makan, mandi, ibadah, menonton televisi, update status, membaca buku, berpergian, dan berbagai aktivitas lainnya. Nyaris, kita tidak memiliki rencana dengan aktivitas-aktivitas harian tersebut. Bayangkan, begitu banyak waktu berharga yang terlewatkan setiap harinya. Padahal, jika kita menyusun rencana, maka bisa saja dalam satu hari kita mampu melakukan banyak hal.
Kata pepatah, disaat gagal untuk merencakanan, berarti saat itu pula kita sedang merencanakan sebuah kegagalan. Kalau merencakanan saja tidak mampu, bagaimana untuk mewujudkannya? Semua berawal dari sebuah perencanaan yang baik. Masa depan sebuah negara, perusahaan, organisasi, bahkan keluarga sekalipun tidak bisa lepas dari yang namanya perencanaan.
Janganlah selalu kita berlindung dibalik kata tawakkal. Tawakkal hanya akan memiliki makna apabila kita sudah berusaha semaksimal mungkin menggunakan potensi yang ada. Setelah usaha yang maksimal, baru kita diperintahkan untuk bertawakkal. Sering sekali kata tawakkal digunakan oleh mereka yang ‘pasrah’ dengan hidupnya. Kepasrahan yang berpondasikan kemalasan dan beratapkan keputus asaan. Ini adalah ‘pasrah’ yang tidak tepat.
Setelah berusaha dan berdoa dengan maksimal, maka semuanya kita kembalikan kepada Allah, biarlah Allah yang menolong kita dengan izinNya. Itulah yang dinamakan Tawakkal. Sebagaimana pesan Allah dalam surat Ali Imran [3] ayat 159-160.
Mulai sekarang, mari menyusun rencana hari-hari kita. Tuliskan apa saja yang ingin dilakukan hari ini. Buat target untuk mencapainya. Misalkan, dalam satu hari kita harus membaca satu Juz al-Qur’an, istighfar seratus kali, shalawat sekian kali, bersedekah minimal sekian ribu, membaca buku minimal satu jam, menulis satu halaman, dan seterusnya. Sekecil apapun aktivitasnya, tetap buatlah perencanaan. Pekerjaan kecil akan menjadi besar jika direncankan dengan baik dan maksimal.
Hidup ini adalah sebuah perjalanan. Sebuah proses transformasi diri. Dan setiap perjalananan pasti ada akhirnya. Maka, agar penghujung perjalanan berakhir pada kebaikan, kita harus mempersiapkan banyak hal agar kebaikan tersebut tercapai. Terampil menyusun rencana adalah modal terbesar yang bisa kita miliki sekarang.
Konsistensi
Kebaikan terasa nikmat apabila kita istiqomah (konsisten) untuk terus melakukan kebaikan tersebut. Kebaikan yang terbaik itu adalah kebaikan yang terus-menerus dilakukan, walaupun hanya kebaikan kecil. Lagipula, memiliki tujuan dan cita-cita hidup yang terarah memang sebuah keharusan. Kemampuan dalam menyusun rencana-rencana harian memang sebuah kedisiplinan, yang tidak semua orang mampu memilikinya.
Namun yang jauh lebih penting adalah konsisten dan istiqomah dalam melakukan kedua hal tersebut. Tujuan dan cita-cita hidup sering sekali berubah-ubah tanpa haluan jika pelakunya tidak konsisten. Perencanaan-perencanaan harian hanya mampu dilakukan pada awal minggu pertama saja jika pelakunya tidak istiqomah. Konsisten dan istiqomah adalah dua hal penting dalam menebarkan kebaikan. Semoga, kita bisa meraih husnul khotimah di akhir penghujung perjalanan ini. Aamiin!
Wallahu a’lam.
Yevi Yusnanda Usman
Mahasiswa Majanemen FE
Universitas Islam Indonesia
MUTIARA HIKMAH
“Wahai anak Adam! Kalian tidak lain hanyalah dari sekumpulan hari. Setiap satu hari berlalu maka sebahagian dari diri kalian pun ikut pergi”
(Imam Hasan Al-Bashri)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!