Melihat Wajah Islam melalui Peradaban dan Pemikiran Islam Dulu dan Kini; ISLAM dan POLITIK
Berbicara mengenai Islam dan Politik tentu merupakan sebuah topik yang menarik dalam khazanah pemikiran Islam, apalagi dalam lingkup nasional maupun internasional. Hal tersebut dikarenakan Islam merupakan sebuah agama yang bukan sekedar agama, akan tetapi Islam sebagai agama dapat mengatur berbagai aspek tidak hanya mengatur dalam konteks spiritual, namun Islam sebagai agama dapat mengatur berbagai aspek kehidupan baik dari segi Politik, Sosial, Ekonomi dan Budaya, kesemuanya itu diatur dalam agama Islam.
Islam yang mengadung prinsif Rahmatal Llil ‘Alamin dalam ideologinya, menggambarkan bahwa Islam itu sendiri cinta terhadap perdamaian, dan perdamaian itu sendiri tidak hanya monoton terhadap kaum Muslim saja melainkan untuk semua makhluk yang berada dimuka bumi ini baik dikalangan kaum Muslim maupun diluar kalangan kaum Muslim. Oleh karenanya, Islam sebagai agama tidak bisa dipisahkan dari aspek apapun apalagi kalau kita bicara mengenai politik. Politik dalam Islam merupakan sebuah wadah, dimana wadah tersebut merupakan sebuah entitas yang bisa menerapkan sebagian ajaran dari Islam itu sendiri, sehingga politik dan Islam tidak dapat terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. tegasnya, agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan (Politik) adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang dan lenyap (al-Ghazali).
Berdasarkan pada pandangan tersebut, timbul sebuah pertanyaan; Apakah Islam sebagai agama mengatur segala aspek kehidupan? Dengan kata lain, Apakah benar Islam sebagai agama tidak bisa dipisahkan dengan dimensi politik?. Jawabannya, tentu ‘YA’ karena secara faktual Islam tidak sekedar menjadi sebuah ajaran agama akan tetapi Islam sendiri merupakan sebuah sistem politik (apolitical system), dimana seluruh gugusan pemikiran Islam dibangun diatas fundamen bahwa kedua sisi itu saling bergandengan dengan selaras dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini dibuktikan, bahwasanya Islam sendiri menjadi gerakan politik sejak zaman nabi Muhammad. Dimana pada saat itu, Muhammad membangun sebuah komunitas Islam di Madinah pada tahun 622 M. Setelah Rasulullah wafat, kendali pemerintahan dipegang oleh Khulafaurrasyidin. Masa ini ber lanjut sampai munculnya dinasti Bani Umayah dan dilanjutkan oleh Bani Abbasiyah sampai kehancurannya akibat serangan tentara Mongol sekitar tahun 1250M. Inilah yang membuktikan bahwa Islam itu tidak dapat dipisahkan dengan dimensi politik.
Terlepas dari wafatnya Rasulullah. Sejarah membuktikan bahwasanya Islam tidak terlepas dari yang namanya carut marut perpolitikan, dan kesemua hal tersebut tidak terlepas dari adanya perbedaan pendapat mengenai teologi Islam, dan hal tersebut tanpa didukung oleh takwilan atas nash-nashnya (al-Qur’an), sehingga berdampak pada penafsiran al-Qur’an dan Hadits menurut selera masing-masing golongan, bahkan sebagian melakukan pemalsuan terhadap Hadits untuk mendukung keberadaan dan kebenaran kelompok tertentu. Sehingga lahirlah firqoh-firqoh (golongan) yang berbeda-beda, namun semuanya masih berada dalam naungan bingkai Islam.
Perbedaan jelas yang terjadi terhadap kaum muslimin setelah wafatnya Rasulullah`, adalah perbedaan pendapat mengenai imamah (kepemimpinan negara), hal ini dikarenakan dalam catatan sejarah Rasulullaha tidak menjelaskan dan menentukan dengan pasti siapa yang akan menggantikan estafet dari kepemimpinannya. Sehingga dalam hal ini, terjadilah sebuah pertemuan yang dilakukan kaum Anshar di Syaqifah Bani Sa’idah dalam rangka merembukkan siapa pengganti kepemimpinan Muhammad` (lahirlah teori politik Islam pertama).
Mungkin dalam hal ini, penulis melihat bahwasanya ketiadaannya wasiat atau perintah dari Rasulullah Muhammada mengenai pengganti tampuh pemerintahan setelahnya, adalah dikarenakan bahwa Rasulullah tidak mau melihat umat Islam sendiri terikat dengan aturan-aturan yang baku dan kaku, yang kemudian aturan-aturan tersebut tidak cocok dengan perkembangan yang terus terjadi, serta tidak sesuai dengan kondisi seperti pada saat ini. Ini juga bisa kita lihat bahwa di dalam Islam itu sendiri tidak ada aturan yang baku terhadap sistem pemerintahan, ini dikarenakan syari’at Islam berkehendak bahwasanya undang-undang dalam Islam harus terus bersifat lentur, sehingga kelenturannya tersebut dapat memberikan kesempatan kepada akal manusia untuk berpikir, serta ummat Islam sendiri dapat membuat sistem politik yang di kehendakinya sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka yang berubah-ubah sesuai perkembangan zaman. Namun dalam hal ini, harus tetap dalam koridor yang sudah ditentukan oleh syari’at Islam.
Terlepas dari itu semua, bukan berarti syari’at Islam tidak begitu memperhatikan pemeluknya dalam melakukan sesuatu perbuatan. Akan tetapi, lebih kepada memberikan kebebasan terhadap pemeluknya (Islam) supaya menggunakan akal pikirannya untuk berpikir dan melakukan sesuatu hal yang mana perbuatan tersebut bisa bermanfaat untuk dirinya dan untuk semua umat pada skala besar. Namun, Islam juga tetap memberikan batasan-batasan terhadap pemeluknya, apabila suatu perbuatan mencangkup aqidah maka perbuatan tersebut harus mengacu pada aturan syari’at nya, akan tetapi apabila perbuatan tersebut luar dari cangkupan aqidah yaitu mengenai furu’iyah maka tidak mengapa terjadi perbedaan di setiap individu asalkan masih dalam naungan bingkai Islam. Seperti banyak kita lihat para ulama banyak yang berbeda pendapat, namun kita sebagai masyarakat harus menerima dengan lapang dada seperti para Ulama lakukan. Mungkin inilah yang dinamakan agama Islam itu mudah tapi jagan terlalu dimudah-mudahkan.
Dalam perkembangannya, semakin maju teknologi, dunia semakin modern, maka permasalahan yang terjadi juga semakin komplek. Banyak kita lihat fenomena yang diluar sana yang mengatas namakan tidakannya itu dibawah naungan Islam. Namun, hal ini perlu diwaspadai karena banyak kelompok yang mengatas namakan dirinya Islam akan tetapi sesungguhnya apa yang dilakukan justru merusak citra Islam itu sendiri dimata orang lain. Namun, tidak bisa juga dipungkiri yang melatarbelakangi munculnya sebuah gerakan destruktip tersebut bukan tidak lain karena adanya serangan dari dunia barat yang ingin melihat Islam ini rusak dan lenyap, sehingga memudahkan munculnya gerakan yang destruktip. Ini merupakan sebuah paradoks yang dilakukan dan penuh by desain dari orang-orang yang ingin melihat Islam dimuka bumi ini hancur.
Oleh sebab itu, sebagai kaum muslim perlu memperkuat persatuan Ukhuwah Islamiyah dan persatuan tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada yang menjadi penjaganya, dimana penjaganya tersebut ialah bukan tidak lain adalah kekuasaan (politik) sehingga apa yang saya jelaskan diatas bahwa politik dan Islam tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. namun dalam hal ini Islam yang Rahmatal Lil ‘Alamin dan penuh keadilan terhadap siapapun sekalipun diluar dari kaum Muslim. Tegasnya bagi semua mahluk di muka bumi ini.
Muhammad Izzu Saukani
Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional
Universitas Islam Indonesia
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!