SENANTIASA DIRINDUKAN

Adakah orang yang tidak merindukan surga? Tentu tidak ada orang yang tidak merindukan surga, semua orang merindukan surga, baik muslim maupun non muslim. Namun, surga hanya berhak ditempati oleh orang-orang muslim (baca: beriman), Allah Swt berfirman yang artinya,  “Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (Q.S. al-Bayyinah [98]: 6-8).

 

Apa Sebenarnya Surga Itu?

Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengimani keberadaan surga dan neraka. Secara bahasa, surga berarti taman yang banyak pohonnya, adapun merurut istilah berarti kampung akhirat yang dipersiapkan Allah bagi orang-orang yang bertakwa.[1]

Imam al-Muzani menyatakan, “Dan para penghuni surga pada hari itu menempati surga dengan nikmat. Dengan berbagai kelezatan mereka bersenang-senang, dan dengan berbagai kemuliaan mereka dihormati.”[2]

Surga merupakan ganjaran bagi setiap muslim yang beriman, baik dengan hati dan beramal shalih dengan badannya. Imam Ibnu Katsir berkata, “Itulah balasan bagi mereka yang takut pada Allah  dan yang bertakwa dengan benar pada-Nya. Itu juga balasan untuk orang yang beribadah pada Allah  seakan-akan ia melihat-Nya. Jika ia tidak melihat-Nya, maka ia yakin bahwa Allah l selalu memperhatikan dirinya.”[3]

Allah Swt berfirman yang artinya, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (Q.S. al-Imran [3]: 133).

Sebaliknya setiap orang yang kufur kepada Allah, maka Allah  menyiapkan tempat yang penuh penderitaan yaitu neraka. Allah Swt berfirman yang artinya, “Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) — dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 24)

 

Ingin Masuk ke dalam Surga-Nya?

Setiap muslim memiliki kesempatan untuk masuk ke dalam surga, Rasulullah ` bersabda, “Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan. Para sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, siapakah yang enggan (untuk masuk surga)?. Beliau menjawab, Barang siapa yang taat padaku maka ia akan masuk surga, dan barang siapa yang tidak mentaatiku berarti ia telah enggan (untuk masuk surga)”. (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah r.a).

Lalu, bagaimana cara agar dapat masuk kedalam surga? Tidak setiap yang merindukan surga, kelak akan mendapatkannya; karena surga memiliki kunci untuk memasukinya, Allah mengisyaratkan kunci surga dalam firman-Nya yang artinya, “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling nasehat menasehati dalam kebaikan dan saling nasehat menasehati dalam kesabaran.(Q.S. al-‘Ashr []: 3-1).

Sedemikian agungnya surat ini, sampai-sampai Imam Syafi’i berkata, “Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah atas para hamba-Nya melainkan hanya surat ini; niscaya itu telah cukup”.[4] Maka dapat disimpulkan masing-masing dari empat kunci tersebut, sebagai berikut:

 

  1. Ilmu

Ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu agama, yaitu ilmu yang berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits dengan pemahaman para salafush shalih untuk menjalankan kewajiban-kewajiban agama, wajib hukumnya untuk dicari oleh setiap muslim dan muslimah, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah ` dalam sabdanya, “Mencari ilmu hukumnya wajib atas setiap muslim. (H.R. Ibnu Majah dari Anas bin Malik, dan dinyatakan sahih oleh Syaikh al-Albani dalam tahqiqnya atas Misykah al-Mashabih).

Setiap muslim hendaknya mempelajari apa yang menjadi prioritas dalam agama, yaitu  ilmu tauhid, karena itulah pondasi Islam dan inti dakwah para rasul dan nabi. Allah Swt berfirman yang artinya, “Dan telah Kami utus seorang rasul di setiap umat (untuk menyerukan) sembahlah Allah semata dan jauhilah thaghut”. (Q.S. an-Nahl [16]: 36).

Dari Nabi dan Rasul yang pertama hingga yang terakhir, inti seruan mereka adalah mengajak manusia untuk mempersembahkan ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah.

Perhatikan apa yang didakwahkan Nabi Nuh n, Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan (yang haq) bagimu selain-Nya“. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)” (Q.S. al A’râf [7]: 59).

 

  1. Amal Shalih

Ilmu adalah sarana yang mengantarkan kepada tujuan utama yaitu amal shalih. Sebelum seorang beramal ia harus memiliki ilmu tentang amalan yang akan ia kerjakan, begitupula jika kita telah memiliki ilmu, kita harus mengamalkan ilmu tersebut.

Amal adalah sebab kokohnya ilmu. Asy-Sya’bi  (generasi tabi’in) berkata, “Dulu kami berusaha untuk menghapal hadits dengan mengamalkannya.” [5]

Juga diriwayatkan dari Abu Darda’ abeliau berkata, “Sesungguhnya Engkau tidak akan menjadi seorang ‘alim (orang yang berilmu), sampai Engkau belajar (menuntut ilmu). Tidaklah Engkau menjadi penuntut ilmu, sampai Engkau mengamalkan ilmu yang telah Engkau pelajari.” [6]

 

  1. Dakwah

Setelah seorang hamba membekali dirinya dengan ilmu dan amal, dia memiliki kewajiban untuk menyampaikan ilmu yang telah ia raih dan ia amalkan kepada orang lain, mulai dari keluarga terdekat sebelum orang lain dengan mengedepankan akhlak yang baik.

Tidak dibenarkan untuk langsung meloncat ke fase ketiga ini (yakni dakwah) tanpa melalui dua fase sebelumnya (yakni ilmu dan amal); karena jika demikian halnya ia akan menjadi seorang yang sesat dan menyesatkan (berdakwah tanpa bekal ilmu)  ataupun menjadi seorang yang amat dibenci oleh Allah  (karena berdakwah tetapi tidak mengamalkan ilmunya)

 

  1. Sabar

Kesabaran dibutuhkan oleh setiap muslim, baik ketika ia mencari ilmu, mengamalkannya dan mendakwahkannya; karena tiga fase ini susah dan berat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Yahya bin Abi Katsir , “Ilmu tidak akan didapat dengan santai-santai”. Kesabaran merupakan salah satu jalan yang utama yang mengantarkan seorang hamba ke surga, dan jalan menuju ke surga diliputi dengan hal-hal yang tidak disukai oleh nafsu.

Rasulullah ` bersabda, “(Jalan menuju ke) surga diliputi dengan hal-hal yang dibenci (nafsu), sedangkan (jalan menuju ke) neraka diliputi dengan hal-hal yang disukai hawa nafsu. (H.R.Muslim dari Anas bin Malik a).

Inilah empat kunci agar bisa masuk ke dalam tempat yang “senantiasa dirindukan”, semoga Allah  melimpahkan taufiq-Nya kepada kita semua untuk bisa meraihnya, âmîn.[7]

 

Bekti Dwi Kurniadi

Mahasiswa PAI 2017

 

Referensi

[1] Syarah Lum’atul I’tiqad, Cetakan ketiga, tahun 1415 H / 1955 M. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Penerbit Maktabah Adhwa-us Salaf.

[2] Syahrus Sunnah Lil Muzani,Cetakan pertama, 1438 H. Ismail bin Yahya Al-Muzani Asy Syafi’i. Penerbit Maktabah Bimbingan Islam.

[3] Dikutip dari:https://rumaysho.com/3493-tafsir-surat-al-bayyinah-3-balasan-bagi-orang-beriman-dan-orang-kafir.html

[4] Tafsîr al-Imâm asy-Syâfi’i (III/1461).

[5] Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam “Jaami’ bayaan al-‘ilmi”, 1/709. https://muslim.or.id/40167-mengokohkan-ilmu-dengan-beramal.html

[6] Diriwayatkan oleh Al-Khathib Al-Baghdadi dalam “Al-Iqtidha”, hal. 16-17. https://muslim.or.id/40167-mengokohkan-ilmu-dengan-beramal.html

[7] Diringkas dari:https://tunasilmu.com/empat-kunci-masuk-surga/

 

 

MUTIARA HIKMAH

 

Memohon pertolongan Allah l dalam mengamalkan ilmu, di antara doa yang dirutinkan oleh Nabi ` setiap hari setelah shalat subuh adalah,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima.” (H.R.Ahmad no.6/294, Ibnu Majah no. 925)

 

 

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *