Belajar Dari Keteguhan Hati Nabi Ibrahim

Belajar Dari Keteguhan Hati Nabi Ibrahim

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘ala rasûlillâh,

Saudaraku yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, mari kita belajar dari keteguhan Nabi Ibrahim n dalam mempertahankan keimanannya dan ketabahannya dalam menjalani kehidupan yang telah Allah tetapkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim” (Q.S. Ash-Shu’arâ [26]: 69).

Kisah Nabi Ibrahim sangatlah menarik untuk kita pelajari dalam kehidupannya, dia terlahir ditengah-tengah keluarga dan masyarakat yang musyrik. Tapi Nabi Ibrahim dilindungi oleh Allah dengan diteguhkan keimanannya. Beliau tidak menyembah benda-benda langit dan patung sekalipun karena beliau mengikuti kata hatinya.

Telah banyak dijelaskan dalam al-Qur’an mengenai kisah Nabi Ibrahim n, salah satunya ada dalam surat ash-Shaffat dimulai dari ayat 83 dan seterusnya. Kehidupan Nabi Ibrahim yang dikelilingi dengan lingkungan yang musyrik, menjadikan Nabi Ibrahim bertanya-tanya akan tuhan yang kaumnya sembah, kisah Nabi Ibrahim termaktub dalam al-Qur’an,

“(Ingatlah) ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Apakah yang kamu sembah itu? Apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan berbohong? Maka apakah anggapanmu terhadap Tuhan semesta alam?” Lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang. Kemudian ia berkata: “Sesungguhnya aku sakit”. Lalu mereka berpaling dari padanya dengan membelakang. Kemudian ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka; lalu ia berkata: “Apakah kamu tidak makan? Kenapa kamu tidak menjawab?” Lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya (dengan kuat). Kemudian kaumnya datang kepadanya dengan bergegas. Ibrahim berkata: “Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu?” (Q.S. ash-Shaffat [37]: 85-95)

Dari ayat-ayat di atas, dapat dilihat bahwa Nabi Ibrahim n memiliki karakter yang kuat dalam beragama. Berikut pelajaran yang bisa kita ambil faidahnya:

Mempertahankan Keimanannya Terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala

Pada saat itu Nabi Ibrahim n sudah memiliki keraguan akan apa yang telah disembah kaumnya, beliau tetap mengikuti kata hatinya untuk terus menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala.  Menurut Ali bin Abi Thalib meriwayatkan Ibnu Abbas mengenai aqidah dan keyakinan Nabi Ibrahim n yang tertera pada surat ash-Shaffat ayat 83-84 yaitu,

“Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar golongannya Nuh” yang dimaksud adalah bahwa Nabi Ibrahim benar-benar pemeluk agama Nuh yang mengikuti ajaran dan sunnah Nabi Nuh. Lalu pada ayat 84 Ibnu Abbas menjelaskan bahwa tidak ada tuhan yang sebenar-benarnya kecuali Allah l[i].

Pada ayat 85, dari Qatadah ia mengatakan, “Yakni apa dugaan kalian tentang apa yang akan Allah lakukan terhadap kalian, jika kalian bertemu dengan-Nya, sedang kalian telah beribadah kepada selain-Nya bersama-Nya. Sebenarnya Ibrahim mengatakan hal itu kepada kaumnya agar beliau bisa menetap di dalam negeri ketika mereka berangkat ke perayaan mereka, sedangkan Ibrahim lebih senang menyendiri dengan tuhan-tuhan mereka bermaksud untuk menghancurkannya, lalu Ibrahim menyampaikan satu ucapan mengenai kebenaran kepada mereka, namun mereka memahami bahwa Ibrahim sedang sakit. “Lalu mereka berpaling darinya dan membelakang”.

Qatadah mengatakan, “Bangsa Arab menyebut orang yang berfikir sebagai orang yang melihat bintang-bintang” artinya dia melihat ke langit sambil memikirkan apa yang melengahkan mereka. Dan Ibrahim pun berkata “Sesungguhnya aku sakit” yaitu lemah. Dan adapun beliau berbohong hanya 3 kali yaitu mengenai ucapan beliau yaitu sesungguhnya aku sakit, dan mengenai patung-patung mereka dialah yang melakukannya sendiri dan juga ucapannya tentang Sarah yang ia berkata bahwa ia saudara perempuannya.[ii]

Lalu setelah itu Nabi Ibrahim masuk ke tempat berhala mereka yang berisi patung-patung yang mereka sembah, dan beliau menghancurkannya dengan tangan kanannya yang lebih kuat kecuali patung yang paling besar. Setelah itu mereka kembali dan melihat bahwa yang mereka sembah telah hancur. Dicarilah siapa pelakunya dan ditemukannya yaitu Ibrahim, dan dengan tegas Ibrahim mendebat mereka, “apakah kalian memberikan makan mereka? Sedangkan ia tidak makan. lalu apakah kalian menyembah mereka, sedangkan mereka itu yang kalian pahat sendiri, sesungguhnya Allah yang menciptakan kalian dan apa-apa yang kalian sembah”. Setelah itu mereka dengan tegas menyuruh untuk membangun sebuah bangunan dan menaruh Ibrahim di tempat itu lalu membakarnya, namun telah tertera pada surat al-Anbiya bahwa Allah telah menyelamatkannya dari api serta memenangkannya dari mereka[iii].

Setelah Allah l memenangkan Ibrahim dari mereka, lalu Ibrahim pergi meninggalkan mereka dan memohon untuk diberikan keturunan sebagai pengganti yang telah ditinggalkan. Setelah penantian yang panjang Allah l mengabulkan doanya.

Ikhlas, Tabah dan Berserah Diri Kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

Selain itu Nabi Ibrahim digambarkan sebagai seorang yang selalu berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, beliau pergi meninggalkan negerinya dan beliau meminta untuk diberikan anak yang shalih, penantian panjang beliau untuk memiliki keturunan Allah kabulkan yaitu lahirlah Nabi Ismail, namun tidak lama Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Ibrahim n untuk meninggalkan istri dan anaknya di sebuah lembah yang tidak ada makanan, minuman dan orang sekalipun. Namun beliau menyerahkan segalanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Nabi Ibrahim meninggalkan isteri dan anaknya sambil berdoa, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim [14]: 37)[iv]

Setelah Nabi Ismail beranjak remaja dan dewasa serta berusaha untuk terus bersama-sama dengan ayahnya, Nabi Ibrahim pun bermimpi bahwa beliau menyembelih anaknya Ismail dan itu merupakan perintah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu belaiu menceritakannya kepada Ismail dan meminta pendapatnya. Ismail pun menjawab untuk mengikuti perintah Allah dan taat kepada-Nya, Ismail bersedia untuk disembelih karena ketaatannya yang kuat terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kesabarannya. Kemudian Nabi Ibrahim membaringkan Ismail dan menempatkan pisau pada tengkuknya sambil memejamkan mata, untuk meringankan dan Allah menebusnya dengan seekor domba dari surga atas ketaatan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.[v]

Dari kisah ini tentu pantas bagi beliau diberi gelar Ulul Azmi dimana beliau termasuk orang-orang yang kuat, sabar terhadap ujian yang diberikan Allah baik melalui kaumnya sendiri maupun keluarganya. Beliau tetap istiqomah untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sekalipun untuk mengorbankan anaknya, walau dari segi manusiawi hati kecil beliau merasa sedih, namun beliau percaya akan segala kekuasaan Allah dan kehendaknya.

Dari keyakinan dan ketaatannya terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, Nabi Ibrahim berhasil menularkannya kepada Nabi Ismail n, yang tidak menolak akan perintah Allah melalui ayahnya untuk menyembelih dirinya. Ketabahan dan ketakwaan Nabi Ibrahim telah memberikan banyak pembelajaran bagi umat Islam, bahwa keimanan seseorang dan ketakwaannya dapat terlihat dari seberapa tabah dan ikhlas ia menghadapi ujian kehidupannya.

Kebanyak seseorang yang melemah imannya, ketika ia dihadapkan dengan sesuatu yang sulit lalu ia pergi meninggalkan agamanya, hal itu sangat berbanding terbalik dengan ajaran Islam. Nabi Ibrahim n yang berada ditengah-tengah masyarakat yang musyrik beliau mampu meneguhkan hatinya untuk terus beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, beliau tabah, sabar dan ikhlas ketika penantian panjangnya menuggu Nabi Ismail lahir setelah lahir namun Allah mengujinya dengan menjauhkannya dari Ismail dan dibiarkannya tinggal bersama ibunya di tengah gurun pasir dan tidak ada sumber makanan apapun, setelah Ismail kembali dan beranjak remaja Nabi Ibrahim diuji kembali dengan harus menyembelih darah dagingnya yaitu Ismail. Maka betapa tabah dan ikhlasnya hati beliau.

Ujian yang didapatkan setiap manusia berbeda-beda, namun Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikannya sesuai kemampuan hamba-Nya, maka seberapa besar ujian kita dalam hidup,  kita bisa belajar dari kisah para nabi untuk belajar tegar dan ikhlas tanpa menjauh dari Sang Khaliq. Wa Allâhu a’lam bi ash shawâb.[]

 

Lia Ananda Haenida

Pendidikan Agama Islam UII

Refrensi

[i] Tafsir Ibnu Katsir. 2004 M. Penerjemah Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ishaq. Muassasah Daar al-Hilâh Kairo. hal. 22

[ii] Ibid. hal. 22-24

[iii]  Ibid. hal. 25

[iv] https://kisahmuslim.com/2575-kisah-nabi-ibrahim-alaihissalam-bag-4-selesai.html

[v] Tafsir Ibnu Katsir. 2004 M., hal. 27).

 

Mutiara Hikmah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ

Jika kamu mempersekutukan (Rabbmu), niscaya akan hapuslah amalmu.” (Q.S. az-Zumar [39]: 65)

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *