Iman sebagai Tameng Kesehatan Mental

Iman sebagai Tameng Kesehatan Mental

Putut Sutarwan*

 

Pengertian Iman

Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja (fi’il), amana-yu’minu-imanan yang mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentram dan tenang.[1] Menurut Hasbi As-Shiddiqy: al qaulu bilisan wa tashdiku bil janan wal amalu bil arkan “Iman ialah mengucapkan dengan lidah, membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota tubuh”. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikannya dengan: waqaulu wa amilu wa niyatu tsumsaku bi sunah “Ucapan diiringi dengan ketulusan niat dan dilandasi dengan berpegang teguh kepada Sunnah”.[2]

Kesehatan Mental

Kesehatan mental merupakan kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan  batin  dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan).[3]

Menurut Kaelber mulai tahun 2020 yang merupakan era modern, depresi yang merupakan salah satu tanda dari ketidaksehatan mental akan menempati urutan kedua penyebab disabilitas.[4] Pada gangguan mental banyak terjadi pada seseorang yang belum berusia 45 tahun dan banyak dialami kepada perempuan.[5]

Kesehatan mental merupakan gangguan yang sering diacuhkan pada lingkungan masyarakat. Kesehatan mental juga sangat penting untuk diperhatikan sama halnya dengan kesehatan fisik. Serta banyak hubungannya antara gangguan fisik dengan kesehatan mental yang saling mempengaruhi. Kesehatan mental memerlukan penanganan yang serius. Apabila permasalahan itu tidak cepat ditanggapi maka akibatnya manusia di era modern ini susah untuk memperoleh kesehatan mental. Ketidaksehatan mental nampak karena ketidakharmonisan dan ketidakbahagiaan seseorang secara sendiri maupun dengan lingkungan sosial.[6]

Potensi Dasar Manusia

Dalam pandangan Islam ditegaskan bahwa potensi dasar manusia adalah baik, dan pada prinsipnya manusia diciptakan dalam bentuk dan membawa pembawaan yang baik dan tidak ada yang membawa bibit yang buruk, seperti dalam surah at-Tîn ayat 4.

Allah ﷻ berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (Q.S. at-Tin [95]: 4).

Adapun dalam perkembangannya manusia berubah tidak baik ataupun menjadi buruk mentalnya adalah disebabkan faktor eksternal yang mempengaruhinya. Dan sebab itu tidak pernah menyerang secara tiba-tiba kepada orang yang sehat dan tidak ada karena satu krisis tunggal dalam kehidupannya, timbulnya penyakit mental itu lebih banyak disebabkan oleh ulah manusia sendiri (berdasarkan pembiasaaan) yang tidak mampu menumbuhkan diri akan rasa syukurnya kepada Allah ﷻ yang secara berangsur-angsur menimbulkan rasa kesempitan dan tertekan hidupnya.

Allah ﷻ berfirman,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.  (Q.S. Thaha[20]: 124).

Iman Tameng Bagi Kesehatan Mental

Iman menjadi benteng terhadap godaan dan gangguan kesehatan mental, iman terletak di dalam hati, tidak dapat dilihat dengan mata zhahir karenanya ia merupakan konsepsi batiniyah, bila ditarik kedalam bidang ilmu disebut ilmu aqidah atau disebut juga ilmu tauhid, karena sasaran ilmu ini adalah hati.

Membina hati lebih sulit dari pada membina jasmani, sebab gerak jasmani sangat ditentukan oleh hati. Jika hatinya baik maka gerak jasmani akan menjadi baik, tapi jika hatinya jelek maka gerak jasmani akan menjadi tidak baik.

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Kesehatan mental dalam Islam selalu dikaitkan dengan keimanan dan karena iman merupakan prinsip pokok dan sekaligus menjadi sumbu kebahagiaan hidup manusia, dan juga iman adalah penuntun dan sekaligus pengendali sikap, ucapan, tindakan dan perbuatan serta mengarahkannya menuju kebaikan, kebenaran, kesejahteraan dan kebahagiaan diri dan orang lain yang dilandasi nilai-nilai ilahiyah. Sedangkan ketaqwaan merupakan realisai keimanan yang diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan atau penghayatan terhadap hal-hal yang diperintahkan oleh Allah ﷻ dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.[7]

Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman”. (Q.S. Yunus[10]: 57)

Keimanan meliputi Iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, Nabi-nabi, Hari akhir dan Taqdir akan tetapi keimanan juga harus dibarengi dengan taqwa, menjalankan apa yang diperintahkan dan menjahui apa yang diharamkan dan bisa dikatakan iman dan amal saleh sebagai jalan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Allah ﷻ berfirman,

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ. ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ طُوبَىٰ لَهُمْ وَحُسْنُ مَـَٔابٍ.

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik”. (Q.S. ar-Ra’d [13]: 28-29).

Seorang ahli ilmu jiwa Amerika Serikat berpendapat bahwa keimanan adalah terapi terbaik bagi keresahan yang melanda manusia, keimanan merupakan salah satu kekuatan yang harus terpenuhi dalam rangka menopang hidup manusia, dan keimanan yang kuat akan melindungi seseorang dari keresahan, dan menjaga keseimbangan hidup dan selalu siap menghadapi segala musibah atau penderitaan yang menimpa.[8]

Islam memberikan bekal dan landasan jiwa untuk tidak gentar menghadapi kenyataan hidup dan tidak terperdaya terhadap beragamnya masalah kehidupan yang ada dengan keimanan, sebab keimanan itu 1. Iman harus benar-benar tertanam dengan seyakinnya bahwa Allah ﷻ itu maujud “ada” disertai dengan pengetahuan tentang sifat-sifat-Nya yang disebut dengan Asma’ul Husna; 2. Mengetahui ketentuan Allah baik itu perintah maupun larangan-Nya dan meyakininya; 3. Mengetahui akibat jika kita mengingkari dan menentang kehendak-Nya.

Wallahualam Bissawab

* Kadiv. Pengadaan & Rumah Tangga DSP UII

[1] Louis Ma’luf, Kamus al-Munjid, Beiru­­t: al-Maktabah al-Katulikiyah, T.th, h. 16.

[2] Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Terjemahan) H. Firdaus, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, h. 257.

[3] Zahrotul Oktaviani. “Bagaimana Islam Memandang Kesehatan Mental”  https://islamdigest.republika.co.id/berita/qi66az335/bagaimana-islam-memandang-kesehatan-mental/. Diakses tanggal 7 September 2023.

[4] Ghozali, Dewanti, Religiusitas Sebagai Prediktor Terhadap Kesehatan Mental Studi Terhadap Pemeluk Agama Islam, Jurnal Psikologi Vol. 6 No. 1, April, 2011, h. 384.

[5] Zainal Aqib, Konseling Kesehatan Mental, Bandung: Rama Widya, 2013, h. 56.

[6] Ibid. h. 57.

[7] Mudzakir Ali, Kesehatan Mental dalam prespektif Islam, Semarang: PKPI2 Universitas Wahid Hasyim, 2003 h. 19.

[8] Syamsu Yusuf, LN, Mental Hygiene: Pengembangan Kesehatan Mental Dalam Kajian Psikologi dan Agama Bandung: Pustka Bani Quraisy, 2004, h. 50.

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *