Agar Mudik Kita Lebih Bermakna
Agar Mudik Kita Lebih Bermakna
Erry Satya Panunggal (Tendik FTI UII)
Mudik menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi menyambut Hari Raya Idul Fitri di Indonesia. Secara bahasa, kata mudik berasal dari bahasa Jawa Kuno muḍik, yakni dari kata uḍik yang artinya naik; maju (berjalan) ke hulu; menuju ke darat.[1] Membuncahnya kerinduan akan kampung halaman dan keinginan bertemu orang tua serta sanak keluarga membuat animo mudik seakan tak pernah surut. Di tahun 2023 saja, tercatat 123,8 juta orang atau 45% dari total populasi penduduk Indonesia yang menjalani ritual mudik lebaran ke kampung halaman.[2]
Meski mudik memang lebih lekat dengan tradisi kultural di tanah air, namun tidak ada salahnya jika kita sebagai seorang muslim juga menggali nilai-nilai positif di dalamnya sehingga dapat lebih memaknainya. Berikut beberapa tips yang dapat kita coba untuk membuat mudik kita menjadi lebih bermakna.
Meluruskan niat: birrul walidain
Niat menjadi pondasi utama seorang muslim sebelum menjalankan berbagai aktivitas. Suatu aktivitas yang didasari oleh niat yang mulia yakni mencari rida Allah l dan mengikuti tuntunan Rasul-Nya akan membawa keberkahan dan pahala kebajikan.[3] Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)
Begitupun dengan mudik. Jika kita gali dari aktivitas mudik, salah satu yang paling kental adalah nilai berbakti kepada kedua orang tua dan menyambung tali silaturahmi.[4] Hal ini sejalan dengan ajaran birrul walidain. Allah ﷻ berfirman,
وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.” (QS. An Nisâ’ [4]: 36).
Begitu pentingnya birrul walidain dalam Islam, sehingga Allah ﷻ kerap menyambungkan perintah beribadah kepada-Nya dengan berbakti kepada kedua orang tua. Oleh karena itu, niatkanlah mudik kita dengan tujuan mengamalkan birrul walidain dan menyambung silaturahmi.
Menghindari mudharat ketika dalam perjalanan
Jauh ataupun dekat jarak yang kita tempuh selama mudik, hendaknya kita selalu berupaya menghindari mudharat yang dapat timbul dalam perjalanan. Keselamatan jiwa adalah prioritas utama yang perlu diperhatikan setiap pemudik. Sebagaimana tujuan dari hukum Islam adalah li jalb al-mashaalihi wa lidaf’i al-mafaasid, yaitu mengambil kemaslahatan dan menghindari kemudharatan.
Memilih alat transportasi mudik yang aman dan nyaman menjadi ikhtiar yang tidak boleh disepelekan. Selanjutnya, mematuhi semua rambu-rambu lalu lintas jika kita berkendara dengan kendaraan pribadi. Sebab ketertiban dalam berlalu lintas adalah kemaslahatan, sedangkan melanggar lalu lintas adalah perbuatan yang mendatangkan mudharat.[5]
Kemudian menghormati hak-hak pengguna jalan lain. Selain itu, tidak memaksakan diri berkendara ketika badan sudah lelah atau sangat mengantuk. Tak kalah penting adalah mengawali perjalanan mudik kita dengan memanjatkan doa. Selama perjalanan, kita juga dapat menghiasi waktu-waktunya dengan berzikir maupun bershalawat.
Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar menjabarkan lima hal terkait doa berkendaraan, yaitu:[6]
- Membaca basmallah.
- Membaca doa, “Alhamdulillāhilladzī/subhānalladzī sakhkhara lanā hādzā wa mā kunnā lahū muqrinīna, wa innā ilā rabbinā lamunqalibūna”.
- Membaca hamdallah 3x.
- Membaca takbir 3x.
- Membaca doa, “Subhānaka innī zhalamtu nafsī faghfirlī fa innahū lā yaghfiruz dzunūba illā anta”.
Menanggalkan sifat sombong dan menyuburkan berbagi
Kerja keras dan kesuksesan yang kita upayakan dengan serius di tanah perantauan seringkali menjadi pintu bagi tumbuhnya benih-benih kesombongan. Secara tidak sadar, kita dapat terbujuk untuk membangga-banggakan kesuksesan yang berhasil diraih di depan sanak keluarga maupun tetangga secara berlebihan. Gus Baha dalam salah satu ceramahnya pernah berkata bahwa sesungguhnya sikap sombong dan tawadhu perbedaannya sangat tipis.[7] Oleh karena itu, semuanya kembali kepada niat dan tujuan diri kita ketika membincangkan kesuksesan tersebut.
Di sisi lain, mudik dapat menjadi waktu yang tepat untuk menyuburkan sikap berbagi dengan kerabat atau handai taulan yang kurang mampu di kampung halaman.[8] Hal ini akan meningkatkan solidaritas sesama serta menjadi bentuk syukur atas karunia Allah ﷻ kepada kita.
Menjaga lisan ketika bersilaturahmi
Mulutmu adalah harimaumu, demikian pepatah populer yang sangat familiar kita dengar. Di tengah asyiknya bersilaturahmi bersama keluarga, secara tak sadar meluncur perkataan atau pertanyaan yang dapat melukai hati saudara kita. Seperti di antaranya menanyakan hal-hal yang sifatnya masuk ranah privasi bagi lawan bicara. Sebagai contoh, menanyakan kapan akan berkeluarga, kapan akan punya atau menambah momongan, kapan akan membeli kendaraan, dsb.
Bagi penanya yang tidak sensitif, hal ini sering dianggap sebagai basa-basi untuk memantik pembicaraan yang lebih lanjut. Daripada tidak ada bahan obrolan, kilahnya. Namun bagi orang yang ditanya, pertanyaan tersebut dapat menyinggung atau melukai perasaan mereka. Oleh karenanya, bagi sebagian orang, momen silaturahmi yang seharusnya menyenangkan penuh suka cita, justru menjadi momok yang membuat tidak nyaman. Menyikapi hal ini, kita dapat berkaca pada sabda Rasulullah diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no.10 dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi ﷺ bersabda,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya” (HR. Al-Bukhari, no. 10).
Maka penting menjaga lisan dari ucapan-ucapan yang kotor atau menyakitkan.[9] Topik pembicaraan yang ringan seperti nostalgia masa kecil di kampung halaman, kuliner, dan hobi bisa menjadi hal yang menarik dan mendekatkan kita kepada lawan bicara.[10]
Demikian hal-hal yang penulis rangkum agar mudik kita di saat lebaran nanti dapat lebih bermakna. Semoga bermanfaat.
Marâji’:
[1] “Hasil Pencarian – KBBI Daring”. kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses pada 14 Maret 2024.
[2] Isna Rifka Sri Rahayu. “Survei Kemenhub: Jumlah Pemudik Tahun Ini 193,6 Juta Orang”. https://money.kompas.com/read/2024/03/12/163000326/survei-kemenhub–jumlah-pemudik-tahun-ini-193-6-juta-orang. Diakses pada 13 Maret 2024.
[3] M. Ngisom Al-Barony. “Niat Penentu Amal Perbuatan”. https://jateng.nu.or.id/keislaman/niat-penentu-amal-perbuatan-c3xT3. Diakses pada 13 Maret 2024.
[4] K.H. Ahmad Misbah. “Berbakti kepada Orang Tua”. https://banten.nu.or.id/ramadhan/berbakti-kepada-orang-tua-2SpSG. Diakses pada 13 Maret 2024.
[5] Agus Hermanto. “Fiqih Lalu lintas: Mendatangkan Maslahat dan Menghindari Kemudharatan dalam Berkendara”. https://lampung.nu.or.id/opini/fiqih-lalu-lintas-mendatangkan-maslahat-dan-menghindari-kemudharatan-dalam-berkendara-7MxMN. Diakses pada 13 Maret 2024.
[6] Alhafiz Kurniawan. “Berharap Perjalanan Lancar? Amalkan Bacaan Ini saat di Atas Kendaraan”. https://jatim.nu.or.id/keislaman/berharap-perjalanan-lancar-amalkan-bacaan-ini-saat-di-atas-kendaraan-zef8p. Diakses pada 13 Maret 2024.
[7] Khalilatul Azizah. “Gus Baha: Benang Tipis antara Tawaduk dan Sombong”. https://www.islamramah.co/2022/07/9706/gus-baha-benang-tipis-antara-tawaduk-dan-sombong.html. Diakses pada 13 Maret 2024.
[8] Aru Lego Triono. “Tips Mudik Berkah dan Berpahala menurut Ketua PBNU”. https://m.nu.or.id/nasional/tips-mudik-berkah-dan-berpahala-menurut-ketua-pbnu-MgNJg. Diakses pada 13 Maret 2024.
[9] Syarifudin. “Kenapa Anda Perlu Menjaga Lisan Saat Silaturahim Lebaran?”. https://www.indonesiana.id/read/163567/kenapa-anda-perlu-menjaga-lisan-saat-silaturahim-lebaran. Diakses pada 14 Maret 2024.
[10] Ega Syakila. “9 Bahan Obrolan Menyenangkan, Cocok untuk Kumpul Lebaran!”. https://www.idntimes.com/men/attitude/ega-syakila/bahan-obrolan-menyenangkan-cocok-untuk-kumpul-lebaran. Diakses pada 14 Maret 2024.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!