Merdeka Yang Sebenarnya
Merdeka Yang Sebenarnya
Mustain Billah*
Bismillâhi walhamdulillâh wash shalâtu was salâmu ‘ala rasûlillâh,
Sahabat al-Rasikh yang semoga senantiasa dirahmati Allah l. Tanggal 17 Agustus adalah hari kemerdekaan Negara Indonesia, negara kita. Hari bersejarah yang selalu dikenang dan diingat oleh rakyat Indonesia. Dengan merdekanya Indonesia dari tangan penjajah, maka kita menjadi rakyat independen yang dapat bergerak bebas dan tidak terikat secara pemerintahan dengan negara lainnya.[1]
Ada satu kisah populer mengenai pernyataan Umar bin Khaththab z soal kemerdekaan manusia. Suatu ketika, anak dari ‘Amr bin ‘Ash, Gubernur Mesir saat itu mengikuti lomba, salah satu sumber menyebut perlombaan tersebut adalah pacuan kuda. Yang mengikuti perlombaan tidak hanya kalangan elite macam anak Gubernur, melainkan juga budak dari kalangan Kristen Koptik. Budak tersebut berhasil mengalahkan anak Gubernur, tak disangka sang anak Gubernur tersebut malah memukul budak itu seraya berkata, “Aku putra orang terhormat!” Peristiwa ini dilaporkan orang tua si budak langsung ke hadapan khalifah Umar di Madinah. Tak elak, Khalifah Umar memerintahkan ‘Amr bin ‘Ash dan anaknya menghadap. Setelah menghadap, Khalifah Umar memberi pecut kepada budak untuk membalas perbuatan anak ‘Amr.
Setelah selesai, singkat cerita, Khalifah Umar berkata di hadapan publik, perkataannya ini cukup populer, “Mengapa kalian memperbudak manusia, padahal, sungguh, Ibu mereka melahirkannya dalam keadaan merdeka!”[2]
Tidak salah lagi, bahwa kemerdekaan adalah hak setiap individu manusia, hak segala bangsa. Negeri aman, makmur, sentosa adalah impian semua orang, tidak terkecuali.[3]
Makna Merdeka
Definisi kemerdekaan dalam bahasa Arab yaitu al-istiqlal sehingga hari kemerdekaan disebut ied al-istiqlal. Sedangkan menurut KBBI, kemerdekaan sendiri bermakna keadaan berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya) atau kebebasan.[4] Padanan kata bebas ini dalam bahasa Arab disebut juga al-hurr, dengan bentuk verbanya kebebasan adalah al-hurriyah.[5]
Menurut Ibn Asyur, ada beberapa aspek kemerdekaan dan kebebasan yang dikehendaki syariat Islam. Di antaranya, kebebasan untuk berkeyakinan (hurriyyah al-i’tiqad), kebebasan berpendapat dan bersuara (hurriyyah al-aqwal), termasuk di dalamnya kebebasan untuk belajar, mengajar, dan berkarya (hurriyyah al-‘ilmi wa al-ta’lim wa al-ta’lif), lalu kebebasan bekerja dan berwirausaha (hurriyyah al-a’mal). Merdeka adalah lawan dari perbudakan. Tentu kita semua ingin merdeka dan merasa bebas, nyaman dan bahagia dalam menjalani hidup. Kita juga tidak ingin terkekang, terbatasi, dan tidak bebas dalam menjalani kehidupan atau ada sesuatu yang memperbudak kita.[6]
Merdeka Menurut Islam
Bagi seorang muslim, kemerdekaan dan kebahagiaan sejati adalah menjadi hamba Allah sepenuhnya dan merasa bahagia dengan menunaikan hak Allah dalam tauhid. Merasa bahagia melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Merasa bahagia berakhlak mulia, membantu sesama, serta memudahkan urusan orang lain. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan mengenai hal ini,
الْعُبُودِيَّةُ للهِ هِيَ حَقِيْقَةُ الْحُرِيَّةِ، فَمَنْ لَمْ يَتَعَبَدْ لَهُ، كَانَ عَابِدًا لِغَيْرِهِ.
“Menjadi hamba Allah adalah kemerdekaan yang hakiki, Barang siapa yang tidak menghamba kepada Allah, dia akan menjadi hamba kepada selain-Nya”. (Al-Majmu’ Al-Fatawa, 8: 306)[7]
Menjadi budak dunia dan budak hawa nafsu itu belumlah merdeka. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa manusia bisa menjadi budak dunia dan budak harta. Rasulullah ﷺ bersabda,
ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺪِّﻳْﻨَﺎﺭِ ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺪِّﺭْﻫَﻢِ، ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﺨَﻤِﻴْﺼَﺔِ ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﺨَﻤِﻴْﻠَﺔِ ﺇِﻥْ ﺃُﻋْﻄِﻲَ ﺭَﺿِﻲَ ﻭَﺇِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳُﻌْﻂَ ﺳَﺨِﻂَ
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamisah dan khamilah (sejenis pakaian yang terbuat dari wool/sutera). Jika diberi, dia senang. Tetapi jika tidak diberi, dia marah.” (HR. Bukhari)[8]
Merdeka yang Sebenarnya
Momentum hari kemerdekaan Indonesia, selain tentunya mengajak kita untuk kembali bersyukur kepada Allah l atas limpahan nikmat rasa aman dan kebebasan, hendaknya juga kita manfaatkan untuk memaknai kembali kemerdekaan diri kita sendiri. Di mana di dalam ajaran Islam, tidaklah seseorang dikatakan merdeka dan bebas yang sebenarnya, kecuali setidaknya merdeka dari tiga hal berikut:[9]
Pertama, merdeka dari kesyirikan dan hal-hal yang mengantarkan kepadanya
Dalam beribadah dan melakukan ketaatan kepada Allah ﷻ, seseorang muslim tidak akan dikatakan merdeka, kecuali apabila hanya beribadah kepada Allah ﷻ dan menjauhkan diri dari kesyirikan kepada-Nya. Karena di dalam penyelewengan dan pemberian ibadah kepada selain Allah ﷻ, sejatinya merupakan bentuk perbudakan kepada makhluk selain Allah ﷻ.
Kedua, merdeka dari belenggu hawa nafsu
Di antara bentuk kemerdekaan yang dituntut dan diajarkan oleh Nabi kita adalah kemerdekaan dari belenggu hawa nafsu. Karena muaranya hawa nafsu akan menjerumuskan seseorang kepada kesesatan dan kebatilan. Lihatlah bagaimana Allah l berbicara dan mewanti-wanti Nabi Daud u yang notabene-nya adalah seorang penguasa, seorang penguasa yang merdeka, dan tentu saja jauh dari ketundukan dan kehinaan. Allah peringatkan beliau agar jangan sampai dirinya tunduk dan menjadi sandera atas hawa nafsunya sendiri.
Allah ﷻ berfirman,
يَٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلْنَٰكَ خَلِيفَةً فِى ٱلْأَرْضِ فَٱحْكُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ بِٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ ٱلْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ
“Wahai Daud! Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allâh.” (QS. Shad [38]: 26)
Di antara cara yang paling ampuh untuk menundukkan hawa nafsu dan menang darinya adalah dengan merasa takut kepada Allah ﷻ, merasa takut juga akan azab-Nya. Allah ﷻ berfirman,
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفْسَ عَنِ ٱلْهَوَىٰ، فَإِنَّ ٱلْجَنَّةَ هِىَ ٱلْمَأْوَىٰ
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Nazi’at [79]: 40-41)
Ketiga, merdeka dari jerat-jerat fitnah dunia
Di antara ujian yang Allah berikan kepada kita adalah fitnah kehidupan dunia. Setiap dari kita pastilah diuji dengannya, entah itu berupa kekayaan harta yang melimpah ataupun ketidakcukupan dalam memenuhi kebutuhan. Seorang muslim yang merdeka adalah mereka yang terbebas dari fitnah dan ujian tersebut. Ia bersabar tatkala diuji dengan kesempitan dan bersyukur tatkala diuji dengan kelapangan. Jiwanya bebas dan merdeka, tidak mengutuk Allah dan menyalahkan keadaan tatkala sedang dalam keadaan sempit serta terbebas dan tidak diperbudak oleh hartanya tatkala Allah berikan kelapangan.
Semoga Allah ﷻ senantiasa menjaga keamanan dan kedamaian di negeri kita, memberikan hidayah kepada para pemimpin kita, dan senantiasa memberikan kemerdekaan dan kebebasan kepada diri kita untuk beribadah kepada-Nya.
Maraji’ :
* Alumni FMIPA UII
[1] Muhammad Idris “Makna Kemerdekaan Bagi Seorang Muslim” https://muslim.or.id/95100-makna-kemerdekaan-bagi-seorang-muslim.html. Diakses pada 29 Juli 2024.
[2] Lihat selengkapnya di al-Mutaqy al-Hindi, Kanzul ‘Ummal, Muassasah al-Risalah juz 12, h. 661.
[3] Shafira Amalia “Hakikat dan Makna Kemerdekaan Dalam Al-Qur’an, Sebuah Refleksi” https://mirror.mui.or.id/bimbingan-syariah/aqidah-islamiyah/37386/hakikat-dan-makna-kemerdekaan-dalam-alquran-sebuah-refleksi/. Diakses pada 29 Juli 2024.
[4] https://www.kbbi.web.id/merdeka#google_vignette. Diakses pada 29 Juli 2024.
[5] Shafira Amalia “Hakikat dan Makna…” Diakses pada 29 Juli 2024.
[6] Ibid.
[7] Raehanul Bahraen “Kemerdekaan Yang Hakiki Menjadi Hamba Allah” https://muslim.or.id/68193-kemerdekaan-yang-hakiki-menjadi-hamba-allah.html. Diakses pada 29 Juli 2024.
[8] Ibid.
[9] Muhammad Idris “Makna Kemerdekaan…” Diakses pada 29 Juli 2024.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!