Penyakit-Penyakit Akidah

Penyakit-Penyakit Akidah

Jaenal Sarifudin*

 

Bismillahi, walhamdulillahi, washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah. Waba’du.

Jika dipetakan, agama Islam secara garis besar mencakup tiga ajaran pokok yaitu akidah, ibadah dan akhlak. Hal ini tercermin dalam trilogi iman, Islam dan ihsan. Iman membuahkan ajaran akidah (tauhid). Islam membuahkan aspek syariat (ibadah) sebagaimana yang tercermin dalam lima rukun Islam. Kemudian ihsan mencerminkan penekanan pada aspek akhlak, etika dan moralitas.

Di antara ketiganya, aspek iman (akidah) adalah ajaran yang menjadi dasar dan pondasi dari sebuah bangunan yang bernama agama. Jika akidah seseorang kuat, niscaya akan kokoh pula bangunan agama yang berdiri di atasnya. Hal ini sebagaimana diisyaratkan di dalam firman Allah ﷻ,

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ. تُؤْتِىٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍۭ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ.

Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan izin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim [14]: 24-25).

Makna kalimah thayyibah dalam ayat tersebut menurut para ahli tafsir adalah kalimat tauhid yang menjadi pilar dari keimanan.[1] Jika tauhid seseorang tertanam kuat laksana pohon yang subur dan akarnya menghunjam kuat, niscaya akan membuahkan kesalehan yang digambarkan dengan buah-buahan. Maka nilai-nilai akidah harus senantiasa dijaga dengan baik. Salah satu kunci menjaga bersihnya ruhani kita adalah dengan menjaga kemurnian akidah dari beberapa penyakit yang akan merusak. Berikut beberapa penyakit-penyakit akidah:

Beberapa Penyakit Akidah

  1. Syirik

Syirik artinya menjadikan bagi Allah tandingan atau sekutu. Pelakunya disebut musyrik. Syirik merupakan dosa terbesar dan sebesar-besar bentuk kezhaliman.[2] Mereka yang membawa mati dosa syirik dan tidak bertaubat maka tidak akan diampuni oleh Allah.[3] Syirik ada dua macam, yakni syirik jali (syirik yang terang-terangan) dan syirik khofi (syirik yang tersamar). Setiap muslim seharusnya mempelajari ilmu akidah dan tauhid dengan baik dan benar agar ia memiliki pemahaman yang kokoh. Perbuatan syirik juga bisa menghapus pahala yang telah dimiliki seseorang sebagaimana firman-Nya,

وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ

“Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-Nabi) yang sebelummu, sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar [39]: 65).

  1. Takhayul

Takhayul maknanya mempercayai hal-hal klenik yang sejatinya tidak ada. Pada gilirannya kepercayaan takhayul ini sering berujung memuja dan mengagungkan sesuatu yang tidak semestinya. Misalnya meyakini bahwa benda-benda “keramat” memiliki kekuatan tertentu dan akan memberikan keberuntungan atau menolak bala’. Di zaman modern ini, ternyata takhayul tidak lantas hilang. Beberapa waktu lalu misalnya ada fenomena spirit doll (boneka arwah) yang mengemuka di kalangan tertentu. Mereka meyakini bahwa boneka yang dimilikinya memiliki ruh, dapat berkomunikasi dan akan membawa keberuntungan.

Sebuah boneka jelas adalah benda mati. Ia tidak akan bergerak kecuali digerakkan oleh orang yang memegangnya. Kalaupun misalnya ada boneka yang ternyata bisa bergerak atau bahkan mampu berbicara, pastilah ada hal yang “tidak beres” di sana. Bisa jadi ada sebangsa jin jahat yang merasukinya. Jin memang memiliki kemampuan untuk merasuki makhluk hidup atau pun benda mati. Di dalam kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Quran, Imam al-Qurthubi menyebutkan bahwa Hubal, patung terbesar yang disembah kaum musyrikin Mekkah dahulu dapat berbicara karena dirasuki jin.[4] Ini juga merupakan cara jin atau setan untuk menyesatkan manusia.

  1. 3. Khurafat

Khurafat memiliki makna yang mirip dengan takhayul. Hanya ia memiliki kaitan dengan sisi kepercayaan yang telah lama berakar dalam kehidupan masyarakat dan juga terkait dengan mitos legenda di masa lampau. Misalnya khurafat terkait terjadinya gerhana matahari yang dalam mitos katanya karena matahari dimakan raksasa sehingga terjadilah gerhana. Atau terkait terbentuknya fenomena alam tertentu yang dikait-kaitkan dengan hal yang tidak berdasarkan ilmu. Sisi yang bertentangan dengan akidah pada aspek khurafat ini adalah karena ia bisa menafikan apa yang disebut konsep sunnatullah. Yakni hukum yang Allah terapkan pada alam dan mekanisme ciptaan-Nya. Bahkan khurafat juga jelas bertentangan dengan nalar akal sehat yang menjadi sebab kemuliaan manusia dan juga bertentangan dengan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari sumber nilai kebenaran.

  1. Tathayyur

              Tathayyur secara bahasa bermakna berita burung. Hal yang tidak jelas. Tathayyur biasanya dilakukan dengan mengkait-kaitkan sesuatu dengan hal yang tidak berhubungan secara logis, namun diyakini ia menjadi sebab atas hal tertentu. Misalnya keyakinan kalau ada seseorang yang keduten mata kanannya maka ia dalam waktu dekat mau dapat rezeki nomplok. Kemudian juga misalnya hari pasaran kelahiran seseorang yang dikait-kaitkan dengan nasib dan kecocokannya dalam pekerjaan.

Selain itu juga ada masyarakat Jawa yang meyakini bahwa kalau seseorang menikah di bulan Muharram (Suro) maka bisa berakibat buruk (sial). Sebab Suro adalah bulan “keramat” yang dianggap sebagai bulan pantangan untuk menggelar hajat tertentu. Ini adalah beberapa contoh tathayyur yang bertentangan dengan nilai akidah. Sebab salah satu prinsip keimanan adalah meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi hanyalah atas izin Allah. Hanya Allah yang dapat memberikan manfaat dan madlarat.

  1. Sihir

Sihir hakikatnya adalah bentuk kerjasama manusia dengan jin jahat (setan) untuk melakukan hal tertentu yang biasanya di luar hukum akal. Sihir ada yang bersifat memamerkan kemampuan, misalnya atraksi-atraksi menakjubkan tertentu yang di luar nalar. Ada juga bentuk sihir yang bertujuan mencelakai orang lain seperti santet. Atau sebaliknya, bertujuan untuk memberikan “keuntungan” yang sesungguhnya bersifat semu bagi seseorang seperti sihir pesugihan, penglarisan dan pengasihan. Melakukan perbuatan sihir jelas bertentangan dengan keimanan. Manusia dilarang menjadikan setan sebagai teman. Setan adalah musuh Allah dan musuh yang nyata bagi manusia. Firman Allah ﷻ,

إِنَّ ٱلشَّيْطَٰنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَٱتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُوا۟ حِزْبَهُۥ لِيَكُونُوا۟ مِنْ أَصْحَٰبِ ٱلسَّعِيرِ

“Sesungguhnya setan adalah musuh nyata bagimu maka jadikanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir [35]: 6).

  1. Ramalan Klenik

Ramal meramal yang tidak ada dasarnya adalah bertentangan dengan nilai akidah. Sebab manusia pada hakikatnya tidak mengetahui dan tak bisa memastikan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Allah ﷻ menegaskan dalam firman-Nya,

وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌۢ بِأَىِّ أَرْضٍ تَمُوتُ

…Tidaklah satupun jiwa mengetahui apa yang akan dia lakukan besok, dan tidak ada satupun jiwa mengetahui di mana ia akan mati.” (QS. Luqman [31]: 34). Sehingga jika ada seseorang yang mengaku dapat mengetahui apa yang akan terjadi atau mampu meneropong nasib seseorang, maka ia adalah pembohong. Nabi mengecam orang yang mempercayai ramalan dalam sabdanya,

مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau peramal kemudian ia membenarkan apa yang dikatakannya, maka sungguh ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammmad.” (H.R. Ahmad no. 9532).[5]

Maraji’ :

* Mahasiswa Pasca FIAI

[1] Abu Bakar Jabir al-Jazairi. Aisar at-Tafasir, Madinah, Maktabah al-‘Ulum wa al-Hukmi, 2007.

[2]  QS. Luqman [31]: 13.

[3]  QS. An-Nisa [4]: 116.

[4]  Abu Abdillah Muhammad al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkam al-Quran, Beirut, Darul Kutub al-‘Ilmiyah, t.t.

[5] HR. Ahmad no. 9532. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan.

Download Buletin klik di sini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *