Perilaku Imma’ah dalam Islam
Perilaku Imma’ah dalam Islam
Rofiqotun Nadilah*
Imma’ah atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan inkonsistensi atau ikut-ikutan (orang yang suka mengekor orang lain) merupakan suatu hal yang berkaitan dengan mentalitas atau sikap negatif yang harus kita hindari. Seseorang yang tidak mempunyai prinsip, ikut kesana-kemari mengikuti arah angin, sesuai dengan isu yang sedang beredar, atau sesuatu yang sedang viral dan menjadi trend, bahkan sesuatu yang berkembang sesuai dengan selera dan keinginannya. Tentu ini sebuah sikap yang tidak diharapkan dan tidak selayaknya dimiliki oleh seorang muslim. Bahkan dalam berbagai pandangan dan keyakinan pun, sifat ini adalah salah satu sifat yang tidak terpuji.
Dari Hudzaifah, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
لَا تَكُونُوا إِمَّعَةً تَقُولُونَ: إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا، وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا، وَلَكِنْ وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا، وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَا تَظْلِمُوا
“Janganlah kalian menjadi imma’ah! Kalian mengatakan: ‘Jika manusia-manusia berbuat baik, kami pun berbuat baik; jika mereka berbuat kezhaliman, kami juga akan berbuat zhalim’. Akan tetapi kokohkan diri kalian. Jika manusia berbuat baik, kalian juga berbuat baik. Jika mereka berbuat buruk, maka jangan kalian berlaku zhalim”. (HR. Tirmidzi, no.1930, beliau menyatakan haditsnya Hasan)
Dari hadits tersebut kita diingatkan untuk tidak berlaku imma’ah, yang mana sikap kita ditentukan oleh bagaimana orang-orang yang ada di sekitar kita. Hendaknya perkuatkan diri kita untuk tetap kokoh dalam berbuat kebaikan.[1]
Arus informasi yang semakin deras membuat gelombang trend silih berganti membanjiri aktivitas sehari-hari masyarakat di sekitar kita. Sifat imma’ah pun tumbuh subur bak jamur di musim hujan, mengisi jiwa-jiwa yang kosong akan prinsip iman dan identits diri. Contoh saja seorang penggemar terhadap artis idolanya, atau yang dikenal dengan istilah Celebrity Worship dimana hal tersebut dapat diartikan sebagai kecintaan berlebih terhadap idolanya.[2]
Saat sang idola menebarkan trend berpakaian terbuka, maka buru-burulah sang penggemar membeli pakaian yang sama dan ikut-ikutan terbuka. Tak peduli pantas atau tidak, tak peduli rapi dan sopan atau bahkan memalukan, terlebih khususnya pada wanita pun beramai-ramai berani membuka auratnya. Tak peduli harus seberapa dalam merogoh kocek untuk membeli baju-baju bermerk, tas-tas branded, alat elektronik mahal, atau kendaraan terbaru pun nekat dibeli hanya untuk mengikuti trend, demi gaya hidup bahkan hanya untuk sekedar pengakuan dari orang lain.
Mengapa Muncul dan Lahir Sifat Imma’ah?
Pertama, lemahnya keyakinan kepada Allah ﷻ. Saat ia melihat kebatilan semakin kuat serta memiliki kedudukan, sementara ia tidak yakin bahwa ia akan menang dan Allah ﷻ akan memberikan pertolongan. Pada akhirnya ia lebih berpihak kepada kebatilan karena ragu akan pertolongan Allah ﷻ, ia memindahkan prinsipnya karena ia melihat tidak ada harapan. Padahal boleh jadi orang beriman diuji dan diberikan kekalahan, tapi ia tetap harus yakin bahwa Allah ﷻ pada akhirnya akan memberikan kemenangan bagi mereka yang berada di jalan kebenaran.
Kedua, berorientasi syahwat. Apabila orientasi hidup seseorang berupa terpenuhinya syahwat duniawi baik itu syahwat harta, syahwat popularitas, syahwat jabatan atau kedudukan, maka ia akan mengikuti segala penawaran yang membuka jalan untuk memenuhi keinginan-keinginan nafsunya. Ketika ia ditawarkan kesana dengan iming-iming yang besar sesuai dengan tujuan syahwatnya, maka ia akan ikut kesana. Lalu ternyata ada lagi yang menawarkan kesini dengan iming-iming yang besar dan sesuai dengan syahwatnya juga, dan akhirnya ia ikut kesini. Jadi, seseorang yang memiliki orientasi syahwat, maka sulit seseorang tersebut memiliki sifat konsisten, ia akan berubah-ubah, berbeda degan seseorang yang memiliki prinsip.
Ketiga, lemah pemahaman. Terkadang, seseorng yang memiliki keyakinan dan tidak disupport oleh pemahaman yang kuat dan bagus, maka ia akan rentan dihadapkan dengan syubhat. Sebagaimana seseorang yang telah memiliki keyakinan yang benar, lalu ia dihadapkan dengan suatu keyakinan lain yang disertai dengan dalih-dalih yang terkesan menarik. Karena tidak memiliki pemahaman yang baik, akhirnya ia meninggalkan dan ikut pandangan yang baru, padahal pandangan yang baru bisa saja buruk dan sesat. Maka, apabila seseorang memiliki keyakinan yang kuat disertai dengan pemahaman yang kuat, dia tidak akan mudah tergiur dengan tawaran-tawaran yang lain.
Keempat, tidak continue dalam pembinaan. Seseorang yang membiarkan dirinya tidak terawat ibarat tanaman yang awalnya cantik nan indah, dan berikutnya tidak lagi disiram dan dirawat dengan baik, maka bisa jadi ia akan layu dan bahkan mati. Sebagaimana keimanan kita, harusnya selalu dirawat, dibina dan jangan dibiarkan layu karena kita lalai. Apabila iman kita biarkan terbengkalai tidak terurus setiap hari, maka akan berpotensi besar terkena syubhat, lama kelamaan ia akan lemah. Pada akhirnya ia akan menanggalkan prinsipnya dan berpindah pada prinsip yang lain.
Kelima, terpedaya dengan nilai materialisme. Di zaman sekarang ini, nilai-nilai materialisme menjadi acuan kesuksesan dan keberhasilan. Seseorang dikatakan berhasil apabila ia memiliki rumah mewah, kendaraan mewah, jabatan yang tinggi, serta berpenampilan modis dengan menggunakan barang-barang branded. Itulah gambaran kehidupan materialistis yang hanya dilihat dari banyaknya harta seseorang namun mengenyampingkan bagaimana perilakunya, tidak peduli halalkah cara mereka dalam mencari harta atau bahkan sebaliknya. Sehingga tidak sedikit orang yang ingin seperti mereka, dan salah satu konsekuensinya ia harus meninggalkan prinsip-prinsipnya dan berpindah kepada pandangan-pandangan yang mengandung kebathilan.
Bagaimana Agar tidak Imma’ah?
Melihat sebab muncul dan lahirnya sifat imma’ah, maka ada beberapa hal yang harus kita lakukan, diantaranya: memperkuat keyakinan kita kepada Allah ﷻ dan ajaran-Nya. Salah satunya dengan banyak mengikuti majlis-majlis ilmu agar semakin sering kita medapatkan bimbingan, arahan dan peringatan. Maka hal tersebut akan menghadirkan kekuatan jiwa dan kekuatan hati kita untuk senantiasa selalu berada di jalan Allah ﷻ. Orientasi hidup kita haruslah akhirat. Bagaimana kita berfikir agar akhirat kita selamat dan akhirat kita bahagia, karena kehidupan akhirat adalah kehidupan yang hakiki.
Meningkatkan pemahaman terhadap ajaran Allah ﷻ agar tidak mudah terpedaya dengan argumentasi-argumentasi yang menyesatkan. Tidak pernah bosan dalam membina diri, baik secara pribadi dengan melakukan berbagai rangakian ibadah seperti dzikrullah, tilawah Al-Qur’an, atau juga dengan bantuan orang lain seperti ulama atau ustadz dan ustadzah agar kita kokoh dalam sikap dan prinsip kita. Terakhir, kita harus memahami hakikat dunia fana, bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara, sedangkan akhirat merupakan tempat kehidupan yang abadi.
Maraji’ :
* Alumni Fakultas Ilmu Agama Islam UII
[1] Adil Fathi Abdullah. Keep Positive Thinking: 20 Tips Membangun Kepribadian Islami (Faishal Hakim Halimy, Terjemahan). Depok: Gema Insani. 2014. h. 42.
[2] Fransiska Vania. “Gambaran Celebrity Worship pada Dewasa Awal Penggemar K-Pop” dalam Jurnal Psikologi Malahayati, Vol. 05 No. 02, Tahun 2023, h. 274.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!