Raih Keberkahan Nuzulul Qur’an pada Lailatul Qadar
Raih Keberkahan Nuzulul Qur’an pada Lailatul Qadar
Uun Zahrotunnisa
*Mahasiswi Ahwal Syakhsiyyah Universitas Islam Indonesia
Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,
Esensi Ramadhan dan Turunnya al-Qur’an
Ramadhan adalah bulan paling mulia di antara bulan-bulan lainnya. Mengingat pada bulan Ramadhan, al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam, pedoman hidup, dan panduan umat Islam dalam menjalani kehidupan di dunia di turunkan kepada Rasulullah ﷺ. Peristiwa tersebut dikenal dengan istilah Nuzulul Qur’an. Nuzulul Qur’an berasal dari 2 kata bahasa arab. Pertama kata “Nuzulul” berasal dari kata dasar “Nuzul” yang berarti turun dan Qur’an adalah kitab suci umat Islam.
Secara istilah dua kata tersebut disandarkan pada susunan kalimat mudhaf wa mudhaf ilaihi, Nuzulul Qur’an berarti turunnya al-Qur’an. Ramadhan merupakan momen dimana Allah ﷻ menurunkan al-Qur’an kepada Rasulullah ﷺ. Disebutkan dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 185, “Bulan Ramadhan , bulan yang didalamnya diturunkan al-Qur’an.” Maka sebagaimana umat Islam, seseorang harus mengetahui dan memaknai sejarah turunnya al-Qur’an sampai kepada kita semua sebagai umat akhir zaman. Memaknai sejarah turunnya al-Qur’an merupakan sebagian dari menuntut ilmu.[1]
Peristiwa Nuzulul Qur’an
Al-Qur’an adalah kalamullâh yang diturunkan sekaligus di Baitul Izzah di langit dunia pada bulan Ramadhan pada malam Lailatul Qadar. Kemudian al-Qur’an akan turun secara berangsur-angsur sesuai peristiwa. Ibnu Abbas berkata, “Al-Qurán diturunkan pada bulan Ramadhan pada Lailatul Qadar di malam penuh berkah. Al-Qur’an tersebut turun sekaligus (jumlatan waahidatan). Kemudian al-Qur’an turun secara bertahap sesuai dengan peristiwa, pada bulan dan hari.”(H.R. Ibnu Abi Hatim, sanadnya hasan)
Ada juga riwayat dari Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa al-Qur’an itu diturunkan pada pertengahan Ramadhan ke langit dunia. Al-Qurán diletakkan di Baitul Izzah. Kemudian al-Qur‘an itu turun dalam kurun waktu 24 tahun untuk memberikan jawaban kepada manusia.”(H.R. Ath-Thabari, sanadnya saling menguatkan satu dan lainnya).[2]
Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad bin Abdullah mengalami mimpi yang menjadi nyata. Setelah beberapa kali mimpi, ia memiliki kebiasaan baru, menyendiri di Gua Hira. Di saat itulah ada yang menyerunya dengan perintah, “Iqra!” (bacalah!). Ia menjawab, “Aku tak bisa membaca”. Nabi ﷺ mengatakan, “Kemudian ia mendekapku, hingga aku merasa sesak. Barulah ia melepaskanku. Ia kembali memerintah, ‘Bacalah!’. ‘Aku tak bisa membaca’, jawabku. Ia mendekapku untuk yang kedua kali hingga aku merasa sesak. Lalu ia melepaskanku. Dan berkata, ‘Bacalah!’ ‘Aku tak bisa membaca’ jawabku. Ia pun mendekapku untuk kali ketiga. Kemudian melepaskanku dan mengatakan,
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S Al-‘Alaq []:1-5). (H.R. al-Bukhari Bab Kaifa Kana Bad’ul Wahyi Ila Rasululillah n).[3]
Petunjuk dalam Al-Qur’an berisi perintah dan larangan dari Allah ﷻ. Secara fakta Al-Qur’an memiliki 77.845 kata dalam 30 Juz, 114 surat, dan 6.236 ayat.[5] Fase diturunkannya Al-Qur’an adalah selama 23 tahun, dimana 13 tahun surah-surah dalam Al-Qur’an turun di Makkah dan sisanya di Madinah.[4]
Tanda-Tanda Lailatul Qadr dan Keistimewaannya
Beberapa hadits meriwayatkan tentang tanda-tanda lailatul qadar yang jatuh pada sepuluh malam terakhir Ramadhan.
Dari Abdullah bin ‘Umar sesungguhnya beberapa laki-laki dari sahabat Rasulullah ﷺ diperlihatkan lailatul Qodar di dalam mimpi mereka di malam 27 Ramadhan, maka Rasulullah ﷺ bersabda.
أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الأَوَاخِرِ، فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الأَوَاخِرِ
“Aku melihat (memandang) mimpi-mimpi kalian saling bertepatan di tujuh malam terakhir, maka barangsiapa yang ingin mencarinya maka hendaklah mencarinya di tujuh hari terakhir.”(H.R Muslim, no. 1985).
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Bahwasanya Nabi ﷺ biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat.” (H.R. Bukhari, no. 2026 dan Muslim, no. 1172).
Abu Sa’id Al Khudri di mana Nabi n bersabda,
إِنِّى اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوَّلَ أَلْتَمِسُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ ثُمَّ أُتِيتُ فَقِيلَ لِى إِنَّهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَمَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلْيَعْتَكِفْ. فَاعْتَكَفَ النَّاسُ مَعَهُ
“Aku pernah melakukan i’tikaf pada sepuluh hari Ramadhan yang pertama. Aku berkeinginan mencari malam lailatul qadar pada malam tersebut. Kemudian aku beri’tikaf di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan padaku bahwa lailatul qadar itu di sepuluh hari yang terakhir. Siapa saja yang ingin beri’tikaf di antara kalian, maka beri’tikaflah.” Lalu di antara para sahabat ada yang beri’tikaf bersama beliau. (H.R. Bukhari, no. 2018 dan Muslim, no. 1167).[5]
Amalan-amalan di Malam Lailatul Qadar
Lailatul Qadar memiliki keistimewaan, yaitu seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an surah Ad-Dukhan ayat 3-6, bahwa Allah ﷻ sebagai Tuhan semesta alam, Ia menurunkan lailatul qadar agar manusia dapat mengambil hikmah dari amalan-amalan selama hidupnya, bahwa Allah ﷻ akan mengurus tentang kapan Allah l akan memuliakan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih karena Ia Maha mengetahui atas segala sesuatu yang terjadi. Terlepas dari tanda-tanda dan hadits-hadits yang meriwayatkan datangnya lailatul qadr, maka sebagai muslim kewajiban utamanya adalah mengimani hal tersebut dengan terus memperbanyak amalan-amalan baik yang mendatangkan keberkahan utamanya di bulan Ramadhan . Adapun amalan yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan ibadah di bulan Ramadhan, diantaranya adalah tadarus Al-Qur’an, berdzikir sepanjang hari sembari tetap beraktivitas, bershadaqah di hari jum’at dan waktu subuh, i’tikaf, qiyamu al-lail, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.[]
Mutiara Hikmah
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ ﷺ يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
“Nabi ﷺ biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”. (H.R. Bukhari, no. 2044).
[1] W. Ilmiah, N. Sujanah, dan Ma’zumi, “Pendidikan Karakter dalam Puasa Ramadhan,” J. Pendidik. Karakter “Jawara,” vol. 7, no. 1, h. 51–60, 2021
[2] Lihat bahasan dalam Tafsir Al-Qurán Al-Ázhim, Jilid 2. h. 58.
[3] Alhafiz Kurniawan, “Sejarah Nuzulul Qur’an,” NU Online, 2021. https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/sejarah-nuzulul-quran-EjrOA. Diakses 28 Maret 28 2023 M. dan https://kisahmuslim.com/5554-iqra-wahyu-yang-pertama-kali-turun.html. Diakses 28 Maret 28 2023 M.
[4] A. M. A. Mahmud, “Fase Turunnya Al-Qur′an Dan Urgensitasnya,” Mafhum, vol. 1, no. 1, hal. 11, 2016, [Daring]. Tersedia pada: https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/mafhum/article/view/221.
[5] Muslim, “Puasa, Bab Keutamaan Malam Lailatulqadar”. [tanpa kota, Al-Alamiyah: tanpa tahun]
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!