Memahami Makna Kalimat Tauhid Lâ Ilâha Illallâh

Memahami Makna Kalimat Tauhid Lâ Ilâha Illallâh

Yanayir Ahmad, S.T*

 

Bismillâh, wasshalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâhi, waba’du.

Kalimat Ilâha Illallâh adalah inti dari ajaran Islam. Dengan kalimat ini, seseorang memproklamirkan keimanannya kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Kalimat ini memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam, bahkan menjadi pembeda antara keimanan dan kekufuran. Namun, agar kalimat ini benar-benar bermanfaat bagi seseorang, ia harus memahami dan mengamalkan maknanya dengan benar.

Dalil tentang Lâ Ilâha Illallâh

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an,

شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلْعِلْمِ قَآئِمًۢا بِٱلْقِسْطِ ۚ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ

“Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu juga menyatakan yang demikian itu. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran [3]: 18).

Firman ini menunjukkan bahwa Allah ﷻ sendiri menyatakan keesaan-Nya sebagai satu-satunya yang berhak disembah, sebuah kebenaran yang juga diakui oleh para malaikat dan orang-orang yang berilmu, mempertegas bahwa ibadah hanya layak ditujukan kepada-Nya.

Dalam ayat lain, Allah ﷻ berfirman,

فَٱعْلَمْ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.” (QS. Muhammad [47]: 19).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Si’diy v mengatakan dalam tafsirnya bahwa dalam ilmu harus ada pengakuan hati dan mengetahui makna yang diharuskan untuk diketahui, dan secara sempurnanya adalah mengamalkan keharusannya. Inilah ilmu yang diperintahkan oleh Allah, yaitu ilmu tentang mentauhidkan Allah ﷻ. Ilmu ini wajib ‘ain hukumnya atas setiap orang dan tidak bisa gugur bagi siapa pun juga, bahkan semua orang sangat memerlukannya.[1]

Makna Kalimat Lâ Ilâha Illallâh

Makna kalimat ini adalah “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah.” Dengan memahami makna ini, kita menyadari bahwa ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Semua bentuk penyembahan kepada selain Allah adalah kesyirikan yang harus ditinggalkan.

Kesalahan dalam Memahami Makna Kalimat Tauhid

Terdapat beberapa makna Ilâha Illallâh yang tidak tepat yang sering disalahpahami oleh sebagian orang, berikut sebagiannya:

  1. Dimaknai dengan; “Tidak ada Tuhan (yang disembah) kecuali Allah.” Makna ini tidak tepat, karena seolah-olah berarti semua yang disembah, baik secara benar maupun salah, dianggap sebagai Allah. Pemahaman seperti ini bertentangan dengan ajaran tauhid yang menegaskan bahwa hanya Allah yang layak disembah dengan benar.
  2. Dimaknai dengan; “Tidak ada pencipta kecuali Allah.” Makna ini tidak keliru sebenarnya, tapi ini hanya mencakup sebagian dari makna kalimat Ilâha Illallâh saja, dan bukan makna ini yang jadi maksud utama. Kaum musyrikin zaman Nabi Muhammad ﷺ pun mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, tetapi mereka tetap menyekutukan Allah dalam ibadah. Jika makna ini saja yang diterima, perselisihan antara Nabi dan kaumnya tidak akan terjadi.
  3. Dimaknai dengan: “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah.” Meskipun ini bagian dari konsekuensi tauhid, tapi kalau memaknainya dengan makna ini saja maka tidak cukup. Jika seseorang mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya yang berhak menetapkan hukum, tetapi masih menyembah selain-Nya, maka tauhidnya belum sempurna.

Rukun Lâ Ilâha Illallâh

Kalimat lâ Ilâha Illallâh memiliki dua rukun utama:

  1. Penafian (yakni pada kalimat: Lâ Ilâha): Bagian ini menafikan ibadah dari segala sesuatu yang disembah selain Allah. Dengan kata lain, kita menolak segala bentuk penyembahan kepada berhala, manusia, jin, atau apapun selain Allah.
  2. Penetapan (yakni pada kalimat: Illallâh): Bagian ini menetapkan bahwa ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah semata, tanpa sekutu bagi-Nya. Semua bentuk penghambaan harus murni untuk Allah saja.

Dalil Tentang Kedua Rukun Kalimat Tauhid di Atas

Allah ﷻ berfirman,

فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا

“Barang siapa yang kufur kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang teguh kepada tali yang amat kuat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 256).

Ayat ini menunjukkan bahwa penafian terhadap thagut (segala sesuatu yang disembah selain Allah) dan penetapan keimanan kepada Allah adalah inti dari kalimat tauhid.

Kisah Nabi Ibrahim juga memberikan contoh jelas. Ketika beliau berkata kepada ayahnya dan kaumnya,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِۦٓ إِنَّنِى بَرَآءٌ مِّمَّا تَعْبُدُونَ. إِلَّا ٱلَّذِى فَطَرَنِى فَإِنَّهُۥ سَيَهْدِينِ

“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali Dia yang menciptakanku. Maka sesungguhnya Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 26-27).

Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim menafikan penyembahan terhadap selain Allah dan menetapkan hanya Allah yang layak disembah.

Kapan Kalimat Ini Bermanfaat?

Kalimat Ilâha Illallâh akan bermanfaat bagi seseorang jika memenuhi dua syarat utama:

  1. Memahami Maknanya: Seseorang harus memahami bahwa kalimat ini mengandung penafian segala bentuk ibadah kepada selain Allah dan penetapan ibadah hanya kepada-Nya.
  2. Mengamalkan Konsekuensinya: Memahami saja tidak cukup. Seseorang harus mengamalkan kalimat ini dengan meninggalkan segala bentuk kesyirikan dan hanya menyembah Allah semata.

Penutup

Kalimat Ilâha Illallâh adalah fondasi utama keimanan. Kalimat ini tidak cukup hanya diucapkan, tetapi juga harus dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Memahami makna yang benar dari kalimat ini sangat penting, karena kesalahpahaman dapat melemahkan, bahkan membatalkan keimanan seseorang. Oleh karena itu, mari kita pelajari dan renungkan makna kalimat tauhid ini dengan hati yang ikhlas, agar kita bisa menjalani hidup dengan sepenuhnya tunduk kepada Allah ﷻ, satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Semoga Allah ﷻ memberikan kita ilmu yang bermanfaat, pemahaman yang benar, dan keteguhan dalam menjalankan ajaran-Nya. Âmin. Wabillāhul taufiq. Washallāhu ‘alā muhammadin wa a’lā ālihi washahbihi wasallam.

Maraji’ :

* Alumni Teknik Elektro UII ’17

[1] Abdullah bin Ahmad Al-Huwail. At-Tauhid Al-Muyassar. Riyadh: Dar Atlas. 2015 M. Cet.k-4. Tulisan ini dikembangkan dari tulisan beliau dari halaman 13-14.

Download Buletin klik di sini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *