Adab-Adab Mendatangi Masjid

Adab-Adab Mendatangi Masjid

Fathurrahman

 

Dengan memohon pertolongan kepada Allah dan menyebut-nyebut nama-nama-Nya yang mulia  kita berharap agar dimudahkan dalam melakukan ketaatan dan terus-menurus memuji-Nya karena Dia-lah Allah yang pantas untuk dipuji. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan mulia Nabi Muhammad ﷺ.

Adapun setelah itu, ketahuilah wahai saudaraku, bahwa Islam mengajarkan berbagai adab dalam melaksankan ibadah salah satu adab yang perlu diingatkan kembali adalah adab-adab dalam mendatangi masjid, di antara adab tesebut yaitu:

  1. Mengikhlaskan niat karena Allah

Adab pertama dalam setiap amal shalih adalah perkara niat. Hendaknya seseorang yang ingin ke masjid mengikhlaskan niatnya semata-mata karena Allah ﷻ. Bukan karena rasa ingin dipuji manusia atau ingin dilihat oleh masyarakat, jika ini yang ada, atau bercampur dengan niat yang lain maka amal tersebut sia-sia. Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya semua amalan itu terjadi dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhâri, no. 1 dan Muslim, no. 1907)

  1. Berwudhulah di rumah sebelum berangkat ke masjid

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muslim, Nabi ﷺ bersabda,

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim, no 1553)

  1. Menghindari bau tidak sedap ketika pergi ke masjid

Yang demikian berdasarkan hadits dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ أَكَلَ ثَوْمًا أَوْبَصَلاً فًلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فيِ بَيْتِهِ

Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah maka hendaklah menjauhi kita”, atau bersabda, “Maka hendaklah dia menjauhi masjid kami dan hendaklah dia duduk di rumahnya”

Dalam sebuah lafazh dari Muslim disebutkan,

فَإِنّ الْمَلاَئِكَةَ تَتَأَذّى مِمّا يَتَأَذّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ

“Karena malaikat merasa terganggu sebagaimana anak Adam (umat manusia) juga merasa terganggu.” (HR. al-Bukhari no.855 dan Muslim no.564)[1]

Diqiaskan dalam hal ini, setiap yang menimbulkan aroma tidak sedap yang mengganggu orang-orang yang mengerjakan shalat seperti bau rokok, atau bau tidak sedap yang timbul dari badan atau dari pakaian yang kotor. Maka wajib bagi orang yang mengerjakan shalat untuk memeriksa dirinya sebelum mendatangi masjid sehingga ia tidak mengganggu orang-orang yang mengerjakan shalat yang menyebabkan berdosa karenanya.

  1. Berpakaian rapi, sopan, dan bersih (indah dipandang)

Sebagaimana perintah Allah ﷻ dalam firman-Nya,

يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid” (QS. al-A’râf [7]: 31

  1. Berdoa saat keluar rumah menuju ke masjid

Saat keluar dari rumah, Rasulullah ﷺ mengajarkan kita untuk mengucapkan doa. Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi ﷺ bersabda,

إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ قَالَ يُقَالُ حِينَئِذٍ هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِيَ وَكُفِيَ وَوُقِيَ

“Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya lalu mengucapkan:  Bismillâhi tawakkaltu ‘alallâhi, lâ haula wa lâ quuwata illâ billâh.” “Dengan nama Allah aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah). ‘Beliau bersabda, “Maka pada saat itu akan dikatakan kepadanya, ‘Kamu telah mendapat petunjuk, telah diberi kecukupan, dan mendapat penjagaan’, hingga setan-setan menjauh darinya. Lalu setan yang lainnya berkata kepadanya (setan yang akan menggodanya, pent.), “Bagaimana (engkau akan mengoda) seorang laki-laki yang telah mendapat petunjuk, kecukupan, dan penjagaan.” (HR. Abu Daud no. 595, At-Tirmidzi no. 3487)

  1. Berjalan menuju masjid dengan tenang (tidak tergesa-gesa)

Hendaknya berjalan menuju shalat dengan khusyuk, tenang, dan tentram. Nabi ﷺ melarang umatnya berjalan menuju shalat secara tergesa-gesa walaupun shalat sudah didirikan. Abu Qatadah berkata, “Saat kami sedang shalat bersama Nabi ﷺ, tiba-tiba beliau mendengar suara kegaduhan beberapa orang. Sesudah menunaikan shalat beliau mengingatkan,

مَا شَأْنُكُم؟ قَالُوْا: اِسْتَعْجَلْنَا إِلىَ الصَّلاَةِ. فَقَالَ: فَلاَ تَفْعَلُوْا, إِذَا أَتَيْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَعَلَيْكُمْ بِاالسَّكِيْنَةِ  فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا

Apa yang terjadi pada kalian?” Mereka menjawab, “Kami tergesa-gesa menuju shalat.” Rasulullah menegur mereka, “Janganlah kalian lakukan hal itu. Apabila kalian mendatangi shalat maka hendaklah berjalan dengan tenang, dan rakaat yang kalian dapatkan shalatlah dan rakaat yang terlewat sempurnakanlah” (HR. al-Bukhari no 635 dan Muslim no 437)

  1. Dianjurkan membaca doa ketika hendak menuju masjid

Disunnahkan bagi seseorang yang berjalan menghadiri shalat berjamaah di masjid membaca doa yang diajarkan Nabi ﷺ,

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا

Allahummaj’al fî qalbî nûra wa fî basharî nûra wa fî sam’î nûra wa ‘an yamînihî nûra wa ‘an yasârî nûra wa fauqî nûra wa tahtî nûra wa amâmî nûra wa khalfî nûra waj’al lî nûra.” “Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya dari belakangku, dan jadikanlah untukku cahaya.”(HR. Muslim, no. 763).[2]

  1. Berdoa saat masuk masjid dan keluar masjid

Do’a masuk masjid dengan mendahulukan kaki kanan,

أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، (بِسْمِ اللهِ، وَالصَّلاَةُ) (وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ) اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.

“A’ûdzubillâhil ‘azhîmi, bi wajhil karîm, wasulthânihil qadîm minasyaithânirrajîm” (bismillâhi wash-washalâtu) (wassalamu ‘alâ rasûlillah) Allâhummaf tahlî abwâba rahmatik” “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dengan wajahNya Yang Mulia dan kekuasaanNya yang abadi, dari setan yang terkutuk.[3] Dengan nama Allah dan semoga shalawat[4] dan salam tercurahkan kepada Rasulullah[5] Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmatMu untukku.”[6]

Do’a keluar masjid dengan mendahulukan kaki kiri,

بِسْمِ اللهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ، اَللَّهُمَّ اعْصِمْنِيْ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.

“Bismillâhi wash-washalâtu wassalamu ‘alâ rasûlillah, Allâhumma innî as-aluka min fadhlika, Allâhumma’shimnî minasy syaitâhirrajîm” “Dengan nama Allah, semoga sha-lawat dan salam terlimpahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, sesungguhnya aku minta kepadaMu dari karuniaMu. Ya Allah, peliharalah aku dari godaan setan yang terkutuk”.[7]

  1. Melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk

Di antara adab ketika memasuki masjid adalah melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk. Shalat ini diistilahkan para ulama dengan shalat tahiyatul masjid. Rasulullah ﷺ bersabda,

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِ

“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” (HR. Bukhari no. 537 dan Muslim no. 714)

Maraji’ :

[1] HR al-Bukhari no.855 dan Muslim no.564 dan dinilai shahih oleh Syeikh Al-Albani dalam Irwaul Gholil no.547

[2] Disebutkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, dengan menisbatkannya kepada Ibnu Abi ‘Ashim dalam kitab Ad-Du’a. Lihat Fathul Bari 11/118. Katanya: “Dari berbagai macam riwayat, maka terkumpullah sebanyak dua puluh lima pekerti”.

[3] HR. Abu Dawud, lihat Shahih Al-Jami’ no.4591.

[4] HR. Abu Dawud, lihat Shahih Al-Jami’ 1/528.

[5] HR. Abu Dawud, lihat Shahih Al-Jami’ 1/528.

[6] HR. Muslim 1/494. Dalam Sunan Ibnu Majah, dari hadits Fathimah i “Allahummagh fir li dzunubi waftahli abwaba rahmatik”, Al-Albani menshahihkannya karena beberapa shahid. Lihat Shahih Ibnu Majah 1/128-129.

[7] Tambahan: Allâhumma’shimnî minasy syaithânir rajîm, adalah riwayat Ibnu Majah. Lihat Shahih Ibnu Majah 129.

Download Buletin klik disini

Ketika Allah Yang Maha Lembut Berkehendak

Ketika Allah Yang Maha Lembut Berkehendak

La Ardin Ma’ruf*

 

Bismillâhi walhamdulillâh wash shalâtu was salâmu ‘ala rasûlillâh,

Saya akan mengajakmu untuk mengenal lebih jauh tentang Dia Yang Maha Lembut. Yang mungkin kita tidak sadar atas kelembutan-Nya. Ketika Allah yang Maha Lembut berkehendak untuk menolong kita.  Dia akan memerintahkan sesuatu yang tidak engkau sangka itu menjadi sebab keselamatanmu, baik sadar maupun tidak. Karena Dia Maha Mengetahui lagi Maha Lembut sedangkan kita tidak.

Allah ﷻ berfirman,

لَّا تُدْرِكُهُ ٱلْأَبْصَٰرُ وَهُوَ يُدْرِكُ ٱلْأَبْصَٰرَ ۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلْخَبِيرُ

Dia tidak dapat dijangkau oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu. Dan Dialah Yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-An’am [6]: 103).

Allah Yang Maha Lembut Berkehendak

Tidakkah engkau merasakan, Allah yang Maha Lembut menghendaki orang yang tidak anda mengharapkan kebaikannya, justru menjadi sebab engkau memperoleh kebaikan itu. Jika dirimu belum merasakannya, coba renungkan keburukan yang bisa menimpa siapa saja. Namun hal itu tidak diperlihatkan olehmu atau keburukan tersebut tidak menempuh jalan sampai kepadamu. Dan mungkin saja engkau dipertemukan dengannya lalu dia dipalingkan dari jalan yang engkau lalui.

Ketika Allah Yang Maha Lembut menghendaki untuk menjaga kita dari kemaksiatan. Dia akan membuat kita membenci kemaksiatan tersebut atau mempersulit untuk melakukannya. Dan mungkin saja kemaksiatan sudah di depan mata namun kita disadarkan pada saat itu juga.

Maka saya berharap agar kita bisa menjadi hamba yang rindu akan kelembutan-kelembutan Allah Yang Maha Lembut. Agar kita dapat melihat dengan mata hati akan takdir yang menimpa, bahwa ada tanda kelembutan yang hanya kita ketahui sendiri.[1]

Diri ini yang belum bisa berbagi banyak disebabkan dosa yang menutup hati, pandangan yang berbalut dengki, serta amal yang tak berisi. Hanya mampu berbagi dari kisah para nabi.

Ketika Allah Yang Maha Lembut berkehendak mengeluarkan Nabi Yusuf u dari penjara, Dia tidak serta merta menghancurkan temboknya atau mencabut nyawa para penjaga tersebut. Namun dijadikan sang raja bermimpi dalam malamnya. Sehingga dengan mimpi tersebut menyelamatkan Nabi Yusuf dari kezhaliman yang membelenggunya.[2] Sebagaimana diceritakan dalam al-quran surat Yusuf ayat 43 sampai 55.

Tatkala Allah Yang Maha Lembut berkehendak menepis tuduhan keji yang dilontarkan Yahudi kepada Maryam dan anaknya. Dia berbuat dengan cara yang tak terpikirkan mereka, Nabi Isa u berbicara dalam buaian bahwa dia adalah Nabi dan Rasul-Nya. Seperti yang Allah sebutkan dalam al-Quran surah an-Nisa ayat 156 dan Dia yang Maha Lembut menceritakan ucapan Isa u pada surah Maryam ayat 27 sampai 33.

Disaat Allah Yang Maha Lembut mengeluarkan Rasulullah dan para sahabatnya dari sulitnya hari-hari pemboikotan. Dia tidak mengirim gajah untuk meluluh lantahkan, tidak pula suara petir yang membinasakan namun hanya rayap. Ia rayap, yang hidupnya di tempat lembab namun bisa berada pada wilayah kering lagi panas hanya untuk menggerogoti  papan perjanjian.

Sungguh Dialah Yang Maha Lembut, dengan kelembutan-Nya menjadikan hal yang dianggap remeh bisa merubah lembaran-lembaran kehidupan. Karena Dia Maha Mengetahui lagi Maha Lembut.

Allah ﷻ berfirman,

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلْخَبِيرُ

Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu tampakan atau rahasiakan). Dan Dia Maha Lembut lagi Maha Mengetahui” (QS. al-Mulk [67]: 14).

Bagaimana mungkin Dia tidak mengetahui, sementara Dialah yang menyembunyikan pemberian-pemberian-Nya, sehingga begitu halus datangnya, tenang cahayanya dan sejuk keberadaannya. Bagaimana mungkin Rabb yang memuliakan secara tersembunyi, memberi secara tersembunyi dan memalingkan keburukan secara tersembunyi tidak mengetahui semua kelembutan yang Dia ciptakan?

Syaikh As-Sa’di v berkata, “Dan di antara makna Maha Lembut adalah Allah memperlakukan hamba-hamba dan orang-orang yang dikasihi-Nya dengan lemah lembut. Allah mendorong mereka menuju kebaikan padahal mereka tidak merasakan hal itu. Allah menjaga mereka dari keburukan padahal mereka tidak mengira, dan mengangkat mereka ke tingkatan tinggi dengan berbagai sebab yang sama sekali tidak dikira oleh manusia. Bahkan Allah membuat mereka merasakan berbagai hal yang tidak disukai untuk menyampaikan mereka pada harapan tertinggi dan keinginan-keinginan mulia.”[3]

Hikmah Mengenal Allah Maha Lembut

Berkata syaikh Abdul ‘Aziz dalam kitabnya menjelaskan orang yang mengenal Allah Yang Maha Lembut akan terdapat pada dirinya enam hal, diantaranya[4]:

  1. Dia akan merasa cukup atas apa yang ia peroleh. Karena Allah l mengetahui apa yang terbaik baginya dan memberikan rezeki sesuai dengan kadar seorang hamba.
  2. Dia akan menjadi manusia yang kuat yang berjuang menghadapi musibah dengan bersabar dan mamatuhi aturan agamanya hingga meraih akhir yang baik. Karena dia mengetahui Allah l memberikan musibah dan aturan agama untuk menyempurnakan manusia.
  3. Dia akan selalu berpikir positif kepada Allah l. Karena dia yakin tidak terkabulkan doa agar melindunginya dari keburukan.
  4. Dia tidak berpikir buruk kepada Allah l. Karena Allah l menghindarkan sebagian hamba-Nya dari musibah untuk menjaga keimanannya.
  5. Agar dia tidak merasa sombong dengan amalan-amalan kebaikan yang dilakukannya. Karena dia mengetahui Allah l mentakdirkan hamba-hambanya terjerumus kepada dosa agar mereka tergugah untuk bertaubat dan tidak menyombongkan diri dihadapan manusia.

Setelah kita mengenal bersama nama yang agung ini, walau baru sedikit saja dari maknanya. Adapun selebihnya tentang makna yang tersembunyi, maka silahkan memahami, merenungkan dan merujuk kepada kitab-kitab para ulama tentang hal itu.

Setelah kita mengenal-Nya, bukankah dirimu pantas untuk mencintai Allah Yang Maha Lembut? Dan bukankah engkau harus lebih meningkatkan dzikir, muraqabah, harapan dan rasa takut kepada-Nya dalam hatimu?

Maraji’ :

* alumni TMUA UII 2015

[1] Ali bin Jabir al-Faifi. Li Annakallah. Solo: Purtaka Arafah. 2021 M. Cet. Ke-III. h.103

[2] Ibid.

[3] https://tafsirweb.com/11042-surat-al-mulk-ayat-14.html. Diakses pada Jumat, 16 Agustus 1014

[4] Abdul ‘Aziz bin Nashir al Julayyil. Wallahul Asmaul Husna Faduuhu Biha. Riyad:  1436. Cet. Pertama. h.42.

Download Buletin klik disini

Kebhinekaan dan Kemerdekaan: Hikmah dari Kehidupan Lebah

Kebhinekaan dan Kemerdekaan: Hikmah dari Kehidupan Lebah

Fahri Hanif Rais Wibowo*

 

Sahabat al Rasikh, semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah ﷻ. Dalam menjalani kehidupan, kita sebagai hamba-Nya harus selalu bersyukur atas kesehatan, waktu, peluang, dan juga kemerdekaan yang diperoleh melalui perjuangan panjang. Dengan kemerdekaan itu, kita dapat hidup dan beribadah dengan aman dan tenteram.

Kemerdekaan yang telah kita raih sepatutnya tidak disia-siakan. Kita harus mengisi dan memanfaatkannya untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah ﷻ, yang secara mutlak memberikan kemerdekaan ini kepada kita. Sebesar apa pun usaha kita, jika Allah ﷻ tidak menghendaki, maka itu tidak akan pernah terjadi. Itulah target utama kita dalam mengisi kemerdekaan. Selain itu, kita juga harus senantiasa memberikan nafkah yang baik kepada keluarga, mempererat tali silaturrahim, menolong sesama, bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan, serta terus belajar dan berkarya untuk kemaslahatan umat.

Sikap-sikap tersebut sangat identik dengan seorang mukmin yang taat, seperti yang diumpamakan oleh Nabi Muhammad ﷺ dengan seekor lebah madu. Dalam hadits dari Abdullah bin Amru ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ ‏ ‏مُحَمَّدٍ ‏ ‏بِيَدِهِ إِنَّ مَثَلَ الْمُؤْمِنِ ‏ ‏لَكَمَثَلِ النَّحْلَةِ أَكَلَتْ طَيِّبًا وَوَضَعَتْ طَيِّبًا وَوَقَعَتْ فَلَمْ تَكْسِر ولم تُفْسِد

Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Sesungguhnya perumpamaan seorang mukmin itu bagaikan lebah yang selalu memakan yang baik, dan mengeluarkan yang baik. Ia hinggap (di ranting), namun tidak membuatnya patah dan rusak.” (HR. Ahmad, No: 18121; Hakim, No: 8566; Baihaqi, No: 5765).[1]

Dari hadits di atas, kita bisa belajar bahwa lebah adalah hewan yang sangat istimewa, hingga diumpamakan dengan seorang mukmin. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat kita contoh dari lebah untuk mengisi kemerdekaan.

Sikap Positif dan Cermat

Lebah cenderung hanya pada hal-hal yang positif dan cermat dalam memilih makanan atau sari bunga yang baik saja. Begitu pula seorang mukmin harus mencari dan berusaha memperoleh makanan, minuman, serta kebutuhan yang halal dan thayyib. Lebah juga selalu berusaha membawa sari bunga terbaik ke sarangnya. Ini dapat dihubungkan dengan perjuangan para pahlawan kemerdekaan Indonesia, yang selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi bangsa, baik dalam perjuangan fisik maupun mental untuk mencapai dan mengisi kemerdekaan.

Allah ﷻ berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16]: 97).

Sebagai seorang mukmin, kita tidak boleh merasa tidak berguna karena Allah selalu melihat hamba-Nya. Setiap kebajikan yang dilakukan oleh seseorang akan mengantarkan pada kehidupan yang baik dan akan mendapatkan balasan yang lebih baik dari apa yang telah diperjuangkan.

Kebersihan Hati dan Manfaat Bagi Sesama

Lebah hanya mengambil yang baik dan mengeluarkan yang baik pula, yaitu madu. Ia tidak menikmati hasil usahanya sendiri, melainkan hanya ingin berguna dan bermanfaat bagi orang lain yang mengonsumsi madunya. Ini dapat menjadi contoh bagi kita, khususnya generasi muda, untuk selalu berkontribusi aktif dan positif dalam mengisi kemerdekaan dengan menolong sesama, bergotong royong, dan mempererat tali silaturahim demi menjaga integritas dan moral bangsa.

Dari Jabir bin ‘Abdillah z, Rasulullah ﷺ bersabda,

المُؤْمِنُ يَأْلَفُ وَيُؤْلَفُ وَلاَ خَيْرَ فِيْمَنْ لاَ يَأْلَفُ وَلاَ يُؤْلَفُ وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Seorang mukmin itu adalah orang yang bisa menerima dan diterima orang lain, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa menerima dan tidak bisa diterima orang lain. Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ath-Thabari dalam Al-Mu’jam Al-Awsath VI/58).[2]

Sebagai seorang mukmin dan anak muda, kita harus bermanfaat dan berguna bagi bangsa, agama, dan umat. Di mana pun dan kapan pun kita berada, kita harus memberikan dampak positif, semakin banyak manfaat yang kita berikan, semakin baik pula.

Menghargai Kebhinekaan

Lebah tidak meninggalkan bekas kerusakan pada ranting pohon atau tempat apa pun yang dihinggapinya. Ini melambangkan sikap kehati-hatian dan rasa hormat terhadap lingkungan sekitarnya. Seorang mukmin juga harus seperti ini, selalu memberikan kebaikan dimanapun ia berada. Hal ini juga dapat diartikan sebagai semangat dalam bingkai kebhinekaan dalam kemerdekaan Indonesia, di mana kita saling menghormati dan menghargai perbedaan suku, agama, bangsa, dan budaya tanpa merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

Kebhinekaan dalam kemerdekaan Indonesia ini adalah nikmat besar dari Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13). Sebagai mukmin dan warga negara Indonesia, kita harus bersyukur atas kebhinekaan ini.

Semangat Berkarya dan Berkreasi

Madu adalah obat alami yang diproduksi oleh lebah dari sari bunga pilihan terbaik, hasil jerih payah gotong royong para lebah. Madu adalah karya dan kreasi unik yang tidak kita temui pada hewan lain. Begitu juga kita, sebagai mukmin dan masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, harus memanfaatkan peluang yang ada di masa kemerdekaan ini untuk berkarya, berkreasi, dan berkontribusi aktif dalam pembangunan bangsa demi meraih kehidupan yang rukun dan bermartabat. Jangan sampai kita bermalas-malasan setelah merdeka, lupa akan perjuangan para pahlawan, dan menyia-nyiakan kemerdekaan ini.

Marilah kita renungkan betapa berharganya kemerdekaan yang kita miliki. Sebagai mukmin dan warga negara Indonesia, kita diberi kesempatan untuk mengisi kemerdekaan dengan amal kebaikan, karya yang bermanfaat, serta sikap yang mencerminkan akhlak mulia. Seperti lebah yang senantiasa memberikan manfaat tanpa merusak, kita pun harus selalu berkontribusi positif bagi bangsa dan agama, menjaga persatuan dalam kebhinekaan, dan terus berupaya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Semoga Allah l senantiasa membimbing kita dalam langkah-langkah ini dan menjadikan kita hamba yang bermanfaat bagi sesama. Âmîn.

Maraji’ :

* Mahasiswa FIAI UII

[1] Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995. Cet. ke-2. h. 348.

[2] Ath-Thabrani. Al-Mu’jam Al-Awsath. Beirut: Dar al-Haramain, 1995. Cet. ke-1. h. 593, Hadits No: 5787.

Download Buletin klik disini

Kemerdekaan Itu Hidangan Penutup bagi Para Pejuang

Kemerdekaan Itu Hidangan Penutup bagi Para Pejuang

Nur Laelatul Qodariyah*

 

Pembaca al Rasikh yang dirahmati Allah ﷻ, nikmat kemerdekaan merupakan hidangan penutup bagi para pejuang. Amal jariyah terus mengalir untuk para pahlawan yang telah berjuang mempertahankan tanah air. Indonesia itu terlahir bukan dari belas kasih para penjajah kolonial barat melainkan murni dari hasil perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka. Banyak kalangan yang ikut ambil dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, bukan hanya dari kalangan rakyat biasa melainkan seluruh rakyat Indonesia terutama dari kalangan santri.

Mempertahankan Tanah Air

Dalam Islam sendiri kemerdekaan juga hak dari individu dan bangsa. Apalagi kita sudah dijajah oleh kolonial barat kurang lebih 3,5 abad. Rasa sakit, penderitaan, penyiksaan yang berlebih yang dirasakan oleh bangsa Indonesia selama itu tentu saja tidak adil buat kita. Bayangkan saja manusia yang seharusnya diperlakukan manusia malah diperlakukan seperti binatang. Sehingga tidak jarang kita mendengar banyak dari pada kalangan kita dulu gugur saat diperintahkan untuk kerja tanpa dibayar.

Allah ﷻ berfirman,

وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa Sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya jika mereka telah Kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.”  (QS. at-Taubah [9]: 122).

Berdasarkan tafsir dari al-Wadlih dari Syekh Muhammad Mahmud al-Hijazi ayat diatas memiliki makna bahwa kewajiban dalam mempertahankan tanah air juga kewajiban yang suci begitu juga dalam belajar ilmu yang mana kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad.[1]

Apalagi jika perjuangan bangsa Indonesia pada waktu tempo dulu dalam melawan penjajah Indonesia banyak kalangan santri yang ikut dalam membela kemerdekaan Indonesia. Salah satu tokoh ulama yang ikut ambil dalam perlawanan menghadapi kekejaman inggris adalah K.H.Hasyim Asy’ari. Salah satu peristiwa besar yang kita kenal adalah peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, merupakan tragedi pertempuran melawan kolonialisme dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, dimana awal mula perang ini terjadi karena masuknya bangsa Eropa ke tanah Nusantara oleh Portugis dan Spanyol, hal ini terjadi saat bangsa Spanyol yang mendarat di Nusantara masuk ke wilayah Maluku.[2]

Kelezatan dan kenikmatan mana lagi yang bisa kita raih kalau bukan kemerdekaan itu sendiri, kenikmatan dari rasa sakit untuk bangkit, kenikmatan dari rasa pantang menyerah, kenikmatan dari kebersamaan walaupun tantangannya adalah kematian. Apakah para pendahulu kita ini takut mati? tentu saja tidak, malah justru dengan kematian mereka bangga sudah ikut memerangi kezaliman para kolonial barat.

Kemerdekaan Indonesia bukan hasil dari Mengemis

Kemerdekaan Indonesia jauh dari kata mengemis, hal ini ditunjukan dari kualitas para pejuang kemerdekaan, mereka adalah orang yang berani syahid, totalitas mencintai tanah air, jujur dalam membela tanah air dan orang yang tidak mau meminta-minta kepada penjajah. Perjuangan mereka mampu merebut kemerdekaan yang sudah menjadi haknya.

Ngapain ngemis-ngemis bukannya negara ini milik kita, secara fisik kita kalah karena dibandingkan kolonial barat yang berbadan besar dan tinggi, senjatapun kita hanya bambu runcing, yang sekirannya berbeda jauh dari pada kolonial barat yang sudah menggunakan alat canggih seperti senapan. Kelihatan mustahil bukan? Perbedaan yang sangat mencolok, lantas apakah mereka menyerah? Tidak kan. Mati satu tumbuh seribu.

Ketika usaha sudah dilaksanakan dan kemudian doa sudah di ikhtiarkan, berulang-ulang sampai akhirnya kita satu tujuan yaitu kemerdekaan. Dimana kemerdekaan itu isinya tidak hanya pada kemampuan fisik namun pada siasat dan kecerdasan bagi pejuang-pejuang kita terdahulu. Allah ﷻ tidak mungkin membiarkan ketidakadilan itu terus-terusan berlanjut, apalagi jika usaha dan doa sudah dihidangkan berkali-kali. Ada masanya kemerdekaan itu sebagai hidangan penutup bagi para pejuang Indonesia.

Tidak Ada Kata Menyerah

Jangankan menyerah, berhenti ditengah jalan saja itu pertanda tidak sopan. Apalagi berputus asa dari rahmat Allah ﷻ, tidak mungkin sia-sia ketika mencapaiannya itu adalah kemerdekaan. Dimana sang merah putih bebas untuk dipasang diseluruh penjuru nusantara. Kemudian bertebaran dimana-mana kebahagiaan yang dirasakan oleh semua orang. Kebahagiaan itu pantas untuk kita dapatkan dan ada harga yang pantas untuk kita dapatkan. Jika kita melihat bagaimana banyaknya kematian yang terjadi karena penjajahan di Indonesia. Wajar kalau kita ikut merayakan, dimana merayakan kemerdekaan Indonesia menjadi kebanggaan untuk kita semua. Keramaian dari perlombaan 17 Agustus selalu menjadi hal yang ditunggu-tunggu bagi warga di Indonesia. Karena setiap kabupaten, kalurahan, kecamatan semuanya ikut merayakan kemerdekaan Indonesia.

Allah ﷻ berfirman,

قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

“Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesunguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. az-Zumar [39]: 53).

Dari hal tersebut bisa kita ambil contoh bahwa, jangan pernah untuk berfikir kalau kita ini lemah. Dalam menghadapi apapun itu, putus asa merupakan suatu kondisi mental seseorang yang merasa diri kita tidak memenuhi ekspektasinya secara berlebihan.[3] Jangan pernah membuat negara kita ini malu, jika senjata dari bambu runcing saja bisa mengalahkan senjata dari besi lantas kenapa kita mudah lemah dengan sesuatu yang belum kita kerjakan sama sekali. Perjuangan ini tidak berhenti begitu saja setelah kemerdekaan tapi awal dari perubahan untuk memajukan bangsa Indonesia. Wa Allâhu a’lam.

Maraji’ :

* alumni prodi ilmu agama Islam UII

[1] Putry Damayanty, “Hadis dan 3 Ayat Al-Qur’an yang Ajarkan Cinta Tanah Air”, dikutip dari https://www.liputan6.com/islam/read/5373266/hadis-dan-3-ayat-al-quran-yang-ajarkan-cinta-tanah-air?page=5 diakses pada 2 Agustus 2024.

[2] Ulil Absiroh, “Understanding of History 350 Years Indonesia Colonized By Dutch,” Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Riau 1 (2017): 4, https://www.neliti.com/publications/205480/sejarah-pemahaman-350-tahun-indonesia-dijajah-belanda.

[3] Adriansyah Permana dkk, “ Sifat mudah Putus Asa pada Mahasiswa Salah Tujuan” Jurnal Psikologi Islam, Vol, 8 No. 1 (2021): 30, 10.47399/jpi.v8i1.116

Download Buletin klik disini

Memaknai Kemerdekaan Yang Hakiki

Memaknai Kemerdekaan Yang Hakiki

Agus Fadilla Sandi, S.H., M.Ag.*

 

Dakwah Kemerdekaan

Pada tahun 636 M, Perang Qadisiyyah menjadi momen penentu antara kaum Muslimin dan Kekaisaran Persia. Dalam pertempuran tersebut, Persia, yang menganut agama Majusi, mengalami kekalahan besar. Pasukan Islam dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqqash, yang sebelum pecahnya pertempuran telah mengirim beberapa utusan untuk mendakwahi para elite Persia. Para delegasi ini datang bergantian menemui Rustam Farrokhzad, jenderal Persia saat itu. Salah satu utusan yang diamanahi tugas oleh Sa’ad adalah Rabi’ bin ‘Amir.[1]

Perhatikanlah dialog antara Rabi’ bin ‘Amir, seorang sahabat Nabi ﷺ yang ikut dalam penaklukan Persia, dengan Rustam, pemimpin Persia. Dialog ini menunjukkan pemahaman mendalam tentang tugas seorang Muslim dalam kehidupan dan makna hakiki tentang kemerdekaan. Rabi’ berkata,[2] “Sesungguhnya Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari menyembah manusia kepada menyembah Rabb-nya manusia, dan dari ketidakadilan agama-agama kepada keadilan Islam, dan dari kesempitan dunia kepada keluasan dunia dan akhirat. Hati itu berada di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahman, Dia membolak-balikkannya sebagaimana Dia kehendaki. (Sesungguhnya engkau [Muhammad] tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki)” (QS. Al-Qasas [28]: 56).

Pernyataan di atas menunjukkan pemahaman mendalam tentang tugas seorang Muslim dalam kehidupan ini. Rabi’ berkata, “Allah telah mengutus kami,” menunjukkan bahwa umat Muslim ditugaskan oleh Allah untuk membawa misi para rasul, karena tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad. Pernyataan ini menegaskan bahwa semua manusia di seluruh penjuru dunia adalah tanggung jawab umat Muslim. Inilah tugas umat Muslim yang dipahami oleh sahabat mulia ini.

Para sahabat juga tidak pernah putus asa dalam berdakwah. Mereka terus mengajak seseorang berkali-kali tanpa putus asa, karena mereka yakin bahwa hati manusia berada di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahman dan bisa dibolak-balikan sebagaimana Dia kehendaki. Tugas umat Muslim adalah mengajak semua orang kepada Allah ﷻ. Semua manusia yang jauh dari jalan Allah harus diajak kembali. Inilah makna kemerdekaan sejati menurut Islam, yakni bebas dari segala bentuk penghambaan kecuali kepada Allah ﷻ yang membawa keadilan dan keluasan baik di dunia maupun di akhirat.

Menjadi Hamba Allah yang Merdeka

Merdeka adalah kebebasan, lawan dari perbudakan. Kendati demikian, bagi seorang muslim, merdeka bukanlah berarti hidup bebas sekehendaknya, sebab sejatinya sifat manusia adalah bergantung. Maka, bergantunglah hanya kepada Allah ﷻ sebagai tempat sebaik-baiknya seorang hamba bergantung, sebagaimana firman-Nya,

ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ

“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu” (QS. Al-Ikhlas [112]: 2).

Bergantung adalah sifat alami dari manusia, bahkan orang Ateis (tidak percaya Tuhan) sekalipun sesungguhnya mereka bergantung walau sayangnya mereka bergantung kepada akal dan hawa nafsunya semata. Untuk itu, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin mengatakan,

الْعُبُودِيَّةُ للهِ هِيَ حَقِيْقَةُ الْحُرِيَّةِ، فَمَنْ لَمْ يَتَعَبَدْ لَهُ، كَانَ عَابِدًا لِغَيْرِهِ.

“Menjadi hamba Allah adalah kemerdekaan yang hakiki; barang siapa yang tidak menghamba kepada Allah, dia akan menjadi hamba kepada selain-Nya” (Al-Majmu’ Al-Fatawa, 8: 306).[3]

Rasulullah juga mengingatkan dalam sebuah hadits tentang bahaya menjadi hamba harta dan kekayaan. Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ

Celakalah hamba dinar, hamba dirham, hamba pakaian dan hamba mode. Jika diberi, ia ridho. Namun jika tidak diberi, ia pun tidak ridha”. (HR. Bukhari no. 2887).[4] Hadits ini menunjukkan bagaimana dunia dan harta dapat memperbudak manusia dengan menumbuhkan sifat tamak dan ketidakpuasan yang mendalam.

Bukan hanya dunia dan harta, terkadang ada juga manusia yang bahkan menuhankan hawa nafsunya. Padahal hawa nafsu dapat menyesatkan manusia. Allah ﷻ berfirman,

أَفَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِۦ وَقَلْبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِنۢ بَعْدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?“ (QS. Al-Jatsiyah [45]: 23).

Kemerdekaan sejati bagi hamba Allah adalah tunduk sepenuhnya kepada Allah l, bukan hidup bebas tanpa batasan. Manusia secara alami bergantung, dan hanya Allah tempat bergantung yang hakiki. Menjadikan harta, dunia, atau hawa nafsu sebagai tuhan hanya akan membawa perbudakan dan kesesatan. Seorang Muslim yang merdeka adalah yang mengekang dirinya dari penghambaan kepada selain Allah dan berusaha bergantung hanya kepada-Nya.

Memaknai Kemerdekaan

Kemerdekaan yang hingga kini dirasakan dalam bentuk keamanan dan kesejahteraan adalah puncak dari kenikmatan. Perhatikanlah firman Allah dalam Surat Al-Fiil ayat 3-4 yang menerangkan tentang kedua jenis nikmat tersebut dan keharusan untuk beribadah kepada Allah sebagai Dzat pemberi nikmat.

Oleh karenanya, hendaknya setiap Muslim memaknai kemerdekaan ini sebagai momentum tunduk sepenuhnya kepada Allah l dan menjalankan misi dakwah untuk mengajak manusia kepada-Nya. Menjadi hamba Allah adalah bentuk kemerdekaan hakiki, bebas dari perbudakan duniawi seperti harta dan hawa nafsu. Memaknai kemerdekaan juga dapat dilakukan dengan mensyukuri nikmat keamanan dan kesejahteraan, berterima kasih kepada setiap pihak yang menjadi perantara kebaikan dan hadirnya kemerdekaan ini, seraya berupaya mengisi kemerdekaan dengan iman dan amal shaleh agar Allah l menjaga dan memberkahi negeri kita.

Maraji’ :

* Direktur MSQ Learning Center

[1] “Dialog Ibnu Amir Dan Jenderal Persia | Republika ID,” republika.id, diakses 13 Agustus 2024, https://republika.id/posts/15155/dialog-ibnu-amir-dan-jenderal-persia.

[2] “ص8 – كتاب كن صحابيا – موقف ربعي بن عامر مع رستم قائد الفرس – المكتبة الشاملة,” diakses 13 Agustus 2024, https://shamela.ws/book/37381/124#p7.

[3] dr Raehanul Bahraen Sp.PK M. Sc, “Kemerdekaan yang Hakiki Menjadi Hamba Allah,” Muslim.or.id (blog), 16 Agustus 2021, https://muslim.or.id/68193-kemerdekaan-yang-hakiki-menjadi-hamba-allah.html.

[4] “الدرر السنية – الموسوعة الحديثية – شروح الأحاديث,” dorar.net, diakses 13 Agustus 2024, https://dorar.net/hadith/sharh/14849.

Download Buletin klik disini

Kemerdekaan Yang Dikehendak Allah ﷻ

Kemerdekaan Yang Dikehendak Allah

La Ardin Ma’ruf*

 

Bismillâhi walhamdulillâh wash shalâtu was salâmu ‘ala rasûlillâh,

Kemerdekaan yang Dikehendaki

Sahabat al-Rasikh yang semoga senantiasa dirahmati Allah ﷻ. Kemerdekaan suatu bangsa adalah suatu hal yang harus disyukuri dan perlu untuk dipertahankan. Bangsa yang kuat yaitu bangsa yang tahu berterimakasi terhadap pendahulunya dan mampu menjaga apa yang mereka wariskan. Karena Kemerdekaan merupakan perolehan yang mahal. Di butuhkan tumpah darah, harta, pengorbanan dan kehinaan untuknya. Lalu apa hubungan kemerdekaan dengan kehendak Allah ﷻ.

Allah ﷻ berfirman,

وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ

Kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali jika dikehendaki Allah” (QS. at-Takwir [81]: 29).

Ayat ini jika dikaitkan dengan kemerdekaan menjelaskan bahwa hal tersebut yang diperoleh negara Indonesia tidak terjadi kecuali dikehendaki Allah l. Jika Allah ﷻ berkehendak berarti Dia menetapkan. Tidaklah Dia menetapkan suatu perkara, pasti hal itu akan terjadi. Maka merdekalah negara ini, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Negara yang dulu nya memiliki orang-orang yang bermental baja, pantang menyerah, berkorban demi negara dan agama namun telah diganti dengan generasi yang lemah mentalnya.

Negera yang Kuat

Indonesia telah merdeka atas penjajahan namun belum merdeka dari mental yang lemah. Negara yang lemah mental orang-orangnya dapat menyebabkan suatu negeri jatuh martabatnya. Dan negara kita hampir dipenuhi orang-orang yang bermental lemah. Untuk merealisasikan negara yang kuat dan maju perlu adanya sinergi antara rakyat dan pemimpin, serta perlunya keseimbangan antara pembangunan mental dan fisik negara. Tidak lupa taufik dari Allah ﷻ adalah faktor mutlak penentu keberhasilan.

Untuk menjadi negara yang kuat dan maju diperlukan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani atau fisik dan hati. Kesehatan masyarakat sangat tergantung kepada kesehatan kedua bagian tersebut. Kesehatan hati akan membawa kepada kesehatan fisiknya.

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ. أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).[1]

Sebaliknya, kesehatan jasmani akan sangat membantu terbangunnya kesehatan rohani manusia. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan.” (HR. Muslim no. 2664)[2]

Di antara hal pokok yang perlu diperhatikan dalam upaya menjaga kesehatan tubuh dan hati adalah pemberian makanan yang cukup dan baik. Supaya tubuh kita sehat perlu asupan gizi yang memadai. Begitupula agar hati ini sehat, ia perlu diberi makanan, berupa ilmu dan iman.

Negera Dibangun di Atas Fisik dan Mental

Negara, sebagai wadah berkumpulnya sekian banyak manusia, juga dibangun di atas dua bagian pokok yaitu fisik dan mental. Fisik antara lain diwakili oleh sarana dan prasarana, seperti bangunan gedung, jalan dan yang semisal. Adapun mental negara, terwakili oleh kepribadian para manusia yang hidup di negara tersebut. Keduanya harus mendapatkan porsi perhatian yang cukup, supaya negara menjadi kokoh dan kuat. Sebaliknya, ketimpangan antara pembangunan fisik dan mental hanya akan mengakibatkan kerapuhan yang berakhir kepada kehancuran sebuah negara.

Allah ﷻ berfirman,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

Andaikan penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka akibat perbuatannya.” (QS. Al-A’raf [7]: 96).

Membangun fisik pasar yang besar dan megah, perlu dibarengi dengan membangun mental para pedagang dan para eksekutor ekonomi di dalamnya. Jika tidak, maka akan didapati kecurangan, riba, sumpah palsu dan perilaku buruk lainnya.

Membangun sarana prasarana para penegak hukum, perlu diikuti dengan membangun para punggawa keadilan. kalau tidak, yang ditemui hanyalah praktek tebang pilih dalam menangani kasus dan beraninya mafia peradilan. Bisa jadi dari sinilah negara bisa jatuh martabat bahkan hancur.

Membangun jalan-jalan dan jembatan, haruslah diikuti dengan membangun mental para kontraktor, pemborong dan semua pelaku terkait. jika tidak, maka anggara akan dimainkan dan dimanipulasi. Tanpa peduli dengan kualitas pekerjaan, yang dipikirkan hanya meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Sehingga bangsa ini hanya melihat jalan-jalan yang berumur jagung dan jembatan yang tidak layak.

Begitu pula membangun fasilitas birokrasi, harus diikuti dengan membangun mental para birokrat. jika tidak, akan cenderung memelihara masalah bukan penyelesaian, yang ujungnya hanya meraup keuntungan pribadi dan merugikan banyak pihak.

Dampak Lemahnya Mental

Dengan mental yang lemah serta ilmu dan iman individu yang kurang sehingga negeri ini ditimpa berbagai musibah dan petaka. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman,

مَّآ أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًا

Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. an-Nisa [4]: 79).

Ketika kita melihat musibah datang silih berganti dan tanpa henti. Sikap yang tepat ialah mengintrospeksi diri atas apa yang telah ditanam dari dosa dan kewajiban yang dilalaikan. Serta kembali kepada cara pejuang kemerdekaan yang telah membuktikannya. Rasulullah menutup sabdanya,

سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“… Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian, hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud no. 3462).[3]

Tidak mudah menyeimbangkan antara membangun fisik dan mental, jika ketimpangan antara keduanya sudah mengakar. Namun jalan menuju cita-cita itu akan dimudahkan, jika bangsa ini mampu menanamkan pondasi pertama dan utama untuk generasi ini. yakni keimanan yang kokoh dan aqidah yang lurus, saat itulah bangsa memiliki mental yang kokoh. Maka tugas selanjutnya tinggal memoles sisi lain dalam karakter masyarakat. Sehingga kita dapat menuai kemerdekaan yang dicita-citakan bangsa ini.

Maraji’ :

* Alumni PAI FIAI, Masjid Ulil Albab UII dan saat mengabdi sebagai musyrif di Pondok Pesantren Tunas Ilmu Purbalingga

[1] Muhammad ibnu Ismail. Shahih Bukhari: Syarikatul Qudus. 2014 M. Cet. ke-1. h. 34.

[2] Imam Muslim. Shahih Muslim: Khoir. 2013 M. Cet. Ke-1. h.56. Bab Adab.

[3] Hadits ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, asy-Syaukani dan al-Abani. Abu Daud Sulaiman bin al asy’ats. Sunan Abu Daud. Bairut: Darul Ibnu Hazm. 1997 M. Cet. Ke-1. Jilid. III. hal. 477.

Download Buletin klik disini

Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

Dwi Andini Prihastuti*

 

Bismillâhi walhamdulillâh wash shalâtu was salâmu ‘ala rasûlillâh,

Sahabat al Rasikh yang mencintai Allah ﷻ dan semoga pula dicintai Allah ﷻ, ketahuilah bahwa Indonesia merdeka berkat rahmat dan pertolongan dari Allah. Kemerdekaan merupakan salah satu diantara nikmat terbesar yang Allah anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya di negeri ini, yang mengantarkan warganya merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Hal ini tertuang dalam penggalan Undang-Undang Dasar 1445 yang berbunyi,

“Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”[1]

Merawat Kemerdekaan

Sudah sepatutnya kita merawat kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan negeri ini dengan senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala karunia nikmat kemerdekaan dan bukan kufur terhadap nikmat tesebut. Sesungguhnya syukur itulah yang akan menambah kenikmatan   sedangkan kufur itu mencabut kenikmatan. Allah ﷻ berfirman,

لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7).

Merawat kemerdekaan dengan mensyukuri mulai dari nikmat yang terkecil niscaya Allah akan memudahkan baginya untuk mensyukuri nimat yang besar. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi  bersabda,

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278).[2]

Nikmat yang sedikit saja sulit bagi kita untuk bersyukur apalagi nikmat yang besar akan lebih sulit. Maka mintalah pertolongan dan hidayah pada Allah agar kita menjadi hamba yang pandai bersyukur.

Mengisi Kemerdekaan

Sebagai upaya mensyukuri nikmat kemerdekaan adalah mengisi kemerdekaan dengan berbagai kegiatan positif dan tidak menyelisihi syari’at. Bukan sebaliknya, kufur terhadap nikmat kemerdekaan adalah mengisi kemerdekaan dengan berbagai acara kemaksiatan dan kezaliman.

Mengisi kemerdekaan dengan cara mensyukurinya, baik dengan ucapan lisan, perbuatan dan hati. Hati yang mengakui bahwa kemerdekaan itu semuanya dari Allah. Allah yang memberikannya! Lisan kita pun menyatakan syukur kepada Allah, kita puji Allah atas nikmat yang Allah berikan kepada kita. Dan perbuatan badan kita pun kita gunakan untuk menggunakan kemerdekaan ini untuk betul-betul menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.[3] Menaati perintah-perintah Allah, menjaga shalat lima waktu berjamaah di masjid, meramaikan masjid dengan kajian dalam rangka mengangkat kejahilan di tengah-tengah umat.

Jika mengadakan perlombaan dalam rangka meramaikan kemerdekaan, maka adakan perlombaan yang mendidik umat, mubah tidak menyelisihi syariat-Nya dan mendatangkan kemaslahatan serta memberikan manfaat yang luas.

Kufur Terhadap Nikmat Kemerdekaan

Di antara kufur terhadap nikmat kemerdekaan adalah mengadakan hiburan yang melalaikan dari berdzikir kepada Allah dan shalat, pentas musik, berjoget-joget dengan penyanyinya seorang wanita. Padahal disebutkan dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah bersabda,

سَيَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ خَسْفٌ، وَقَذْفٌ، وَمَسْخٌ، قِيلَ: وَمَتَى ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:” ِاذَا ظَهَرَتِ الْمَعَازِفُ وَالْقَيْنَاتُ، وَاسْتُحِلَّتِ الْخَمْرُ “

Di akhir zaman nanti akan ada (peristiwa) di mana orang-orang ditenggelamkan (ke dalam bumi), dilempari batu dan diubah wajahnya menjadi buruk”. Beliau ditanya, “Kapankah hal itu terjadi wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ketika alat-alat musik dan para penyanyi wanita telah merajalela, serta khamr di anggap halal”. (HR. Ath-Thabrani)[4]

Disaat telah muncul itu semuanya, maka pasti akan muncul yang telah Rasulullah kabarkan kepada kita seperti itu. Itu menunjukkan bahwa mensyukuri nikmat bukan dengan cara berjoget-joget, dengan bernyanyi dan penyanyinya seorang wanita, dengan musik-musik yang diharamkan. Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al-Asy’ary – demi Allah dia ia tidak mendustaiku – bahwa ia telah mendengar Nabi  bersabda,

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

Sungguh benar-benar akan ada beberapa kaum dari umatku, mereka akan menganggap halal zina, sutra, arak dan alat-alat musik.” (HR. Bukhari, no. 5268)[5]

Ada juga kufur nikmat yang lain, yaitu lelaki yang menyerupai wanita di acara-acara kegiatan menyemarakan kemerdekaan. Ibnu Hajar menjelaskan bahwa mukhannats, yakni lelaki yang menyerupai wanita dalam hal perangai, tutur kata, dan gerakannya (bukan orientasi seksual); ada dua tipe:

  • Orang yang pada asalnya memiliki sifat tersebut tanpa menyengaja dan tanpa berusaha meniru wanita. Dia tidak berhak mendapat celaan. Akan tetapi, orang yang seperti ini dituntut untuk berusaha meninggalkan sifat tersebut secara bertahap dan kontinu. Jika dia membiarkan sifat tersebut ada pada dirinya, apalagi merasa ridha dengan keadaannya, dia berhak mendapat celaan.
  • Lelaki yang menyengaja menyerupai perangai wanita, atau sebaliknya. Orang yang seperti ini kondisinya diancam keras dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas c,

لَعَنَ رَسُولُ اللهِ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَال

Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari, no. 5885).[6]

Kemerdekaan yang Hakiki

Hakikat kemerdekaan bukan hanya sebatas merdeka dari penjajahan. Akan tetapi hakikat yang paling hakiki dari pada kemerdekaan yaitu hati kita betul-betul merdeka dari jajahan hawa nafsu.

Ketika seseorang hatinya dikungkung oleh ikatan hawa nafsu, dia lebih menaati hawa nafsunya daripada menaati Rabbnya, sungguh hakekatnya ia masih dijajah oleh setan.

Ketika seorang hamba merdeka dari jajahan setan dan iblis serta balatentaranya, berarti ia telah diberikan oleh Allah kemerdekaan, bahkan kebahagiaan, bahkan diberikan oleh Allah apabila ia wafat di atas itu, surga yang luasnya seluas langit dan bumi.

Maka jadilah kita hamba-hamba yang memerdekakan diri kita dari kungkungan hawa nafsu. Jangan sampai kita mempertuhankan hawa nafsu kita. Akibatnya Allah sesatkan kita diatas keilmuan. Allah ﷻ berfirman,

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَـٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّـهُ عَلَىٰ عِلْمٍ

Bagaimana pendapatmu tentang orang yang mengambil hawa nafsunya sebagai ilahnya? maka Allah sesatkan diatas keilmuan.” (QS. Al-Jatsiyah [45]: 23)[7]

Syaikh al-‘Utsaimin mengatakan,

الْعُبُودِيَّةُ للهِ هِيَ حَقِيْقَةُ الْحُرِيَّةِ، فَمَنْ لَمْ يَتَعَبَدْ لَهُ، كَانَ عَابِدًا لِغَيْرِهِ.

“Menjadi hamba Allah, itulah kemerdekaan yang hakiki, karena siapapun yang tidak menghamba kepada Allah, dia pasti menghamba kepada yang selain-Nya.”[8]

Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Wa Allâhu a’lam bish shawwâb.

Maraji’ :

* Alumni Megister Teknik Industri FTI UII

[1] https://www.dpr.go.id/jdih/uu1945. Diakses pada 1 Agustus 2024.

[2] Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667. Sumber https://rumaysho.com/1975-bersyukur-dengan-yang-sedikit.html. Diakses pada 1 Agustus 2024.

[3] https://www.radiorodja.com/47543-khutbah-jumat-singkat-dan-pidato-tentang-kemerdekaan/. Diakses pada 1 Agustus 2024.

[4] Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir no. 5672, juga Ar Ruyani dalam Musnad-nya no. 1041, derajatnya hasan, bahkan dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib no. 3665.

[5] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5268. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban no. 6754; Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no. 3417 dan dalam Musnad Syamiyyin no. 588; Al-Baihaqi 3/272, 10/221; Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Taghliqut-Ta’liq 5/18,19 dan yang lainnya. Hadits ini memiliki banyak penguat.

[6] Lihat Fathul Bari 10/409.

[7] Rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 15 Dzul Hijjah 1440 H / 16 Agustus 2019 M.

[8] Syarah Akidah Wasithiyyah – 365. Sumber https://bbg-alilmu.com/archives/54481. Diakses pada 1 Agustus 2024.

Download Buletin klik disini

Merdeka Yang Sebenarnya

Merdeka Yang Sebenarnya

Mustain Billah*

 

Bismillâhi walhamdulillâh wash shalâtu was salâmu ‘ala rasûlillâh,

Sahabat al-Rasikh yang semoga senantiasa dirahmati Allah l. Tanggal 17 Agustus adalah hari kemerdekaan Negara Indonesia, negara kita. Hari bersejarah yang selalu dikenang dan diingat oleh rakyat Indonesia. Dengan merdekanya Indonesia dari tangan penjajah, maka kita menjadi rakyat independen yang dapat bergerak bebas dan tidak terikat secara pemerintahan dengan negara lainnya.[1]

Ada satu kisah populer mengenai pernyataan Umar bin Khaththab z soal kemerdekaan manusia. Suatu ketika, anak dari ‘Amr bin ‘Ash, Gubernur Mesir saat itu mengikuti lomba, salah satu sumber menyebut perlombaan tersebut adalah pacuan kuda. Yang mengikuti perlombaan tidak hanya kalangan elite macam anak Gubernur, melainkan juga budak dari kalangan Kristen Koptik. Budak tersebut berhasil mengalahkan anak Gubernur, tak disangka sang anak Gubernur tersebut malah memukul budak itu seraya berkata, “Aku putra orang terhormat!” Peristiwa ini dilaporkan orang tua si budak langsung ke hadapan khalifah Umar di Madinah. Tak elak, Khalifah Umar memerintahkan ‘Amr bin ‘Ash dan anaknya menghadap. Setelah menghadap, Khalifah Umar memberi pecut kepada budak untuk membalas perbuatan anak ‘Amr.

Setelah selesai, singkat cerita, Khalifah Umar berkata di hadapan publik, perkataannya ini cukup populer, “Mengapa kalian memperbudak manusia, padahal, sungguh, Ibu mereka melahirkannya dalam keadaan merdeka!”[2]

Tidak salah lagi, bahwa kemerdekaan adalah hak setiap individu manusia, hak segala bangsa. Negeri aman, makmur, sentosa adalah impian semua orang, tidak terkecuali.[3]

Makna Merdeka

Definisi kemerdekaan dalam bahasa Arab yaitu al-istiqlal sehingga hari kemerdekaan disebut ied al-istiqlal. Sedangkan menurut KBBI, kemerdekaan sendiri bermakna keadaan berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya) atau kebebasan.[4] Padanan kata bebas ini dalam bahasa Arab disebut juga al-hurr, dengan bentuk verbanya kebebasan adalah al-hurriyah.[5]

Menurut Ibn Asyur, ada beberapa aspek kemerdekaan dan kebebasan yang dikehendaki syariat Islam. Di antaranya, kebebasan untuk berkeyakinan (hurriyyah al-i’tiqad), kebebasan berpendapat dan bersuara (hurriyyah al-aqwal), termasuk di dalamnya kebebasan untuk belajar, mengajar, dan berkarya (hurriyyah al-‘ilmi wa al-ta’lim wa al-ta’lif), lalu kebebasan bekerja dan berwirausaha (hurriyyah al-a’mal). Merdeka adalah lawan dari perbudakan. Tentu kita semua ingin merdeka dan merasa bebas, nyaman dan bahagia dalam menjalani hidup. Kita juga tidak ingin terkekang, terbatasi, dan tidak bebas dalam menjalani kehidupan atau ada sesuatu yang memperbudak kita.[6]

Merdeka Menurut Islam

Bagi seorang muslim, kemerdekaan dan kebahagiaan sejati adalah menjadi hamba Allah sepenuhnya dan merasa bahagia dengan menunaikan hak Allah dalam tauhid. Merasa bahagia melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Merasa bahagia berakhlak mulia, membantu sesama, serta memudahkan urusan orang lain. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan mengenai hal ini,

الْعُبُودِيَّةُ للهِ هِيَ حَقِيْقَةُ الْحُرِيَّةِ، فَمَنْ لَمْ يَتَعَبَدْ لَهُ، كَانَ عَابِدًا لِغَيْرِهِ.

“Menjadi hamba Allah adalah kemerdekaan yang hakiki, Barang siapa yang tidak menghamba kepada Allah, dia akan menjadi hamba kepada selain-Nya”. (Al-Majmu’ Al-Fatawa, 8: 306)[7]

Menjadi budak dunia dan budak hawa nafsu itu belumlah merdeka. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa manusia bisa menjadi budak dunia dan budak harta.  Rasulullah bersabda,

ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺪِّﻳْﻨَﺎﺭِ ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺪِّﺭْﻫَﻢِ، ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﺨَﻤِﻴْﺼَﺔِ ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﺨَﻤِﻴْﻠَﺔِ ﺇِﻥْ ﺃُﻋْﻄِﻲَ ﺭَﺿِﻲَ ﻭَﺇِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳُﻌْﻂَ ﺳَﺨِﻂَ

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamisah dan khamilah (sejenis pakaian yang terbuat dari wool/sutera). Jika diberi, dia senang. Tetapi jika tidak diberi, dia marah.” (HR. Bukhari)[8]

Merdeka yang Sebenarnya

Momentum hari kemerdekaan Indonesia, selain tentunya mengajak kita untuk kembali bersyukur kepada Allah l atas limpahan nikmat rasa aman dan kebebasan, hendaknya juga kita manfaatkan untuk memaknai kembali kemerdekaan diri kita sendiri. Di mana di dalam ajaran Islam, tidaklah seseorang dikatakan merdeka dan bebas yang sebenarnya, kecuali setidaknya merdeka dari tiga hal berikut:[9]

Pertama, merdeka dari kesyirikan dan hal-hal yang mengantarkan kepadanya

Dalam beribadah dan melakukan ketaatan kepada Allah ﷻ, seseorang muslim tidak akan dikatakan merdeka, kecuali apabila hanya beribadah kepada Allah ﷻ dan menjauhkan diri dari kesyirikan kepada-Nya. Karena di dalam penyelewengan dan pemberian ibadah kepada selain Allah ﷻ, sejatinya merupakan bentuk perbudakan kepada makhluk selain Allah ﷻ.

Kedua, merdeka dari belenggu hawa nafsu

Di antara bentuk kemerdekaan yang dituntut dan diajarkan oleh Nabi kita adalah kemerdekaan dari belenggu hawa nafsu. Karena muaranya hawa nafsu akan menjerumuskan seseorang kepada kesesatan dan kebatilan. Lihatlah bagaimana Allah l berbicara dan mewanti-wanti Nabi Daud u yang notabene-nya adalah seorang penguasa, seorang penguasa yang merdeka, dan tentu saja jauh dari ketundukan dan kehinaan. Allah peringatkan beliau agar jangan sampai dirinya tunduk dan menjadi sandera atas hawa nafsunya sendiri.

Allah ﷻ berfirman,

يَٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلْنَٰكَ خَلِيفَةً فِى ٱلْأَرْضِ فَٱحْكُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ بِٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ ٱلْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ

“Wahai Daud! Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allâh.” (QS. Shad [38]: 26)

Di antara cara yang paling ampuh untuk menundukkan hawa nafsu dan menang darinya adalah dengan merasa takut kepada Allah ﷻ, merasa takut juga akan azab-Nya. Allah ﷻ berfirman,

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفْسَ عَنِ ٱلْهَوَىٰ، فَإِنَّ ٱلْجَنَّةَ هِىَ ٱلْمَأْوَىٰ

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Nazi’at [79]: 40-41)

Ketiga, merdeka dari jerat-jerat fitnah dunia

Di antara ujian yang Allah berikan kepada kita adalah fitnah kehidupan dunia. Setiap dari kita pastilah diuji dengannya, entah itu berupa kekayaan harta yang melimpah ataupun ketidakcukupan dalam memenuhi kebutuhan. Seorang muslim yang merdeka adalah mereka yang terbebas dari fitnah dan ujian tersebut. Ia bersabar tatkala diuji dengan kesempitan dan bersyukur tatkala diuji dengan kelapangan. Jiwanya bebas dan merdeka, tidak mengutuk Allah dan menyalahkan keadaan tatkala sedang dalam keadaan sempit serta terbebas dan tidak diperbudak oleh hartanya tatkala Allah berikan kelapangan.

Semoga Allah ﷻ senantiasa menjaga keamanan dan kedamaian di negeri kita, memberikan hidayah kepada para pemimpin kita, dan senantiasa memberikan kemerdekaan dan kebebasan kepada diri kita untuk beribadah kepada-Nya.

Maraji’ :

* Alumni FMIPA UII

[1] Muhammad Idris “Makna Kemerdekaan Bagi Seorang Muslim” https://muslim.or.id/95100-makna-kemerdekaan-bagi-seorang-muslim.html. Diakses pada 29 Juli 2024.

[2] Lihat selengkapnya di al-Mutaqy al-Hindi, Kanzul ‘Ummal, Muassasah al-Risalah juz 12, h. 661.

[3] Shafira Amalia “Hakikat dan Makna Kemerdekaan Dalam Al-Qur’an, Sebuah Refleksi” https://mirror.mui.or.id/bimbingan-syariah/aqidah-islamiyah/37386/hakikat-dan-makna-kemerdekaan-dalam-alquran-sebuah-refleksi/. Diakses pada 29 Juli 2024.

[4] https://www.kbbi.web.id/merdeka#google_vignette. Diakses pada 29 Juli 2024.

[5] Shafira Amalia “Hakikat dan Makna…” Diakses pada 29 Juli 2024.

[6] Ibid.

[7] Raehanul Bahraen “Kemerdekaan Yang Hakiki Menjadi Hamba Allah” https://muslim.or.id/68193-kemerdekaan-yang-hakiki-menjadi-hamba-allah.html. Diakses pada 29 Juli 2024.

[8] Ibid.

[9] Muhammad Idris “Makna Kemerdekaan…” Diakses pada 29 Juli 2024.

Download Buletin klik disini

Islam Sebagai Solusi dari Utang

Islam Sebagai Solusi dari Utang

Panca Setya Wardani*

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.

Sahabat ar-Rasikh yang semoga dirahmati Allah ﷻ. Ajaran Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Allah ﷻ, tapi juga mengatur hubungan dengan sesama manusia dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi diantara manusia. Termasuk memberikan solusi dalam urusan utang piutang. Dalam konsep Islam, utang  piutang merupakan akad (transaksi ekonomi) yang mengandung nilai ta’awun (tolong menolong). Dengan demikian utang  piutang dapat dikatakan sebagai ibadah sosial yang dalam pandangan Islam juga mendapatkan porsi tersendiri.[1] Sebagaimana yang disebutkan dari Ibnu Mas’ud, Nabi ﷺ bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً

Tidaklah seorang muslim memberikan pinjaman kepada seorang muslim suatu pinjaman sebanyak dua kali, maka ia seperti telah bersedekah sekali.” (HR. Ibnu Majah, no. 2430).[2]

Dari Buraidah, Nabi ﷺ bersabda,

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ قَبْلَ أَنْ يَحِلَّ الدَّيْنُ، فَإِذَا حَلَّ الدَّيْنُ فَأَنْظَرَهُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَيْهِ صَدَقَةٌ

Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan, dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya.” (HR. Ahmad, 5:360).[3]

Sikap Nabi Muhammad terhadap Utang

Nabi kita Muhammad ﷺ selain diutus menjadi seorang Nabi dan Rasul terakhir bagi umatnya, ternyata juga diberikan bakat karunia sebagai seorang pedagang, seorang entrepreneur yang sukses. Sehingga dengan demikian Nabi Muhammad ﷺ tidaklah asing dengan transaksi perdagangan yang sifatnya tunai maupun non tunai (utang ). Di awal pembelajarannya sebagai seorang pedagang, Nabi Muhammad ﷺ memulai perdagangannya dengan berutang  kepada saudagar kaya. Beliau membawa barang dagangan milik Khadijah bersama pamannya Abu Thalib untuk diperdagangkan di kota Thaif dan kota-kota lainnya. Proses membawa barang dagangan ini sudah tentu dicatat baik oleh Nabi Muhammad ﷺ selaku pembawa barang dagangan maupun oleh Khadijah selaku pemilik barang dagangan.

Berbekal pengetahuan dan pengalamannya, Nabi Muhammad ﷺ sangat tegas dalam menyikapi utang  piutang. Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah ﷺ bersabda,

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ

Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang .” (HR. Muslim no. 1886).3

Hadits ini menandakan pentingnya kedudukan utang  dimata Nabi Muhammad ﷺ sampai memberikan early warning bagi umatnya yang akan berjihad untuk melunasi utang nya (bila ada) sebelum berangkat ke medan perang membela ajaran agama islam.[4]

Agar Mudah Melunasi Utang

Bertakwa Pada Allah

Bertakwa pada Allah ﷻ salah satu sebab seseorang akan dimudahkan dalam segala urusannya dan dilapangkan rezekinya, pada akhirnya dimudahkan dalam melunasi utangnya. Allah ﷻ berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3)

Dalam ayat diatas, Allah ﷻ menjelaskan bahwa orang yang merealisasikan takwa akan dibalas dengan dua hal, (1) “Allah akan mengadakan jalan keluar baginya” artinya, Allah akan menyelamatkannya –sebagaimana di katakana Ibnu Abbas c- dari setiap kesusahan dunia maupun akhirat.[5] (2) “Allah akan memberik rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka” artinya, Allah akan memberi rezeki yang tak pernah ia harapkan dan angankan.[6]

Memperbanyak Doa

Dari ‘Ali, ada seorang budak mukatab (yang berjanji pada tuannya ingin memerdekakan diri dengan dengan syarat melunasi pembayaran tertentu) yang mendatanginya, ia berkata, “Aku tidak mampu melunasi untuk memerdekakan diriku.” Ali pun berkata, “Maukah kuberitahukan padamu beberapa kalimat yang Rasulullah ﷺ telah mengajarkannya padaku yaitu seandainya engkau memiliki utang sepenuh gunung, maka Allah akan memudahkanmu untuk melunasinya. Ucapkanlah doa,

اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3563, hasan menurut At Tirmidzi).[7]

Bersedekah

Bersedekah merupakan perbuatan mulia yang berulang kali diserukan oleh Allah ﷻ baik yang termaktub melalui al-Qur’an maupun hadits. Allah ﷻ berfirman,

قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya).” Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’ [34]: 39).

Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ

Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim, no. 2588).

Sedekah juga memiliki beberapa keutamaan yaitu: sedekah melipatgandakan rezeki, sedekah menghapus kesulitan, sedekah menghindarkan musibah.[8]

Trik Terbebas dari Utang  

Memperkuat iman

Keimanan kepada Allah ﷻ akan menimbulkan rasa menerima dan rela atas apapun yang telah ditetapkan oleh-Nya. pada saat kita merasa benar-benar terpukul dengan cobaan yang sedang dihadapi justru akan timbul rasa keimanan yang kuat, dari hal inilah terdapat makna tawakal yang pada akhirnya dapat membuat kita tenang. Musibah yang dihadapipun dapat berubah menjadi berkah dan mengubah diri kita menjadi sosok yang lebih baik dari sebelumnya.[9]

Tenangkan hati

Hal yang sering membuat persoalan kecil menjadi besar adalah kepanikan. Kepanikan timbul karena hati yang tidak tenang. Oleh karena itu menjaga hati agar tetap tenang adalah kunci menghadapi cobaan yang sedang dihadapi. Sebagaimana di kisahkan ada seorang sahabat bernama Auf bin Malik dan istrinya yang gundah karena anaknya belum juga pulang dari medan perang dan tidak juga ada kabar apakah dia telah gugur, sementara pejuang yang lain sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Kemudian Nabi ﷺ memberi saran untuk memperbanyak membaca laa haula walaa quwwata illaa billaah al-’aliyy al-‘adzim, dengan penuh harap anaknya akan segera kembali. Dan dimalam itu juga sang anak pulang dalam keadaan selamat dengan membawa beberapa ekor kambing sebagai hasil rampasan pesang.[10]

Bersikap hidup lebih sederhana

Ada banyak hal yang dapat diteladani dari kehidupan Rasulullah ﷺ. Salah satunya adalah menerapkan pola hidup sederhana. Mulai dari cara memenuhi kebutuhan hidup, hingga cara berpakaian. Hidup sederhana dan merasa cukup serta bersyukur degan rezeki yang Allah ﷻ beri sungguh akan mendatangkan kebaikan dalam hidup. Dengan mensyukuri apa yang dimiliki sekalipun berlebih dalam memiliki harta tetapi tidak membuat diri menjalani hidup berfoya-foya, serta menghambur-hamburkan uang.[11] Wa Allahu a’lam bish shawwab.[]

Maraji’ :

* Staf Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

[1] Aziz A, Ramdansyah R. Esensi Utang Dalam Konsep Ekonomi Islam. BISNIS  J Bisnis dan Manaj Islam. 2016;4(1):124. doi:10.21043/bisnis.v4i1.1689

[2] Dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini sahih lighairihi. https://rumaysho.com/22197-memberi-pinjaman-dan-memberi-makan.html. Diakses pada 25 Juli 2024.

[3] Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih sesuai syarat Muslim, perawinya terpercaya termasuk perawi syaikhain kecuali Sulaiman bin Buraidah, ia merupakan perawi Muslim. Syaikh Al-Albani juga menyatakan sanad hadits ini sahih sebagaimana dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 86, 1:170

[4] Cahyati A. Mengelola Utang dalam Perspektif Islam. J bisnis dan Manaj. 2014;4(1):70. doi:10.15408/ess.v4i1.1956.

[5] Tafsir Al-Qurthubi, 18/159, Ar-Rabi’ bin Khutsaim berkata : “Dia memberi jalan keluar dari setiap apa yang menyesakkan manusia” (Zadul Masir, 8/291-292 ; Lihat pula, Tafsir Al-Baghawi, 4/357 dan Tafsir Al-Khazin, 7/108) Fadhl Ilahi. “Takwa”. https://almanhaj.or.id/990-t-a-q-w-a.html. Diakses pada 25 Juli 2024.

[6] Zaadul Masir, 8/291-292. Fadhl Ilahi. “Takwa”. https://almanhaj.or.id/990-t-a-q-w-a.html. Diakses pada 25 Juli 2024.

[7] Muhammad Abduh Tuasikal. “Doa Melunasi Utang Sepenuh Gunung”. https://rumaysho.com/9450-doa-melunasi-utang-sepenuh-gunung.html. Diakses pada 25 Juli 2024.

[8] Rahmawati R. Nikmatnya Ibadah Sunnah : Meraih Berkah & Keajaiban Ibadah Sunnah. Checklist; 2017.

[9] Maharani R. 33 Strategi Bebas Utang Riba Dari Rasulullah. Araska; 2022.

[10]  Arifin M. Ubah Musibah Jadi Berkah. Melvana Publishing; 2017.

[11] Maharani R. 33 Strategi Bebas Utang Riba Dari Rasulullah. Araska; 2022.

Download Buletin klik disini

Tameng Jeratan Pinjaman Online

Tameng Jeratan Pinjaman Online

Seiga Khuzaema Cahyati*

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.

Kebiasaan Berutang

Kebanyakan masyarakat masih keliru dalam penyebutan kata utang yang acapkali menyebutnya sebagai hutang. Menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia (KBBI) kata baku yang benar adalah utang. Utang merupakan uang yang dipinjam dari orang lain. Orang yang berutang wajib untuk mengembalikan uang yang dipinjam tersebut.[1] Kebiasaan berutang dalam masyarakat dilakukan tidak hanya atas dasar pemenuhan kebutuhan, namun sebagian lain merasa seperti sudah menjadi gaya hidup. Bahkan ada yang beranggapan utang sebagai sebuah tantangan.

Faktor kebiasaan dan tingginya minat masyarakat dalam hal utang yang kemudian juga diamini oleh perkembangan teknologi digital fintech, membuat kemunculan berbagai platform penyedia jasa pinjaman secara digital. Masyarakat lebih mengenalnya sebagai pinjaman online (pinjol). Aplikasi pinjol baik yang legal maupun ilegal semakin marak bak jamur yang tumbuh di musim hujan. Merebaknya minat masyarakat terhadap pinjol tidak lepas dari masifnya metode iklan pinjol yang muncul di berbagai media sosial maupun dalam bentuk short message service (sms) yang mengatasnamakan lembaga keuangan.

Jeratan Pinjol

Mayoritas aplikasi pinjol menawarkan iming-iming kemudahan dalam berutang dengan berbagai jargon misalnya, “satu menit langsung cair”. Bermodalkan hanya dengan swafoto memegang Kartu Tanda Penduduk (KTP) bahkan tanpa adanya agunan. Mudahnya syarat, membuat pinjol semakin digandrungi oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Tidak sedikit masyarakat yang akhirnya tergiur untuk berutang via aplikasi pinjol dan mengikuti tren yang berkembang sehingga dibalik kemudahan yang ditawarkan, banyak masyarakat yang tertipu oleh aplikasi pinjol abal-abal karena masih minimnya tingkat literasi masyarakat dalam hal keuangan digital (fintech).

Sering kali masyarakat juga lupa akan adanya jeratan pinjol yang memiliki tingkat suku bunga yang cenderung lebih tinggi. Biaya administrasi yang tidak transparan membuat peminjam berisiko harus membayar utang lebih besar. Adanya denda keterlambatan pembayaran dan denda lainnya yang bisa dikatakan tidak masuk akal.[2] Belum lagi cara penagihan yang intimidatif serta kemungkinan penyalahgunaan data pribadi peminjam.

Banyak diberitakan di berbagai media akibat dari jeratan pinjol. Dilansir dari CNBC Indonesia dengan artikel berita berjudul ”Efek Negatif Pinjol: Keluarga Berantakan sampai Bunuh Diri”.[3] Berita dari detikNews “Terlilit Pinjol, Pria di Jaktim Nekat Merampok Minimarket-Ancam Bakar Kasir”[4], ”Pilu Karyawati Gorontalo Diduga Bunuh Diri Gegara Tertipu Pinjol”[5] hingga berita yang sempat viral  di media sosial tentang mahasiswa IPB yang terlilit pinjol hingga Rp 650 juta, sungguh menjadi sebuah ironi di masyarakat belakangan ini.

Utang dalam Islam

Utang menurut Rasulullah cenderung membuat seseorang (yang berhutang) banyak bicara (mencari alasan-alasan untuk menunda pembayaran) sehingga berpotensi untuk melakukan kedustaan, banyak memberikan janji mengenai tanggal dan hari pelunasan yang juga berpotensi untuk diingkari. Rasulullah juga pernah diriwayatkan menolak mensalatkan jenazah seseorang yang diketahui masih meninggalkan hutang dan tidak meninggalkan harta untuk melunasinya.[6]

Islam, dalam hal mu’amalah menghukumi utang sebagai hal yang dibolehkan namun juga tidak dianjurkan. Utang dibolehkan sepanjang terdapat akad ta’awun (tolong-menolong) dan akad tabarru (sosial). Tentunya dengan menghindari utang yang bersifat riba karena Islam melarang dengan tegas praktik riba. Sebagaimana firman Allah ﷻ dalam Al-Qur’an,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman (QS. al-Baqarah [2]: 278).

Aturan dalam Utang

Islam juga mengatur adab dalam utang baik untuk pemberi maupun penerima utang sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Utang dilakukan ketika sudah tidak ada jalan lain selain berutang dalam kondisi yang mendesak, terpaksa, dan bukan untuk memenuhi gaya hidup. Apabila utang memang benar-benar sebagai jalan terakhir dalam penyelesaian masalah hendaknya utang dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Diantara aturan dalam utang adalah (1) mencatat atau membukukan utang, (2) mendatangkan saksi, (3)  niat dan tekad untuk melunasi utang tersebut, (4) pihak pemberi utang sebaiknya memberikan utang kepada orang yang benar-benar membutuhkan, (5) memberi utang dengan niat tolong-menolong, (6) tidak mensyaratkan tambahan imbalan atas utang yang diberikan. Adab dalam berutang perlu dilakukan agar di kemudian hari tidak timbul perselisihan ataupun timbul dampak yang dapat merugikan bagi pihak yang berutang maupun pihak pemberi utang.

Syukur adalah Kunci

Utang dapat menjadi solusi dalam suatu persoalan ekonomi, menjadi sebuah pertolongan kepada seseorang yang sedang mengalami kesulitan financial.[7] Sebelum memutuskan untuk berutang alangkah baiknya apabila kita mempertimbangkan alasan berutang dengan bijak. Dengan maraknya pinjol, sebaiknya tidak terlibat di dalamnya dan memperbanyak literasi tentang keuangan digital. Kalaupun memang terpaksa untuk berutang, masih ada opsi lembaga keuangan yang bersifat syariah baik bank yakni Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) maupun lembaga keuangan  non bank yaitu Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang sudah terjamin oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Namun demikian, jangan sampai utang dijadikan sebagai sebuah kebiasaan apalagi gaya hidup. Pisahkan antara keinginan dan kebutuhan. Mana hal yang benar-benar sedang kita butuhkan, mana yang hanya nafsu semata. Padahal dengan menuruti gaya hidup dan nafsu yang tidak pernah ada kata puas bisa jadi bentuk dari kufur nikmat. Mensyukuri setiap nikmat yang telah Allah karuniakan dapat membentengi diri dari utang maupun iming-iming semu pinjol.

Apabila kita mensyukuri setiap nikmat yang Allah berikan, In syâ Allah Allah akan menambah karunia nikmat-Nya seperti janji Allah dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS. Ibrahim [14]: 7). Wallâhu ‘alam bishawâb.

Maraji’ :

* Staf Divisi Administrasi Keuangan Fakultas Ilmu Agama Islam.

[1] KBBI Daring. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/utang. Diakses pada 25 Juli 2023.

[2] Tantri Dewayani.”Menyikapi Pinjaman Online, Anugerah atau Musibah”. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-jabar/baca-artikel/14040/Menyikapi-Pinjaman-Online-Anugerah-atau-Musibah.html. Diakses pada 25 Juli 2023.

[3] Novina Putri Bestari.”Efek Negatif Pinjol: Keluarga Berantakan sampai Bunuh Diri”. https://www.cnbcindonesia.com/tech/20210621171909-37-254825/efek-negatif-pinjol-keluarga-berantakan-sampai-bunuh-diri. Diakses pada 25 Juli 2023.

[4] Wildan Noviansah.Terlilit Pinjol, Pria di Jaktim Nekat Merampok Minimarket-Ancam Bakar Kasir”. https://news.detik.com/berita/d-6729030/terlilit-pinjol-pria-di-jaktim-nekat-merampok-minimarket-ancam-bakar-kasir. Diakses pada 25 Juli 2023.

[5] Apris Nawu.Pilu Karyawati Gorontalo Diduga Bunuh Diri Gegara Tertipu Pinjol”. https://news.detik.com/berita/d-6771576/pilu-karyawati-gorontalo-diduga-bunuh-diri-gegara-tertipu-pinjol. Diakses pada 25 Juli 2023.

[6] Ady Cahyadi.”Mengelola Hutang dalam Perspektif Islam” dalam Jurnal Esensi Vol. 4 No. 1, Tahun 2014.h.75.

[7] Anita Mar’atus Zhulaiha.”Analisis Mengelola Hutang dalam Perspektif Islam” dalam Jurnal An Nahdhoh Vol. 2, No. 2, Tahun 2022.h.55.

Download Buletin klik disini