Simpul-Simpul Utang
Simpul-Simpul Utang
Muhammad Aziz Wirabrata*
Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.
Kehidupan kita sehari-hari tidak lepas dari namanya kebutuhan, terkadang saat kebutuhan datang posisi kita terdesak dengan tidak adanya uang tunai yang harus segera dibayarkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Utang menjadi salah satu solusi saat terjadi hal tersebut, syariat islam telah mengatur tentang utang. Akan ada pembahasan singkat dari beberapa sisi tentang utang pada tulisan ini. Semoga pembahasan yang singkat ini bermanfaat bagi penulis pribadi dan pembaca.
Pegertian Utang
Utang dalam Bahasa arab disebut dengan ad-Dain. Bentuk jamaknya ad-Duyun atau al-Adyun. Sebagaimana kata A’in, memiliki bentuk jamak al-Uyun dan al-A’yun.[1] Secara istilah utang didefinisikan al-Qurthubi, hakekat ad-Dain (utang) adalah istilah untuk menyebut bentuk muamalah, dimana salah satu objeknya diserahkan secara tunai, sementara objek yang satunya tidak tunai dalam tanggungan.[2]
Hukum Berutang
Hukum asal dari berutang adalah boleh (jâ-iz). Allah ﷻ menyebutkan sebagian adab berutang di dalam Al-Qur’an. Allah ﷻ berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kalian ber-mu’aamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 282).
Rasulullah ﷺ pernah berutang. Di akhir hayat beliau, beliau masih memiliki utang kepada seorang Yahudi, dan utang beliau dibayarkan dengan baju besi yang digadaikan kepada orang tersebut.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah x, bahwasanya dia berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ فَرَهَنَهُ دِرْعَهُ
“Nabi ﷺ membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tidak tunai, kemudian beliau menggadaikan baju besinya” (HR. Al-Bukhari no. 2200).[3]
Tujuan Akad Utang
Akad utang masuk pada akad tabarru’at. Akad tabarru’at disebut juga akad sosial, dari tujuan akad tersebut kita sudah mengetahuinya. Namun, dilapangan banyak kita jumpai kesalahan dalam memahami tujuan akad utang maka terjatuhlah sebagian dari saudara kita kepada riba, semoga Allah jaga kita dari hal tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan transaksi utang:
- Mencatat Transaksi Utang-Piutang
Allah ﷻ berfirman,
“Hal orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 282).
- Menghadirkan Saksi
Allah ﷻ berfirman,
“Persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (diantaramu). Jika taka da dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang Perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 282)
- Dianjurkan ada barang gadai
Allah ﷻ berfirman,
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah secara tidak tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang mengutangi). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya(utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 283)[4]
Akibat Tidak Memahami Perbedaan Utang
Akad utang yang sesuai syariat dan tidak sesuai syariat (ribawi) samar bagi sebagian orang dan terkadang teranggap sama. Berikut akibat tidak memahami perbedaan utang dan riba:
- Terjatuh pada riba.
- Maraknya budaya berutang karena tidak memahami akibat dari utang ribawi.
- Terputusnya tali pertemanan maupun tali keluarga disebabkan oleh utang yang tidak selesai dengan baik.
- Mempunyai sangkaan bahwa berutang itu secara mutlak diharamkan oleh agama.
Solusi supaya terbebas dari utang
Bahwa bagi seseorang hendaknya berhati-hati dalam masalah utang. Tidak mudah berutang dan bila mampu segera dilunasi. Jadikan pelunasan sebagai prioritas utama tanpa harus banyak alasan dengan kebutuhan hidup yang tidak pernah terpuaskan. Terkadang tidak bisa dihindari seorang dalam kondisi tertentu membuat dirinya harus berutang, dengan keadaan seorang tersebut sudah mengerti perbedaan antara akad utang dan riba maupun seorang yang tidak mengerti perbedaannya. Solusi untuk kondisi ini ada dalam dua bagian. Kondisi sebelum mempunyai utang dan kondisi setelah punya utang.
Pertama, Kondisi sebelum punya utang:
- Mengecek kembali apakah hajat saat berutang itu pada kebutuhan utama
Kita jumpai banyak sekali seorang yang berutang pada suatu hajat yang sebenarnya itu tidak mendesak dirinya untuk berutang. Lebih parahnya lagi sebagian orang berutang untuk gaya hidup. Semoga Allah jauhkan kita semua dari hal ini.
- Jadikan utang sebagai solusi terakhir
Solusi terakhir untuk berutang adalah pilihan yang lebih baik. Seorang bisa mencoba menjual barang atau asset yang dia miliki dahulu supaya tidak memberatkannya dikemudian hari.
- Bila terpaksa berutang niatkan untuk melunasi
Sebagian orang terkadang setelah berutang tidak punya niat untuk mengambalikan dan terkesan menyepelekan utangnya. Ancaman ini ditegaskan oleh Nabi ﷺ agar umatnya tidak meremehkan masalah hak orang lain.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah z bahwa Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Siapa saja yang meminjam harta orang lain dengan niat mengembalikannya, niscaya Allah akan melunasi utangnya. Siapa yang meminjam harta orang lain untuk dia habiskan maka Allah akan memusnahkannya.” (HR. Bukhari 18 & Ibn Majah 2504).[5]
- Menyiapkan barang gadai
Barang gadai disiapkan untuk menjamin kepercayaan pemberi utang. Supaya yang berutang juga tidak bermudah-mudah dalam utangnya.
Kedua, Kondisi setelah punya utang:
- Tidak menambah utang sebelum utang yang sebelumnya lunas
Sering terjadi pada seorang tabiat yang dinamakan gali lubang tutup lubang. Hal ini terjadi karena kurang sabar dalam proses pelunasan utang. Kondisi ini tidak memperbaiki keadaan seorang tersebut melainkan memperburuk keadaanya. Seorang baiknya tidak tergesa-gesa dan tergiur dengan tawaran utang lainnya, lebih lagi pada tawaran utang ribawi.
- Memperhatikan adab saat berutang
Hendaknya seorang saat berutang lalu ditagih tetaplah menjaga adabnya bilamana belum sanggup untuk membayar dan meminta tambahan waktu dengan cara yang baik. Kejadian yang terjadi seringkali kurang baiknya adab seorang yang berutang saat ditagih utangnya memaki dan berkata kasar.
Semoga dengan tulisan yang singkat ini dapat menambah ilmu dan menjadi pengingat untuk diri penulis pribadi dan semoga bisa bermanfaat untuk yang membaca. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik untuk kita semua.
* Laboran Rekayasa Tekstil FTI-UII
Maraji’ :
[1] al-Qamus al-Muhiht, 4/227.
[2] Tafsir al-Qurthubi, 3/377 disebutkan dalam Ammi Nur Baits. #Ada Orang Utang. Yogyakarta: Pustaka Muamalah. 1443 H. Cet.k-2. h. 1.
[3] Muhammad Abduh Tuasikal. “Bahaya Kebiasaan Berutang”. https://muslim.or.id/13427-bahaya-kebiasaan-berutang.html. Diakses pada 25 Juli 2023.
[4] Ammi Nur Baits. “Adab al-Quran Terkait Utang”. https://konsultasisyariah.com/29554-adab-al-quran-terkait-utang.html. Diakses pada 25 Juli 2023.
[5] Ammi Nur Baits. #Ada Orang Utang. Yogyakarta: Pustaka Muamalah. 1443 H. Cet.k-2. H. 65.