FENOMENA JILBAB DI BULAN RAMADHAN

Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya (ke seluruh tubuh mereka)”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun dan Maha penyayang” (QS al-Ahzab [33]: 59.

Dalam kontruksi pemikiran kontemporer tentang hukum jilbab dijelaskan bahwa masalah jilbab yang ada pada ayat tersebut memunculkan beberapa kontroversi mengenai tafsir para ulama tentang jilbab itu sendiri. Seorang mufassir, Al-Alusi menyatakan bahwa  Kata “Alaihinna”  adalah seluruh tubuh mereka. Akan tetapi ia juga berpendapat bahwa “Alaihinna”  itu yang dimaksud adalah di atas kepala atau wajah mereka karena memang yang biasa nampak yaitu bagian wajah.

Pendapat para mufasir yang lain juga sangat kompleks menafsirkan ayat ini yang pada intinya berbicara masalah jilbab. jika yang dimaksud jilbab adalah pakaian  berarti semua pakaian yang menutupi badan seorang wanita termasuk tangan dan kakinya, namun jika jilbab diartikan sebagai kerudung maka perintah mengulurkannya itu menutupi wajah dan  lehernya. Terlepas dari apa makna jilbab yang diyakini oleh para mufassir, hal yang lebih penting yaitu mengulurkan jilbab tidak hanya berlaku pada zaman rasul akan tetapi sepanjang masa.

Persoalan terkait jilbab bagi wanita muslimah rupanya sangat kompleks,  apalagi ketika kita dihadapkan pada sebuah fenomena sosial berupa pelecehan seksual yang disebabkan oleh defisit berpakaian. Perempuan merasa tidak bersalah atas keputusan sebagai manusia bebas dan menyalahkan laki-laki yang berpikiran kotor, laki-laki juga tak mau disalahkan dengan alasan bahwa ia merasa dirinya bermoral dan menyalahkan perempuan sebagai biang defisitnya moral. Semuanya saling tuding serta saling mengkambing hitamkan satu sama lain.

Wanita dalam bahasa arab adalah al-Mar`ah yang artinya perempuan, tapi hati-hati jangan sampai dibaca al-Mir’ah yang bermakna cermin. Namun mar’ah dan mir’ah ini seperti dua sisi dari satu koin yang tak bisa dipisahkan. Tanpa cermin perempuan mengalami penyakit yang namanya “ga pede” untuk bergaul dengan orang lain, bahkan dengan adanya cermin seorang wanita bisa berjam-jam memandangi dirinya sendiri sampai ia merasa yakin bahwa penampilannya telah sempurna. Memang sudah fitrah seorang wanita ingin diperhatikan, tampil menarik di depan orang lain sehingga secara tidak sadar terkadang “wanita tampil menarik” telah melewati batas ketentuan syariat mengenakan hijab untuk menutup auratnya. Namun sebagai muslimah tentunya penampilan yang menarik adalah penampilan yang sesuai syariat Allah yang memerintahkan kita seorang muslimah untuk menyempurnakan kewajiban dengan mengenakan jilbab.

Jilbab secara bahasa berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata “jalbaba yujalbibu jilbaaban” artinya baju kurung yang panjang. Jadi pengertian jilbab adalah pakaian yang panjang, yang bisa diartikan pakaian yang dapat menutupi anggota tubuh seorang wanita kecuali wajah dan telapak tangan. Meski demikian, tidak sedikit muslimah yang menyimpang dari aturan ini, bahkan hanya untuk menyandang “tampil menarik” di depan manusia.

Jilbab yang sekarang telah terkontaminasi oleh budaya baru, sehingga ketika mengikuti trend yang sedang berkembang maka mereka bangga disebut sebagai wanita modern yang tak ketinggalan zaman. Niatnya menggunakan jilbab untuk menutup aurat, namun malah memperlihatkan auratnya sendiri. Inilah fakta yang bisa kita lihat sekarang, alih-alih kita menyebutnya menutup aurat tapi lebih tepat dianggap membalut tubuh saja. Trend yang mengeksploitasi lekuk tubuh wanita seperti telanjang ini dikatakan jilbab seksi.

Para wanita yang ingin selalu tampil modis inilah yang menjadi jilbab seksi (jilboobs) semakin marak diikuti, apalagi wanita yang ingin menutup aurat tapi tidak ingin ketinggalan modis akhirnya juga mengikuti. Fenomena seperti ini bukan lagi hal yang tabu untuk sekarang, karena ternyata sudah banyak wanita terpengaruh oleh mode jilbab seksi ini. Bahkan artis sekalipun juga tak mau kalah untuk ikut andil meramaikan suasana jilbab gaul ini.

Jilbab seksi merupakan sebuah trend jilbab, dimana kepala ditutup oleh kain penutup kepala yang tidak sampai menutupi dada, bahkan menonjolkan sesuatu yang tak layak diperlihatkan. Wanita yang mengenakan “jilbab gaul” ini hanya sekedar gaya bukan untuk menutup aurat.

Jilbab Musiman

Ramadhan telah tiba, fenomena yang terjadi biasanya adalah jilbab tiba-tiba jadi trend yang cukup digandrungi oleh para wanita. Pamor jilbab di bulan Ramadhan ini meningkat pesat, mulai dari kalangan wanita berbagai latar belakang dan profesi biasa sampai wanita berkarir bahkan artis sekalipun mendadak jadi islami, yang biasanya aurat ditebar dimana-mana kini dibungkus rapi oleh balutan jilbab. Ini akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka karena menonjolkan simbol identitas keislaman seorang wanita muslimah yang kemudian diekspos lewat sosial media.

Namun, identitas keislaman hanya berlaku di bulan yang suci, setelah ramadhan berlalu semuanya juga berlalu dan “cuti” dari kebiasaan berjilbab yang hanya sebatas formalitas di depan manusia bukan karena niat dari hati karena Allah untuk benar-benar menutupi aurat mereka dari pandangan para lelaki jalang. Hal ini hanya untuk memamerkan jilbab yang mereka kenakan. Bahkan rela mengeluarkan kocek di kantong hanya untuk membeli dan memamerkan busana yang mahal dibandingkan bersedekah untuk mereka yang berhak serta membutuhkan. Tidak hanya itu kawan, bahkan selain rasa pamer pada orang lain, ada sebagian orang yang ingin dirinya dianggap sebagai muslimah sejati sehingga layak untuk ditiru. Yaitu dengan rasa ujub yang telah mereka semai di hati tanpa mungkin mereka sadari. Jilbab musiman seolah telah mengakar bagi sebagian wanita. Banyak sekali artis yang biasanya berpakain minimalis tiba-tiba berbusana rapi dengan jilbab yang sempurna, namun ketika Ramadhan usai lepaslah jilbab dan busana tertutupnya dari kulit mereka.

Jilbab sebagai Topeng

Jilbab musiman telah mampu mengubah wujud prilaku manusia secara spontan, seperti bunglon yang berubah-ubah warnanya sesuka hati mengeksploitasi jilbab demi mencari legitimasi publik.

Jilbab yang ada sekarang bahkan hanya dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk berbagai kepentingan. Semisal kepentingan politik. Para politisi dengan senang hati memakai jilbab hanya untuk memperoleh dukungan dan simpati masyarakat. Ketika kampanye digalakkan di masyarakat para politisi menyulap dirinya menjadi seorang muslimah shalihah dengan busana muslimah yang ia kenakan. Semua tidak lain niatnya hanya untuk mengambil hati masyarakat agar menganggap dirinya layak dijadikan pemimpin mereka dengan kualitas keislaman yang nampak dari penampilan mereka, dan pada akhirnya dukungan masyarakat pada dirinya sungguh luar biasa.

Selain itu ada juga jilbab yang digunakan para wanita pemuja cinta yang ingin tampil menarik di depan pujaan hatinya bahkan dengan jilbabnya pula wanita bisa menaklukkan hati lelaki idamannya. Pada intinya jilbab yang dipakai oleh sebagian wanita saat ini bukan untuk menutup aurat sehingga memperoleh ridla Allah akan tetapi pemakaian jilbab hanya karena beberapa kepentingan pribadi yang jauh dari niat seharusnya.

Jika jilbab yang kita kenakan karena kepentingan-kepentingan pribadi bukan karena Allah semata, maka wajar jika ada sebagian dari kita berjilbab tapi ada sebagian aurat yang terbuka, prilaku masih belum berubah semisal berjilbab tapi masih suka bercanda gurau secara bebas dengan lelaki yang bukan mahram serta ketika kepentingannya sudah terpenuhi maka sampai di situ pula jilbabnya, karena memang dari awal niatnya sudah berbelok arah bukan karena niat menutupi aurat.

Aurat disini kawan bukan hanya sebatas fisik yang ditutupi akan tetapi batiniahnya juga ikut tertutupi oleh jilbab yang kita pakai. Sehingga jilbab ini bisa kita jadikan sebagai lampu aba-aba untuk mengontrol prilaku kita sehari-hari. Tentu malu jika jilbab telah terjuntai namun akhlak kita lebih parah dari mereka yang belum berjilbab. Jilbab dengan sendirinya akan memandu kita untuk terus memperbaiki akhlak, melakukan kebaikan dan senantiasa melindungi kita. Yah jilbab akan melindungi kulit kita dari panasnya matahari agar tidak terpapar langsung menembus kulit, dan jilbab juga akan melindungi kita dari panasnya api neraka di akhirat.

Jika ada yang berkata “jilbabi dulu hati baru jilbabi kepala kita” maka kapan akan berjilbab? Jika menunggu sempurnanya hati dalam kebaikan dan kesempurnaan akhlak seseorang maka tidak ada yang sempurna. Secara fitrah, memang kita makhluk Allah yang ajz dan serba kurang, maka apalagi yang mau ditunggu? Segera jilbabi tubuh kita, in sya allah dengan jilbab segala kesempurnaan hati dan akhlak sedikit demi sedikit akan kita peroleh kawan. Perbaiki diri kita dimulai dari jilbab.

Mari kita jadikan bulan Ramadhan yang suci ini untuk mensucikan diri baik lahir maupun bathin, jangan sampai kita memakai jilbab hanya pada saat bulan ramadhan saja dan niatkan berjilbab untuk menutup aurat kita sebagai wanita muslimah bukan karena pamer dan ingin dianggap baik di mata manusia. Diusahakan agar budaya berjilbab ini juga tidak hanya ketika di bulan Ramadhan tapi untuk selamanya, menjilbabi diri berdasarkan pemahaman bahwa menutup aurat bagi wanita merupakan kewajiban yang tak bisa dinego. Sehingga sehingga jilbab bukan lagi sebagai trend yang hanya musiman karena lepasnya jilbab hanya akan mengeksploitasi rendahnya harkat dan martabat kaum wanita.

 

Tasyrifatur Rahmah
Kimia UII 2012

 

Mutiara Hikmah
Dari ‘Abdillah bin Amr bin Al-’Ash . dari Rasullah telah bersabda: Dosa-dosa besar ialah: menyekutukan Allah, berani (durhaka) kepada kedua orang tua, membunuh orang dan sumpah palsu.
(H.R. Bukhari).

Memaknai Kembali Arti Sebuah Kesuksesan

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ١٨

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya di masa lalu (dunia) untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Hasyr [59]: 18)

Jika kita ditanya, apakah kita ingin hidup sukses? Pasti kita akan menjawab “Ya saya ingin sukses”. Setiap orang pasti mengidam-idamkan kesuksesan. Tidak ada orang yang menginginkan kegagalan. Namun demikian, benarkah kita memahami apakah hakikat kesuksesan?
Secara umum, kita sering memahami kesuksesan sebagai capaian atau wujud nyata dari harapan, keinginan dan cita-cita. Bila memang demikian makna sukses, lalu muncul lagi pertanyaan, apa ukuran kesuksesan seseorang? Jika memang itu sebuah harapan, keinginan atau cita-cita, maka apa bentuk harapan yang hendak diwujudkan? Keinginan apa yang mau diraih? Dan cita-cita seperti apa yang dimaksud untuk menggapai sebuah kesuksesan?

Bila kita mengamati, tidak sedikit yang mengukur kesuksesan hanya sebatas materi dan urusan duniawi semata. Kesuksesan diukur dengan banyaknya harta benda, popularitas, penghargaan, memiliki kekuasaan dan kedudukan yang tinggi dll. Begitulah tolok ukur kesuksesan dalam pandangan sementara orang di era modern nan-materialistik ini.

Laode M. Kamaludin dalam sebuah pengantar buku berjudul On Islamic Civilization menuliskan beberapa kisah faktual yang patut untuk kita renungkan bersama dalam rangka memahami kembali makna sebuah kesuksesan. Salah satunya adalah kisah berikut: saat musim dingin tahun 1932, kota Amsterdam gempar oleh kematian seorang ilmuan ternama kebanggaan kota seribu kincir tersebut, yaitu Profesor Paul Ehrenfest. Yang lebih mencengangkan lagi dia meninggal bersama istri dan anaknya. Enherfest dikenal sebagai seorang pemuja akal, rasio, dan ilmu pengetahuan. Dia adalah ateist tulen dari Amsterdam yang dibangga-banggakan pengikutnya. Publik mengenalnya sebagai intelektual di garda depan yang tengah berada di puncak karir intelektualnya. Kedudukan terhormat dan limpahan harta benar-benar berada dalam genggaman tangannya.

Tanda tanya besar kemudian muncul, bagaimana mungkin orang yang tengah di puncak kejayaannya, tiba-tiba mati bunuh diri. Tak cukup mati sendiri dia juga menyertakan istri dan anaknya ke liang lahat bersamanya. Benarkah ia mati bunuh diri? Begitulah pertanyaan publik Amsterdam pada saat itu.

Pertanyaan publik Amsterdam itu terjawab tak berselang lama setelah pernyataan resmi dari Dinas Kepolisian Amsterdam, bahwa Paul Enherfest benar-benar mati bunuh diri, bukan dibunuh. Setelah sebelumnya dia terlebih dulu membunuh anak dan istrinya.
Enherfest mati bunuh diri hanya karena merasa tak puas dengan prinsip dan apa yang sudah dimilikinya saat itu. Ia kecewa dengan rasio, akal, dan ilmu pengetahuan yang ‘dituhankannya’ bertahun-tahun. Dari rasio, akal, dan ilmu pengetahuan, ia ‘merasa’ tak mendapatkan apa-apa selain hidup yang absurd, gamang dan penuh kecemasan. Ia merasa harus mengakhiri hidupnya, karena baginya, hidup tak lagi memiliki makna. Hal ini terungkap dari surat yang sebenarnya ditunjukkan untuk temannya bernama Kohnstamm tergeletak tidak jauh dari jasadnya. Di sepenggalan surat itu tertulis,

“Yang tidak saya miliki adalah kepercayaan kepada Tuhan. Padahal itu perlu. Seseorang mungkin akan binasa karenanya, tidak beragama. Mudah-mudahan tuhan menolong kamu, yang aku lukai saat ini.”

Kisah di atas setidaknya dapat memahamkan kita, bahwa betapa arti kesuksesan tidak bisa diukur semata-mata dengan hal-hal yang bersifat material-duniawi. Islam mengajarkan kita untuk menempatkan harta, kedudukan, pangkat dan jabatan sebagai sarana untuk berbuat baik dan taat kepada Allah, bukan tujuan. Kesuksesan bagi seorang muslim bukan semata-mata tercapainya cita-cita keduniawian, karena semua hal yang bersifat metari dan dunia adalah nisbi. Seorang muslim harus menjadikan tujuan akhirat sebagai tujuan utama. Kesuksesan akhirat sebagai tujuan. Dalam hal ini ketika kita, misalnya, menjadi pengusaha dengan harta berlimpah dan menjadi penguasa dengan kedudukan yang tinggi, maka kita harus menyertai kesuksesan tersebut dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah . Ridha Allah adalah tujuan yang seharusnya menjadi cita-cita dalam setiap aktivitas duniawi yang kita kerjakan.

Mari kita sama-sama membaca al-Qur’an untuk memahami kembali arti kesuksesan. Dalam surat Ali Imran ayat 185, Allah berfirman:

كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۖ فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ ١٨٥

Artinya:
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung (sukses). Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS. Ali Imran [3]: 185).

Ayat ini menegaskan kepada kita tentang arti kesuksesan hakiki. Bahwa terhindar dari api neraka dan mendapatkan surga adalah kesuksesan hakiki yang hendaknya kita gapai sebagai manusia. Sungguh sangat-sangat beruntung orang-orang yang terhindar dari neraka dan mendapatkan surga Allah. Setiap individu memiliki kesempatan untuk menjadi sukses, dengan profesi dan bidang apapun, selama profesi dan pekerjaaanya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Seorang dosen bisa sukses, karayawan swasta bisa sukses, dokter bisa menjadi sukses, pengusaha bisa sukses, pejabat bisa sukses, ilmuwan bisa sukses, petani bisa sukses, lurah bisa sukses, buruh bisa sukses dan semua profesi lainnya, asalkan semuannya benar-benar menjadi sarana kita dalam rangka mencari keridhaan Allah.

Para sahabat generasi awal adalah contoh terbaik dari orang-orang yang telah mendapatkan kesuksesan sejati. Mereka adalah didikkan langsung Rasulullah.  Di antara mereka adalah Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwan, Thalhah bin Abdullah, Said bin Zaid, Saad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Mereka semua adalah orang-orang yang mengabdikan harta, jiwa dan raganya untuk kepentingan Islam dan keridhaan Allah. Oleh karenanya pantas rasanya Allah menghadiahkan bagi mereka surga-Nya.

Dengan demikian, tepatlah apa yang dikatakan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengenai ciri-ciri orang sukses dan orang gagal. Beliau mengatakan, bahwa diantara ciri-ciri kebahagiaan dan kesuksesan seorang hamba adalah bila ilmu pengetahuannya bertambah, bertambah pula kerendahan hati dan kasih sayangnya. Setiap bertambah amal-amal shalih yang dilakukan, bertambah pula rasa takut dan kehati-hatiannya dalam menjalankan perintah Allah. Semakin bertambah usianya, semakin berkuranglah ambisi-ambisi keduniaannya. Ketika bertambah hartanya, bertambah pula kedermawanan dan pemberiannya kepada sesama. Ketika bertambah tinggi kemampuan dan kedudukannya, bertambahlah kedekatannya pada manusia dan semakin rendah hati kepada mereka. Namun, sebaliknya ciri-ciri kegagalan adalah ketika bertambah ilmu pengetahuan, semakin ia bertambahlah kesombongannya. Setiap bertambah amalnya, kian bertambah kebanggaannya kepada diri sendiri dan penghinaannya kepada orang lain. Semakin bertambah kemampuan dan keududukannya, semakin bertambah pula kesombongannya.

Demikianlah makna kesuksesan yang sejati, kesuksesan yang mengantarkan seorang hamba kepada Jannah-Nya kelak di akhirat. Kesuksesan yang mendatangkan rahmat Allah kepada dirinya. Tentu semua itu tidak bisa diraih dengan tangan hampa tanpa perjuangan. Ibadah puasa yang sedang kita amalkan di bulan suci ini adalah momentum terbaik bagi kita untuk memperbaiki dan membersihkan diri dari segala dosa dan keburukan yang telah kita lakukan di masa lalu, demi meraih keridhaan dan kecintaan Allah. Sehingga pada akhirnya nanti, kelak di akhirat, kita bisa meraih kesuksesan yang sejati.

 

Tian Wahyudi

Alumni FIAI UII

 

MUTIARA HIKMAH

Imam Hasan al-Bashri berkata:
“Di antara tanda-tanda bahwa Allah berpaling dari hamba-Nya adalah ketika seorang hamba sibuk dengan perkara-perkara yang tidak bermanfaat.”

TIDAK ADA MANUSIA YANG HIDUP SEMPURNA

Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.” (QS al-Isrâ’ [02]: 70)

Sejatinya manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna di antara ciptaan Allah yang lainya, manusia dengan otaknya dapat berpikir, membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dengan otaknya pula manusia dapat berinovasi dalam menciptakan sesuatu yang baru, dan manusia juga merupakan makhluk sosial yang saling melengkapi. Tapi dalam kesempurnaan manusia ternyata Allah tidak menciptakan semua manusia di dunia ini dengan sangat sempurna, setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, dan Allah telah menentukan takdir setiap manusia yang hidup di dunia ini.

Ahmad merupakan anak dari keluarga miskin, kehidupannya serba kurang dan jauh dari cukup, Ahmad memiliki ayah yang bekerja sebagai tukang becak berpenghasilan kecil, serta ibu yang hanya dapat memulung sampah dan adik kecil yang masih duduk di bangku SD. Suatu hari Ahmad tidak mau berkerja dan memanjakan dirinya untuk jalan-jalan ke taman kota. Ahmad melihat setiap manusia di taman tersebut bahagia dan sempurna seakan dirinya manusia yang paling tidak beruntung di dunia.

Sampai akhirnya dia bertemu dengan seseorang yang tampan nan kaya duduk sendiri di pojok taman kota, “Hai saya Ahmad, mengapa kamu hanya duduk sendirian tanpa melakukan kegiatan seperti orang lain di sini?” ucap Ahmad. “Iya, aku menunggu seseorang datang menjemputku, dia adalah pamanku”. “Kenapa pamanmu? Kenapa kamu tidak dijemput ayah atau ibu kamu?”. “Ibuku telah meninggal setahun yang lalu saat liburan ke Thailand, dan ayahku sedang ada tugas di Prancis, aku sekarang dirawat oleh pamanku.” Jawabnya. “Oh maaf, bukanya aku ingin buka luka lamamu”. “Tidak apa kawan, bukanya setiap manusia sudah memiliki taqdir masing-masing?”

Lalu dalam hati Ahmad berkata “Alangkah beruntungnya saya masih memiliki kedua orang tua yang selalu mencintaiku dengan sepenuh hati”. “Emangnya kamu habis dari mana? Kok tau-tau ada di sini?” Tanya Ahmad. “Aku habis dari rumah sakit di sebelah taman kota, aku kena kanker darah stadium akhir” Jawabnya. “Oh maaf, bukan bermaksud saya menyinggung kamu”. “Tak apa kawan, inilah jalan hidupku, walaupun aku kaya tetap saja aku tidak merasakan harta yang melimpah, tidak bisa merasakan kehangatan berkumpul bersama keluargaku, bahkan aku diasuh oleh paman, bukan oleh keluarga kandungku sendiri, aku baru sadar di dunia ini tidak ada yang sempurna, dan kesempurnaan yang paling besar adalah bersyukur atas pemberian Allah terhadap kita, saat ini aku hanya bisa bersyukur atas apa yang aku rasakan, menikmati saat-saat indah hidup di dunia ini.” Mendengar kata-kata itu Ahmad berhenti sejenak dan mensyukuri nikmat yang telah ia dapat. Dan ia sadar, walaupun ia miskin, tetapi masih diberi kesehatan yang mahal harganya, dan masih bisa merasakan kehangatan bersama keluarga di rumah walau sederhana.

Selain kisah di atas, ada satu kisah lagi yang menceritakan tentang serang pemuda ingin mencari seorang gadis sempurna yang akan dijadikan istrinya. Setelah berminggu-minggu ia mencari ke sana kemari, akhirnya ia mendapatkan gadis yang sempurna menurutnya, ia cantik jelita meskipun tidak memakai makeup. Tapi ia tidak menikahinya, karena ia tidak bisa memasak.

Lalu ia mencari dan mencari lagi hingga akhirnya ia menemukan gadis yang lebih cantik dan pintar memasak, tapi ia tidak mau menikahinya karena ia bodoh, gadis ini belum menamatkan pendidikannya, ia hanya pintar memasak, gadis itu belum cukup sempurna baginya. Setelah itu ia mencari lagi hingga berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan hingga ia menemukan gadis yang sangat sempurna baginya, ia cantik pintar memasak bahkan ia mempunyai restoran, tapi ia tidak bisa menikahinya, karena ia juga ingin mencari pria yang lebih sempurna.

Manusia Makhluk Ciptaan Allah yang Sempurna

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk Allah yang lainnya seperti Malaikat, setan dan hewan. Kemuliaan Malaikat adalah tidak pernah berhenti untuk selalu bertasbih kepada Allah, dan memuji akan kebesaran Allah. Sedangkan setan hanya terfokus untuk merusak dan menyesatkan manusia. Hewan tidak memiliki otak sesempurna manusia, dari postur tubuh juga tidak sesempurna manusia, hewan hanya memiliki nafsu makan, minum dan biologis seperti manusia, tetapi tidak dapat berpikir seperti manusia.

Allah telah memilih manusia sebagai khalifah di dunia, dan Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi ini karena kemampuan berpikirnya, dan manusia pula memiliki bentuk fisik maupun non fisik seperti akal dan hati kecil (dhamir) yang sempurna di bandingkan dengan ciptaan Allah yang lainnya, demikian juga gerak mekaniknya yang indah dan dinamis.

Namun demikian, kemuliaan manusia erat kaitannya dengan komitmen mereka menjaga-menjaga kelebihan tersebut sebaik mungkin dengan cara mengoptimalkan kelebihan mereka dengan hal-hal yang bermanfaat bukan menggunakan kelebihannya untuk merusak bumi ini. Manusia merupakan makhluk yang mulia selama ia mampu mengoptimalkan keistimewaan yang telah diberikan Allah kepadanya, yaitu spiritual, intelektual dan emosional dalam diri mereka sesuai misi dan visi penciptaan mereka. Namun apabila terjadi penyimpangan misi dan visi hidup, mereka akan hina, bahkan lebih hina dari hewan maupun iblis. Dan bukankah Allah menciptakan manusia di dunia ini untuk beribadah? Sudahkah anda bersujud kepada-Nya serta bersyukur atas segala pemberian-Nya?

Belajar Dari Kelebihan dan Kekurangan Manusia

Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sebagai makhluk sosial sudah seharusnya kita bisa toleran kepada kekurangan orang lain. Tidak ada manusia yang hidup sempurna di dunia ini, tidak ada manusia yang memiliki sifat maupun karakter yang sempurna, setiap manusia diciptakan dengan berbagai karakter dan sifat-sifat yang berbeda.

Kita dapat belajar dari orang sukses bagaimana ia dapat mewujudkan cita-citanya, bagaimana ia dapat lari dan bangkit dari kegagalan dan rasa putus asa. Belajarlah dari orang yang taat beribadah bagaimana ia dapat istiqamah dalam beribadah kepada Allah. Belajarlah dari seorang ibu bagaimana ia dapat mendidik dan merawat anak – anaknya dengan sabar dan penuh kasih sayang. Belajarlah dari seorang ayah bagaimana ia dapat bekerja keras dalam memenuhi kehidupan keluarganya. Bukan hanya itu, kita juga dapat belajar dari orang miskin bagaimana ia dapat hidup dalam kesederhanaan.

Belajarlah dari orang yang jauh dari Allah bagaimana ia dapat jauh dari Allah, sehingga kita bisa menjauh dari segala perilaku-perilakunya yang melenceng. Manusia memiliki berbagai karakter dan sifat yang harus kita pahami juga demi terciptanya sebuah ukhuwah yang erat dan hubungan sosial yang kuat antara manusia. Alangkah indahnya jika manusia dapat bersatu dalam perbedaan. Selama karakter dan sifat mereka masih sesuai dengan kaidah agama dan tidak melanggar ketentuan hukum maka kita harus menghargainya.

Janganlah melihat seseorang dari cover-nya saja, belum tentu orang yang kita anggap rendah lebih baik dari kita, dan belum tentu orang yang kita anggap sempurna lebih sempurna dari kita. Lihatlah bagaimana pergaulannya? Bagaimana ibadahnya? Bagaimana akhlaknya? Jangan terlalu mudah untuk menilai seseorang baik atau buruk. Manusia adalah makhluk yang saling menyempurnakan kekurangan sesama.

Menjadi Manusia yang Mulia

Setiap orang ingin menjadi makhluk yang mulia, mulia derajatnya, mulia jabatannya dan mulia hidupnya. Tapi sedikit yang ingat kewajibannya sebagai hamba Allah, kewajibannya sebagai khalifah Allah untuk menjaga bumi ini. Belum tentu orang yang tinggi derajatnya, orang kaya, orang yang selalu bahagia itu mulia dan tinggi derajatnya di mata Allah.

Bersyukur merupakan cara terbaik untuk menjadi makhluk yang mulia di mata Allah, tidak hanya itu, bersyukur juga akan menambah rizqi di dunia dan akhirat. Rizqi bukan hanya uang ataupun harta yang melimpah ataupun derajat yang tinggi, rizqi juga dapat berupa teman yang baik, keluarga sakinah, ilmu yang banyak nan bermanfaat, dimudahkan dalam segala hal, dsb. Bersyukur itu sangatlah gampang, hanya saja kita sering melupakannya.

Menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Menjadi orang yang berguna lebih berarti dari pada menjadi orang kaya, namun masih banyak orang ingin menjadi kaya dari pada menjadi orang yang berguna, jadilah orang berguna dan suka membantu, mengeluarkan hartanya untuk orang fakir miskin, menggunakan tenaganya untuk bekerja dan membantu sesama atau bergotong royong. Untuk menjadi orang yang berguna tidak harus kaya, tapi orang yang bergunabagi sesama dan suka berbagi kebaikan pasti akan bahagia dalam hidupnya karena Allah akan memudahkan segala pekerjaan – pekerjaannya dan akan melapangkan rizqinya.

Untuk jadi orang yang mulia di mata Allah, cukuplah menjadi diri sendiri dan tidak perlu seperti orang lain, hanya saja kita juga harus banyak belajar dari kelebihan tiap orang. Kita juga harus dapat menerima nasihat orang lain walaupun ia lebih muda atau lebih rendah dari kita. Berusaha untuk tetap istiqamah dalam beribadah di jalan Allah. Dibenci orang merupakan hal yang biasa, tapi bagaimana kita harus menyikapi orang yang membenci kita dengan hal – hal yang positif, biarlah orang menilai kita apa adanya, jangan merasa menjadi manusia sok benar di dunia dan jadilah orang yang rendah diri dan menghargai sesama, maka niscaya kita akan dihargai dan dimuliakan banyak orang.

Di dunia tidak ada manusia yang sempurna, kita yang menyempurnakannya. Di dunia ini tidak ada manusia yang hidup sempurna, kita yang akan membuat hidup kita sempurna. Berhentilah mengeluh akan kekurangan kita, akan tetapi bersyukurlah atas semua kelebihan dan apa yang kita punya saat ini.

Allah  berfirman: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim [14]: 7).

Wildan Maulana
Mahasiswa Teknik Informatika UII

Mutiara Hikmah
Dari Asma’ binti Abi Bakr, Rasulullah : Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.” (HR al-Bukhari no. 1433 dan Muslim no. 1029)

SIAPAKAH ORANG EGOIS ITU ?

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang kepadanya,
dan tahukah kamu (Muhammad) barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) dan dia
(ingin) mendapatkan pengajaran yang member manfaat kepadanya (Qs. ‘Abasa [80] : 1-4)

Dalam kamus bahasa Indonesia serapan kata-kata asing, kata egois yang berarti orang yang mementingkan diri sendiri, tidak peduli akan orang lain atau masyarakat. Dalam kamus bahasa indonesia online, kata egois berari tingkah laku yang didasarkan atas dorongan untuk keuntungan diri sendiri dari pada untuk kesejahteraan orang lain atau segala perbuatan atau tindakan selalu disebabkan oleh keinginan untuk menguntungkan diri sendiri.

Ketika ada orang yang lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri ketimbang orang lain, maka kita juga sering menggunakan istilah egois. Begitu juga, ketika ada orang yang selalu ingin menang sendiri kita sebut orang itu dengan sebutan yang sama, yaitu egois. Pernahkah kita melakukan tindakan yang menurut orang lain itu egois? Padahal dalam diri kita sendiri, tindakan itu sama sekali tidak ada unsur egoisnya sama sekali, malah tindakan itu adalah tindakan yang terbaik menurut pendapat kita.

Keegoisan itu selalu menjadikan pelakunya dibenci dan tidak disukai oleh orang lain. Bahkan tak sedikit yang memusuhinya. Ketika belum lama berteman, sifat keegoisannya belum kelihatan, tetapi setelah ia tahu bahwa temannya itu memiliki sifat egois, bisa jadi ia akan menjaga jarak atau memilih tidak menjadi temannya lagi. Ada juga yang berakhir dengan permusuhan.

Selain itu, coba kita bayangkan jika keegoisan itu tumbuh dalam sebuah rumah tangga. Biasanya, ketika masih  menjadi pengantin baru, sifat egois tidak kelihatan, tetapi seiring berjalannya waktu akhirnya kelihatan juga. Jika tidak pintar dalam menyikapinya bisa dipastikan hubungannya tidak bertahan lama, dan berakhir dengan perceraian hanya kerena sifat egois.

Nabi Juga Pernah Egois

Semua manusia pasti pernah egois, tetapi dalam perakteknya kadang kita tidak sadar dalam melakukannya. Menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, demikian juga riwayat dari Ibnu Abi Hatim, yang diterima dari Ibnu Abbas:

“Rasulullah menghadapi beberapa orang terkemuka Quraisy, yaitu Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal dan Abbas bin Abdul Muthalib dengan maksud memberi keterangan kepada mereka tentang hakikat Islam agar mereka sudi beriman. Di waktu itu masuklah seorang laki-laki buta, yang dikenal namanya dengan Abdullah bin Ummi Maktum.

Dia masuk ke dalam majlis dengan tangan meraba-raba. Sejenak Rasulullah terhenti bicara, Ummi Maktum memohon kepada Nabi agar diajarkan kepadanya beberapa ayat Al-Qur’an. Mungkin karena terganggu sedang menghadapi pemuka-pemuka itu, kelihatanlah wajah beliau masam menerima permintaan Ibnu Ummi Maktum itu, sehingga perkataannya itu seakan-akan tidak beliau dengarkan dan beliau terus juga menghadapi pemuka-pemuka Quraisy tersebut. Akhirnya Allah menurunkan surat ‘Abasa [80] :

Artinya : Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya, tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) dan dia (ingin) mendapatkan pengajaran yang member manfaat kepadanya. (Qs. ‘Abasa [80] : 1-4)

Setelah ayat itu turun, sadarlah Rasulullah akan kekhilafannya itu. Lalu segera beliau hadapilah Ibnu Ummi Maktum dan beliau perkenankan apa yang dia minta dan dia pun menjadi seorang yang sangat disayangi oleh Rasulullah. Allah begitu halus mengingatkan Rasulullah ketika beliau sedikit saja melakukan kesalahan karena menurut Rasulullah melobi para pembesar Quraisy lebih penting dibandingkan dengan Ummi Maktum.

Apakah Anda Tipe Orang Egois?

Sikap egois bisa kita temukan dimana pun, lebih tepatnya adalah dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak mengenal siapapun orangnya, tua-muda, lelaki-perempuan atau orang yang memiliki strata jabatan yang tinggi atau juga orang yang sama sekali hidup dalam kekurangan. Salah satu ciri orang yang egois dari beberapa sumber bacaan yang ditemukan di antaranya adalah :

Pertama, mendustakan ayat-ayat Allah. Dalam hal ini cakupannya sangat luas sekali. Salah satunya mencakup orang yang mengaku muslim (orang islam) tetapi tidak melaksanakan perintah-perintah Allah maka termasuk kedalam orang-orang egois. misalnya saja tidak melaksanakan sholat lima waktu, dan amalan-amalan yang lain yang Allah perintahakan, serta tidak menianggalkan apa yang Allah larang, misalnya mabuk-mabukan, berfoya-foya, dan lain sebagianya.

Pengertian egois yang dimaksud disini mereka egois terhadap dirinya sendiri dan seolah tidak peduli dengan pahala dan ancaman Allah swt. Padahal akibat ke-egois-an merekalah, Allah memberikan sebuah peringatan,  melalui banjir, angin puting beliung, longsor, gempa bumi dan lainnya.

Kedua, ingin menang sendiri. Menang dan kalah dalam sebuah pertandingan merupakan hal yang lumrah, tetapi menjadi bermasalah ketika ada orang yang ingin menang sendiri. Buat apa menang kalau tidak sportif, menang seperti ini sama saja kalah. Kemenangan sesungguhnya adalah menang secara sportif, tentu lebih terhormat. Orang yang ingin menang sendiri, kurang lebih bisa dianalogikan seperti itu. Akibat sifatnya inilah ia dijauhi serta di musuhi teman-temannya.

Orang yang ingin menang sendiri biasanya tidak peduli dengan apa yang ia lakukan, walaupun itu sebetulnya salah. Untuk itu berhati-hatilah bila memiliki teman yang seperti ini, sedini mungkin untuk diiangatkan sebelum hal-hal yang diinginkan terjadi. Jika bukan anda sebagai sahabatnya maka siapa lagi.

Ketiga, suka mengatur tapi tidak mau diatur. Seorang pemimpin dituntut untuk mempu memimpin anggotanya. Tetapi masa menjadi seorang pemimpin itu ada batas dan jangka waktunya. Ketika menjadi seorang pemimpin ia bisa mengatur anggotanya seperti apa yang diinginkan, tetapi ketika ia sudah kembali menjadi anggota maka harus siap diatur seperti dirinya mengatur ketika menjadi seorang pemimpin.

Saat ini, banyak sekali kita temukan orang-orang yang siap memimpin tetapi tidak siap dipimpin. Ketika ia sudah tidak lagi memegang jabatan sebagai pemimpin, ia memilih keluar. Inilah potret yang saat ini terjadi dan sudah membudaya. Akhirnya bermusuhan dan saling menjatuhkan satu sama lain sehingga perseteruan ini tanpa akhir alias jadi “musuh bebuyutan”.

Keempat, keras kepala. Keras kepala identik dengan sebutan kepala batu, artinya isi kepalanya sangat keras sehingga sangat sulit untuk dihancurkan. Orang bekepala batu yaitu orang yang tidak bisa menerima masukan dari orang lain. Orang yang berkepala batu biasanya berpasangan dengan muka tembok dan tangan besi. Jika tiga unsur ini sudah menyatu, maka sangat sulit untuk mengubahnya apa lagi untuk diingatkan.

Orang yang keras kepala pada masa Nabi Musa adalah Fir’aun, dan akhirnya Allah tenggelamkan Fir’aun dan tentaranya di tengah lautan. Tak hanya itu, pada masa Nabi Nuh. umatnya juga sangat keras kepala. Sehingga Allah swt mengirimkan banjir bandang yang sangat dahsyat, sehingga tak ada yang selamat dari umatnya Nabi Nuh walau pun lari ke atas gunung. Kecuali yang ikut naik kapal dengan Nabi Nuh.

Penutup

Egois adalah sifat yang tumbuh alami dari dalam diri manusia. Karena benar-benar alami, sampai manusia tidak menyadari kehadiran sifat egois itu sendiri. Sampai sekarang pun belum ada obat yang bisa menghilangkan sifat egoisme dari dalam diri manusia. Setiap orang pasti pernah bertindak egois, baik secara sadar maupun tidak sadar.

Perang melawan hawan nafsu adalah perang yang sesungguhnya filsafat kuno juga menyebutkan, musuh terbesar adalah diri sendiri. Karena bisa dilihat, dalam diri manusia terdapat sifat-sifat yang buruk. Amarah, dendam, benci adalah contoh sifat manusia yang buruk. Begitu juga dengan egois.

Maka sebenarnya mau tidak mau kita secara tidak langsung juga berperang melawan diri sendiri. Berperang melawan sifat-sifat buruk yang timbul secara alami di dalam diri kita. Mungkin hanya kebesaran iman kita lah yang mampu melawan itu semua, dan  iman kita lah, sebenarnya obat untuk melawan egois itu sendiri.
Melawan diri sendiri menurut Rasulullah sangatlah berat.

Kita baru kembali dari satu peperangan yang kecil untuk memasuki peperangan yang lebih besar…’, yang membuat para Sahabat terkejut dan bertanya, “Peperangan apakah itu wahai Rasulullah ?”Rasulullah berkata, “Peperangan melawan hawa nafsu.” (Riwayat Al-Baihaqi)

Abu  Bakar Al-Warraq berkata :“Jika hawa nafsu mendominasi, maka hati akan menjadi kelam, Jika hati menjadi kelam, maka akan menyesakkan dada. Jika dada menjadi sesak, maka akhlaknya menjadi rusak. Jika akhlaknya, maka masyarakat akan membencinya dan iapun membenci mereka”.

Dengan mengedepankan iman, tentu sifat-sifat egois yang terdapat dalam diri kita akan bisa diredam. Bantuan Allah swt lah yang menjadi tumpuan terakhir agar kita terbebas dari sifat-sifat buruk tersebut, dan selalu dalam bimbingan Allah. Semoga kita termasuk kedalam hamba-hamba yang mendapat perlindungan Allah . Amiin [amr]

Hamzah

Belajar di UII