Peringatan Bagi Orang Taat Beribadah
Bismillāhi walhamdulillāhi wash shalātu was salāmu ‘alā rasūlillāhi
Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah ﷻ, ibadah yang kita lakukan belum tentu membawa masuk pelakunya ke surga-Nya melainkan karena rahmat Allah ﷻ lah kita dapat menikmati nikmatnya surga. Oleh karena itu tulisan ini akan berisi beberapa peringatan bagi orang yang taat beribadah agar jangan sampai dia terjerumus dalam ibadah yang sia-sia.
Peringatan Untuk Berilmu Sebelum Beramal
Para pembaca yang senantiasa dirahmati Allah ﷻ, hendaknya para ahli ibadah untuk tetap menuntut ilmu agar keilmuan yang dimiliki lebih mendalam dan senantiasa mendapatkan rahmat serta karunia Allah ﷻ dengan ditinggikan derajatnya, selain itu ilmu yang didapat hendaklah diamalkan supaya menjadi amalan jariyyah.
Lalu diwajibkan bagi orang-orang yang taat dan tekun beribadah sedangkan ilmu yang dimilikinya masih sangat dasar. Dapat diartikan di sini sebagai orang yang awam dalam beragama. Wajib atas dirinya menuntut ilmu-ilmu lahiriyah seperti ilmu bersuci, fiqih shalat, puasa, ilmu membaca Al-Quran serta yang lainnya. Apabila orang yang seperti ini mandek dalam menuntut ilmu maka bisa jadi kecelakaan atas dirinya. Ibadah yang dikerjakan bisa jadi kurang sempurna dan bahkan bisa saja tidak diterima oleh Allah ﷻ segala ibadah yang dia kerjakan.
Serta diwajibkan pula untuk menuntut ilmu mengenai keesaan Allah ﷻ, tentang iman, tentang Islam, dan yang lainnya sehingga kelak akan menjadi fondasi bagi dirinya untuk melawan keburukan dan membenarkan bahwa Allah ﷻ Dialah Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam menuntut ilmu tersebut mewajibkan penggunaan akal demi mengilmui sesuatu dan output ilmu tersebut adalah beramal dengan baik atas ilmunya tersebut, karena akal menyempurnakan ilmu dan amal kita. Penggunaan akal harus diilhami dengan Al-Quran dan As-Sunnah, sebab ketika akal keluar dari jalur al-Quran dan as-Sunnah maka akal akan redup dan tersesat. Juga akal tidak boleh mendahului wahyu, karena ada beberapa wahyu al-Quran tidak bisa diterima di akal dan itu harus diterima.[1]
Hal-hal dalam menuntut ilmu tersebut harus didahulukan daripada beribadah karena fondasi untuk beragama adalah berilmu dahulu. Apabila beragama tanpa berilmu maka mudahlah dia tergoda dengan kenikmatan dunia dan seisinya sehingga ibadah yang dia lakukan semata-mata hanya mencari keridhaan dari makhluk lain dan itu dinamakan riya. Ketika riya sudah mendarah daging dalam setiap gerakan ibadah niscaya semua amal ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah ﷻ, riya merupakan sebuah kesyirikan walaupun tergolong syirik kecil akan tetapi dapat diingat bahwa Allah ﷻ mengampuni semua dosa kecuali dosa apabila dia berbuat syirik.
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah ﷻ semoga ibadah kita yang senantiasa kita perbuat semoga selalu dilandasi dengan ilmu Allah ﷻ sehingga tidak terjerumus kedalam hal yang buruk.
Sebab di zaman yang ilmu sudah bisa dicapai dengan internet ini masih ada orang-orang yang beribadah tanpa berilmu sehingga keluar dari ibadah yang disyariatkan. Sedangkan kita harus ingat bahwa kaidah asal dalam beribadah adalah “al-uṣul fī ‘ibādati at-taḥrīm” yaitu asal ibadah itu haram hingga terdapat dalil yang mensyari’atkannya. Juga banyak dari kita yang ilmu bisa dicapai dengan internet ini masih saja tidak mau menuntut ilmu agama. Padahal apabila shalat bacaan yang dibaca masih banyak salahnya.
Peringatan Dalam Mencari Rezeki
Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah ﷻ.Hendaknya setiap orang dari kaum muslimin yang taat beribadah senantiasa memeriksa asal hartanya yang dia dapat, apakah dari pekerjaan yang halal ataukan yang haram. Apabila dia dapat dari harta yang haram maka hendaklah tinggalkan karena itu akan menjadi sebuah bencana dan kecelakaan. “Innamā yataqabbalu llāhu min al-muttaqīn”(Q.S. al-Maidah [5]: 27) karena Allah ﷻ hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa dan senantiasa menjaga diri dari apa yang tidak halal apabila dia memakan sesuatu untuk masuk kedalam perutnya.[2]
Hal-hal yang dari makanan tidak halal atau apa yang dipakai dapat dari yang tidak halal maka akan mempengaruhi amal shalilnya. Karena apa yang kita kenakan dan apa yang kita makan menjadi penyebab amal kita diterima dan doa-doa yang kita panjatkan kepada Allah ﷻ dapat memperkenankan doa kita.
Harta-harta yang haram tersebut ada yang secara zatnya haram, seperti daging babi, khamr, dan lainnya. Ada harta benda yang menyangkut hak orang lain seperti hasil mencuri. Dan ada benda haram yang memang berasal dari pekerjaannya, seperti harta yang didapat dari riba, dari berdagang sesuatu yang haram.[3] Maka hal-hal demikian dilarang untuk dijadikan alat kita untuk beramal shalih, karena dijamin akan sia-sia saja. Mungkin misalnya koruptor yang berfikir ingin membangun masjid karena dia fikir hartanya harus dibersihkan dari kotoran pekerjaan korupnya. Maka masjidnya jadi tetapi dia tetap tidak mendapatkan apa-apa dari masjid itu bahkan bisa jadi mendapat dosa jariyyah.
Peringatan Bagi yang Sombong
Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah ﷻ. Dalam kitab Al-Hikam mengatakan bahwa maksiat yang melahirkan rasa hina dan kekurangan lebih baik dari pada ketaatan yang melahirkan rasa bangga dan kesombongan. Hal ini bukan ungkapan biasa yang dilontarkan penulis kitab, akan tetapi memiliki sebuah makna yang sangat dalam. Allah ﷻ melihat sebuah ketulusan dalam beribadah bukan banyaknya ibadah banyak tapi akhirnya untuk sombong.
Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa apa saja ibadah yang dilaksanakan atas dasar yang lain selain Allah ﷻ maka ibadahnya tertolak dan itu merupakan perbuatan riya sehingga bisa dibilang bahwa orang yang ibadahnya banyak karena riya adalah orang yang musyrik.
Apabila ibadah yang kita lakukan menuntut kita untuk sombong, hendaknya kita cegah. Belajarlah dari ibadah puasa, ibadah yang dilaksanakan kepada Allah ﷻ dan hanya Allah ﷻ dan dirinya sajalah yang tahu. Ibadah puasa merupakan ibadah pasif bukan ibadah aktif, yang artinya tidak membutuhkan gerakan yang bisa terlihat mencolok. Sebisa mungkin ibadah diniatkan lillāhi ta’alā bukan karena lilinsān.[4]
Muhasabah Diri
Ibadah yang berlebihan pada dasarnya tidak baik karena Rasulullah ﷺ menganjurkan ibadah sesuai dengan kemampuan diri. Apalagi ibadah yang sia-sia apabila dilakukan seperti hal yang telah disebutkan sebelumnya. Selain itu ibadah yang terlalu banyak namun tidak konsisten juga tidak dianjurkan, melainkan Allah ﷻ lebih menyukai ibadah yang secara konsisten dilakukan “Amal yang paling disukai oleh Allahﷻ adalah yang terus menerus (konsisten) walaupun sedikit” selain itu ibadah yang dilakukan secara sempurna juga lebih disukai oleh Allah ﷻ. Cukup bagi kami Allah dan Dialah penolong.
Penyusun:
Uyu Fauziah
Alumni FIAI UII
[1] Brilly El-Rasheed. Berguru Kepada Jibril. Lamongan: Quantum Fiqih Publishing. 2017 M. Cet. k-1. hal. 278.
[2] Allamah Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Peringatan Bagi 8 Kelompok Manusia. Terj. Husin Nabil. Jakarta: Hikmah. 2011. Cet. k-1. hal. 238.
[3] Muhammad Abduh Tausikal. Ibadah dan Sedekah Dengan Harta Haram. https://rumaysho.com/3043-ibadah-dan-sedekah-dengan-harta-haram.html.
[4] Maman Suherman. #Hidup Kadang Begitu. Jakarta: Noura Books. 2020. Cet. k-1.hal. 62.
Mutiara Hikmah
Rasulullah ﷺ bersabda,
ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
“Tiga perkara yang membinasakan: rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri” (H.R. At-Thabrani dalam Mu’jam Al-Ausath)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!