Keutamaan Sabar
Bismillāhi walhamdulillāhi wash shalātu was salāmu ‘alā rasūlillāhi
Pembaca yang budiman, dalam mengarungi kehidupan, Allah ﷻ sejatinya telah menyediakan bagi kita seperangkat instrumen dan petunjuk guna memperoleh keselamatan dan kebaikan, baik ketika di dunia maupun di akhirat. Seperangkat instrumen dan petunjuk sebagai sebuah “peralatan hidup” tersebut sengaja diberikan oleh Allah ﷻ kepada kita untuk kita pergunakan dan ikuti, sebab hidup sungguh teramat rumit untuk dipahami dan sukar untuk dijalani dengan hanya mengandalkan daya dan intelegensia manusia semata, tanpa melibatkan petunjuk dari Allah ﷻ.
Apalagi dalam kondisi saat dunia dilanda pandemi seperti saat ini, satu-satunya tempat kita bergantung yang paling tepat, tidak mungkin ingkar janji dan maha benar atas segala firman-Nya adalah Allah ﷻ. Dalam situasi apapun, Allah ﷻ secara lugas mengingatkan kita untuk tidak berputus asa dari rahmat-Nya.
Kondisi Sabar
Salah satu dari petunjuk dan alat yang disediakan oleh Allah ﷻ untuk kehidupan kita adalah sabar. Menurut Dzun nun al-Misri ada 3 kondisi yang dapat mendefinisikan sabar.
Pertama, kesabaran adalah ketika kita menghindarkan diri dari hal-hal yang menyimpang, kedua berusaha untuk selalu tenang ketika ditimpa ujian, dan ketiga ketika kita tetap marasa diri kita cukup meski ditimpa kefakiran hidup. [1]
Sedangkan al-Jurjani dalam kitab at-Ta’rifat-nya menyebut sabar sebagai upaya untuk meninggalkan keluh kesa kepada selain Allah ﷻ saat sedang mendapatkan cobaan. Menurutnya, satu-satunya keluh kesah yang tidak bertentangan dengan konsep sabar adalah berkeluh-kesah kepada Allah subhanahu wata’ala.[2]
Lantas mengapa sabar itu penting bagi kehidupan kita dan apa keutamaan di balik penerapannya?
Keutamaan Sabar
Semua petunjuk dan perintah agama tentu tidak hadir begitu saja tanpa ada maksud di baliknya. Begitu juga dengan sabar sebagai salah satunya, yang kehadirannya tidak sekadar bertujuan melatih mental dan ketahanan diri menghadapi kesulitan saja, tetapi tentu lebih dari itu. Banyak alasan mengapa kita bukan hanya perlu untuk bersabar, tetapi bahkan harus menerapkannya di kehidupan kita. Salah satunya karena ia bisa menjadi sarana untuk menghapus dosa-dosa kita yang telah lampau.
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda, “Seorang muslim yang tertimpa kecelakaan, kemelaratan, kegundahan, kesedihan, kesakitan maupun duka cita sampai-sampai pada tertusuk duri. Niscaya Allah akan menebus dosanya dengan apa yang menimpanya itu.”(H.R. Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas inheren dengan salah satu ayat di dalam al-Quran yaitu, “Sungguh kami akan berikan kepada kamu sekalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 155)
Al-Maraghi menjelaskan, ayat di atas menggambarkan tentang bagaimana kualitas keimanan seseorang tidak ditentukan dari harta maupun keberaniannya, melainkan dari kesabaran ketika menghadapi kesulitan.[3] Menurut para mufasir, ayat 155 di atas memiliki korelasi dengan 2 ayat selanjutnya, yakni ayat 156 dan 157 yang menjelaskan tentang siapa yang dimaksud dengan orang sabar pada ayat 155 dan juga berkenaan dengan balasan dari Allah ﷻ terhadap mereka yang bersabar berupa ampunan dan rahmat-Nya, serta dikategorikan ke dalam orang-orang yang mendapat petunjuk.
Sabar seharusnya dapat menjadi karakter dari diri kita. Meskipun bersabar kadang tidak mudah dilakukan, tetapi ia perlu untuk terus dilatih. Salah satu caranya dengan senantiasa melihat sisi lain dari kesulitan yang tengah kita alami. Di balik ketidaknyamanan kondisi yang kita hadapi serta musibah dan ujian yang kita terima, sesungguhnya terdapat banyak hal lain di kehidupan kita yang sangat layak untuk kita syukuri. Selain melalui cara itu, memiliki keyakinan bahwa Allah ﷻ menitipkan cobaan kepada kita satu paket dengan solusinya serta cobaan hanya diberikan sesuai dengan kadar kemampuan kita juga akan membuat kita terlatih untuk menjadi pribadi yang selalu sabar dan tidak menyangsikan kasih sayang serta rahmat dari Allah ﷻ.
Sebagaimana Nabi ﷺ, figur yang paling dan akan terus relevan untuk kita jadikan teladan memberi contoh melalui sepanjang kisah hidup dan riwayat kenabiannya. Kita tentu ingat, bahkan sejak lahir Nabi ﷺ telah mendapatkan ujian dari Allah ﷻ melalui kematian ayahanya, yang kemudian disusul ibunda beliau pada usia 6 tahun. Ujian Nabi ﷺ terus berlanjut bahkan sampai sepanjang hidupnya, terutama ketika berada di fase dakwah yang bahkan beberapa kali nyaris dibunuh oleh musuh Islam kala itu. Belum lagi berbagai cacian, hinaan, fitnah, teror dan tugas-tugas kenabian yang sulit yang rasa-rasanya tak terbayang lagi betapa beratnya ujian yang dialami oleh beliau. Tetapi, Nabi ﷺ tidak pernah dendam, marah, menyerah apalagi murka dengan ketetapan Allah ﷻ dalam hidup beliau. Sebagai umatnya, sudah seharusnya kita senantiasa berusaha untuk meneladaninya.
Apalagi musibah dan cobaan sejatinya merupakan pertanda jika Allah ﷻ menginginkan kita untuk naik kelas dan sinyal bahwa Allah ﷻ menghendaki kebaikan bagi kita. Nabi ﷺ pernah bersabda dari Abu Hurairah,“Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah menjadi orang baik, maka ditimpakan musibah (ujian) kepadanya.”(H.R. Bukhari)
Ujian dari Allah ﷻ juga merupakan cara Allah ﷻ dalam memberikan pahala kepada kita, sebagaimana disampaikan Rasulullah ﷺ, “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung pada besarnya ujian. Dan sesungguhnya apabila Allah Ta’ala mencintai suatu bangsa maka Allah menguji mereka; barangsiapa yang ridha maka Allah akan meridhainya dan barangsiapa yang murka maka Allah akan memurkainya.”(H.R. Turmudzy)
Lebih jauh lagi, sabar kita perlukan, sebab persangkaan kita terhadap sesuatu yang terjadi kepada kita pun juga terbatas. Allah ﷻ berfirman, “…Tetapi boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui.”(Q.S. al-Baqarah [2]: 216)
Oleh karena itu, terhadap kondisi yang saat ini kita hadapi, ujian dan kesulitan yang datang bertubi-tubi dan dari berbagai hal di kehidupan kita seyogianya kita berusaha untuk menyikapinya dengan bijaksana, yaitu bersikap sabar, tenang, berpikir jernih dan menggali hikmah di baliknya, sehingga selalu bisa menemukan alasan untuk tetap bersyukur. Meyakini bahwa Allah ﷻ lah sebaik-baik pembuat rencana dan selalu berprasangka baik kepadaNya.[4]
Melatih kesabaran dapat dimulai dari hal-hal yang kecil sehingga membuat kita jauh lebih tangguh untuk menghadapi ujian pada tingkatan berikutnya, sebagaimana ujian-ujian di sekolah atau kuliah. Al-Ghazali bahkan mengatakan bahwa sabar adalah bagian dari agama, ia merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan hewan dan malaikat.[5] Sabar ialah simbol dari kontrol diri.
Semoga kita semua senantiasa diberikan keteguhan hati dan kekuatan jiwa dan raga dalam menghadapi segala kondisi serta dijauhkan dari keinginan sekecil apapun untuk berputus asa dari rahmat Allah ﷻ. Wallāhul muwāffiq ilā aqwāmit-thāriq. Wallahu a’lam.
Penyusun:
Ghazian Luthfi Zulhaqqi
Alumni Program Studi Ahwal al-Syakhsiyah
FIAI UII tahun 2018
[1] Amirulloh Syarbini dan Jumari Haryadi, Sabar,Syukur dan Ikhlas Muhammad, (Jakarta: Ruang Kata, 2010), hlm. 2-4
[2] Ahmad Hadi Yasin, Dahsyatnya Sabar, (Jakarta: Qultum Media. 2009), hlm. 11.
[3] Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsīr al-Maraghi, Juz II, (Mesir: Maktabah Mushtafa al-Bab al-Halabi, 1946), Cet I, hlm. 25.
[4] Ibn Taimiyyah, Gerak-Gerik Qalb, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2005), hlm.64.
[5] Media Zainul Bahri, Menembus Tirai Kesendiriannya, (Jakarta: Prenada Media, 2005), Cet.1, hlm. 69.
Mutiara Hikmah
Allah ﷻ berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.S. Az-Zumar [39]: 10).
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!