DASAR HUKUM PUASA RAMADHAN

DASAR HUKUM PUASA RAMADHAN

Oleh: Umi Sholehah

 

Bismillâhi walhamdulillâh wash-shalâtu was-salâmu ‘ala rasûlillâh,

Pembaca yang dirahmati oleh Allah . Kini umat muslim tengah menjalankan ibadah yang selalu ditunggu-tunggu setiap satu tahun sekali yakni ibadah puasa di bulan Ramadhan. Dalam Islam, kita mengenal dua bentuk ibadah puasa, yakni puasa wajib dan puasa sunnah. Tentu saja, puasa Ramadhan tergolong ke dalam ibadah puasa wajib, yaitu ibadah yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat muslim di dunia.

Puasa merupakan seluruh rangkaian yang istimewa, terutama di bulan Ramadhan. Terdapat banyak aspek yang dapat kita petik ketika menjalankannya. Puasa mengandung aspek sosial, melalui ibadah ini umat muslim dapat merasakan penderitaan orang lain yang tidak dapat memenuhi kebutuhan primernya yaitu kebutuhan pangan. Selain itu, puasa juga melatih kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allahk dengan cara memperbanyak ibadah. Lebih dari itu, puasa Ramadhan juga dapat membentuk kebiasaan yang baik seperti jujur, disiplin, sabar dan lain-lain. Keistimewaan lainnya ialah puasa juga dapat menghadirkan kesehatan yang paripurna, baik kesehatan fisik maupun mental.

Definisi Puasa

Sahabat pembaca yang berbahagia, secara etimologis puasa diartikan sebagai menahan. Sedangkan secara terminologi dalam Subul Al-Salam, para ulama fiqih mengartikan puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan melakukan hubungan seksual suami istri, dan lain-lainnya, sepanjang hari menurut ketentuan syara’, disertai dengan menahan diri dari perkataan yang sia-sia (membual), perkataan yang jorok dan lainnya, baik yang diharamkan maupun yang dimakruhkan, pada waktu yang telah ditetapkan pula.[1] Dalam Islam, puasa adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim yang mukallaf, yaitu dengan menahan diri dari segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari, dan wajib dilakukan sesuai dengan syarat, rukun, dan larangan yang telah ditentukan.[2]

Dasar Hukum Wajib Puasa Ramadhan

Sahabat pembaca yang dirahmati oleh Allah . Kita ketahui bahwa semua yang Allah perintahkan untuk dilaksanakan oleh umat manusia tentu ada hukumnya, begitupun dengan puasa Ramadhan. Oleh sebab itu dasar hukum wajib puasa Ramadhan dapat kita jumpai melalui al-Quran, al-Sunnah, dan Ijma’ (kesepakatan ulama). Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai berikut:

  1. Al-Quran

Dasar hukum puasa Ramadhan terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 183, Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (Q.S. al-Baqarah [2]: 183)

Selanjutnya terdapat dalam surat al Baqarah ayat 185,  Allah berfirman,  berfirman:”Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 185),

Pada ayat diatas dijelaskan bahwa Allahk mewajibkan umat Islam untuk berpuasa. Puasa bulan Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah, yaitu tahun kedua sesudah Nabi Muhammad` hijrah ke Madinah. Hukumnya fardu ‘ain atas tiap-tiap mukallaf (baligh dan berakal).[3]

  1. Al-Sunnah

Dasar hukum puasa Ramadhan terdapat dalam hadits dari Ibnu Umara ia berkata,”Orang-orang melihat terbitnya hilal (awal bulan), lalu saya memberitahukan kepada Rasulullah, bahwa saya melihatnya, maka beliau berpuasa dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa.”(H.R. Abu Dawud dan disahkan oleh Hakim dan Ibnu Hibban).[4]

Selain itu, juga terdapat hadits lain yaitu telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada saya Isma’il bin Ja’far dari Abu Suhail dari bapaknya dari Thalhah bin ‘Ubaidullah z. Ada seorang ‘Arab Baduy datang kepada Rasulullah` dalam keadaan kepalanya penuh debu lalu berkata; “Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku apa yang telah Allah wajibkan buatku tentang shalat?”. Maka Beliau n menjawab: “Shalat lima kali kecuali bila kamu mau menambah dengan yang tathowwu’ (sunnat) “.

Orang itu bertanya lagi: “Lalu kabarkan kepadaku apa yang telah Allah wajibkan buatku tentang shaum (puasa)?”. Maka Beliau  menjawab: “Shaum di bulan Ramadhan kecuali bila kamu mau menambah dengan yang tathowwu’ (sunnat) “.”Dan shiyam (puasa) Ramadhan”.

Orang itu bertanya lagi: “Lalu kabarkan kepadaku apa yang telah Allah wajibkan buatku tentang zakat?”. Berkata, Tholhah bin ‘Ubaidullah z: Maka Rasulullah n menjelaskan kepada orang itu tentang syari-at-syari’at Islam.

Kemudian orang itu berkata: “Demi Dzat yang telah memuliakan anda, Aku tidak akan mengerjakan yang sunnah sekalipun, namun aku pun tidak akan mengurangi satupun dari apa yang telah Allah wajibkan buatku”. Maka Rasulullah n berkata: “Dia akan beruntung jika jujur menepatinya atau dia akan masuk surga jika jujur menepatinya” (H.R. Bukhari)[5]

  1. Ijma’ Ulama

Di dalam kitab Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid karya Ibnu Rusyd disebutkan bahwa dalil ijma’ tidak ada satu pun ulama yang meyangkal kewajiban puasa Ramadhan.[6] Kewajiban melaksanakan ibadah puasa Ramadhan merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar mengenai hukumnya, karena didasarkan pada dalil-dalil yang mutawatir serta tidak diragukan lagi kesahihannya.

Berdasarkan penjelasan diatas, kita telah mengetahui dasar hukum kewajiban menjalankan ibadah puasa. Semoga dengan mengetahui dalil-dalil tersebut kita sebagai umat muslim dapat menjalankan ibadah puasa dengan khusyuk sehingga mendapatkan keberkahan dari puasa di bulan Ramadhan ini. Wallāhul muwāffiq ilā aqwāmit-thāriqWallahu a’lam

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah z, bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,

وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

“Puasa itu adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah mengucapkan ucapan kotor, dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang mencelanya atau mengganggunya, hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa.“ (H.R. Al Bukhari no.1904)

MARÂJI’:

[1] Hasan Saleh. Kajian Fiqh Nabawai dan Fiqh Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers. 2008,

hal.174-175.

[2] Muhaimin, B.A.,dkk. Fiqh. Semarang: Aneka Ilmu. 1995. hal. 51.

[3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru  Algensindo. 2017. Cet. 80. hal. 220-221.

[4] Asqalani, Ibnu Hajar. Bulug al-Maram. Al-Ma’arif. hal. 131.

[5] Hadits Shahih al-Bukhari dalam Kitab Shaum, No.1758.

[6] Imas Damayanti dalam Republika.co.id, “Dalil Kewajiban Puasa Ramadhan Bagi Umat Islam”,  diakses pada tanggal 10 April 2022, pukul 13:15 WIB.

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *