MADRASYAH RAMADHAN DAN FAEDAH PUASA SYAWAL
MADRASYAH RAMADHAN DAN FAEDAH PUASA SYAWAL
Oleh : Abdul Muis*
*Alumni Informatika UII 2017
Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,
Ramadhan telah berlalu, bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam, jika kita beribadah pada malam itu, maka kita akan mendapatkan keutamaan ibadah yang lebih baik daripada beribadah seribu bulan. Kita telah berpisah dengan bulan yang di dalamnya terdapat limpahan rahmat dan ampunan Allah ﷻ yang berlipat ganda. Kita telah ditinggalkan oleh bulan yang di dalamnya menutupi salah dan dosa. Kita telah ditinggalkan oleh bulan turunnya al-Qur’an pedoman umat manusia. Tidak ada yang dapat menjamin bahwa kita akan bertemu lagi dengan bulan yang penuh keberkahan itu.
Manusia dianggap mulia bukan karena hartanya, bukan karena jabatannya, bukan pula karena bentuk dan rupanya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kamu dan tidak melihat kepada bentuk kamu, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan kamu.” (H.R Muslim)[1]. Sejatinya Ramadhan adalah madrasah yang mendidik kita supaya menjadi manusia bertaqwa. Apakah kita berhasil menjalani madrasah tersebut dan memperoleh gelar taqwa disisi Allah? Mesti ada empat unsur dalam diri kita, barulah kita layak disebut sebagai orang yang bertaqwa.
Pertama: Takut kepada Allah ﷻ
Di siang hari bulan Ramadhan, kita menahan diri dari segala sesuatu yang halal, karena rasa takut kita pada Allah ﷻ. Maka diharapkan setelah Ramadhan kita mampu menahan diri dari segala yang haram, juga karena rasa takut kita kepada Allah. Kita tumbuhkan rasa takut sebulan penuh, supaya ia bersemayam dan kekal abadi di dalam hati sampai Ramadhan yang akan datang. Janji Allah ﷻ untuk orang-orang yang takut kepada-Nya yaitu seperti yang tercantum dalam surat Ar-Rahman ayat 46, Allah ﷻ berfirman “Dan bagi orang-orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga.” (Q.S Ar-Rahman [55]:46).
Kedua: Melaksanakan isi kandungan Al-Qur’an
Di bulan Ramadhan, bulan turunnya Al-Qur’an kita perbanyak tadarus Al-Qur’an. Maka mari kita amalkan isi dan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an bukan hanya sekedar untuk dibaca dan diperdengarkan, melainkan lebih dari itu, Al-Qur’an harus dijadikan sebagai pedoman kehidupan.
Ketiga: Ridha terhadap ketentuan Allah ﷻ
Setelah kita berusaha, maka kita harus menerima ketentuan Allah. Jangan sampai hasrat dan ambisi mendorong kita menghalalkan segala cara mendapatkan apa yang kita inginkan. Di bulan ramadhan kita diajarakan mengenali hakikat hawa nafsu. Kalau kita sudah mengenalnya dengan baik, maka mudah bagi kita mengendalikannya dan tidak tertipu oleh nafsu.
Keempat: Mempersiapkan diri menghadapi kematian
Sudahkah kita persiapkan diri untuk menghadapi kematian? Rasulullah ﷺ bersabda, “yang mengiringi mayit itu ada tiga, yang dua kembali, sedangkan yang kekal hanya satu. Mayat itu diiringi keluarga, harta, dan amalnya.” (HR. At-Tirmidzi). Selama ini kita sibuk mengurus yang dua perkara tersebut ; harta dan keluarga, kita lalaikan yang satunya. Padahal yang satu itulah yang akan menemani kita. Kalau kita mengaku sebagai orang yang bertaqwa, maka mari kita siapkan diri kita menghadap hari kematian itu.
Allah bercerita tentang balasan yang telah disiapkan untuk orang-orang yang bertaqwa, Allah ﷻ berfirman “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S Alimrân[3]:133)[2]
Kaum muslimin sejatinya memahami bahwa ibadah itu bukan hanya dilakukan di bulan Ramadhan saja. Karena memang kita harus melanjutkan amal bakda Ramadhan. Allah ﷻ sangat menyukai amalan yang dilaksanakan secara kontinu. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah ﷺ pernah menemui ‘Aisyah dan di sisinya ada seorang wanita. Rasulullah ﷺ pun bertanya, “siapa ini?” ‘Aisyah menjawab, “si fulanah yang terkenal luar biasa shalatnya.” Rasulullah ﷺ pun bersabda, “Jangan seperti itu. Hendaklah engkau beramal sesuai kemampuanmu. Demi Allah, Allah itu itu tidak bosan untuk menerima amalanmu hingga engkau sendiri yang bosan. Sesungguhnya amalan yang paling disukai oleh Allah adalah yang dikerjakan secara kontinu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Setelah berpuasa dan melakukan berbagai ibadah pada bulan Ramadhan, kita dipertemukan dengan bulan Syawal. Ada amalan yang mulia di bulan ini yaitu melakukan puasa Syawal selama enam hari, yang pahalanya seperti berpuasa di sebulan penuh. Kaum muslimin dianjurkan untuk melaksanakan ibadah ini. Di antara faedah melakukan ibadah puasa Syawal adalah sebagai berikut.
Menggenapkan ganjaran pahala berpuasa setahun penuh
Rasulullah ﷺ bersabda “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim). Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh) sama dengan berpuasa sepuluh bulan (30×10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bula Syawal sama dengan berpuasa selama 2 bula (6×10 = 60 hari = 2 bulan) (sitasi buku fiqih syawal)
Jadi seolah-olah jika seseorang melaksanakan puasa Syawal dan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, dia seperti melaksanakan puasa setahun penuh. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah ﷺ “Barang siapa berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah).
Puasa Syawal dapat menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib bulan Ramadhan sebagaimana shalat sunnah rawatib yang menyempurnakan ibadah shalat wajib. Dalam menjalani puasa Ramadhan sering kali ada kekurangan, maka untuk melengkapi kekurangan tersebut mesti disempurnakan dengan amalan sunnah yaitu puasa Syawal.
Sebagai tanda diterimanya amalan di bulan Ramadhan adalah Allah akan menunjuki pada amalan shalih selanjutnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal.
Sebagai bentuk syukur kepada Allah
Salah satu nikmat yang patut disyukuri adalah nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadhan. Bukankah kita telah mengetahui bahwa melalui amalan puasa dan shalat malam sebulan penuh adalah sebab datangnya ampunan Allah. Ibnu Rajab rahimahullah berkata “Tidak ada nikmat yang lebih besar dari anugerah pengampunan dari Allah.”[3].
Melalui puasa enam hari bulan Syawal secara tidak langsung Allah memberi hikmah kepada kita agar orang yang berpuasa tidak berpindah secara mendadak dari sikap menahan diri dari segala sesuatu yang bersifat fisik dan non-fisik kepada kebebasan tanpa ikatan, lalu memakan semua yang lezat dan baik kapan saja ia mau, karena peralihan secara mendadak menyebabkan efek negatif bagi fisik dan psikis. Semoga Allah ﷻ selalu memudahkan kita dalam melakukan ketaatan-ketaatan, amin.
Mutiara Hikmah
Rasulullah ﷺ bersabda,
إنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah l adalah amal yang paling terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit.” (H.R. Al-Bukhari No. 6099 dan Muslim No. 783)
[1] A. Somad, “somadmorocco.blogspot.com: Puasa 6 Hari di Bulan Syawwal,” 2010. http://somadmorocco.blogspot.com/2010/08/puasa-6-hari-di-bulan-syawwal.html (accessed May 12, 2022).
[2] A. Somad, “somadmorocco.blogspot.com: Khutbah Idul Fithri 1 Syawwal 1431H / 10 September 2010M.,” 2010. http://somadmorocco.blogspot.com/2010/09/khutbah-idul-fithri-1-syawwal-1431h-10.html (accessed May 12, 2022).
[3] M. A. Tuasikal, Fikih bulan syawal, Kedua. Pesantren Darush Sholihin, Dusun Warak RT.08 / RW.02, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, 55872: Rumaysho, 2021.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!