HISABLAH DIRIMU, MAKA KAU BERUNTUNG

HISABLAH DIRIMU, MAKA KAU BERUNTUNG

Oleh: Khairul Fahmi

 

Bismillâhi walhamdulillâh, wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Dikisahkan bahwa suatu hari seorang kaum Anshar bernama Tsalabah Ibn Hathib al-Anshari menghadap Rasulullah ﷺ,  ia berkeluh kesah dengan kondisi prekonomiannya yang terus terpuruk, ia sudah bosan hidup dalam kemiskinan, ia ingin hidup lebih layak dengan memiliki banyak harta. Tsalabah memohon agar Rasulullah ﷺ mendo’akannya agar menjadi orang yang memilik banyak harta. Mendengar permohonan Tsalabah, Rasulullah ﷺ langsung secara tegas menolaknya permintaanya.

Meski telah ditolak, Tsalabah memohon sekali lagi kepada Rasulullah ﷺ seraya mengucapkan sumpah “Demi Zat yang telah mengutusmu dengan hak. Jika engkau memohon kepada Allah ﷻ, lalu dia memberiku kekayaan, niscaya aku akan memberikan hak kepada setiap yang berhak menerimanya. Mendengar sumpah yang Tsalabah ucapkan, akhirnya Rasulullah ﷺ berkenan mendo’akannya agar diberi banyak rezeki. Akhirnya Tsalabah diberikan rezeki seekor unta dan domba, ia sangat senang dan gembira, kemudian hari-harinya disibukkan dengan mengurus hewan ternaknya yang lambat laun semakin banyak jumlahnya.

Karena kesibukannya mengurus hewan ternaknya, Tsalabah kerap kali tidak hadir saat shalat berjamaah, hingga suatu hari Rasulullah ﷺ bertanya kepada para sahabatnya tentang kabar Tsalabah. Para sahabat menyampaikan bahwa Tsalabah setelah memiliki banyak harta, ia bersikap kikir, ia tidak mau membayar zakat dan melupakan sumpahnya. Mendengar hal tersebut Rasulullah ﷺ bersabda: “Aduh celaka Tsalabah, aduh celaka Tsalabah, celaka Tsalabah ”.[1]

Ibrah atau pelajaran yang dapat diambil dari kisah Tsalabah ini adalah selalu bersyukur dengan segala nikmat yang telah Allah ﷻ berikan dan jangan pernah terlena dengan harta yang dimiliki sehingga lupa dan lalai menunaikan kewajiban untuk beribadah kepada Allah ﷻ. Muhasabah diri menjadi salah satu alarm atau pengingat agar kita tersadar dari kelengahan beribadah kepada Allah ﷻ.

Pentingnya Muhasabah Diri

Terlena dengan bujuk rayu nafsu akan memberikan kerugiaan bagi seorang hamba di kehidupan dunia dan pasti akan menjadi beban dan penyesalan baginya di akhirat.  Allah ﷻ berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Hasyr [59]: 18)

Dalam tafsir al-Misbah disebutkan bahwa, ayat tersebut merupakan perintah untuk melakukan evaluasi terhadap amal-amal yang telah dilakukan. Ini seperti seorang tukang yang telah menyelesaikan pekerjaannya. Ia dituntut untuk memperhatikannya kembali agar menyempurnakannya bila telah baik, atau memperbaikinya bila masih ada kekurangannya, sehingga jika tiba saatnya diperiksa, tidak ada lagi kekurangannya dan barang tersebut tampil sempurna. Setiap mukmin dituntuk untuk melakukan hal tersebut.[2] Amalan-amalan yang telah dikerjakan selalu dievaluasi, jika sudah baik tetap dilakukan dan bahkan ditingkatkan, namun jika amal yang dilakukan tidak baik maka segera bertaubat dan diganti dengan amal kebaikan.

Muhasabah diri sangat penting bagi kehidupan setiap mukmin agar tidak menjadi orang yang merugi dan menyesal, karena pada hakikatnya, kehidupan di dunia bertujuan untuk mengumpulkan dan memperbanyak amalan selama hidup karena hal tersebut akan menjadi bekal untuk menghadapi pengadilan hari akhir yang akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Sang Maha Khalik.

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah ﷺ memberi gelar bagi orang-orang yang bermuhasabah dan mengevaluasi diri sebagai orang yang pandai. Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda: “Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan, orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serangan berangan-angan terhadap Allah”. (HR Imam Turmudzi)[3]

Cara Muhasabah Diri

Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggung jawaban) tentang umurnya kemana dihabiskan, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya dari mana diperolehnya dan kemana dibelanjakannya, serta tubuhnya untuk apa digunakannya”. (HR. Tirmidzi)[4]

Sabda Rasulullah tersebut dapat menjadi acuan untuk muhasabah diri, empat hal tersebut akan dimintai pertanggung jawaban dari setiap hamba selama menjalani hidup di dunia, yaitu:

  1. Umur

Hidup di dunia hanya sementara, dunia ini hanyalah persinggahan untuk memperbanyak bekal untuk dibawa dan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah. Umur yang berlalu begitu cepat ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk beribadah kepada Allah agar kita tidak merugi. Sebagaimana firman Allah ﷻ: “Tidaklah Aku (Allah) ciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Ku” QS. Az-Zariyat [51]: 56

  1. Ilmu yang dimiliki

Ilmu yang bermanfaat adalah salah satu amalan yang kekal dan tetap mengalir kepada si pemilik ilmu meskipun ia telah meninggal. Sebagaimana sabda Rasulullah n: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)[5]

  1. Harta

Harta yang dimiliki ini hanyalah titipan, sehingga perlu dipertanggung jawabkan. Ada dua hal yang akan ditanya dan harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah dari harta yang kita miliki. Pertama adalah dari mana kita dapatkan tersebut, apakah dari jalan yang halal atau dari jalan yang haram?. Hal yang kedua adalah dibelanjakan untuk apa saja harta yang dimiliki tersebut, apakah untuk jalan kebaikan atau jalan keburukan?

  1. Anggota badan

Harus disyukuri, bahwa anggota badan mulai dari kepala hingga kaki adalah salah satu contoh nikmat yang diberikan oleh Allah ﷻ. Seluruh anggota badan ini akan dimintai pertanggung jawaban, kedua mata yang dimiliki digunakan untuk melihat hal-hal yang baik atau sebaliknya? Kedua tangan yang dimiliki apakah digunakan untuk melakukan perbuatan yang baik atau yang buruk. Kedua kaki yang dimiliki apakah dilangkahkan ke jalan kebaikan atau jalan keburukan?

Allah ﷻ sudah menegaskan hal tersebut dalam al-Qur’an: “Pada hari ini, Kami membungkam mulut mereka. Tangan merekalah yang berkata kepada kami dan kaki merekalah yang akan bersaksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan” QS. Yasin [36]: 65

Pada hari akhir nanti, Allah ﷻ akan menutup mulut-mulut kita sehingga tidak dapat berkata bohong atau berkilah sedikitpun. Tangan kita akan berkata kepada perihal perbuatan yang mereka lakukan di dunia, dan kaki kita akan memberikan kesaksian terhadap apa yang dahulu dikerjakan selama hidup di dunia.[6]

Hidup yang sekali ini harus diisi dengan hal-hal yang bermanfaat, jangan dibiarkan hanya mengikuti arus saja. Hari ini harus diisi dengan kebaikan dan harus lebih baik dari hari sebelumnya agar kita menjadi orang beruntung.  Mari kita selalu bermuhasabah diri agar kita selalu berada di jalan lurus, jalannya para orang-orang sholeh yang kehidupannya selalu bermuara untuk  beribadah kepada Allah ﷻ. Semoga kita terhindar dari kelenaan gemerlapnya kehidupan dunia agar kita tidak termasuk orang-orang yang merugi.[]

[1] https://www.republika.co.id/berita/pf1vhh313/kisah-tsalabah-dan-pelajaran-bagi-umat-islam

[2] Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah Vol. 13 Cet. V, 2012, Jakarta: Lentera Hati

[3] Asep Sapa’at, Muhasabah diri, 15 Februari 2022 dalam https://www.republika.id/posts/25069/muhasabah-diris

[4] https://suaramuhammadiyah.id/2020/11/05/empat-pertanyaan-di-hari-kiamat/

[5] https://rumaysho.com/1663-terputusnya-amalan-kecuali-tiga-perkara.html

[6] https://quranhadits.com/quran/36-ya-sin/yasin-ayat-65/

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *