Resolusi, what’s that?

Resolusi, what’s that?

Ridho Frihastama

*Mahasiswa UNY

 

Layaknya sebuah tradisi, mengawali pergantian tahun mayoritas orang membuat resolusi setiap tahunnya sebagai proyeksi ke depan. Resolusi sendiri didefinisikan sebagai keputusan atau rencana yang dibuat dalam jangka pendek, menengah atau panjang mengenai pencapaian yang ingin diraih di masa mendatang. Resolusi tahun baru dapat ditulis pada secarik kertas atau diketik secara digital untuk kemudian dikaji ulang di akhir tahun selanjutnya mengenai apa saja yang telah dicapai. Resolusi berisi tujuan yang relevan dengan diri sendiri, tertulis secara spesifik apa yang ingin dicapai dan diikuti dengan menargetkan batas waktu tercapainya.

Lantas setelah membuat resolusi apa yang harus dilakukan? 

Tentu jawaban idealnya ialah bagaimana resolusi tak hanya sekadar angan-angan, tapi menjadi kenyataan. Meskipun demikian, tak jarang seseorang lupa dengan resolusi yang ia buat atau tenggelam oleh kesibukan lain hingga mengabaikan resolusinya. Ada sebuah riset yang pernah dilakukan oleh Richard Wiseman dari Universitas Bristol untuk mencari tahu tentang keberhasilan resolusi yang dibuat pada tahun baru. Riset tersebut menggunakan metode survei kepada 3.000 responden. Hasil dari riset menunjukkan bahwa hanya 12% dari responden yang berhasil mencapai apa yang sudah mereka rencanakan. Sedangkan 88% dari responden gagal untuk mewujudkan resolusi tahun barunya. Padahal 52% dari responden awalnya yakin bahwa mereka akan berhasil mewujudkannya.[1] (Baca buletin edisi sebelumnya, untuk mengetahui tips agar resolusi bisa tercapai)

Resolusi dimaksudkan tak hanya untuk mencapai tujuan, tapi juga media refleksi diri dan belajar dari pengalaman selama beberapa waktu silam agar dapat menyikapi masa depan dengan lebih baik. Resolusi bukan sekadar simbolisme memperingati tahun baru saja, tapi untuk meningkatkan pengembangan diri secara positif.

Pada dasarnya, resolusi akan sangat bergantung pada preferensi setiap pembuatnya. Setiap individu akan memiliki tingkat pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda sehingga resolusinya akan berbeda-beda pula. Bila pun antar dua orang memiliki resolusi yang serupa, cara mencapai resolusi atau waktu tercapainya resolusi tersebut akan tetap berbeda. Dalam pembahasan ini, penulis hanya memberikan point of view (sudut pandang) dari kacamata seorang Muslim terkait hal yang dirasa penting untuk dikembangkan dalam resolusi secara spesifik. Adapun hal sebagai berikut:

Meningkatkan Ketakwaan

Takwa sendiri merupakan bentuk dari kesungguhan dan kehati-hatian umat muslim terhadap apa yang dilarang oleh Allah ﷻ. Sederhananya, takwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjahui segala larangan-Nya. Allah ﷻ berfirman:“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 102)

Pakaian ketakwaan beberapa kali dan sering disebut dalam Al-Qur’an. Ini menandakan bahwasanya kita harus semaksimal mungkin mengimplikasikan pada setiap kondisi apapun. Di manapun dan kapanpun kaki kita pijakkan diatas bumi ini jangan sampai hati dan pikiran kita bermaksiat kepada Allah ﷻ. Kita usahakan selalu berdzikir dalam hati untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ. Maka perlu kita siram dengan sarana yang bisa menambah ketakwaan kita kepada Allah ﷻ.[2]

Takwa bisa juga bertambah dan bisa juga berkurang seperti halnya iman bisa manakala kita beribadah dan melakukan kegiatan-kegiatan positif yang dianjurkan dan diperintahkan oleh Allah. Dan manakala kita jauh dari perbuatan-perbuatan baik dan sedang berma’siat kepada Allah. Takwa pada masa sekarang harus dilaksanakan sedikit demi sedikit dan dibiasakan setiap hari supaya tingkat ketakwaan yang kita miliki semakin hari semakin meningkat, sehingga jika dihadapkan pada situasi yang dilarang oleh agama kita bisa menghindari hal tersebut.[3]

Resolusi Akhlak

Rasulluah ﷺ diutus ke bumi untuk menyempurnakan akhlak manusia, maka Islam hadir untuk menyempurnakan makarimal akhlaq. Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi).

Kenyataan menunjukkan bahwa beliau menyempurnakan berbagai bidang akhlak, bukan saja dalam interaksi manusia dengan sesama manusia, tetapi dengan semua makhluk. Apabila kita mau menggali kembali warisan akhlak yang mulia sebagaimana yang telah diwariskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah ﷺ, niscaya akan kita temukan betapa indahnya Islam itu. Sungguh menyedihkan, tatkala menyaksikan banyak dari saudara kita kaum muslimin yang terjerat kasus korupsi, narkoba, pelecehan seksual, bahkan pembunuhan kerap kita dengar di berbagai media. Tentu hal ini membuat hati kita terasa miris. Itulah akibat dari penanaman akhlak serta pembentukan perilaku diri yang belum maksimal.[4]

Jadilah Pembelajar Abadi

Orang-orang yang akan terus berkembang di abad ke-21 adalah mereka yang mempunyai pandangan bahwa pembelajaran harus dilakukan seumur hidup (long life learning) dan terus mengasah pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dimiliki.

Imam Ahmad pernah berkata bahwa kebaikan ilmu tiada tandingnya jika ilmu yang dicari dimaksudkan untuk menghilangkan kebodohan, terutama kebodohan diri terlebih dahulu. Inilah kemaslahatan terbesar bagi orang yang mencari ilmu, yaitu mengoreksi kebodohannya diri sendiri. Rasulullah ﷺ bersabda: “Jadilah engkau (1) orang berilmu, atau (2) orang yang menuntut ilmu, atau (3) orang yang mau mendengarkan ilmu, atau (4) orang yang menyukai ilmu. Dan (5) janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka.” (HR: Baihaqi).

Sebab Baginda Nabi ﷺ mengajarkan umatnya untuk tetap mencari ilmu sepanjang hayat. Kewajiban mencari ilmu itu seharusnya difahami sebagai suatu proses mencari ilmu sepanjang hayat dan tidak terbatas pada waktu atau umur tertentu. Beberapa ulama besar bahkan baru belajar di usia yang sudah berumur.

Menjadi Manusia Manfaat

Mengapa harus menjadi manusia yang bermanfaat? Karena Rasulullah ﷺ bersabda:  “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. ath-Thabrani)[5]

Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang Muslim. Seorang Muslim lebih diperintahkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain, bukan hanya mencari manfaat dari orang atau memanfaatkan orang lain. Ini adalah bagian dari implementasi konsep Islam yang penuh cinta, yaitu memberi.

Apapun resolusi yang dibuat, diharapkan hal tersebut bisa menjadi pemantik semangat bagi diri. Tak masalah untuk tidak selalu memperbarui resolusi pada tahun baru, asalkan pengembangan diri ke arah yang lebih baik selalu dilakukan (be your better self). Tak masalah pula bila terdapat resolusi yang belum tercapai, hal ini dapat dijadikan sebagai motivasi untuk terus berikhtiar dalam mewujudkannya. Semoga dalam mengawali tahun ini kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin!

 

Maraji’

[1] https://www.techverse.asia/lifestyle/1369/10122022/tiap-tahun-baru-punya-resolusi-tapi-selalu-gagal-mungkin-disebabkan-4-kesalahan-ini. Diakses pada 10 Januari 2023.

[2] Lita, Syarifah Hasanah. “Takwah dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 102 Menurut M. Quraish Shihab”. Jurnal Ilmiah Falsafah, Vol.6, No. 2, 2021, h. 94-106.

[3] Shihab, M. Quraish. Tarsif Al Misbah: pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur’an / M. Quraish Shihab. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

[4] Shihab, M. Quraish. Yang Hilang Dari Kita: Akhlak. Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2022.

[5] Al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal. 58, dari Jabir bin Abdullah r.a. Dishahihkan Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab: As-Silsilah Ash-Shahîhah)

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *