KEUTAMAAN BULAN HARAM

KEUTAMAAN BULAN HARAM

Khairul Fahmi

Ramadhan telah berlalu, sungguh bergembira bagi seorang muslim yang mampu mengisi siang dan malamnya untuk membaca al-Qur’an, shalat malam, berinfak dan sadaqah, membantu orang lain, serta ibadah-ibadah lainnya. Setelah bulan Ramadhan berlalu, bukan berarti Allah ﷻ tidak memberikan waktu-waktu istimewa (diluar bulan Ramadhan) bagi hamba-Nya untuk memperbanyak beribadah kepada diri-Nya yang Maha Rahîm dan Penyayang. Allah menetapkan ada 4 waktu istimewa yang diberikan kepada hamba-Nya, sebagai sarana bagi mereka untuk semakin mendekatkan diri kepada sang Maha Pencipta. Allah ﷻ menyampaikan dalam firman-Nya tentang empat bulan istimewa tersebut, hal terukir jelas dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 36.

Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa. (Q.S. At-Taubah [9]: 36)

Rasulullah ﷺ kemudian menjelaskan dalam sabdanya tentang bulan-bulan apa saja yang termasuk dalam bulam haram yang dimaksudkan dalam surah At-Taubah ayat 36.

Dari Abu Bakroh, Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya semula sejak hari Allah menciptakan langit dan bumi. Dan sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan Langit dan bumi diantaranya empat  bulan haram (suci); tiga di antaranya berturut-turut, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, sedangkan lainnya ialah Rajab Mudar yang terletak di antara bulan Jumada dan bulan Sya’ban.” (H.R. Bukhari, no. 3197 dan Muslim, no. 1679).

Hadits tersebut menjelaskan bahwa ada empat bulan haram yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram yang posisinya berurutan, serta bulan Rajab. Itu adalah adalah empat bulan haram yang ditetapkan oleh Allah ﷻ.

Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.”[1]

Mengapa Disebut Bulan Haram?

Syaikh Alamud Din As-Syakawi dalam kitab Al-Masyhur fi Asmail Ayyam wa As-Syuhur, sebagaimana dikutip dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan makna-makna dari nama-nama bulan haram tersebut. Bulan Muharram, disebut bulan Muharram karena ia adalah bulan yang diharamkan (disucikan) dan untuk mengukuhkan keharamannya. Mengingat orang-orang Arab masa lalu berpandangan labil, terkadang dalam satu tahun mereka menghalalkannya, sedang di tahun yang lain mereka mengharamkannya. Bulan Rajab, kata Rajab berasal dari kata tarjib, artinya menghormat, bentuk jamaknya arjab, rajah, dan rajabat. Bulan Dzulqa’dah, disebut juga Al-Qi’dah. Dinamakan demikian karena mereka (orang-orang Arab) diam di tempatnya, tidak mengadakan peperangan dan tidak pula bepergian. Bulan Dzulhijjah, dinamakan demikian karena mereka (orang-orang Arab) melakukan haji di bulan tersebut.

Penetapan nam-nama bulan Qomariah seperti Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah sudah ada jauh sebelum kedatangan Islam. Hampir seluruh masyarakat Arab sebelum datangnya Islam, sudah mengakui dan mengagungkan empat bulan tersebut. Sedemikian besar pengagungan mereka pada salah satu dari empat bulan tersebut, sampai walau seseorang menemukan pembunuh ayah, anak atau saudaranya, ia tidak akan mencederai musuhnya kecuali setelah berlalu bulan haram tersebut.

Setelah datangnya Islam, Allah ﷻ menegaskan kembali akan keharaman atau kesucian dari bulan haram yang empat itu. Hal ini ditegaskan Allah dalam surah At-Taubah [9]: 36.  Allah mengharamkan atau melarang hamba-hambanya untuk berbuat aniaya, baik aniaya kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Disebut bulan haram karena Allah ﷻ melarang hamba-Nya untuk menganiaya atau melakukan dosa pada empat bulan suci tersebut, tetapi bukan berarti pada bulan-bulan sisanya boleh melakukan dosa. Allah ﷻ memberikan penekanan khusus pada empat bulan haram tersebut karena bulan-bulan tersebut adalah bulan ibadah yang harus dijaga keagungan dan kesuciannya.

Keutamaan Bulan Haram

Selain bulan Ramadhan, Allah ﷻ juga mengistimewakan dan mengagungkan empat bulan lainnya yang disebut bulan haram, yaitu Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah. Sebagai seorang hamba Allah ﷻ sepatutnya kita juga harus mengagungkan dan memuliakan empat bulan haram ini sebagaimana Allah ﷻ mengagungkannya. Ali Ibnu Abu[2] menyampaikan terkait firman Allah ﷻ surah At-Taubah [9]: 36, janganlah kalian menganiaya diri kalian sendiri dalam semua beluan. Kemudian dikecualikan dari semua bulan itu sebanyak empat bulan. Keempat bulan itu dijadikan sebagai bulan Haram (suci)  yang kesuciannya diagungkan, dan sanksi atas perbuatan dosa yang dilakukan pada bulan-bulan tersebut dilipatgandakan serta pahala amal ibadah setiap hamba akan dilipatgandakan pula.

Keutamaan yang ada pada bulan-bulan haram adalah Allah ﷻ akan melipatgandakan setiap amal ibadah yang dilakukan oleh setiap muslim. Sungguh merugi bagi seorang muslim yang waktunya di bulan-bulan Haram tidak diisi dengan kebaikan dan amal ibadah. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengisi hari-hari di bulan haram, selain melaksankan ibadah mahdhah juga melakukan ibadah ghairu mahdhah, kesemuanya itu akan mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda dari Allah ﷻ. Begitu juga sebaliknya, jika seorang muslim melakukan perbuatan dosa dan maksiat di bulan Haram, maka Allah ﷻ akan menjatuhkan sanksi yang lebih berat dibandingkan bulan-bulan lainnya.[3]

Puji syukur kepada Allah ﷻ, sampai saat ini masih memberi kesempatan untuk dipertemukan dengan bulan Haram, maka tidak ada kata lain yang harus dilakukan adalah memperbanyak ibadah di bulan-bulan Haram, sebagaimana giatnya kita dalam beribadah pada bulan Ramadhan karena ibadah di bulan Haram akan dilipatgandakan. Sebalikya kita selalu berupaya untuk menghindarkan diri untuk berbuat dosa dan maksiat karena perbuatan maksiat di bulan Haran akan disanksi lebih berat dibanding sanksi di bulan-bulan lainnya. Wa Allâhu a’lam.[]

Marâji’:

[1] Lathâ-if Al Ma’arif, h. 202.

[2] http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-at-taubah-ayat-36.html. Diakses pada 05 Juni 2023.

[3] Quraish Shihabm Tafsir Al-Misbah Vol. 5, Jakarta: Lentera Hati, 2022.

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *