KURBAN SEBAGAI WUJUD KETUNDUKAN HAMBA KEPADA ALLAH

KURBAN SEBAGAI WUJUD KETUNDUKAN HAMBA KEPADA ALLAH

Faisal Ahmad Ferdian Syah*

Keutamaan 10 Awal Dzulhijjah

Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan haram yang di dalamnya terdapat banyak amal ibadah shalih. Terutama amalan di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.

Dari Ibn Abbas, Nabi ﷺ bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ. يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ:  وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

“Tidak ada hari dimana suatu amal shaleh lebih dicintai Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan di sepuluh hari ini (10 hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi  bersabda, “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh, pen).” (H.R. Al Bukhari, Ahmad, Abu Daud, dan At Turmudzi)

Dalam hadits yang lain beliau bersabda, Dari Umar , dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ.

Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid“. (H.R. Ahmad)[1]

Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan, “Apabila sesuatu itu lebih dicintai oleh Allah, maka sesuatu tersebut lebih afdhal di sisi-Nya.” Sebab lain adalah karena di dalam bulan ini berkumpul amalan-amalan utama seperti: shalat, puasa, kurban, dan haji.

Makna dan Tujuan Kurban

Kurban berasal dari bahasa Arab Qurbânu yang berarti dekat. Qurban juga disebut dengan Udhiyyah, yaitu menyembelih hewan-hewan ternak sebagai pendekatan diri kepada Allah Ta’ala pada hari-hari tertentu dengan syarat-syarat khusus.[2] Kata Udhiyyah diambil dari kata adh-ha yang artinya adalah permulaan siang setelah terbitnya matahari atau waktu dhuha.[3] Sehingga kurban adalah jenis hewan tertentu yang disembelih mulai hari nahr (10 Dzulhijjah) sampai akhir hari Tasyriq (13 Dzulhijjah) dengan tujuan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah).[4]

Karena tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengabdi dan mentauhidkan Allah ﷻ semata. Maka seluruh amal perbuatan kita harus kita tujukan untuk meraih ridha-Nya. Allah ﷻ berfirman,

قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. al-An’am [6]: 162).

Kurban Wujud Ketundukan Kepada Allah

Momen perayaan Idul Adha identik dengan ibadah kurban atau menyembelih hewan ternak sebagai bentuk ketaatan kepada Allah ﷻ. Ritual kurban sendiri sudah ada sejak peristiwa Habil dan Qabil. Perintah kurban tersebut adalah untuk menentukan siapakah dari mereka berdua yang berhak menikahi iqlima (saudari kembaran Qabil). Hal tersebut Allah ﷻ abadikan di dalam al-Qur’an,

وَٱتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ٱبْنَىْ ءَادَمَ بِٱلْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ ٱلْءَاخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلْمُتَّقِينَ

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa” (Q.S. al-Ma’idah [5]: 27).

Pada zaman Yunani dan Mesir kuno, manusia dijadikan objek kurban yang dipersembahkan kepada dewa-dewa. Kemudian Nabi Ibrahim yang diperintahkan untuk menyembelih anaknya tercinta Nabi Ismail kemudian berkat ketundukan beliau kepada perintah Allah ﷻ, maka Allah ﷻ ganti dengan hewan kurban berupa seekor domba. Hal itulah yang juga diterapkan oleh nabi kita Muhammad ﷺ. Namun keadaan yang kita jumpai di masyarakat kita, tak sedikit yang kurang memahami esensi dari ibadah kurban ini. Banyak dari mereka yang hanya sebatas ikut-ikutan saja, atau bahkan menganggap hari raya Idul Adha hanya makan-makan saja dan tidak mengetahui hakikat dari ibadah kurban ini.

Perbedaan yang paling mendasar antara daging kurban dan daging yang kita beli di pasar adalah pada nilainya. Pada daging kurban terdapat nilai pengorbanan, keikhlasan, dan keilahian. Pada daging kurban merupakan bagian dari ibadah yang terikat dengan masa penyembelihan, usia, jenis, dan ukuran (ketentuan) hewan yang dijadikan kurban dan telah diatur oleh syara’. Adapun waktu penyembelihan hewan kurban adalah dimulai setelah terbitnya matahari di hari raya Idul Adha dan dua khutbah ringan, dan berakhir saat terbenamnya matahari di hari ketiga hari tasyrik pada tanggal 13 Dzulhijjah.[5] Adapun kriteria hewan yang boleh dijadikan hewan kurban, unta umur 5-6 tahun, sapi berumur 2 tahun ke atas, kambing/domba berumur 1-2 tahun.[6] Sedangkan daging lauk-pauk atau biasa itu tidak terikat dengan hal-hal tersebut. Selain itu perintah berkurban juga diiringi dengan perintah melaksanakan shalat. hal tersebut adalah perwujudan nilai habluminallah (hubungan dengan Allah) dan habluminannas (hubungan dengan manusia).[7]

Cukuplah kisah keteguhan Nabi Ibrahim yang diuji Allah untuk menyembelih anaknya tercinta menjadi ibrah bagi kita. Karena terkadang setiap sesuatu yang dicintai manusia dan kecintaannya kepada sesuatu itu dapat membelenggu manusia untuk bertakwa kepada Allah ﷻ. Inilah makna hakiki dari kurban yaitu Ibadah qurban mengandung semangat untuk membebaskan manusia dari sifat-sifat yang memiliki potensi anti sosial. Sifat anti sosial yang sangat berbahaya dan mampu merusak kerukunan kehidupan bersama dalam masyarakat dan negara adalah dorongan serakah yang berujung pada perilaku korupsi.[8] Wa Allâhu a’lam.[]

Marâji’:

* Ahwal Syakhsiyah International Program Angkatan 2022


[1] Diriwayatkan oleh Ahmad dan di shahihkan oleh Al Mundziry dan Ahmad Syakir tetapi dilemahkan oleh Al Albani di dalam kitab Dha’ih At Targhib wa At Tarhib, 744

[2] Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Lukman. Fikih Praktis Ibadah Kurban. Bekasi: Pustaka Syahrul Fatwa. 1442. h. 11.

[3] Buya Yahya. Fiqih Qurban. Cirebon: Pustaka Al-Bahjah. Tanpa Tahun. h. 1.

[4] HM. Adibussholeh, dkk. Fikih Kurban Praktis. Kediri: LBM-NU Kota Kediri. 2017. h. 6.

[5] Buya Yahya. Fiqih Qurban. Cirebon: Pustaka Al-Bahjah. Tanpa Tahun. h. 10.

[6] Ibid., h. 14.

[7] Universitas Islam Indonesia. “Makna Mendalam di Balik Ibadah Kurban” https://www.uii.ac.id/makna-mendalam-di-balik-ibadah-kurban/. Diakses pada 18 Juni 2023.

[8] Syariful Bahri. “Mengimplementasikan Ibadah Qurban dalam Kehidupan” https://aceh.kemenag.go.id/berita/160872/mengimplementasikan-ibadah-qurban-dalam-kehidupan. Diakses pada 18 Juni 2023.

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *