WISUDA: EUFORIA ATAU DISFORIA?
WISUDA: EUFORIA ATAU DISFORIA?
Agus Fadilla Sandi, S.H.
*Alumnus Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Muqoddimah
Belakangan ini viral ragam protes terhadap kebijakan sekolah yang dinilai memberatkan orang tua/wali dalam pembayaran uang wisuda peserta didik. Menguaknya isu ini, hingga Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2023 menegaskan tidak ada kewajiban penyelenggaraan wisuda sekolah sebagai ajang pelepasan peserta didik yang lulus, sekaligus tidak boleh menjadi kewajiban yang memberatkan bagi orang tua/wali murid.[1]
Sekalipun menjadi momok, tapi momen wisuda sering diwarnai euforia. Rasa bahagia yang berlebihan, padahal ini barulah permulaan, pun wisuda bukanlah ukuran kesuksesan. Terlebih lagi ini sekadar wisuda di dunia, kelak akan ada “wisuda” sesungguhnya yang tak jarang menyisakan disforia. Nun, orang-orang akan tersadar tentang makna hakiki wisuda, apakah menjadi euforia atau malah disforia?
Makna Wisuda
Secara bahasa, wisuda bermakna peresmian atau pelantikan yang dilakukan dengan upacara khidmat.[2] Makna ini mengisyaratkan adanya sebuah prosesi khidmat untuk memberikan hasil atas apa yang selama ini telah diupayakan oleh yang bersangkutan. Sedemikian khidmatnya prosesi wisuda di dunia, lantas bagaimana kekhidmatan “wisuda” di akhirat nantinya? Itulah tragedi padang mahsyar. Saat semua orang akan diperlihatkan amalnya, tak satu pun yang dapat alpa!
يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَىٰ مِنكُمْ خَافِيَةٌ
“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu). Tidak ada sesuatu pun dari kamu yang tersembunyi”. (Q.S. Al-Haqqah [69]: 18)
Kata تُعْرَضُونَ (dihadapkan) dalam ayat tersebut ditafsirkan dalam Tafsir Jalalain dengan maksud “untuk dihisab (diperhitungkan)”.[3] Kelak manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar. Disitulah mereka berdiri dan tidak duduk menunggu kedatangan Allah ﷻ, yang pada waktu itu satu hari seperti lima puluh ribu tahun. Tatkala Allah ﷻ telah datang, maka malaikat menjadi bersaf-saf mengiringi kedatangan Allah ﷻ, maka saat itulah yang dimaksud dalam ayat ini, yaitu manusia dihadapkan kepada Allah l untuk untuk dihisab.
Pada saat itu semuanya akan diberikan balasan sesuai dengan apa yang telah ia kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui perkara ghaib maupun nyata.[4] Tidak ada amalan yang tersembunyi, seluruh amalan yang selama ini disembunyikan oleh manusia selama hidupnya baik dari kebaikan atau keburukan, maka akan tampak pada hari tersebut.[5]
Inilah makna “wisuda” yang hakiki, penilaian dari Allah ﷻ yang Maha Teliti, serta apresiasi sempurna dari Allah Sang Maha Pencipta.
Euforia Wisuda
Wisuda seringkali menjadi momen yang penuh euforia. Merasa bangga karena mendapatkan nilai yang didamba. Terasa lega karena akhirnya lulus juga. Pun berharap ini bisa menyenangkan hati orang tua. Sayangnya, itu semua bukanlah kebahagian yang sebenarnya. Apa pun yang dinikmati saat wisuda di dunia hanyalah bersifat fana.
Namun, akan ada masanya rasa bangga itu tak kunjung sirna, bahagia selama-lamanya. Momentum itu terjadi kala seseorang mendapatkan catatan amalnya di akhirat melalui tangan kanannya. Dengan bangga ia berkata,
إِنِّى ظَنَنتُ أَنِّى مُلَٰقٍ حِسَابِيَهْ
“Sesungguhnya aku yakin, bahwa (suatu saat) aku akan menerima perhitungan terhadap diriku” (Q.S. Al-Haqqah [69]: 20).
Allah pun gambarkan kebahagian mereka melalui firman-Nya,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ. لِّسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ. فِى جَنَّةٍ عَالِيَةٍ
“Pada hari itu banyak (pula) wajah yang berseri-seri, merasa puas karena usahanya. (Mereka) dalam surga yang tinggi”. (Q.S. Al-Ghasyiah [88]: 8-10).
Dalam tafsir Jalalain dijelaskan maksud dari kata لِّسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ yaitu kala di dunia ia melakukan ketaatan, sedang di akhirat ia menyaksikan balasan dari ketaatan tersebut.[6] Ketaatan di dunia dapat berupa amal-amal saleh dan berbuat baik kepada sesama. Maka, ia pun mendapatkan segala ketaatan yang dahulu telah ditabungnya kini berlipat ganda hingga mendapatkan kenikmatan mulia berupa surga yang tinggi.[7] Jika di dunia seseorang bersusah payah agar bahagia saat di wisuda yang bersifat fana, maka sudah sepatutnya seorang muslim lebih bersusah payah untuk dapat bahagia saat “wisuda” di akhirat yang kekal selamanya.
Disforia Wisuda
Sekalipun wisuda menjadi momen yang bahagia, namun tak jarang ada saja yang merasa disforia. Mulai dari yang nyaris DO (drop out), nilai ala kadarnya, belum lagi jadi bahan gunjingan sanak-keluarga. Mungkin terasa tidak menyenangkan, tapi perasaan itu tak sebanding dengan rasa hina di akhirat kelak. Itu bisa saja terjadi saat seseorang di akhirat mendapatkan catatan amalnya melalui tangan kirinya. Sambil menyesal ia berujar,
وَأَمَّا مَنْ أُوتِىَ كِتَٰبَهُۥ بِشِمَالِهِۦ فَيَقُولُ يَٰلَيْتَنِى لَمْ أُوتَ كِتَٰبِيَهْ
“Alangkah baiknya jika kitabku (ini) tidak diberikan kepadaku” (Q.S. Al-Haqqah [69]: 25).
Allah ﷻ firmankan tentang keadaan yang memilukan tersebut melalui firman-Nya,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَٰشِعَةٌ. عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ. عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ
“Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk hina, (karena) berusaha keras (menghindari azab neraka) lagi kepayahan (karena dibelenggu). Mereka memasuki api (neraka) yang sangat panas”. (Q.S. Al-Ghasyiah [88]: 2-4).
Kondisi yang menyedihkan ini adalah gambaran penghuni neraka yang disforia. Wajah yang tertunduk nahas. Susah payah menghindari azab yang tak mungkin lepas. Hingga akhirnya masuk ke dalam neraka nan panas.
Ikhtitam
Sibuknya mempersiapkan wisuda kala di dunia yang sebentar, jangan sampai melalaikan diri dari menyiapkan “wisuda” yang sebenarnya di padang mahsyar. “Wisuda” di hadapan Sang Pencipta, disaksikan oleh semua makhluk-Nya. Saat wisuda di dunia, kendalikan euforia dan disforia sewajarnya, sebab euforia hakiki adalah kala berhasil memasuki surga yang tinggi, sedang disforia ternahas adalah saat tergelincir ke neraka yang panas. Semoga Allah memberikan kita kebaikan di dunia dan di akhirat. Sudah siap wisuda, kisanak?
[1] Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Nomor 14 Tahun 2023 tentang Kegiatan Wisuda pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar, dan Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Menengah
[2] Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring
[3] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain Al-Muyassar, 2015
[4] Syaikh Abdurrahman bin Nashr As-Sa’di, Taisir Kalam Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, 2001
[5] Tafsir Al-Qurthubi 18/268
[6] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain Al-Muyassar, 2015
[7] Syaikh Abdurrahman bin Nashr As-Sa’di, Taisir Kalam Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, 2001
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!