Momentum Kemerdekaan: Mempromosikan Islam Penuh Cinta
Momentum Kemerdekaan:
Mempromosikan Islam Penuh Cinta
Imaduddin Fadhlurrahman*
Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh.
Setiap bulan Agustus, umat muslim di Indonesia selalu merayakan peristiwa penting dalam sejarah Republik Indonesia. Tepatnya pada setiap tanggal 17 Agustus yang diperingati sebagai hari Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Hal ini sebagai penanda bahwa bangsa Indonesia telah merdeka dari belenggu para penjajah. Semarak dan animo masyakakat muslim di Indonesia dalam menyambut hari kemerdekaan ditandai dengan himbauan dari masjid-masjid yang menghimbau agar memasang bendera merah putih berkibar di sepanjang pekarangan rumah masing-masing. Ini adalah salah satu bukti umat muslim dalam mengekspresikan cintanya kepada bangsa sekaligus menghormati jasa para pahlawan.
Islam sendiri mendorong umatnya untuk mencintai tanah air sebagai bentuk ketaatan kepada ulil amri dalam perkara kebaikan. Sebab cinta tanah air tidak menafikan iman. Mencintai tanah air adalah bagian dari ajaran Nabi Muhammad sebagaimana Rasulullah ﷺ mencintai Makkah dan Madinah karena kedua tempat tersebut adalah tanah airnya. Bentuk kecintaan tersebut ditunjukkan Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadits. Dari Anas,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا
“Sungguh Nabi ﷺ apabila pulang dari safarnya lalu melihat dinding-dinding kota Madinah sudah dekat, Beliau ﷺ mempercepat perjalanannya, apabila berada diatas tunggangan maka Beliau segera memacunya, dikarenakan kecintaan Beliau terhadap kota Madinah.” (H.R. Bukhari, no. 1886).[1]
Serta gagasan kemederkaan itu sendiri telah mendapat perhatian yang penuh dari Islam. Konsep kemerdekaan yang dijarkan oleh Nabi Muhammad adalah untuk menghapus segala sesuatu yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan dan karakter Islam, lalu mengalihkannya kepada jalan yang benar.
Peran Islam dalam Kemerdekaan
Dalam sejarahnya, umat muslim selalu berada pada garis terdepan dalam melawan penjajah. Tercatat banyak pahlawan-pahlawan muslim yang menginisiasi gerakan-gerakan melawan kekejian para penjajah. Misalnya perjuangan politik yang diprakarsai oleh Haji Samanhudi dengan gerakan Syarikat Dagang. Ada pula Syeikh Hasyim Asy’ari dengan membawa bekal fatwa semangat “hubul wathon minal iman” yang mampu menggerakkan berbagai golongan untuk menjaga keutuhan NKRI.
Selain itu, ada juga Haji Agus Salim dengan perannya yang krusial bagi berdirinya kemerdekaan Indonesia dengan keberhasilannya dalam memperoleh pengakuan defacto dan dejure dari Mesir bagi kemerdekaan Indonesia. Atau yang terkenal menggugah ketika Bung Tomo dengan seruan “Allahu Akbar” berhasil melecut semangat rakyat Indonesia sehingga tercetuslah peperangan di Surabaya pada 10 November 1945 dalam memerangi tentara Britania Raya dan India Britania.
Maka, umat muslim di Indonesia harus terus berupaya menjaga dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih. Sebab dari segi historis dapat dikatakan jika Islam merupakan jati diri bangsa Indonesia karena umat muslim pada masa itu tidak pernah absen dalam memperjuangkan kemerdekaan melawan penjajah. Sebagaimana Dr. Douwes Dekker pernah mengungkapkan, “Dalam banyak hal, Islam merupakan nasionalisme di Indonesia dan jika seandainya tidak ada faktor Islam di sini, sudah lama nasionalisme yang sebenar-benarnya hilang lenyap.”[2]
Mempromosikan Islam Cinta
Umat muslim di Indonesia perlu memaknai kemerdekaan NKRI adalah bagian dari jihad. Jihad dalam konteks dan pemaknaan yang lebih luas ketimbang sekadar perang. Bahwa jihad perang (disebut sebagai “jihad kecil” oleh Nabi) tak boleh dilandasi nafsu dan kebencian. Oleh karenanya, hanya diperbolehkan bagi orang yang sudah berhasil dalam “jihad agung” berupa perang melawan hawa nafsu (egoisme). Agar demikian jihad punya landasan cinta, cinta kepada kemanusiaan.[3]
Dalam momentum perayaan kemeredekaan kali ini, maka tugas umat muslim hari ini adalah menjaga semangat jihad tersebut dengan senantiasa menyebarkan pesan cinta dan damai. Di mana tindakan tersebut harus terwujud dalam tindakan-tindakan yang merepresentasikan tingkah laku kebaikan sehingga pada akhirnya akan melahirkan pandangan bahwa Islam adalah agama yang penuh cinta, agama yang justru mengajarkan untuk mencintai bangsanya. Imam An-Nawawi menambahkan jika baik saja tidak cukup. Umat muslim harus pula mampu secara mandiri dan produktif di segala kebutuhan sehingga negara Indonesia yang merdeka akan terwujud dengan setiap warga negara yang mengusahakan sebaik mungkin di profesi yang digeluti masing-masing[4].
Jika menjadi orang tua, maka menjadi orang tua yang bertanggungjawab. Jika menjadi pejabat, maka menjadi pejabat yang jujur dan amanah. Jika menjadi pendidik, maka menjadi pendidik yang tulus dalam mengajar dan mangabdi terhadap masyarakat. Jika menjadi pelajar, maka menjadi pelajar yang rajin dalam menuntut ilmiu di bidangnya masing-masing.
Maka, Islam sesungguhnya menjadikan kita mencintai bangsa, dengan Islam kita bersatu membangun bangsa demi kemajuan peradaban. Oleh karena itu, sebagai pewaris kemerdekaan menjadi tugas bersama untuk memelihara semangat kemerdekaan dengan mengisinya dengan cita-cita kemerdekaan yaitu mewujudkan negara yang adil dan makmur sehingga mendapat limpahan dan rahmat dari Allah ﷻ dengan segala aktivitas yang kita lakukan.
Untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang adil dan makmur, maka syarat yang harus dipenuhi ialah harus menjadi umat bertakwa, umat yang mau menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dengan begitu, bangsa Indonesia akan berada jalurnya untuk menjadi negara yang aman dan tentram serta adil dan makmur. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertawa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. al-A’raf [7]: 96)[5]. Wa Allâhu a’alam bish shawwâb.[]
Marâji’:
* Alumni Santri Rumah Tahfidz Taruna Juara Yogyakarta.
[1] Takdir Ali Mukti. Membangun Moralitas Bangsa (Amar Ma’ruf Nah Munkar: dan Subyektif-Normatf ke Obyektif-Empiris). Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2000.
[2] Abdul Karim. Islam dan Kemerdekaan Indonesia (Membongkar Marjinalisasi Peranan Islam dalam Perjuangan Kemerdekaan RI. Yogyakarta: YK Sumbangsih. 2005.
[3] Haidar Bagir. Islam Tuhan Islam Manusia Agama dan Spiritualitas di Zaman Kacau. Yogyakarta: Mizan. 2017.
[4] Aboebakar Atjeh. Islam dan Kemerdekaan Beragama. Cirebon: Toko Messir. 1970.
[5] Hamka. Tafsir Al-Azhar. Jilid IV. PT. Pustaka Panji Mas: Jakarta. 2004.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!