Larangan Ujaran Kebencian

Larangan Ujaran Kebencian

Azhar Rahmanto

*Staf Badan Penjaminan Mutu UII

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh.

Sahabat al-Rasikh yang semoga dirahmati Allah ﷻ. Pada saat ini kehidupan kita tidak bisa terlepas dari teknologi terutama pada penggunaan sosial media. Saat ini, jejaring sosial menjadi sarana penting untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi bagi semua pengguna di seluruh dunia. Media sosial juga menjadi tempat untuk mengekspresikan diri dengan cara mengunggah foto maupun video terkait informasi, kegiatan atau aktivitas yang sedang dilakukan, dan juga pencapaian yang telah diperoleh. Tidak hanya membagikan suatu hal di sosial media, pengguna juga bisa berkomentar terkait informasi yang dibagikan di sosial media.

Pedoman Bermuamalah di Media Sosial

Di Indonesia sendiri pemerintah secara tegas mengatur kegiatan di sosial media melalui undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Salah satu tujuan utama dari diterbitkannya UU ITE di Indonesia adalah untuk melindungi masyarakat dan pengguna internet lainnya dari berbagai tindak kejahatan online. Salah satu aturan yang tercantum di UU ITE adalah larangan Ujaran Kebencian yang secara jelas tercantum pada pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Maksud dari ujaran kebencian dalam UU ITE tersebut adalah menyebarkan informasi dengan tujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dengan hukuman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).[1]

Selain UU ITE yang resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, MUI selaku wadah organisasi musyawarah para Ulama, Zu’ama, dan Cendekiawan Muslim di Indonesia juga telah menetapkan Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Fatwa ini sangat bermanfaat bagi umat Islam untuk menjadi panduan dalam menyikapi derasnya informasi di era media sosial saat ini khususnya untuk umat Islam di Indonesia. Dalam Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tersebut juga tercantum panduan dan larangan terkait ujaran kebencian di sosial media.[2]

Larangan Ujaran Kebencian

Secara tegas agama Islam melarang untuk melakukan ujaran kebencian bahkan ujaran yang tidak bermanfaat pun dilarang secara tegas dalam Al Qur’an. Dalam Al-Hujurat ayat 11 dijelaskan tentang larangan terhadap perilaku ujaran kebencian, Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-Hujarat [49]: 11)

Dijelaskan dalam Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur’an al-‘Adzhim,[3] Allah ﷻ melarang menghina orang lain, yaitu meremehkan dan mengolok-olok mereka. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, Takabur itu adalah menentang kebenaran dan meremehkan orang lain, (menurut riwayat yang lain) dan menghina orang lain”. Makna yang dimaksud adalah menghina dan meremehkan mereka. Hal ini diharamkan karena barangkali orang yang diremehkan lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah dan lebih disukai oleh-Nya dari pada orang yang meremehkannya.

Ancaman bagi Pengumpat dan Pencela

Selain itu, dalam surat Al-Humazah ayat 1 juga tercantum larangan untuk berbuat ujaran kebencian, Allah ﷻ berfirman,

وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,” (QS. Al-Humazah [104]: 1).

Dalam ayat tersebut terdapat lafal “wayl”, menurut As-Suyuthi lafal “wayl” dapat bermakna sebuah kutukan atau satu lembah di neraka Jahanam bagi seorang pengumpat atau pelaku ujaran kebencian.

Ali Ash-Shabuni menjelaskan bahwa ayat pertama ini bermakna azab yang sangat pedih. Kemudian, menurut Sayyid Qutb ayat ini merupakan bentuk ancaman yang sangat dahsyat, bahkan penggambaran siksaannya yang dijelaskan dalam ayat setelahnya merupakan penggambaran yang sangat pedih dan hina. Hal tersebut menandakan betapa hina-nya orang-orang yang melakukan ujaran kebencian.[4]

Sesungguhnya ucapan kita secara langsung maupun ketika berpendapat atau berkomentar di dunia online bisa menunjukkan bagaimana kualitas diri kita. Ucapan kita menunjukkan bagaimana isi kita. Maka, ketika kita banyak berkata kotor, kasar, tidak berguna, maka kita sebenarnya sedang menjatuhkan kehormatan diri kita sendiri. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah z, Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ المَشْرِقِ

Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan karenanya dia terlempar ke neraka sejauh antara jarak ke timur.” (HR. Bukhari no. 6477 dan Muslim no. 2988)[5]

Sedemikian agungnya agama kita. Bahkan kita tidak boleh mencela tuhan orang kafir karena akan muncul kemungkaran lebih besar yaitu mereka malah mencela Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan” (QS. Al An’am [6]: 108).

Dengan memerhatikan bagaimana Al-Qur’an dan hadits Nabi ﷺ melarang dan mengancam ujaran kebencian, kita sebagai muslim tentu harus menjaga lisan kita untuk tidak berbuat demikian. Semoga kita dihindarkan dari perbuatan-perbuatan yang keji. Âmîn.

Maraji’ :

[1] DPR RI. “UU 11 Tahun 2008”. https://www.dpr.go.id›doksetjen›dokumen. Diakses 30 Juli 2023.

[2] MUI, “Inilah Panduan Bermedia Sosial Sesuai Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017”. https://mui.or.id/mui-provinsi/mui-lampung. Diakses 31 Juli 2023.

[3] Hikmat bin Basyir bin Yasin. Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur’an al-‘Adzhim. https://tafsirweb.com/9781-surat-al-hujurat-ayat-11.html. Diakses 31 Juli 2023.

[4] Ganjar Mutaqin. Larangan dan Ancaman Ujaran Kebencian dalam Al-Qur’an. https://bincangsyariah.com/kolom/larangan-dan-ancaman-ujaran-kebencian-dalam-al-quran/ . Diakses pada 31 Juli 2023.

[5] M. Saifudin Hakim. “Menjaga Lisan dari Ucapa-Ucapan Kotor” https://muslim.or.id/51938-menjaga-lisan-dari-ucapan-ucapan-kotor-bag-1.html. Diakses pada 31 Juli 2023.

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *