Gen Z Menyambung Rantai Emas Generasi Terbaik Umat

Gen Z Menyambung Rantai Emas Generasi Terbaik Umat

Jihan Nabila*

 

Bismillâhi wal hamdulillâh wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, amma ba’d.

14 abad sudah Rasulullah ﷺ meninggalkan Gen Z dengan agama Islam yang sempurna ini. Namun, tidaklah sesuatu mencapai sempurna kecuali Gen Z akan mulai mengalami penurunan. Keadaan kaum muslimin, setahap demi setahap menjauh dari syari’at. Membuat Gen Z mengalami penurunan terhadap komitmen yang Gen Z miliki, terhadap agamanya. Zaman kian menjauh, kejayaan Islam kembali meredup. Redup karena jauhnya para Gen Z muslim dari majelis-majelis ilmu. Enggannya Gen Z mempelajari agamanya dan terlenakan dengan gemerlapnya dunia.

Sebelum Gen Z, ada Gen Emas

Jauh sebelum Gen Z, ada Gen Emas. ya, generasi terbaik umat ini. Siapa mereka? Mereka adalah salafush shalih. Siapa itu salafush shalih? Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in (orang-orang yang mengikuti sahabat) dan tabi’ut tabi’in (orang-orang yang mengikuti tabi’in). Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan salafush shalih (orang-orang terdahulu yang shalih). Merekalah tiga generasi utama dan terbaik dari umat ini, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (HR. al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533)[1]

Kenapa Rasul Sebut Mereka sebagai Generasi Terbaik?

Nabi ﷺ telah mempersaksikan ’kebaikan’ tiga generasi awal umat ini yang menunjukkan akan keutamaan dan kemuliaan mereka, semangat mereka dalam melakukan kebaikan, luasnya ilmu mereka tentang syari’at Allah, semangat mereka berpegang teguh pada sunnah beliau ﷺ.[2]

Allah ﷻ telah memilih mereka untuk mendampingi dan membantu Nabi ﷺ dalam menegakkan agama-Nya. Orang-orang pilihan Allah ini, tentunya memiliki kedudukan istimewa di bandingkan manusia yang lain. Karena Allah l tidak mungkin keliru memilih mereka. Para sahabat Nabi ﷺ adalah orang-orang yang paling tinggi ilmunya. Merekalah yang paling paham perkataan dan perilaku Nabi ﷺ. Merekalah manusia yang paling paham tentang Al-Qur’an, karena mereka telah mendampingi Rasulullah ﷺ tatkala wahyu diturunkan, sehingga para sahabat benar-benar mengetahui apa yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya ﷺ.[3]

Allah ridho kepada mereka dan mereka merekapun ridho kepada Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,

وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَٰنٍ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى تَحْتَهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah [9]: 100)

Menempuh Jalan yang Selamat

Karena jauhnya Gen Z dari Gen Emas tidak mudah menempuh jalan yang selamat kecuali orang yang mengikuti jalan hidup Nabi ﷺ dan sahabatnya (salafush shalih) inilah yang selamat dari neraka. Rasulullah ﷺ bersabda,

وَإِنَّ بَنِى إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِى النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى

Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan. Sedangkan umatku terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu.” Para sahabat bertanya, “Siapa golongan yang selamat itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Yaitu yang mengikuti pemahamanku dan pemahaman sahabatku.” (HR. Tirmidzi no. 2641. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Mengapa Gen Z mesti mengambil pemahaman salaf atau sahabat dalam beragama? Karena kalau memakai pikiran masing-masing dalam memahami al-Qur’an dan Hadits, maka tafsirannya bisa macam-macam, bahkan bisa rusak. Sehingga tidak cukup Gen Z mengamalkan al-Qur’an dan Hadits saja, namun juga ditambah harus mengikuti pemahaman para sahabat.[4] dan jika bukan mereka yang kita ikuti, kita harus mengikuti siapa?

Beratnya Hidup di Akhir Zaman

Hidup di akhir zaman sesuai dengan aturan Islam dianggap asing dan aneh. Kalau kita menutup aurat dengan sempurna, kian terasing. Kita berbuat jujur di kantor dan tidak mau korupsi, kian terasing. Kita menjauhi syirik pun, kian terasing. Itulah keterasingan Islam saat ini. Namun tak perlu khawatir, berbanggalah menjadi orang yang asing selama berada dalam kebenaran. Dan keadaan ini sudah Rasul kabarkan 14 abad yang lalu. Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda,

بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing.” (HR. Muslim no. 145).

Kembali dalam keadaan asing karena sedikitnya yang mau menjalankan dan saling menyokong dalam menjalankan syari’at Islam padahal umatnya banyak. Siapa yang terasing? Orang yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang murni, itulah yang selalu teranggap asing.[5]

Panas, Namun Tetap Harus Kita Pegang

Semakin seorang hamba taat, maka akan semakin besar juga cobaannya, dari sana Allah ingin mengetahui apakah iman seorang hamba itu jujur ataukah dusta. Menjalankan syari’at di zaman ini terasa berat, terasa sulit. Memang berat dan panas, namun tetap harus kita pegang karena jika kita lepaskan, maka ia akan menjadi api neraka bagi kita. Rasulullah ﷺ bersabda,

يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).[6]

Teguh diatas Kebenaran, Walau Seorang Diri

Berpegang teguhlah dengan kebenaran walau engkau seorang diri, sebagian salaf mengatakan,

عَلَيْكَ بِطَرِيْقِ الحَقِّ وَلاَ تَسْتَوْحِشُ لِقِلَّةِ السَّالِكِيْنَ وَإِيَّاكَ وَطَرِيْقَ البَاطِلِ وَلاَ تَغْتَرُّ بِكَثْرَةِ الهَالِكِيْنَ

Hendaklah engkau menempuh jalan kebenaran. Jangan engkau berkecil hati dengan sedikitnya orang yang mengikuti jalan kebenaran tersebut. Hati-hatilah dengan jalan kebatilan. Jangan engkau tertipu dengan banyaknya orang yang mengikuti yang kan binasa.” (Madarijus Salikin, 1: 22).

Semoga kita bisa terus berpegang teguh dengan ajaran Islam di tengah-tengah manusia yang semakin rusak dan semoga kita bisa terus berpegang teguh pada kebenaran sampai maut menjemput kita.[7] Wallâhu a’lam bish shawwâb.

* Mahasiswa Prodi Statistika FMIPA UII

Maraji’ :

[1] Muhammad Abduh Tuasikal. “Mengenal Salaf dan Salafi” https://rumaysho.com/3105-mengenal-salaf-dan-salafi.html. Diakses pada Rabu, 18 September 2024.

[2] Ibid. Lihat Al Wajiz fii Aqidah Salafish Sholih dan Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Dr. Muhammad Kholifah At Tamimi.

[3] Muhaimin Ashuri. “Keutamaan Para Sahabat Nabi” https://muslim.or.id/7201-keutamaan-para-sahabat-nabi.html. Diakses pada Rabu, 18 September 2024.

[4] Muhammad Abduh Tuasikal. “Mengikuti Islam yang Murni” https://rumaysho.com/3321-mengikuti-islam-yang-murni.html. Diakses pada Rabu, 18 September 2024. 

[5] Muhammad Abduh Tuasikal. “Khutbah Jumat: Beruntunglah Mereka yang Terasing” https://rumaysho.com/14947-khutbah-jumat-beruntunglah-mereka-yang-terasing.html. Diakses pada Rabu, 18 September 2024.

[6] Ibid.

[7] Ibid.

Download Buletin klik disini

Gen Z Muslim Agent of Chancge

Gen Z Muslim Agent of Chancge

Muhammad Abdul Aziz*

 

Dalam era modern yang dipenuhi dengan berbagai tantangan dan peluang, muncul satu generasi yang memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yaitu Generasi Z, atau yang biasa kita kenal dengan Gen Z. Lahir di tengah kemajuan teknologi yang pesat, Gen Z adalah generasi yang sangat peka terhadap lingkungan sosial, lebih kritis, dan memiliki semangat yang tinggi untuk mencari identitas mereka, termasuk dalam hal agama. Bagi para pemuda muslim yang termasuk dalam Gen Z, tanggung jawab besar menanti mereka. Mereka bukan hanya bagian dari masyarakat global yang dinamis, tetapi juga penerus peradaban Islam yang luhur.

Di samping itu, berbagai penelitian ilmiah juga mendukung pandangan bahwa Gen Z merupakan kelompok dengan daya inovasi yang tinggi dan potensi besar untuk membawa dampak sosial yang signifikan. Dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ menekankan pentingnya peran pemuda dalam membawa perubahan. Dalam surat Al-Kahfi, Allah ﷻ berfirman,

اِنَّهُمْ فِتْيَةٌ اٰمَنُوْا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنٰهُمْ هُدًىۖ.

“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS. Al-Kahfi: [15]: 13).

Ayat ini mengingatkan kita bahwa para pemuda selalu memiliki peran signifikan dalam sejarah, termasuk dalam penyebaran Islam. Mereka adalah kelompok yang dinamis, penuh energi, dan siap menantang status quo demi kebaikan yang lebih besar.

Potensi Gen Z  dalam Perspektif Islam

Gen Z muslim saat ini hidup di tengah arus globalisasi dan teknologi yang terus berkembang. Dengan akses yang tak terbatas ke berbagai informasi, Gen Z memiliki keunggulan dalam kemampuan berpikir kritis dan menyaring informasi. Namun, tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah bagaimana menggunakan semua potensi ini untuk membawa perubahan positif dalam dunia yang kompleks.

Dalam artikel yang diterbitkan oleh Pew Research Center[1], Gen Z disebut sebagai generasi paling terhubung dengan dunia digital, di mana mereka menghabiskan banyak waktu di platform seperti Instagram, TikTok, Twitter, dan YouTube untuk berkomunikasi, belajar, dan berbagi pandangan .

Generasi ini memiliki kesempatan emas untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam melalui teknologi dan inovasi. Kita dapat melihat contoh-contoh Gen Z yang berhasil mengkombinasikan nilai-nilai keislaman dengan modernitas. Misalnya, mereka yang aktif di media sosial dengan dakwah digital, membuat konten-konten kreatif berbasis agama yang menarik, serta menginspirasi jutaan orang dengan cara-cara yang relevan dengan zaman ini.

Disebutkan dalam sebuah riwayat dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah ﷺ bersabda,

المؤْمِنُ يَأْلَفُ وَيُؤْلَفُ وَلاَ خَيْرَ فِيْمَنْ لاَ يَأْلَفُ وَلاَ يُؤْلَفُ وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Seorang mukmin itu adalah orang yang bisa menerima dan diterima orang lain, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa menerima dan tidak bisa diterima orang lain. Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awsath, no. 5949[2]).

Hadits ini menggarisbawahi bahwa menjadi muslim atau mukmin tidak hanya berarti menjaga hubungan pribadi dengan Allah, tetapi juga berarti memberikan manfaat bagi sesama. Gen Z muslim memiliki peluang untuk menerapkan sabda Rasulullah ﷺ ini dengan memanfaatkan keterampilan mereka dalam bidang teknologi, komunikasi, dan kreativitas untuk memberikan kontribusi yang nyata kepada masyarakat.

Gen Z Muslim Agent of Chancge Sekaligus Harapan Masa Depan

Lalu, bagaimana cara Gen Z muslim menjadi pembawa perubahan dan sekaligus menjadi harapan kehidupan masa yang akan datang?

Pertama, Gen Z muslim harus memperkuat fondasi keimanan mereka. Identitas muslim yang kuat harus dibangun di atas pondasi aqidah yang kokoh. Dengan pemahaman yang mendalam tentang Al-Qur’an dan Sunnah, Gen Z muslim dapat menghadapi tantangan zaman dengan bijaksana.

Kedua, Gen Z muslim harus menjadi teladan dalam kebaikan dan menghiasi diri dengan akhlak yang mulia dan baik. Disebutkan dalam riwayat dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Daud no. 4682 dan Ibnu Majah no. 1162)[3]

Dalam konteks modern, akhlak yang mulia ini bisa diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam dunia pendidikan, profesional, maupun sosial. Dengan menunjukkan etika yang baik, jujur, disiplin, dan berempati, Gen Z muslim bisa menjadi contoh bagi generasi lainnya, baik muslim maupun non-muslim.

Ketiga, Gen Z muslim harus menjadi agen perubahan sosial. Mereka memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam masyarakat, baik dalam kegiatan sosial, politik, maupun ekonomi. Islam sangat mendorong umatnya untuk menjadi pemimpin dan memberikan kontribusi positif bagi kemanusiaan. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ berfirman,

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ.

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: [2]: 104).

Ayat ini menjadi panduan bagi Gen Z muslim untuk aktif dalam menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dengan menggunakan media sosial, komunitas, dan organisasi, mereka bisa menggerakkan perubahan di lingkungan sekitar mereka.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di Journal of Youth Studies[4], disebutkan bahwa Gen Z lebih cenderung terlibat dalam aktivisme sosial dan politik dibandingkan generasi sebelumnya . Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan, terutama dalam mendorong agenda-agenda yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Sebagai kesimpulan, Generasi Z muslim memiliki peran besar dalam membawa perubahan, baik untuk umat Islam maupun dunia secara umum. Dengan keimanan yang kuat, akhlak yang mulia, dan semangat untuk berkontribusi, mereka bisa menjadi agen perubahan yang membawa kebaikan bagi semua. Mari kita dukung dan dorong Gen Z muslim untuk terus bergerak maju, membangun peradaban yang lebih baik dengan cahaya Islam yang menyinari setiap langkah mereka.

* Alumni Pascasarjana IAIN Syekhnurjati Cirebon

Maraji’ :

[1] Pew Research Center. (2019). How Teens and Young Adults Use Social Media and Technology. Retrieved from https://www.pewresearch.org/internet/2023/12/11/teens-social-media-and-technology-2023/.

[2] Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awsath, no. 5949). Syaikh Al-Albani menghasankan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 426 https://rumaysho.com/22113-khutbah-jumat-tidak-hanya-memikirkan-amalan-untuk-diri-sendiri.html

[3] Diriwayatkan oleh Abu Daud no. 4682 dan Ibnu Majah no. 1162. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan) Sumber https://rumaysho.com/7037-amalan-yang-paling-banyak-membuat-masuk-surga.html

[4] Journal of Youth Studies. (2020). Gen Z: A Generation in Search of Identity. https://www.researchgate.net/journal/Journal-of-Youth-Studies-1469-9680.

Download Buletin klik disini

Islam di Mata Gen Z: Tren, Tantangan, dan Peluang

Islam di Mata Gen Z: Tren, Tantangan, dan Peluang

Arif Muhammad Nurwijaya*

 

Generasi Z, atau yang sering disebut Gen Z, merupakan kelompok yang lahir pada akhir 1990-an hingga awal 2010-an dikenal sebagai generasi yang penuh dengan dinamika.[1] Dibesarkan di tengah perkembangan pesat teknologi dan globalisasi, Gen Z memiliki pandangan yang unik terhadap banyak hal, termasuk agama.

Di mata Gen Z, Islam tidak hanya dilihat sebagai warisan budaya dan kepercayaan, tetapi juga sebagai bagian dari identitas dan cara hidup. Artikel ini akan membahas bagaimana Gen Z memandang Islam, tren yang muncul di kalangan mereka, tantangan yang dihadapi, serta peluang yang ditawarkan dalam perkembangan pemahaman agama ini.

Tren Islam di Kalangan Gen Z

Di era digital yang serba cepat, Gen Z memiliki akses yang lebih luas terhadap informasi, termasuk informasi tentang Islam. Hal ini menciptakan beberapa tren baru yang memperlihatkan cara Gen Z mempraktikkan dan memahami agama. Gen Z dikenal sebagai generasi yang lebih kritis dalam memandang sesuatu, termasuk ajaran agama.[2] Mereka cenderung bertanya dan mencari alasan di balik aturan-aturan agama. Mereka ingin memahami makna dan relevansi dari setiap ajaran, bukan hanya sekadar mengikuti secara buta.

Media sosial dan internet merupakan bagian penting dalam kehidupan sehari-hari Gen Z.[3] Mereka menggunakan teknologi digital tidak hanya untuk hiburan, tetapi juga untuk memperdalam pemahaman agama Islam. Al-Qur’an juga mengajarkan penting dan wajibnya mencari ilmu agama dalam kehidupan ini, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

Katakanlah (Muhammad), ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakal sehatlah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. az-Zumar [39]: 9)

Nabi ﷺ juga bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah No. 224)[4]

Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube telah menjadi platform utama bagi Gen Z untuk mempelajari dan menyebarkan ajaran Islam. Influencer Muslim muda menggunakan platform ini untuk membagikan konten agama dengan gaya yang menarik, interaktif, dan kreatif. Ceramah agama, diskusi tentang isu-isu kontemporer, hingga tips gaya hidup Islami menjadi konsumsi harian yang populer.  Ini membantu mendekatkan Islam kepada generasi muda lainnya dengan cara yang relevan dan tidak kaku.

Akses mudah terhadap informasi agama ini bisa menjadi peluang besar dalam penyebaran dakwah. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa menyampaikan kebaikan walaupun sedikit adalah ibadah, sebagaimana disebutkan dalam hadits,

بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR. Bukhari)

Tantangan Gen Z dalam Menjalankan Islam

Meskipun tren Islam di kalangan Gen Z terlihat positif, generasi ini juga dihadapkan pada berbagai tantangan dalam memahami dan menjalankan ajaran agama, terutama di tengah dunia modern yang semakin kompleks.

Gen Z memiliki jadwal yang padat dalam akademiknya sehingga sulit memiliki waktu yang cukup untuk beribadah dan melakukan aktivitas keagamaan. Hal ini dapat menyebabkan Gen Z tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan kebiasaan ibadah yang seimbang.[5] Oleh karenanya penting mengatur jadwal dan menyisihkan waktu untuk belajar agama serta memilih lingkungan atau teman yang bisa mendukungnya untuk tetap bisa beribadah dengan baik.

Selain tantangan tersebut, Gen Z tumbuh di tengah globalisasi dan fragmentasi informasi agama di internet. Tidak semua informasi yang beredar tentang Islam berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Hoaks, misinterpretasi, dan radikalisme bisa tersebar dengan mudah di platform online. Hal ini membuat Gen Z harus lebih kritis dan selektif dalam menyaring informasi agama yang mereka dapatkan.[6]

Allah Ta’ala telah memperingatkan,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu seorang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al-Hujurat [49]: 6)

Nabi ﷺ juga mengajarkan umatnya untuk selalu memverifikasi dan mencari kebenaran dalam setiap informasi yang diterima dalam sabdanya,

دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ

Tinggalkanlah apa yang meragukanmu menuju kepada apa yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi no. 2518)[7]

Untuk itu, penting bagi Gen Z untuk mendalami ajaran Islam dari sumber-sumber yang terpercaya, seperti Al-Qur’an, Hadis, dan ulama yang memiliki pemahaman yang lurus.

Dalam konteks global, banyak negara mengalami peningkatan Islamofobia. Stereotip negatif tentang Islam, terutama di media Barat, menjadi tantangan besar bagi Gen Z Muslim yang tinggal di negara-negara dengan mayoritas non-Muslim. Mereka sering kali harus menghadapi diskriminasi atau prasangka buruk, yang memaksa mereka untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka sebagai Muslim dan menjelaskan Islam dengan cara yang damai dan inklusif. Al-Qur’an mengajarkan umat Islam untuk bersikap sabar dan terus berdakwah dengan cara yang baik sebagaimana firman-Nya,

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl [16]: 125)

Peluang di Masa Depan bagi Islam di Kalangan Gen Z

Meskipun banyak tantangan, ada juga banyak peluang yang bisa dimanfaatkan oleh Gen Z dalam memahami dan menyebarkan ajaran Islam. Beberapa peluang ini bahkan bisa membantu memperkuat posisi Islam di era modern.

Teknologi memberikan Gen Z alat untuk belajar dan menyebarkan pesan Islam dengan cara yang lebih luas dan efektif. Aplikasi Al-Qur’an, podcast Islami, hingga platform diskusi online tentang Islam memberikan ruang bagi generasi ini untuk belajar dan berbagi ilmu agama dengan cara yang lebih interaktif. Ini membuka peluang bagi Islam untuk terus berkembang dalam format yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman.

Gen Z cenderung lebih kritis dalam memandang agama, yang berarti mereka juga berpotensi memimpin perubahan positif dalam pendidikan Islam. Mereka menuntut pendekatan yang lebih relevan, inklusif, dan logis dalam memahami ajaran Islam. Dengan pendekatan ini, Islam dapat semakin diterima oleh generasi muda dan tetap relevan di tengah perkembangan zaman.

Peluang besar lainnya adalah integrasi nilai-nilai Islam dengan isu-isu lingkungan. Islam menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan tidak merusaknya, sebagaimana dalam firman-Nya,

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum [30]: 41).

Maraji’ :

* Ketua Hijrah Dakwah (@hijrahdakwah.id), sumber: https://muslim.or.id/author/arifmn.

[1] Generation Z. Collins Dictionary. https://www.collinsdictionary.com/us/dictionary/english/generation-z. Diakses pada 16 September 2024.

[2] Rizka Ichsanul Karim. Tesis: Kehidupan Beragama Generasi Z Dalam Era Digital. https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/14080/1/Tesis_1703018054_RizkaIchsanulKarim.pdf. Diakses pada 16 September 2024.

[3] Hellen Chou Pratama. Cyber Smart Parenting. Bandung: Visi Anugerah Indonesia; 2012 M. h.  20.

[4] Dishahihkan oleh Al Albani dalam shahih al-Jami’ish Shaghir. https://dorar.net/hadith/search?q=العِلمِ+فريضةٌ+على+كلِّ+مسلمٍ dan https://dorar.net/hadith/sharh/126132. Diakses pada 16 September 2024.

[5] Rodia Tammardiah Hasibuan dkk. Tantangan Penerapan Pendidikan Islam Pada Generasi Z. Journal on Education, Vol. 07 No. 01, Tahun 2024 h. 1267.

[6] Ismail, M. Pentingnya Sumber Valid dalam Pembelajaran Islam untuk Generasi Z. Bandung: Mizan.

[7] Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan shahih. https://www.alukah.net/sharia/0/137664/. Diakses pada 16 September 2024.

Download Buletin klik disini

Meneladani Sisi Lain Sang Rahmatan Lil ‘Alamin

Meneladani Sisi Lain Sang Rahmatan Lil ‘Alamin

Agus Fadilla Sandi*

 

Nabi Muhammad ﷺ sebagai sosok yang dicintai dan diikuti oleh lebih dari dua miliar umat Muslim di seluruh dunia,[1] tidak hanya dikenal karena ajaran dan wahyu yang beliau sampaikan. Namun, beliau dikenal pula karena kepribadian dan perilaku beliau yang penuh rahmat. Allah ﷻ berfirman,

وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ

“Kami tidaklah mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam” (Q.S. Al-Anbiya’ [21]: 107).

Nabi Muhammad ﷺ adalah contoh sempurna dari sosok yang penuh cinta dan rahmat. Beliau tidak hanya membawa pesan ilahi, tetapi juga mempraktikkannya dalam keseharian. Dalam kehidupan sehari-hari, Nabi Muhammad ﷺ memiliki sisi-sisi unik yang sering kali tidak diketahui banyak orang. Sisi lain beliau ini menggambarkan betapa beliau adalah seorang yang penuh keceriaan, kepedulian, dan kelembutan.

Melalui catatan ringan ini mari kita mengenali tiga hal unik yang menjadi sisi lain dari Sang Rahmatan Lil ‘Alamin, Nabi Muhammad ﷺ. Diawali dengan mengenali, moga kemudian kita terdorong untuk meneladani Nabi Muhammad ﷺ dengan lebih baik. Menggali hikmah dari setiap sisi kehidupannya yang tidak hanya sebagai utusan Allah, namun juga sebagai manusia biasa dengan kepribadian yang istimewa.

Pertama, Humor dan Keceriaan Nabi

Nabi Muhammad ﷺ dikenal sebagai sosok yang humoris dan ceria. Meskipun ia memikul tanggung jawab besar sebagai Rasul, tapi ia sering kali tersenyum dan bercanda dengan lembut kepada sahabat-sahabatnya. Suatu hari Nabi pernah bercanda dengan seorang wanita tua, ia mengatakan, “Orang tua tidak akan masuk surga.” Seketika wanita itu merasa khawatir, Nabi ﷺ lalu menjelaskan dengan tersenyum, “Karena semua akan kembali muda di surga.”[2]

Bercanda adalah perkara penting yang dengannya dapat meringankan beban hidup seseorang. Asal, syaratnya tidak boleh berdusta apalagi sampai menghina. Nabi ﷺ merupakan pribadi yang humoris dan ceria. Namun, humornya Nabi ﷺ selalu jujur tak pernah dusta. Keceriaan Nabi ﷺ tidak menghina orang lain apalagi sampai merusak kehormatan.

Abu Hurairah menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai, Rasulullah! Apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?” Beliau menjawab,

نَعَمْ ! غَيْرَ أَنِّي لاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًّا

“Ya, hanya saja aku tidak mengatakan kecuali yang benar” (H.R. At-Tirmidzi, No. 1990).[3]

Pribadi Nabi ﷺ yang humoris dan ceria itu ternyata diikuti pula oleh para sahabatnya. Hingga Ibnu Umar pernah ditanyakan, “Apakah para sahabat Rasulullah itu tertawa (bersenda gurau, pen)?” Lalu ia jawab, “Ya, namun iman di hati mereka lebih agung dari pada gunung!” Begitupun Bilal bin Sa’ad menggambarkan bahwa sahabat Rasulullah ﷺ itu didapatinya saling melempar humor di antara mereka. Tapi, saat malam tiba mereka bagaikan petapa dalam ibadahnya.[4]

Kedua, Kepedulian dalam Urusan Rumah Tangga

Nabi Muhammad ﷺ sangat peduli dan aktif dalam membantu pekerjaan rumah tangga. Beliau ﷺ menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sandal, dan membantu keluarganya dalam tugas-tugas sehari-hari.[5] Hal ini menggambarkan kerendahan hati Rasulullah ﷺ dalam kehidupan sehari-hari, di mana beliau melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri meskipun berstatus sebagai Nabi dan pemimpin umat.

Diriwayatkan dari Aisyah Ummul Mukminin, Rasulullah  ﷺbersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku” (H.R. At-Tirmidzi No: 3895).[6]

Siapa di antara kita yang lebih sibuk dari pada Nabi ﷺ? Jika beliau yang amat sangat sibuk masih memperhatikan keluarganya, lantas bagaimana dengan orang-orang yang hanya dengan sedikit kesibukan sudah menyebabkan keluarganya terlalaikan? Na’udzubillah.

Ketiga, Kepemimpinan Penuh Cinta

Kendati banyak peperangan yang terjadi pada masa hidupnya, Nabi Muhammad ﷺ bukanlah pribadi yang keras, melainkan sosok pemimpin yang penuh damai dan cinta. Perhatikanlah saat menaklukkan Makkah (Fathu Makkah), Nabi ﷺ memaafkan semua orang yang sebelumnya memusuhinya dan tidak menuntut balas dendam, meskipun beliau memiliki kekuatan untuk melakukannya.[7]

Nabi Muhammad ﷺ berhasil memimpin dengan penuh cinta terlihat dari kesabarannya menghadapi musuh-musuhnya. Beliau sering mendoakan mereka agar mendapatkan petunjuk dan hidayah. Salah satu contohnya adalah Nabi ﷺ yang terus mendoakan Umar bin Khattab agar mendapatkan hidayah, dan akhirnya doanya dikabulkan.[8]

Itulah Nabi Muhammad ﷺ, pemimpin penuh cinta. Hal ini tentunya senada dengan apa yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an, “Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.” (Q.S. Ali Imran [3]: 159)

Kepemimpinan Nabi Muhammad ﷺ merupakan kepemimpinan yang diwarnai kelembutan hati dan kasih sayang. Beliau memaafkan musuh-musuhnya, mendoakan mereka yang menentangnya, dan selalu berharap kebaikan bagi orang lain. Inilah teladan kepemimpinan penuh cinta yang harus kita ikuti—kepemimpinan yang mengayomi dan melindungi, serta membawa rahmat dan petunjuk bagi semua.

Teladan Lahirkan Kerahmatan

Teladan hidup Nabi Muhammad ﷺ adalah cahaya yang menerangi jalan kita. Mengikuti sifat beliau yang ceria, peduli, dan penuh kasih, kita akan tertuntun dalam memperbaiki diri sendiri, serta membawa rahmat bagi orang-orang di sekitar kita. Itulah inti sari dari menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Kini, sudah saatnya bagi kita tidak hanya mengagumi sifat-sifat Nabi ﷺ, tetapi juga ikut mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga Allah ﷻ memampukan kita dalam mengikuti jejak beliau yang senantiasa bercanda dengan cara yang baik, memperlakukan keluarga dengan lembut, dan memimpin dengan penuh cinta. Mari bersama-sama menapaki jalan yang lebih baik, sejalan dengan teladan sisi lain dari Sang Rahmatan Lil ‘Alamin.

Maraji’ :

* Direktur MSQ Learning Center

[1] “Muslim Population by Country 2024,” diakses 10 September 2024, https://worldpopulationreview.com/country-rankings/muslim-population-by-country.

[2] “الدرر السنية,” diakses 10 September 2024, https://dorar.net/h/6SUAZUgO.

[3] “الدرر السنية – الموسوعة الحديثية – شروح الأحاديث,” dorar.net, diakses 10 September 2024, https://dorar.net/hadith/sharh/36061.

[4] Zad Majumu’aah, As-Sirah An-Nabawiyyah Al-Juz At-Tsani (Zad Group, 2017), h. 48.

[5] “الدرر السنية – الموسوعة الحديثية – شروح الأحاديث,” dorar.net, diakses 10 September 2024, https://dorar.net/hadith/sharh/91852.

[6] “الدرر السنية – الموسوعة الحديثية – شروح الأحاديث,” dorar.net, diakses 10 September 2024, https://dorar.net/hadith/sharh/29952.

[7] TEMPO Publishing dan Amandra Mustika Megarani et.al, Kilau Mutiara Sejarah Nabi (Tempo Publishing, t.t.) h. 50.

[8] Ipnu R. Nugroho, Menjadi Muslim Berakhlak Mulia: Bersama Gus Baha (Anak Hebat Indonesia, 2023), h. 162.

Download Buletin klik disini

Livehack Islami Ala Gen-Z Masa Kini

Livehack Islami Ala Gen-Z Masa Kini

Muhammad Irfan Dhiaulhaq AR

 

Rasa-rasanya, kalimat “Gen-Z” yang sudah akrab di telinga kita ini sudah tersebar dibeberapa aspek kehidupan. Beberapa contoh seperti “Kamu bukan Gen-Z kalau belum coba hal ini” atau bahkan hal-hal keseharian seperti “Top 5 Makanan Favorit Gen-Z”. Namun, apa sebenarnya Gen-Z itu? Generasi Z atau lebih akrab disebut sebagai Gen-Z adalah mereka yang lahir setelah tahun 1995 atau pasca millenial hingga akhir tahun 2012. Data dari Sensus Penduduk tahun 2020 menyatakan bahwa mayoritas penduduk Indonesia didominasi oleh Gen-Z dengan 27,94 persen dari total populasi yang ada[1].

Beberapa karakteriscik utama dari Gen-Z adalah digital savvy (memiliki kemampuan menggunakan teknologi digital dan cepat beradaptasi dengan teknologi baru karena lahir di era dengan perkembagan teknologi yang masif dan penetrasi internet yang tinggi), aesthetic (suka estetika atau hal-hal indah), dan risk averse (memiliki kecenderungan menghindari risiko yang membahayakan).[2]

Tak kalah menarik, Islam juga punya beberapa Livehack atau solusi dalam beberapa aspek kehidupan ala Gen-Z. Hal-hal menarik tersebut timbul seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang ada. Berikut beberapa Livehack Islami ala Gen-Z masa kini.

Cinta Allah Melebihi Cintaku Padanya

Perihal nuansa romansa di kalangan Gen-Z sudah menjadi adat istiadat semata. Kebanyakan Gen-Z gemar untuk menuai perasaan antara satu sama lain. Namun, bagaimana bentuk Islam sebagai rahmatan li-alamin dalam menumbuhkan rasa cinta antara umat manusia. Allah l berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ ٱلرَّحْمَٰنُ وُدًّا

“Sungguh orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.“ (QS. Maryam [19]: 96).

Rasa yang tumbuh dan diberikan oleh sang Maha Cinta tersebut merupakan bentuk anugrah yang diberikan atas kebajikan yang kita kerjakan. Maka, sepantasnya rasa cinta kita kepada Allah l sang pemberi rasa cinta sebenarnya, yang tidak akan berubah dan pergi, yang selalu ada untuk kita  lebih besar daripada rasa cinta kita kepada ciptaan-Nya.

Semua Pasti Allah Solusinya

Seiring perkembangan zaman, banyak problematika yang terjadi khususnya permasalahan yang sedang trend bagi kalangan Gen-Z seperti isu mental health, trust issue dan lain sebagainya. Kondisi tersebut dapat berdampak pada keseharian mereka kedepannya.[3] Untuk itu, Islam mengajarkan kepada kita bahwa jika dalam pandangan manusia sebuah permasalahan tak dapat selesai, itu tandanya bahwa Allah l ingin kita untuk memohon kepadanya. Allah l berfirman,

فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا .إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا

“Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.” (QS. al-Insyirah [94]: 5-6).

Allah l tekankan bukan hanya sekali, namun dua kali dalam surah al-Insyirah bahwa setiap masalah pasti didatangkan sebuah solusi atasnya. Dan tidak hadir sebuah masalah melainkan untuk menaikkan derajat seorang hamba yang ia sayangi.

Kumpul Circle Islami

Selain kemampuan Gen-Z untuk beradaptasi lebih cepat dengan teknologi, mereka juga mampu menerima perbedaan di sekitar. Entah itu agama, suku, ras, adat istiadat dan sebagainya. Terbukanya sebuah akses informasi membuat mereka lebih mudah untuk memahami sebab-akibat yang timbul dalam dunia pertemanan mereka. Gen-Z juga dikenal tidak mempermasalahkan kelompok yang berbeda dengannya yang dengan kata lain dapat disebut sebagai open minded.[4]  Atas perilaku yang positif tersebut, Islam menyempurnakan sebuah kelompok pertemanan dengan saling mengingatkan atas kebaikan serta lebih dekat kepada sang pencipta.

Hal ini selaras dengan sebuah hadits dari sahabat Ibnu Mas’ud, ia berkata, datang seorang lelaki kepada Nabi ﷺ, kemudian lelaki ini berkata, “Yā Rasūlullāh, sesungguhnya tungganganku (ontaku) tidak bisa lagi aku naiki maka berilah tunggangan bagiku.” Jawab Rasūlullāh , “Aku tidak memiliki tunggangan yang bisa aku berikan kepadamu.” Tiba-tiba ada seorang lelaki mengatakan, “Yā Rasūlullāh, aku bisa menunjukkan kepada orang ini terhadap orang yang bisa memberikan tunggangan kepada dia.” Maka Rasūlullāh mengatakan,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ، فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فاَعِلِهِ

“Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka bagi dia pahala yang orang yang mengerjakan kebajikan tersebut.” (HR. Muslim, no. 1893)

Hadits ini menjelaskan bahwa orang yang menunjukkan kepada orang lain suatu kebaikan, ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya. Pengertian ini ada juga pada hadits Abu Hurairah zbahwa Nabi ﷺ bersabda,

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

Barangsiapa mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya, dan pahala orang yang melakukannya setelahnya; tanpa berkurang sesuatu apapun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang buruk, maka ia menanggung dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya setelah dia, tanpa berkurang sesuatu pun dari dosa-dosa mereka.“ (HR. Muslim, no. 1017).

Maka adat istiadat Gen-Z yang selalu mengedepankan kebaikan terhadap teman sebayanya perlu dipertahankan. Apalagi di dunia perkuliahan, memiliki banyak teman dan lingkungan yang selalu mengingatkan terhadap kebaikkan merupakan salah satu anugerah termahal dari Allah ﷻ karena merekalah yang selalu mengingatkan kita terhadap kebaikkan serta agar lebih taat kepada Allah ﷻ.

Outfit Islami Ala Gen-Z

Sisi lain dari uniknya Gen-Z ialah mereka punya ciri khas yaitu aesthetic atau suka dengan suatu hal yang bersifat indah dan rapih bagi dirinya. Hal itu mencakup seperti barang, kendaraan  ataupun pakaian sehari-hari. Gen-Z terkenal dengan pakaian yang bergaya unik, trendi dan eksperimental seperti gaya klasik ataupun modern.[5] Hal tersebut berpotensi menimbulkan sebuah trend, baik itu negatif maupun positif terhadap gaya busana Gen-Z kedepannya. Padahal, Islam secara jelas menuntun umatnya berdasarkan syari’at atas tata cara berpakaian yang baik. Allah ﷻ berfirman,

يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَٰرِى سَوْءَٰتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.“ (QS. Al-A’raf [7]: 26).

Maka trend yang harus diikuti adalah yang sesuai dengan syari’at Islam seperti ketentuan untuk menutup aurat serta bersumber dari sesuatu yang halal.

Semoga kita senantiasa selalu dalam bimbingan Allah l diseluruh lintas generasi, baik Generasi Z maupun generasi yang lainya.

Maraji’ :

[1] Hatim Gazali, “Islam Untuk Gen Z: Mengajarkan Islam, Mendidik Muslim Generasi Z: Panduan Bagi Guru PAI,” February 26, 2021, https://doi.org/10.31219/osf.io/w3d7s. Diakses pada 12 September 2024.

[2] Ir Firlan Mustafa M.M, Game Motivasi : Akselerasi Gen Z menerabas Impian dengan metode “KITA,” vol. 8 (Indramayu: Penerbit Adab, 2020).

[3] Febri Sari and Maulidya Nurdini, “Edukasi Mental Health Dan Penyimpangan Seksual Bagi Remaja,” Jurnal Pustaka Mitra (Pusat Akses Kajian Mengabdi Terhadap Masyarakat) 2, no. 2 (June 28, 2022): 135–38, https://doi.org/10.55382/jurnalpustakamitra.v2i2.175. Diakses pada 12 September 2024.

[4] Ruangguru Tech Team, “Mengenal Gen Z, Generasi Yang Dianggap Manja,” December 18, 2023, https://www.brainacademy.id/blog/gen-z. Diakses pada 12 September 2024.

[5] Shitara Raudhotul Jannah, Zulfa Khoirunnisa, and Andhita Risko Faristiana, “Pengaruh Korean Wave Dalam Fashion Style Remaja Indonesia,” Jurnal Ilmiah Pendidikan Kebudayaan Dan Agama 1, no. 3 (June 9, 2023): 11–20, https://doi.org/10.59024/jipa.v1i3.219. Diakses pada 12 September 2024.

Download Buletin klik disini

Adab-Adab Mendatangi Masjid

Adab-Adab Mendatangi Masjid

Fathurrahman

 

Dengan memohon pertolongan kepada Allah dan menyebut-nyebut nama-nama-Nya yang mulia  kita berharap agar dimudahkan dalam melakukan ketaatan dan terus-menurus memuji-Nya karena Dia-lah Allah yang pantas untuk dipuji. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan mulia Nabi Muhammad ﷺ.

Adapun setelah itu, ketahuilah wahai saudaraku, bahwa Islam mengajarkan berbagai adab dalam melaksankan ibadah salah satu adab yang perlu diingatkan kembali adalah adab-adab dalam mendatangi masjid, di antara adab tesebut yaitu:

  1. Mengikhlaskan niat karena Allah

Adab pertama dalam setiap amal shalih adalah perkara niat. Hendaknya seseorang yang ingin ke masjid mengikhlaskan niatnya semata-mata karena Allah ﷻ. Bukan karena rasa ingin dipuji manusia atau ingin dilihat oleh masyarakat, jika ini yang ada, atau bercampur dengan niat yang lain maka amal tersebut sia-sia. Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya semua amalan itu terjadi dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhâri, no. 1 dan Muslim, no. 1907)

  1. Berwudhulah di rumah sebelum berangkat ke masjid

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muslim, Nabi ﷺ bersabda,

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim, no 1553)

  1. Menghindari bau tidak sedap ketika pergi ke masjid

Yang demikian berdasarkan hadits dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ أَكَلَ ثَوْمًا أَوْبَصَلاً فًلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فيِ بَيْتِهِ

Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah maka hendaklah menjauhi kita”, atau bersabda, “Maka hendaklah dia menjauhi masjid kami dan hendaklah dia duduk di rumahnya”

Dalam sebuah lafazh dari Muslim disebutkan,

فَإِنّ الْمَلاَئِكَةَ تَتَأَذّى مِمّا يَتَأَذّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ

“Karena malaikat merasa terganggu sebagaimana anak Adam (umat manusia) juga merasa terganggu.” (HR. al-Bukhari no.855 dan Muslim no.564)[1]

Diqiaskan dalam hal ini, setiap yang menimbulkan aroma tidak sedap yang mengganggu orang-orang yang mengerjakan shalat seperti bau rokok, atau bau tidak sedap yang timbul dari badan atau dari pakaian yang kotor. Maka wajib bagi orang yang mengerjakan shalat untuk memeriksa dirinya sebelum mendatangi masjid sehingga ia tidak mengganggu orang-orang yang mengerjakan shalat yang menyebabkan berdosa karenanya.

  1. Berpakaian rapi, sopan, dan bersih (indah dipandang)

Sebagaimana perintah Allah ﷻ dalam firman-Nya,

يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid” (QS. al-A’râf [7]: 31

  1. Berdoa saat keluar rumah menuju ke masjid

Saat keluar dari rumah, Rasulullah ﷺ mengajarkan kita untuk mengucapkan doa. Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi ﷺ bersabda,

إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ قَالَ يُقَالُ حِينَئِذٍ هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِيَ وَكُفِيَ وَوُقِيَ

“Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya lalu mengucapkan:  Bismillâhi tawakkaltu ‘alallâhi, lâ haula wa lâ quuwata illâ billâh.” “Dengan nama Allah aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah). ‘Beliau bersabda, “Maka pada saat itu akan dikatakan kepadanya, ‘Kamu telah mendapat petunjuk, telah diberi kecukupan, dan mendapat penjagaan’, hingga setan-setan menjauh darinya. Lalu setan yang lainnya berkata kepadanya (setan yang akan menggodanya, pent.), “Bagaimana (engkau akan mengoda) seorang laki-laki yang telah mendapat petunjuk, kecukupan, dan penjagaan.” (HR. Abu Daud no. 595, At-Tirmidzi no. 3487)

  1. Berjalan menuju masjid dengan tenang (tidak tergesa-gesa)

Hendaknya berjalan menuju shalat dengan khusyuk, tenang, dan tentram. Nabi ﷺ melarang umatnya berjalan menuju shalat secara tergesa-gesa walaupun shalat sudah didirikan. Abu Qatadah berkata, “Saat kami sedang shalat bersama Nabi ﷺ, tiba-tiba beliau mendengar suara kegaduhan beberapa orang. Sesudah menunaikan shalat beliau mengingatkan,

مَا شَأْنُكُم؟ قَالُوْا: اِسْتَعْجَلْنَا إِلىَ الصَّلاَةِ. فَقَالَ: فَلاَ تَفْعَلُوْا, إِذَا أَتَيْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَعَلَيْكُمْ بِاالسَّكِيْنَةِ  فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا

Apa yang terjadi pada kalian?” Mereka menjawab, “Kami tergesa-gesa menuju shalat.” Rasulullah menegur mereka, “Janganlah kalian lakukan hal itu. Apabila kalian mendatangi shalat maka hendaklah berjalan dengan tenang, dan rakaat yang kalian dapatkan shalatlah dan rakaat yang terlewat sempurnakanlah” (HR. al-Bukhari no 635 dan Muslim no 437)

  1. Dianjurkan membaca doa ketika hendak menuju masjid

Disunnahkan bagi seseorang yang berjalan menghadiri shalat berjamaah di masjid membaca doa yang diajarkan Nabi ﷺ,

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا

Allahummaj’al fî qalbî nûra wa fî basharî nûra wa fî sam’î nûra wa ‘an yamînihî nûra wa ‘an yasârî nûra wa fauqî nûra wa tahtî nûra wa amâmî nûra wa khalfî nûra waj’al lî nûra.” “Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya dari belakangku, dan jadikanlah untukku cahaya.”(HR. Muslim, no. 763).[2]

  1. Berdoa saat masuk masjid dan keluar masjid

Do’a masuk masjid dengan mendahulukan kaki kanan,

أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، (بِسْمِ اللهِ، وَالصَّلاَةُ) (وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ) اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.

“A’ûdzubillâhil ‘azhîmi, bi wajhil karîm, wasulthânihil qadîm minasyaithânirrajîm” (bismillâhi wash-washalâtu) (wassalamu ‘alâ rasûlillah) Allâhummaf tahlî abwâba rahmatik” “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dengan wajahNya Yang Mulia dan kekuasaanNya yang abadi, dari setan yang terkutuk.[3] Dengan nama Allah dan semoga shalawat[4] dan salam tercurahkan kepada Rasulullah[5] Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmatMu untukku.”[6]

Do’a keluar masjid dengan mendahulukan kaki kiri,

بِسْمِ اللهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ، اَللَّهُمَّ اعْصِمْنِيْ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.

“Bismillâhi wash-washalâtu wassalamu ‘alâ rasûlillah, Allâhumma innî as-aluka min fadhlika, Allâhumma’shimnî minasy syaitâhirrajîm” “Dengan nama Allah, semoga sha-lawat dan salam terlimpahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, sesungguhnya aku minta kepadaMu dari karuniaMu. Ya Allah, peliharalah aku dari godaan setan yang terkutuk”.[7]

  1. Melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk

Di antara adab ketika memasuki masjid adalah melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk. Shalat ini diistilahkan para ulama dengan shalat tahiyatul masjid. Rasulullah ﷺ bersabda,

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِ

“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” (HR. Bukhari no. 537 dan Muslim no. 714)

Maraji’ :

[1] HR al-Bukhari no.855 dan Muslim no.564 dan dinilai shahih oleh Syeikh Al-Albani dalam Irwaul Gholil no.547

[2] Disebutkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, dengan menisbatkannya kepada Ibnu Abi ‘Ashim dalam kitab Ad-Du’a. Lihat Fathul Bari 11/118. Katanya: “Dari berbagai macam riwayat, maka terkumpullah sebanyak dua puluh lima pekerti”.

[3] HR. Abu Dawud, lihat Shahih Al-Jami’ no.4591.

[4] HR. Abu Dawud, lihat Shahih Al-Jami’ 1/528.

[5] HR. Abu Dawud, lihat Shahih Al-Jami’ 1/528.

[6] HR. Muslim 1/494. Dalam Sunan Ibnu Majah, dari hadits Fathimah i “Allahummagh fir li dzunubi waftahli abwaba rahmatik”, Al-Albani menshahihkannya karena beberapa shahid. Lihat Shahih Ibnu Majah 1/128-129.

[7] Tambahan: Allâhumma’shimnî minasy syaithânir rajîm, adalah riwayat Ibnu Majah. Lihat Shahih Ibnu Majah 129.

Download Buletin klik disini

Ketika Allah Yang Maha Lembut Berkehendak

Ketika Allah Yang Maha Lembut Berkehendak

La Ardin Ma’ruf*

 

Bismillâhi walhamdulillâh wash shalâtu was salâmu ‘ala rasûlillâh,

Saya akan mengajakmu untuk mengenal lebih jauh tentang Dia Yang Maha Lembut. Yang mungkin kita tidak sadar atas kelembutan-Nya. Ketika Allah yang Maha Lembut berkehendak untuk menolong kita.  Dia akan memerintahkan sesuatu yang tidak engkau sangka itu menjadi sebab keselamatanmu, baik sadar maupun tidak. Karena Dia Maha Mengetahui lagi Maha Lembut sedangkan kita tidak.

Allah ﷻ berfirman,

لَّا تُدْرِكُهُ ٱلْأَبْصَٰرُ وَهُوَ يُدْرِكُ ٱلْأَبْصَٰرَ ۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلْخَبِيرُ

Dia tidak dapat dijangkau oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu. Dan Dialah Yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-An’am [6]: 103).

Allah Yang Maha Lembut Berkehendak

Tidakkah engkau merasakan, Allah yang Maha Lembut menghendaki orang yang tidak anda mengharapkan kebaikannya, justru menjadi sebab engkau memperoleh kebaikan itu. Jika dirimu belum merasakannya, coba renungkan keburukan yang bisa menimpa siapa saja. Namun hal itu tidak diperlihatkan olehmu atau keburukan tersebut tidak menempuh jalan sampai kepadamu. Dan mungkin saja engkau dipertemukan dengannya lalu dia dipalingkan dari jalan yang engkau lalui.

Ketika Allah Yang Maha Lembut menghendaki untuk menjaga kita dari kemaksiatan. Dia akan membuat kita membenci kemaksiatan tersebut atau mempersulit untuk melakukannya. Dan mungkin saja kemaksiatan sudah di depan mata namun kita disadarkan pada saat itu juga.

Maka saya berharap agar kita bisa menjadi hamba yang rindu akan kelembutan-kelembutan Allah Yang Maha Lembut. Agar kita dapat melihat dengan mata hati akan takdir yang menimpa, bahwa ada tanda kelembutan yang hanya kita ketahui sendiri.[1]

Diri ini yang belum bisa berbagi banyak disebabkan dosa yang menutup hati, pandangan yang berbalut dengki, serta amal yang tak berisi. Hanya mampu berbagi dari kisah para nabi.

Ketika Allah Yang Maha Lembut berkehendak mengeluarkan Nabi Yusuf u dari penjara, Dia tidak serta merta menghancurkan temboknya atau mencabut nyawa para penjaga tersebut. Namun dijadikan sang raja bermimpi dalam malamnya. Sehingga dengan mimpi tersebut menyelamatkan Nabi Yusuf dari kezhaliman yang membelenggunya.[2] Sebagaimana diceritakan dalam al-quran surat Yusuf ayat 43 sampai 55.

Tatkala Allah Yang Maha Lembut berkehendak menepis tuduhan keji yang dilontarkan Yahudi kepada Maryam dan anaknya. Dia berbuat dengan cara yang tak terpikirkan mereka, Nabi Isa u berbicara dalam buaian bahwa dia adalah Nabi dan Rasul-Nya. Seperti yang Allah sebutkan dalam al-Quran surah an-Nisa ayat 156 dan Dia yang Maha Lembut menceritakan ucapan Isa u pada surah Maryam ayat 27 sampai 33.

Disaat Allah Yang Maha Lembut mengeluarkan Rasulullah dan para sahabatnya dari sulitnya hari-hari pemboikotan. Dia tidak mengirim gajah untuk meluluh lantahkan, tidak pula suara petir yang membinasakan namun hanya rayap. Ia rayap, yang hidupnya di tempat lembab namun bisa berada pada wilayah kering lagi panas hanya untuk menggerogoti  papan perjanjian.

Sungguh Dialah Yang Maha Lembut, dengan kelembutan-Nya menjadikan hal yang dianggap remeh bisa merubah lembaran-lembaran kehidupan. Karena Dia Maha Mengetahui lagi Maha Lembut.

Allah ﷻ berfirman,

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلْخَبِيرُ

Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu tampakan atau rahasiakan). Dan Dia Maha Lembut lagi Maha Mengetahui” (QS. al-Mulk [67]: 14).

Bagaimana mungkin Dia tidak mengetahui, sementara Dialah yang menyembunyikan pemberian-pemberian-Nya, sehingga begitu halus datangnya, tenang cahayanya dan sejuk keberadaannya. Bagaimana mungkin Rabb yang memuliakan secara tersembunyi, memberi secara tersembunyi dan memalingkan keburukan secara tersembunyi tidak mengetahui semua kelembutan yang Dia ciptakan?

Syaikh As-Sa’di v berkata, “Dan di antara makna Maha Lembut adalah Allah memperlakukan hamba-hamba dan orang-orang yang dikasihi-Nya dengan lemah lembut. Allah mendorong mereka menuju kebaikan padahal mereka tidak merasakan hal itu. Allah menjaga mereka dari keburukan padahal mereka tidak mengira, dan mengangkat mereka ke tingkatan tinggi dengan berbagai sebab yang sama sekali tidak dikira oleh manusia. Bahkan Allah membuat mereka merasakan berbagai hal yang tidak disukai untuk menyampaikan mereka pada harapan tertinggi dan keinginan-keinginan mulia.”[3]

Hikmah Mengenal Allah Maha Lembut

Berkata syaikh Abdul ‘Aziz dalam kitabnya menjelaskan orang yang mengenal Allah Yang Maha Lembut akan terdapat pada dirinya enam hal, diantaranya[4]:

  1. Dia akan merasa cukup atas apa yang ia peroleh. Karena Allah l mengetahui apa yang terbaik baginya dan memberikan rezeki sesuai dengan kadar seorang hamba.
  2. Dia akan menjadi manusia yang kuat yang berjuang menghadapi musibah dengan bersabar dan mamatuhi aturan agamanya hingga meraih akhir yang baik. Karena dia mengetahui Allah l memberikan musibah dan aturan agama untuk menyempurnakan manusia.
  3. Dia akan selalu berpikir positif kepada Allah l. Karena dia yakin tidak terkabulkan doa agar melindunginya dari keburukan.
  4. Dia tidak berpikir buruk kepada Allah l. Karena Allah l menghindarkan sebagian hamba-Nya dari musibah untuk menjaga keimanannya.
  5. Agar dia tidak merasa sombong dengan amalan-amalan kebaikan yang dilakukannya. Karena dia mengetahui Allah l mentakdirkan hamba-hambanya terjerumus kepada dosa agar mereka tergugah untuk bertaubat dan tidak menyombongkan diri dihadapan manusia.

Setelah kita mengenal bersama nama yang agung ini, walau baru sedikit saja dari maknanya. Adapun selebihnya tentang makna yang tersembunyi, maka silahkan memahami, merenungkan dan merujuk kepada kitab-kitab para ulama tentang hal itu.

Setelah kita mengenal-Nya, bukankah dirimu pantas untuk mencintai Allah Yang Maha Lembut? Dan bukankah engkau harus lebih meningkatkan dzikir, muraqabah, harapan dan rasa takut kepada-Nya dalam hatimu?

Maraji’ :

* alumni TMUA UII 2015

[1] Ali bin Jabir al-Faifi. Li Annakallah. Solo: Purtaka Arafah. 2021 M. Cet. Ke-III. h.103

[2] Ibid.

[3] https://tafsirweb.com/11042-surat-al-mulk-ayat-14.html. Diakses pada Jumat, 16 Agustus 1014

[4] Abdul ‘Aziz bin Nashir al Julayyil. Wallahul Asmaul Husna Faduuhu Biha. Riyad:  1436. Cet. Pertama. h.42.

Download Buletin klik disini

Kebhinekaan dan Kemerdekaan: Hikmah dari Kehidupan Lebah

Kebhinekaan dan Kemerdekaan: Hikmah dari Kehidupan Lebah

Fahri Hanif Rais Wibowo*

 

Sahabat al Rasikh, semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah ﷻ. Dalam menjalani kehidupan, kita sebagai hamba-Nya harus selalu bersyukur atas kesehatan, waktu, peluang, dan juga kemerdekaan yang diperoleh melalui perjuangan panjang. Dengan kemerdekaan itu, kita dapat hidup dan beribadah dengan aman dan tenteram.

Kemerdekaan yang telah kita raih sepatutnya tidak disia-siakan. Kita harus mengisi dan memanfaatkannya untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah ﷻ, yang secara mutlak memberikan kemerdekaan ini kepada kita. Sebesar apa pun usaha kita, jika Allah ﷻ tidak menghendaki, maka itu tidak akan pernah terjadi. Itulah target utama kita dalam mengisi kemerdekaan. Selain itu, kita juga harus senantiasa memberikan nafkah yang baik kepada keluarga, mempererat tali silaturrahim, menolong sesama, bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan, serta terus belajar dan berkarya untuk kemaslahatan umat.

Sikap-sikap tersebut sangat identik dengan seorang mukmin yang taat, seperti yang diumpamakan oleh Nabi Muhammad ﷺ dengan seekor lebah madu. Dalam hadits dari Abdullah bin Amru ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ ‏ ‏مُحَمَّدٍ ‏ ‏بِيَدِهِ إِنَّ مَثَلَ الْمُؤْمِنِ ‏ ‏لَكَمَثَلِ النَّحْلَةِ أَكَلَتْ طَيِّبًا وَوَضَعَتْ طَيِّبًا وَوَقَعَتْ فَلَمْ تَكْسِر ولم تُفْسِد

Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Sesungguhnya perumpamaan seorang mukmin itu bagaikan lebah yang selalu memakan yang baik, dan mengeluarkan yang baik. Ia hinggap (di ranting), namun tidak membuatnya patah dan rusak.” (HR. Ahmad, No: 18121; Hakim, No: 8566; Baihaqi, No: 5765).[1]

Dari hadits di atas, kita bisa belajar bahwa lebah adalah hewan yang sangat istimewa, hingga diumpamakan dengan seorang mukmin. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat kita contoh dari lebah untuk mengisi kemerdekaan.

Sikap Positif dan Cermat

Lebah cenderung hanya pada hal-hal yang positif dan cermat dalam memilih makanan atau sari bunga yang baik saja. Begitu pula seorang mukmin harus mencari dan berusaha memperoleh makanan, minuman, serta kebutuhan yang halal dan thayyib. Lebah juga selalu berusaha membawa sari bunga terbaik ke sarangnya. Ini dapat dihubungkan dengan perjuangan para pahlawan kemerdekaan Indonesia, yang selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi bangsa, baik dalam perjuangan fisik maupun mental untuk mencapai dan mengisi kemerdekaan.

Allah ﷻ berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16]: 97).

Sebagai seorang mukmin, kita tidak boleh merasa tidak berguna karena Allah selalu melihat hamba-Nya. Setiap kebajikan yang dilakukan oleh seseorang akan mengantarkan pada kehidupan yang baik dan akan mendapatkan balasan yang lebih baik dari apa yang telah diperjuangkan.

Kebersihan Hati dan Manfaat Bagi Sesama

Lebah hanya mengambil yang baik dan mengeluarkan yang baik pula, yaitu madu. Ia tidak menikmati hasil usahanya sendiri, melainkan hanya ingin berguna dan bermanfaat bagi orang lain yang mengonsumsi madunya. Ini dapat menjadi contoh bagi kita, khususnya generasi muda, untuk selalu berkontribusi aktif dan positif dalam mengisi kemerdekaan dengan menolong sesama, bergotong royong, dan mempererat tali silaturahim demi menjaga integritas dan moral bangsa.

Dari Jabir bin ‘Abdillah z, Rasulullah ﷺ bersabda,

المُؤْمِنُ يَأْلَفُ وَيُؤْلَفُ وَلاَ خَيْرَ فِيْمَنْ لاَ يَأْلَفُ وَلاَ يُؤْلَفُ وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Seorang mukmin itu adalah orang yang bisa menerima dan diterima orang lain, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa menerima dan tidak bisa diterima orang lain. Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ath-Thabari dalam Al-Mu’jam Al-Awsath VI/58).[2]

Sebagai seorang mukmin dan anak muda, kita harus bermanfaat dan berguna bagi bangsa, agama, dan umat. Di mana pun dan kapan pun kita berada, kita harus memberikan dampak positif, semakin banyak manfaat yang kita berikan, semakin baik pula.

Menghargai Kebhinekaan

Lebah tidak meninggalkan bekas kerusakan pada ranting pohon atau tempat apa pun yang dihinggapinya. Ini melambangkan sikap kehati-hatian dan rasa hormat terhadap lingkungan sekitarnya. Seorang mukmin juga harus seperti ini, selalu memberikan kebaikan dimanapun ia berada. Hal ini juga dapat diartikan sebagai semangat dalam bingkai kebhinekaan dalam kemerdekaan Indonesia, di mana kita saling menghormati dan menghargai perbedaan suku, agama, bangsa, dan budaya tanpa merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

Kebhinekaan dalam kemerdekaan Indonesia ini adalah nikmat besar dari Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13). Sebagai mukmin dan warga negara Indonesia, kita harus bersyukur atas kebhinekaan ini.

Semangat Berkarya dan Berkreasi

Madu adalah obat alami yang diproduksi oleh lebah dari sari bunga pilihan terbaik, hasil jerih payah gotong royong para lebah. Madu adalah karya dan kreasi unik yang tidak kita temui pada hewan lain. Begitu juga kita, sebagai mukmin dan masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, harus memanfaatkan peluang yang ada di masa kemerdekaan ini untuk berkarya, berkreasi, dan berkontribusi aktif dalam pembangunan bangsa demi meraih kehidupan yang rukun dan bermartabat. Jangan sampai kita bermalas-malasan setelah merdeka, lupa akan perjuangan para pahlawan, dan menyia-nyiakan kemerdekaan ini.

Marilah kita renungkan betapa berharganya kemerdekaan yang kita miliki. Sebagai mukmin dan warga negara Indonesia, kita diberi kesempatan untuk mengisi kemerdekaan dengan amal kebaikan, karya yang bermanfaat, serta sikap yang mencerminkan akhlak mulia. Seperti lebah yang senantiasa memberikan manfaat tanpa merusak, kita pun harus selalu berkontribusi positif bagi bangsa dan agama, menjaga persatuan dalam kebhinekaan, dan terus berupaya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Semoga Allah l senantiasa membimbing kita dalam langkah-langkah ini dan menjadikan kita hamba yang bermanfaat bagi sesama. Âmîn.

Maraji’ :

* Mahasiswa FIAI UII

[1] Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995. Cet. ke-2. h. 348.

[2] Ath-Thabrani. Al-Mu’jam Al-Awsath. Beirut: Dar al-Haramain, 1995. Cet. ke-1. h. 593, Hadits No: 5787.

Download Buletin klik disini

Kemerdekaan Itu Hidangan Penutup bagi Para Pejuang

Kemerdekaan Itu Hidangan Penutup bagi Para Pejuang

Nur Laelatul Qodariyah*

 

Pembaca al Rasikh yang dirahmati Allah ﷻ, nikmat kemerdekaan merupakan hidangan penutup bagi para pejuang. Amal jariyah terus mengalir untuk para pahlawan yang telah berjuang mempertahankan tanah air. Indonesia itu terlahir bukan dari belas kasih para penjajah kolonial barat melainkan murni dari hasil perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka. Banyak kalangan yang ikut ambil dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, bukan hanya dari kalangan rakyat biasa melainkan seluruh rakyat Indonesia terutama dari kalangan santri.

Mempertahankan Tanah Air

Dalam Islam sendiri kemerdekaan juga hak dari individu dan bangsa. Apalagi kita sudah dijajah oleh kolonial barat kurang lebih 3,5 abad. Rasa sakit, penderitaan, penyiksaan yang berlebih yang dirasakan oleh bangsa Indonesia selama itu tentu saja tidak adil buat kita. Bayangkan saja manusia yang seharusnya diperlakukan manusia malah diperlakukan seperti binatang. Sehingga tidak jarang kita mendengar banyak dari pada kalangan kita dulu gugur saat diperintahkan untuk kerja tanpa dibayar.

Allah ﷻ berfirman,

وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa Sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya jika mereka telah Kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.”  (QS. at-Taubah [9]: 122).

Berdasarkan tafsir dari al-Wadlih dari Syekh Muhammad Mahmud al-Hijazi ayat diatas memiliki makna bahwa kewajiban dalam mempertahankan tanah air juga kewajiban yang suci begitu juga dalam belajar ilmu yang mana kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad.[1]

Apalagi jika perjuangan bangsa Indonesia pada waktu tempo dulu dalam melawan penjajah Indonesia banyak kalangan santri yang ikut dalam membela kemerdekaan Indonesia. Salah satu tokoh ulama yang ikut ambil dalam perlawanan menghadapi kekejaman inggris adalah K.H.Hasyim Asy’ari. Salah satu peristiwa besar yang kita kenal adalah peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, merupakan tragedi pertempuran melawan kolonialisme dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, dimana awal mula perang ini terjadi karena masuknya bangsa Eropa ke tanah Nusantara oleh Portugis dan Spanyol, hal ini terjadi saat bangsa Spanyol yang mendarat di Nusantara masuk ke wilayah Maluku.[2]

Kelezatan dan kenikmatan mana lagi yang bisa kita raih kalau bukan kemerdekaan itu sendiri, kenikmatan dari rasa sakit untuk bangkit, kenikmatan dari rasa pantang menyerah, kenikmatan dari kebersamaan walaupun tantangannya adalah kematian. Apakah para pendahulu kita ini takut mati? tentu saja tidak, malah justru dengan kematian mereka bangga sudah ikut memerangi kezaliman para kolonial barat.

Kemerdekaan Indonesia bukan hasil dari Mengemis

Kemerdekaan Indonesia jauh dari kata mengemis, hal ini ditunjukan dari kualitas para pejuang kemerdekaan, mereka adalah orang yang berani syahid, totalitas mencintai tanah air, jujur dalam membela tanah air dan orang yang tidak mau meminta-minta kepada penjajah. Perjuangan mereka mampu merebut kemerdekaan yang sudah menjadi haknya.

Ngapain ngemis-ngemis bukannya negara ini milik kita, secara fisik kita kalah karena dibandingkan kolonial barat yang berbadan besar dan tinggi, senjatapun kita hanya bambu runcing, yang sekirannya berbeda jauh dari pada kolonial barat yang sudah menggunakan alat canggih seperti senapan. Kelihatan mustahil bukan? Perbedaan yang sangat mencolok, lantas apakah mereka menyerah? Tidak kan. Mati satu tumbuh seribu.

Ketika usaha sudah dilaksanakan dan kemudian doa sudah di ikhtiarkan, berulang-ulang sampai akhirnya kita satu tujuan yaitu kemerdekaan. Dimana kemerdekaan itu isinya tidak hanya pada kemampuan fisik namun pada siasat dan kecerdasan bagi pejuang-pejuang kita terdahulu. Allah ﷻ tidak mungkin membiarkan ketidakadilan itu terus-terusan berlanjut, apalagi jika usaha dan doa sudah dihidangkan berkali-kali. Ada masanya kemerdekaan itu sebagai hidangan penutup bagi para pejuang Indonesia.

Tidak Ada Kata Menyerah

Jangankan menyerah, berhenti ditengah jalan saja itu pertanda tidak sopan. Apalagi berputus asa dari rahmat Allah ﷻ, tidak mungkin sia-sia ketika mencapaiannya itu adalah kemerdekaan. Dimana sang merah putih bebas untuk dipasang diseluruh penjuru nusantara. Kemudian bertebaran dimana-mana kebahagiaan yang dirasakan oleh semua orang. Kebahagiaan itu pantas untuk kita dapatkan dan ada harga yang pantas untuk kita dapatkan. Jika kita melihat bagaimana banyaknya kematian yang terjadi karena penjajahan di Indonesia. Wajar kalau kita ikut merayakan, dimana merayakan kemerdekaan Indonesia menjadi kebanggaan untuk kita semua. Keramaian dari perlombaan 17 Agustus selalu menjadi hal yang ditunggu-tunggu bagi warga di Indonesia. Karena setiap kabupaten, kalurahan, kecamatan semuanya ikut merayakan kemerdekaan Indonesia.

Allah ﷻ berfirman,

قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

“Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesunguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. az-Zumar [39]: 53).

Dari hal tersebut bisa kita ambil contoh bahwa, jangan pernah untuk berfikir kalau kita ini lemah. Dalam menghadapi apapun itu, putus asa merupakan suatu kondisi mental seseorang yang merasa diri kita tidak memenuhi ekspektasinya secara berlebihan.[3] Jangan pernah membuat negara kita ini malu, jika senjata dari bambu runcing saja bisa mengalahkan senjata dari besi lantas kenapa kita mudah lemah dengan sesuatu yang belum kita kerjakan sama sekali. Perjuangan ini tidak berhenti begitu saja setelah kemerdekaan tapi awal dari perubahan untuk memajukan bangsa Indonesia. Wa Allâhu a’lam.

Maraji’ :

* alumni prodi ilmu agama Islam UII

[1] Putry Damayanty, “Hadis dan 3 Ayat Al-Qur’an yang Ajarkan Cinta Tanah Air”, dikutip dari https://www.liputan6.com/islam/read/5373266/hadis-dan-3-ayat-al-quran-yang-ajarkan-cinta-tanah-air?page=5 diakses pada 2 Agustus 2024.

[2] Ulil Absiroh, “Understanding of History 350 Years Indonesia Colonized By Dutch,” Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Riau 1 (2017): 4, https://www.neliti.com/publications/205480/sejarah-pemahaman-350-tahun-indonesia-dijajah-belanda.

[3] Adriansyah Permana dkk, “ Sifat mudah Putus Asa pada Mahasiswa Salah Tujuan” Jurnal Psikologi Islam, Vol, 8 No. 1 (2021): 30, 10.47399/jpi.v8i1.116

Download Buletin klik disini

Memaknai Kemerdekaan Yang Hakiki

Memaknai Kemerdekaan Yang Hakiki

Agus Fadilla Sandi, S.H., M.Ag.*

 

Dakwah Kemerdekaan

Pada tahun 636 M, Perang Qadisiyyah menjadi momen penentu antara kaum Muslimin dan Kekaisaran Persia. Dalam pertempuran tersebut, Persia, yang menganut agama Majusi, mengalami kekalahan besar. Pasukan Islam dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqqash, yang sebelum pecahnya pertempuran telah mengirim beberapa utusan untuk mendakwahi para elite Persia. Para delegasi ini datang bergantian menemui Rustam Farrokhzad, jenderal Persia saat itu. Salah satu utusan yang diamanahi tugas oleh Sa’ad adalah Rabi’ bin ‘Amir.[1]

Perhatikanlah dialog antara Rabi’ bin ‘Amir, seorang sahabat Nabi ﷺ yang ikut dalam penaklukan Persia, dengan Rustam, pemimpin Persia. Dialog ini menunjukkan pemahaman mendalam tentang tugas seorang Muslim dalam kehidupan dan makna hakiki tentang kemerdekaan. Rabi’ berkata,[2] “Sesungguhnya Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari menyembah manusia kepada menyembah Rabb-nya manusia, dan dari ketidakadilan agama-agama kepada keadilan Islam, dan dari kesempitan dunia kepada keluasan dunia dan akhirat. Hati itu berada di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahman, Dia membolak-balikkannya sebagaimana Dia kehendaki. (Sesungguhnya engkau [Muhammad] tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki)” (QS. Al-Qasas [28]: 56).

Pernyataan di atas menunjukkan pemahaman mendalam tentang tugas seorang Muslim dalam kehidupan ini. Rabi’ berkata, “Allah telah mengutus kami,” menunjukkan bahwa umat Muslim ditugaskan oleh Allah untuk membawa misi para rasul, karena tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad. Pernyataan ini menegaskan bahwa semua manusia di seluruh penjuru dunia adalah tanggung jawab umat Muslim. Inilah tugas umat Muslim yang dipahami oleh sahabat mulia ini.

Para sahabat juga tidak pernah putus asa dalam berdakwah. Mereka terus mengajak seseorang berkali-kali tanpa putus asa, karena mereka yakin bahwa hati manusia berada di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahman dan bisa dibolak-balikan sebagaimana Dia kehendaki. Tugas umat Muslim adalah mengajak semua orang kepada Allah ﷻ. Semua manusia yang jauh dari jalan Allah harus diajak kembali. Inilah makna kemerdekaan sejati menurut Islam, yakni bebas dari segala bentuk penghambaan kecuali kepada Allah ﷻ yang membawa keadilan dan keluasan baik di dunia maupun di akhirat.

Menjadi Hamba Allah yang Merdeka

Merdeka adalah kebebasan, lawan dari perbudakan. Kendati demikian, bagi seorang muslim, merdeka bukanlah berarti hidup bebas sekehendaknya, sebab sejatinya sifat manusia adalah bergantung. Maka, bergantunglah hanya kepada Allah ﷻ sebagai tempat sebaik-baiknya seorang hamba bergantung, sebagaimana firman-Nya,

ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ

“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu” (QS. Al-Ikhlas [112]: 2).

Bergantung adalah sifat alami dari manusia, bahkan orang Ateis (tidak percaya Tuhan) sekalipun sesungguhnya mereka bergantung walau sayangnya mereka bergantung kepada akal dan hawa nafsunya semata. Untuk itu, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin mengatakan,

الْعُبُودِيَّةُ للهِ هِيَ حَقِيْقَةُ الْحُرِيَّةِ، فَمَنْ لَمْ يَتَعَبَدْ لَهُ، كَانَ عَابِدًا لِغَيْرِهِ.

“Menjadi hamba Allah adalah kemerdekaan yang hakiki; barang siapa yang tidak menghamba kepada Allah, dia akan menjadi hamba kepada selain-Nya” (Al-Majmu’ Al-Fatawa, 8: 306).[3]

Rasulullah juga mengingatkan dalam sebuah hadits tentang bahaya menjadi hamba harta dan kekayaan. Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ

Celakalah hamba dinar, hamba dirham, hamba pakaian dan hamba mode. Jika diberi, ia ridho. Namun jika tidak diberi, ia pun tidak ridha”. (HR. Bukhari no. 2887).[4] Hadits ini menunjukkan bagaimana dunia dan harta dapat memperbudak manusia dengan menumbuhkan sifat tamak dan ketidakpuasan yang mendalam.

Bukan hanya dunia dan harta, terkadang ada juga manusia yang bahkan menuhankan hawa nafsunya. Padahal hawa nafsu dapat menyesatkan manusia. Allah ﷻ berfirman,

أَفَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِۦ وَقَلْبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِنۢ بَعْدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?“ (QS. Al-Jatsiyah [45]: 23).

Kemerdekaan sejati bagi hamba Allah adalah tunduk sepenuhnya kepada Allah l, bukan hidup bebas tanpa batasan. Manusia secara alami bergantung, dan hanya Allah tempat bergantung yang hakiki. Menjadikan harta, dunia, atau hawa nafsu sebagai tuhan hanya akan membawa perbudakan dan kesesatan. Seorang Muslim yang merdeka adalah yang mengekang dirinya dari penghambaan kepada selain Allah dan berusaha bergantung hanya kepada-Nya.

Memaknai Kemerdekaan

Kemerdekaan yang hingga kini dirasakan dalam bentuk keamanan dan kesejahteraan adalah puncak dari kenikmatan. Perhatikanlah firman Allah dalam Surat Al-Fiil ayat 3-4 yang menerangkan tentang kedua jenis nikmat tersebut dan keharusan untuk beribadah kepada Allah sebagai Dzat pemberi nikmat.

Oleh karenanya, hendaknya setiap Muslim memaknai kemerdekaan ini sebagai momentum tunduk sepenuhnya kepada Allah l dan menjalankan misi dakwah untuk mengajak manusia kepada-Nya. Menjadi hamba Allah adalah bentuk kemerdekaan hakiki, bebas dari perbudakan duniawi seperti harta dan hawa nafsu. Memaknai kemerdekaan juga dapat dilakukan dengan mensyukuri nikmat keamanan dan kesejahteraan, berterima kasih kepada setiap pihak yang menjadi perantara kebaikan dan hadirnya kemerdekaan ini, seraya berupaya mengisi kemerdekaan dengan iman dan amal shaleh agar Allah l menjaga dan memberkahi negeri kita.

Maraji’ :

* Direktur MSQ Learning Center

[1] “Dialog Ibnu Amir Dan Jenderal Persia | Republika ID,” republika.id, diakses 13 Agustus 2024, https://republika.id/posts/15155/dialog-ibnu-amir-dan-jenderal-persia.

[2] “ص8 – كتاب كن صحابيا – موقف ربعي بن عامر مع رستم قائد الفرس – المكتبة الشاملة,” diakses 13 Agustus 2024, https://shamela.ws/book/37381/124#p7.

[3] dr Raehanul Bahraen Sp.PK M. Sc, “Kemerdekaan yang Hakiki Menjadi Hamba Allah,” Muslim.or.id (blog), 16 Agustus 2021, https://muslim.or.id/68193-kemerdekaan-yang-hakiki-menjadi-hamba-allah.html.

[4] “الدرر السنية – الموسوعة الحديثية – شروح الأحاديث,” dorar.net, diakses 13 Agustus 2024, https://dorar.net/hadith/sharh/14849.

Download Buletin klik disini