Kemerdekaan Yang Dikehendak Allah ﷻ
Kemerdekaan Yang Dikehendak Allah ﷻ
La Ardin Ma’ruf*
Bismillâhi walhamdulillâh wash shalâtu was salâmu ‘ala rasûlillâh,
Kemerdekaan yang Dikehendaki
Sahabat al-Rasikh yang semoga senantiasa dirahmati Allah ﷻ. Kemerdekaan suatu bangsa adalah suatu hal yang harus disyukuri dan perlu untuk dipertahankan. Bangsa yang kuat yaitu bangsa yang tahu berterimakasi terhadap pendahulunya dan mampu menjaga apa yang mereka wariskan. Karena Kemerdekaan merupakan perolehan yang mahal. Di butuhkan tumpah darah, harta, pengorbanan dan kehinaan untuknya. Lalu apa hubungan kemerdekaan dengan kehendak Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman,
وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ
“Kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali jika dikehendaki Allah” (QS. at-Takwir [81]: 29).
Ayat ini jika dikaitkan dengan kemerdekaan menjelaskan bahwa hal tersebut yang diperoleh negara Indonesia tidak terjadi kecuali dikehendaki Allah l. Jika Allah ﷻ berkehendak berarti Dia menetapkan. Tidaklah Dia menetapkan suatu perkara, pasti hal itu akan terjadi. Maka merdekalah negara ini, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Negara yang dulu nya memiliki orang-orang yang bermental baja, pantang menyerah, berkorban demi negara dan agama namun telah diganti dengan generasi yang lemah mentalnya.
Negera yang Kuat
Indonesia telah merdeka atas penjajahan namun belum merdeka dari mental yang lemah. Negara yang lemah mental orang-orangnya dapat menyebabkan suatu negeri jatuh martabatnya. Dan negara kita hampir dipenuhi orang-orang yang bermental lemah. Untuk merealisasikan negara yang kuat dan maju perlu adanya sinergi antara rakyat dan pemimpin, serta perlunya keseimbangan antara pembangunan mental dan fisik negara. Tidak lupa taufik dari Allah ﷻ adalah faktor mutlak penentu keberhasilan.
Untuk menjadi negara yang kuat dan maju diperlukan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani atau fisik dan hati. Kesehatan masyarakat sangat tergantung kepada kesehatan kedua bagian tersebut. Kesehatan hati akan membawa kepada kesehatan fisiknya.
Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ. أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).[1]
Sebaliknya, kesehatan jasmani akan sangat membantu terbangunnya kesehatan rohani manusia. Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan.” (HR. Muslim no. 2664)[2]
Di antara hal pokok yang perlu diperhatikan dalam upaya menjaga kesehatan tubuh dan hati adalah pemberian makanan yang cukup dan baik. Supaya tubuh kita sehat perlu asupan gizi yang memadai. Begitupula agar hati ini sehat, ia perlu diberi makanan, berupa ilmu dan iman.
Negera Dibangun di Atas Fisik dan Mental
Negara, sebagai wadah berkumpulnya sekian banyak manusia, juga dibangun di atas dua bagian pokok yaitu fisik dan mental. Fisik antara lain diwakili oleh sarana dan prasarana, seperti bangunan gedung, jalan dan yang semisal. Adapun mental negara, terwakili oleh kepribadian para manusia yang hidup di negara tersebut. Keduanya harus mendapatkan porsi perhatian yang cukup, supaya negara menjadi kokoh dan kuat. Sebaliknya, ketimpangan antara pembangunan fisik dan mental hanya akan mengakibatkan kerapuhan yang berakhir kepada kehancuran sebuah negara.
Allah ﷻ berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
“Andaikan penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka akibat perbuatannya.” (QS. Al-A’raf [7]: 96).
Membangun fisik pasar yang besar dan megah, perlu dibarengi dengan membangun mental para pedagang dan para eksekutor ekonomi di dalamnya. Jika tidak, maka akan didapati kecurangan, riba, sumpah palsu dan perilaku buruk lainnya.
Membangun sarana prasarana para penegak hukum, perlu diikuti dengan membangun para punggawa keadilan. kalau tidak, yang ditemui hanyalah praktek tebang pilih dalam menangani kasus dan beraninya mafia peradilan. Bisa jadi dari sinilah negara bisa jatuh martabat bahkan hancur.
Membangun jalan-jalan dan jembatan, haruslah diikuti dengan membangun mental para kontraktor, pemborong dan semua pelaku terkait. jika tidak, maka anggara akan dimainkan dan dimanipulasi. Tanpa peduli dengan kualitas pekerjaan, yang dipikirkan hanya meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Sehingga bangsa ini hanya melihat jalan-jalan yang berumur jagung dan jembatan yang tidak layak.
Begitu pula membangun fasilitas birokrasi, harus diikuti dengan membangun mental para birokrat. jika tidak, akan cenderung memelihara masalah bukan penyelesaian, yang ujungnya hanya meraup keuntungan pribadi dan merugikan banyak pihak.
Dampak Lemahnya Mental
Dengan mental yang lemah serta ilmu dan iman individu yang kurang sehingga negeri ini ditimpa berbagai musibah dan petaka. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman,
مَّآ أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًا
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. an-Nisa [4]: 79).
Ketika kita melihat musibah datang silih berganti dan tanpa henti. Sikap yang tepat ialah mengintrospeksi diri atas apa yang telah ditanam dari dosa dan kewajiban yang dilalaikan. Serta kembali kepada cara pejuang kemerdekaan yang telah membuktikannya. Rasulullah ﷺ menutup sabdanya,
سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“… Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian, hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud no. 3462).[3]
Tidak mudah menyeimbangkan antara membangun fisik dan mental, jika ketimpangan antara keduanya sudah mengakar. Namun jalan menuju cita-cita itu akan dimudahkan, jika bangsa ini mampu menanamkan pondasi pertama dan utama untuk generasi ini. yakni keimanan yang kokoh dan aqidah yang lurus, saat itulah bangsa memiliki mental yang kokoh. Maka tugas selanjutnya tinggal memoles sisi lain dalam karakter masyarakat. Sehingga kita dapat menuai kemerdekaan yang dicita-citakan bangsa ini.
Maraji’ :
* Alumni PAI FIAI, Masjid Ulil Albab UII dan saat mengabdi sebagai musyrif di Pondok Pesantren Tunas Ilmu Purbalingga
[1] Muhammad ibnu Ismail. Shahih Bukhari: Syarikatul Qudus. 2014 M. Cet. ke-1. h. 34.
[2] Imam Muslim. Shahih Muslim: Khoir. 2013 M. Cet. Ke-1. h.56. Bab Adab.
[3] Hadits ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, asy-Syaukani dan al-Abani. Abu Daud Sulaiman bin al asy’ats. Sunan Abu Daud. Bairut: Darul Ibnu Hazm. 1997 M. Cet. Ke-1. Jilid. III. hal. 477.