Islam; Pokok Semangat Kemerdekaan Indonesia
Islam; Pokok Semangat Kemerdekaan Indonesia
Muhammad Irfan Dhiaulhaq AR
Berkibarnya sang “Merah Putih” diseluruh penjuru Indonesia menandakan memperingati momen kemerdekaan republik Indonesia yaitu tepat pada tanggal 17 agustus 1945. Momen ini mengandung banyak sekali nilai-nilai perjuangan yang harus kita teladani. Islam, merupakan salah satu pokok nilai yang tercantum dalam semangat kemerdekaan republik Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dari persatuan dan kesatuan yang dijunjung tinggi oleh Indonesia yang selaras dengan prinsip ukhuwwah islamiyyah dalam Islam.
Al- Ukhuwwah dalam Kemerdekaan Indonesia
Indonesia dalam proses kemerdekaanya mengalami banyak rintangan. Salah satunya adalah menyatukan berbagai umat manusia dari seluruh kalangan baik itu ras, suku dan agama. Dengan prinsip “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti meskipun berbeda-beda tapi tetap satu, Indonesia dapat menyatukan seluruh penduduknya. Motto ini muncul dalam lambang Garuda Pancasila pada sebuah gulungan yang dicengkeram dengan kaki Garuda. Motto ini muncul secara eksplisit pada pasal 36 A dalam Undang-Undang Dasar yang menyebutkan bahwa lambang nasional negara Republik Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan motto Bhinneka Tunggal Ika.[1]
Menelusuri ulang poin “Bhinneka Tunggal Ika”, Islam telah mengajarkan arti dan makna dari poin tersebut jauh sebelum Indonesia merdeka. Bukti yang otentik mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam Piagam Madinah yang menyatakan bahwa semua golongan agama dan suku yang berada di Madinah mempunyai hak, perlakuan dan kewajiban yang sama, tanpa harus memaksakan kehendak kepada golongan lain baik dari segi keagamaan maupun sosial.[2]
Kesatuan dan Kebangsaan telah diimplementasikan oleh Islam. Allah ﷻ berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (Q.S. al-Hujurât [47]:13)
Keberagaman suku dan budaya juga merupakan sunnatullah yang tidak bisa dirubah, bagi seseorang muslim hal ini menjadi ujian atas apa yang telah diberikan. Allah ﷻ berfirman,
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“…Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan” (Q.S. al-Mâidah [5]:48)
Dalam perbedaan tersebut, Allah ﷻ memerintahkan kita untuk saling rukun satu sama lain dalam menciptakan perdamaian. Bukankah Allah ﷻ menciptakan kita dengan beragam suku dan budaya untuk saling mengenal dalam kebaikan?. Perbedaan ini menjadikan pelajaran bagi kita bahwa Allah menciptakan makhluknya beragam, berbeda-beda, ini hikmahnya adalah bahwa hidup ini terkadang banyak perbedaan, ada unsur kebhinekaan antara satu makhluk dengan makhluk lainnya. Ini pelajaran dari Allah agar kita mau menerima perbedaan itu secara lapang dada dan wajar. Seperti yang kita ketahuilah bahwa ajaran agama Islam adalah yang paling lengkap dan paling bijaksana karena didalamnya mengandung persiapan hidup didunia dan bekal hidup yang kekal di akhirat kelak. “Ajaran Islam sangatlah cocok dengan tuntutan kemaslahatan hidup manusia. Kehidupan akan seimbang apabila manusia mau mengikuti ajaran Islam dan norma-normanya. Islam mempersiapkan pribadi muslim yang elastis dan fleksibel, sehingga mereka bisa bergaul dengan siapa saja untuk menebar kebaikan.”[3]
Al-Mahabbah terhadap Negara Indonesia
Mempertahankan kedaulatan sebuah negara merupakah kewajiban bagi seorang muslim sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ dalam sebuah hadits. Dari Ibnu Abbas dari Nabi ﷺ beliau bersabda,
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa membenci tindakan (kebijakan) yang ada pada penguasanya, hendaklah dia bersabar. Karena siapa saja yang keluar dari (ketaatan) terhadap penguasa (seakan-akan) sejengkal saja, maka dia akan mati sebagaimana matinya orang-orang jahiliyyah.” (H.R. Bukhari no. 7053 dan Muslim no. 1849. Lafadz hadits ini milik Bukhari)[4]
Diceritakan pula bahwasanya Rasulullah ﷺ ketika meninggalkan kota yang sangat beliau cintai yaitu Makkah dan hendak hijrah ke Madinah, beliau berucap, ”Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah bumi Allah yang paling aku cintai, seandainya bukan yang bertempat tinggal di sini mengusirku, niscaya aku tidak akan meninggalkannya.[5]
Rasa cinta tanah air yang sangat mendalam merupakan fitrah manusia dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai dalam Islam yang tercantum dalam al-Qur’an dan Sunnah. Islam sangat menjunjung tinggi sifat cinta tanah air, sehingga memberikan pahala yang besar bagi orang yang mempertahankan tanah kelahiranya itu.
Tanpa memahami makna sebenarnya dari Kemerdekaan Republik Indonesia, kita tidak dapat disebut sebagai Muslim yang sebenarnya yang cinta atas tanah airnya. Maka sebagai seorang muslim yang patuh kepada agama, merupakan sebuah kewajiban untuk mendalami nilai-nilai kemerdekaan mulai dari sifat Patriotisme para pahwalan, Persatuand dan Kesatuan serta nilai yang lainya. Dengan memahami nilai-nilai tersebut, barulah kita dapat disebut sebagai muslim yang haqiqi, yang cinta kepada tanah air mereka sendiri.[]
Marâji’:
[1] Mahkamah Konstitusi. “Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,”, Tahun 1999, h. 81.
[2] Choirul Anwar. “Islam dan Kebhinekaan Di Indonesia: Peran Agama dalam merawat perbedaan.”, Zawiyah; Jurnal Pemikiran Islam, Vol.4 No. 2, Tahun 2018. h. 4.
[3] Ahmad al-Basyuni. “Sharah Hadis, Cuplikan Dari Sunah Nabi Muhammad SAW”, Trigenda Karya, Tahun 1994, h. 340.
[4] M. Saifudin Hakim. “Petunjuk Nabi dalam Menyikapi Penguasa Muslim yang Dzalim (Bag. 1)”.
https://muslim.or.id/38935-petunjuk-nabi-dalam-menyikapi-penguasa-muslim-yang-dzalim-01.html. Diakses pada 14 Agustus 2023.
[5] Abdul Hamid.”Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Penguatan Nasionalisme di Indonesia”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV No. 1, Tahun 2018. h. 12.