Jangan Berputus Asa Membela Palestina

Jangan Berputus Asa Membela Palestina

Ahkam Aulia Rahman*

 

Konflik berdarah kembali terjadi di jalur Gaza hingga sekarang. Saat itu Hamas dari pihak Gaza melancarkan serangan kepada para penjajah Zionis Yahudi. Serangan ini tentu menewaskan banyak pihak dari  terlebih pasukan tentara mereka. Namun tetap saja, serangan pembalasan dari Yahudi lebih membabi buta. Tidak hanya pasukan Hamas, warga sipil, bahkan bayi dan anak-anak tanah Gaza turut menjadi korban. Tempat tinggal, rumah sakit, dan tempat ibadah menjadi sasaran penghancuran oleh Zionis.

Diantara ratusan negara yang ada, Indonesia menjadi salah satu yang berdiri mendukung kebebasan Palestina. Bahkan di sebagian tempat digerakan aksi bela palestina beserta penggalangan donasi. Namun, meski begitu, mirisnya ternyata masih ada diantara masyarakat kita yang berpihak pada Yahudi dan secara terang-terangan menolak dukungan pada Palestina, bahkan seorang yang mengaku muslim sekalipun.

Sikap bela atau tolong menolong merupakan bentuk ketaatan kita pada perintah Allah ﷻ untuk saling menolong sesama Muslim. Dalam Al-Qur’an surah al-Mâidah ayat 2, Allah ﷻ berfirman,

وَتَعَاوَنُوۡا عَلَى الۡبِرِّ وَالتَّقۡوٰى‌ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوۡا عَلَى الۡاِثۡمِ وَالۡعُدۡوَانِ‌ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيۡدُ الۡعِقَابِ

“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.” (Q.S. al-Mâidah [5]: 2).

Diperkuat dalam sabda Rasulullah ﷺ dari Sahabat an-Nu’man bin Basyir, Rasulullah ﷺ  bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.

Perumpamaan kaum Mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.” (H.R. Al-Bukhari, no. 6011, Muslim, no. 2586 dan Ahmad (IV/270), lafazh ini milik Muslim).

Kesalahpahaman masyarakat tentang bela Palestina

Akhir-akhir ini terbentuk pola pikir yang salah namun berkembang di masyarakat terkait aksi bela palestina. Pandangan ini bahkan mulai muncul pada seseorang yang taat pada ajaran Islam[1]. Mereka secara terang-terangan menolak dukungan kepada Palestina dengan berbagai macam dalih. Ada yang berdalih bahwa Hamas (gerakan pembebas Palestina) merupakan teroris dan tidak boleh dibela.

Pandangan dan alasan lain yang paling absurd dan nyeleneh adalah “Jangan membantu Palestina, nanti jika mereka menang bakalan cepat kiamat”. Seperti hadits mengenai pembebasan Baitul Maqdis (Palestina) sebagai salah satu tanda kiamat (H.R. Bukhari). Masalahnya, muncul kekeliruan pengambilan kesimpulan di masyarakat bahwa membantu kemenangan Baitul Maqdis sama dengan mempercepat terjadinya hari kiamat.

Mari kita luruskan, bentuk peduli kita terhadap sesama manusia bahkan saudara sesama muslim di Palestina merupakan amal saleh. Sedangkan membiarkan atau bahkan mendukung penjajahan  adalah suatu maksiat yang meski dijauhi. Kedua hal ini merupakan bagian dari ibadah yang menjadi tujuan hidup kita[2].

Selanjutnya, ranah pembahasan hari kiamat dengan membela palestina sudah berbeda. Ranah hari kiamat masuk ke dalam bab Aqidah yang mesti kita yakini sebagai dalil naqli. Sedangkan membela Palestina merupakan bab syariah dalam bentuk muamalah (hubungan sesama manusia). Terakhir, sejatinya pembebasan Palestina sudah pernah dilakukan berabad-abad yang lalu seperti oleh sahabat Umar bin Khattab dan Shalahuddin Al-Ayyubi. Jika memang memakai pola pikir tadi, maka seharusnya dari dulu kiamat sudah terjadi. Kesimpulannya, mari kita berfokus membantu dan membela Palestina. Urusan kiamat cukup kita yakini sebagai hal yang akan terjadi dan hanya Allah yang mengetahui waktunya.

Sikap yang Dapat Dilakukan

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ.

Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (H.R. Muslim, no. 49)[3].

Penjajahan zionis  terhadap rakyat Palestina merupakan kemungkaran atau kejahatan yang jelas di depan mata kita. Berdasarkan hadits tersebut, sikap yang dapat kita lakukan yaitu:

1. Bantu dengan tangan (kekuasaan)

Tangan yang dimaksud ialah dengan kemampuan fisik/kekuasaan yang dimiliki. Jika saat ini kemampuan kita belum bisa membantu korban di Palestina secara langsung, maka bisa melalui bentuk materi/donasi. Saat ini, banyak pihak yang membuka penyaluran donasi untuk korban di Palestina. Jika mampu, mari kita salurkan bantuan materi kita disana.

2. Bantu dengan lisan

Jika kita tidak mampu dengan tangan, maka cukup bagi kita bantu mereka dengan menyuarakan penolakan secara lantang. Saat ini, bentuk menyuarakan lebih mudah dilakukan melalui media sosial. Mari bantu orang-orang yang belum paham agar mereka mengetahui akan kekejaman zionis. Melangitkan doa kepada Allah ﷻ menjadi senjata spesial kita sebagai umat muslim. Kekuatan doa tidak dapat diukur karena kita sudah melibatkan Yang Maha Penolong, Allah ﷻ.

3. Bantu dengan hati

Bentuk bantuan dengan hati adalah dengan sikap menyalahkan kita terhadap tindakan zionis. Cukup diam, tidak memunculkan pandangan yang menjurus pada pembelaan kaum zionis  sudah cukup meskipun hal ini merupakan selemah-lemahnya iman.

Penutup

Kesalahpahaman yang muncul di masyarakat harus segera kita cabut dan hilangkan karena jika dibiarkan khawatirnya dapat mengakar pada seluruh lapisan masyarakat, khususnya bagi muslim. Bagaimana jadinya jika umat muslim terkecoh dengan pola pikir ini dan membiarkan saudaranya sesama muslim di Palestina ditindas? Sungguh, jika itu terjadi, dapat dipastikan kaum zionis  sudah menang dan berhasil mengalahkan dan menguasai kita.  tidak akan berhasil menguasai Palestina, namun  bisa saja “menguasai” umat muslim dunia selain Palestina. Na’ûdzubillâh Min Dzalik. Wallâhu a’lam bish shawwâb.[]

 

* Mahasiswa Psikologi 2020 Universitas Islam Indonesia.

[1] Ahmad (2023). Akmal: Waspadai Pembenaran untuk Tidak Bela Palestina. https://hidayatullah.com/berita/2023/10/17/259894/akmal-waspadai-pembenaran-untuk-tidak-bela-palestina.html. Diakses pada tanggal 22 September 2023.

[2] Siregar, Dani. (2023). “Jangan bantu palestina” [instagram post]. http://surl.li/mkhhf. Diakses pada tanggal 22 September 2023

[3] Hasan, F.A. (2020). Syarah hadits Arba’in an-Nawawi. Depok: Gema Insani

Download Buletin klik disini

Shalat Tahajud As a Moeslim’s Coping Mechanism

Shalat Tahajud As a Moeslim’s Coping Mechanism

Oleh : Reza Wahyuningsih*

Pendahuluan

Manusia, bahkan seluruh makhluk di muka bumi adalah hamba Allah ﷻ, kepemilikan Allah ﷻ atas hambanya adalah kepemilikan yang mutlak dan sempurna. Di dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa tujuan utama diciptakannya manusia di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah ﷻ dan mengabdikan seluruh aktifitas kehidupannya hanya kepada Allah ﷻ.  Allah ﷻ berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku.” (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56).

Dari ayat ini, dapat dipahami bahwa beribadah merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Salah satu bentuk ibadah yang memiliki makna mendalam bagi umat Muslim adalah shalat Tahajud. Shalat ini bukan hanya ritual rutin, tetapi juga merupakan mekanisme coping yang dapat membantu seorang Muslim untuk terhindar dari stress.

Shalat Tahajud yang dilakukan dengan penuh kesungguhan, khusyuk, tepat, ikhlas dan kontinyu dapat menumbuhkan persepsi dan motivasi positif dan mengefektifkan coping, respon emosi positif yang terus berkembang ini dapat mengontrol respon emosi dan menghindarkan reaksi stress.  sebagaimana firman Allah ﷻ dalam surah al-Baqarah ayat 153. Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Wahai orang orang yang beriman, mohonlah pertolongan kepada allah denagan sabar dan shalat. Sesungguhnya allah Bersama orang orang yang sabar” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 153).

Shalat Tahajud: Definisi dan Signifikansi

Shalat Tahajud adalah ibadah sunnah yang dilakukan pada malam hari. Kata tahajud sendiri berasal dari kata hujud yang berarti “tidur”. Shalat ini dikenal juga sebagai shalat lail atau shalat malam. Ibadah ini memiliki signifikansi mendalam dalam Islam karena syariat mendirikan shalat Tahajud sudah dilakukan oleh nabi Muhammad ﷺ. Dalam riwayat disebutkan bahwa sejak pertama kali muncul perintah shalat Tahajud Rasulullah ﷺ tidak pernah meninggalkan shalat Tahajud1.  Rasulullah ﷺ secara konsisten menganjurkannya. Dalam surah Al-Isrâ ayat 79, Allah ﷻ berfirman,

وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا

Dan pada malam hari bersembahyang tahajjud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu akan mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (Q.S. Al-Isrâ [17]: 79).

Perintah shalat Tahajud memiliki nilai dimensional, baik secara psikis, psikologis, dan aura spiritual. Diriwayatkan dari ‘Amr bin ‘Abasah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الرَّبُّ مِنْ الْعَبْدِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ الْآخِرِ فَإِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللَّهَ فِي تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ.

Sedekat-dekatnya Allah dengan hamba-Nya adalah pada sepertiga malam terakhir, maka jika kamu mampu menjadi di antara mereka yang berdzikir pada waktu tersebut maka lakukanlah”. (H.R. at-Tirmidzi,no. 3579, an-Nasâ’I, no. 572, dan dishahihkan al-Bani dalam “Shahih Jami’” no. 1173).

Maka Ibadah shalat Tahajud bukan hanya tentang menjalankan perintah agama, tetapi juga merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ2. Selama shalat ini, seorang Muslim dapat merenungkan, berdoa, dan mencari bimbingan dari Sang Pencipta. Ini adalah waktu ketika hubungan pribadi dengan Allah ﷻ diperkuat, dan dorongan spiritual diperoleh.

Shalat tahajud dalam tinjauan medis bisa menjaga homeostasis tubuh. Ketika pelaksanaan shalat Tahajud akan terjadi keseimbangan dalam sekresi kortisol secara endogen dan eksogen. Secara endogen, terjadi peningkatan sekresi kortisol karena aktifitas tahajud yang di lakukan pada malam hari Ketika bangun dari tidur, namun secara eksogen karena pengaruh lingkungan pada malam sholat tahajud dengan suasan tenang dan gelap terjadi penurunan sekresi kortisol, sehingga kadar kortisol menjadi normal. Shalat Tahajud yang dilakukan secara ikhlas dan teratur dapat memperbaiki emosi positif dan coping aktif. Emosi positif dapat ditransmisi ke system limbik dan korteks serebral yang dapat menjaga keseimbangan antara sintesis dan sekresi neurotransmitter.3

Mekanisme Coping dalam Shalat Tahajud

1. Mengatasi gelisan dan kecemasan

Rasa gelisah dan cemas dapat hilang dengan merasakan kehadiran Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Ketika shalat Tahajud seorang hamba dapat berdialog intens dengan Tuhannya. Shalat Tahajud membantu individu Muslim mencapai ketenangan batin. saat itulah ras gelisah dan cemas dapat berganti menjadi rasa tenang dan damai. Melalui ketenangan batin dan doa yang diberikan dalam shoalat Tahajud, seorang muslim dapat menjadi lebih lega dan mendapatkan perspektif yang lebih jelas dalam menghadapi masalah.

2. Menciptakan harapan dan cita cita

Salah satu aspek penting dari shalat Tahajud adalah doa. Muslim digalakkan untuk mengangkat semua permasalahan, kekhawatiran, dan keinginan mereka kepada Allah ﷻ. Ini adalah momen ketika hati terbuka, dan permohonan kepada-Nya dianggap sangat berharga.

3. Peningkatan kualitas hidup

Shalat Tahajud membantu meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Shalat Tahajud dapat memperkuat hubungan spiritual dengan Allah ﷻ. Ini adalah waktu ketika seseorang merasa lebih dekat dengan-Nya, dan kesadaran akan kehadiran-Nya yang senantiasa ada dalam hidupnya. Hal ini memberikan kepercayaan diri, mengingatkan bahwa meskipun dunia mungkin penuh dengan kesulitan, Allah ﷻ adalah pendamping yang setia. Dengan memperkuat hubungan spiritual dan mendapatkan bimbingan dari Allah ﷻ, individu Muslim dapat hidup dengan lebih penuh makna dan tujuan. Ini mendorongnya untuk menghargai nilai-nilai seperti kebaikan, kejujuran, dan belas kasihan dalam interaksi sehari-hari.

Kesimpulan

Shalat Tahajud adalah salah satu mekanisme coping yang kuat bagi umat Muslim dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Ibadah ini bukan hanya ritual keagamaan untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ namun juga menjadi sarana untuk , merenungkan diri sendiri, dan mencari kekuatan serta solusi untuk masalah yang dihadapi. Melalui shalat Tahajud, individu Muslim dapat meraih ketenangan batin, mengatasi stres, dan memperkuat hubungan spiritual mereka. Oleh karena itu, praktik ibadah ini tetap menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari umat Muslim yang ingin menghadapi dunia dengan ketenangan, kebijaksanaan, dan keyakinan yang lebih kuat. Wa Allâhu a’lam bish shawwâb.[]

 

—————

* Mahasiswa Fakultas Kedokteran UII

  1. Rahman A, Ma’sum MA. Psikoterapi Islam Shalat Tahajjud Dalam Meningkatkan Kesehatan Mental Santri. Jurnal At-Taujih. 2022 May 30;2 (1):71-85.
  2. Rahem Z. Teologi Tahajjud Pemikiran Prof. Dr. Moh. Sholeh Melawan Mitos Sangkal di Kalangan Masyarakat Kabupaten Sumenep Madura. Palapa. 2017 May 5;5(1):1-3.
  3. Pramita NP. Pengaruh Shalat Tahajud Dalam Mengatasi Kecemasan Penyelesaian Skripsi Mahasiswa Prodi Pai Iainu Kebumen Tahun Akademik 2021-2022(Doctoral dissertation, Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen).

Download Buletin klik disini

Menjadi Manusia Yang Matang

Menjadi Manusia Yang Matang

Ahkam Aulia Rahman*

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâhi, waba’du.

Sahabat al-Rasikh yang senantiasa dirahmati Allah ﷻ,, peristiwa turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah n terjadi saat beliau berusia 40 tahun 6 bulan[1] dan di usia tersebut menjadi titik awal Islam dibumikan. Ahli sejarah sepakat semenjak kelahirannya hingga usia menjelang 40 tahun, Rasulullah ﷺ merupakan pribadi yang cerdas, bijak serta memiliki tutur kata dan perilaku yang amat mulia. Namun, Allah ﷻ baru mengutus beliau sebagai Rasul saat menginjak usia 40 tahun. Mengapa di usia 40 tahun? Apakah ada keistimewaan tersendiri pada usia itu? Mari kita telaah pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Karakteristik Individu Usia 40 Tahun

Jika anda mencermati keseluruhan al-Qur’an dari al-Fâtihah hingga an-Nâs, hanya satu umur yang Allah ﷻ sebutkan secara spesifik, yaitu umur 40 tahun. Hal ini Allah ﷻ firmankan dalam al-Qur’an surah al-Ahqaf ayat 15. Allah ﷻ berfirman,

…حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً…

“… Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun…” (Q.S. al-Ahqaf [46] : 15)

Individu dewasa yaitu ketika umur 40 tahun. Akalnya matang, pemahaman dan pengendalian dirinya sudah sempurna” tutur Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya[2]. Dapat dikatakan usia 40 tahun ini merupakan momen individu kembali ke fitrahnya. Ketika seseorang menjaga dirinya dari sifat dasar yang buruk sebelum usia 40 tahun, maka setelah usia ini perilakunya akan lebih terjaga dan menetap. Sebaliknya jika individu tenggelam pada perilaku buruk di usia ini, maka keburukannya ini akan senantiasa menetap kecuali memang rahmat dan hidayah Allah ﷻ datang padanya.

Dalam ilmu psikologi, individu dengan rentang usia 40-60 tahun disebut dengan usia dewasa madya atau paruh baya. Salah satu pakar psikologi yaitu Hurlock[3] menjelaskan bahwa usia dewasa madya atau paruh baya hampir sama dengan usia remaja, dimana ada perasaan canggung karena mereka merasa tidak lagi muda namun juga belum dikatakan tua.  Individu harus menyesuaikan perubahan peran yang biasanya cenderung sulit karena fisik mereka mulai menurun. Karenanya, mereka memiliki karakteristik perilaku yaitu:

1) Muncul perasaan rasa cemas dan takut tidak diperhatikan di masyarakat.

2) Perasaan kesepian dan merasa “diabaikan”.

3) Kekhawatir terhadap pasangan meningkat sehingga banyak yang mudah cemburu khususnya dialami wanita. Berbagai perasaan negatif ini berpeluang menimbulkan depresi jika tidak ditangani.

4) Masa paruh baya juga disebut dengan masa kebosanan karena banyak laki-laki dan perempuan yang bosan dengan kehidupan rutin mereka. Meski begitu, mereka juga sadar bahwa menentukan tujuan baru di usia ini tidak menguntungkan karena kesempatan yang ada sudah terbatas.

Mempersiapkan dan Menyikapi Usia 40 tahun

Karena usia 40 tahun ini cukup “istimewa”, maka Allah ﷻ telah memberi panduan bagi individu yang hendak atau sudah memasuki usia paruh baya dalam doa yang tercantum di akhir ayat 15 surah al-Ahqaf. Allah ﷻ berfirman,

قَالَ رَبِّ اَوۡزِعۡنِىۡۤ اَنۡ اَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ الَّتِىۡۤ اَنۡعَمۡتَ عَلَىَّ وَعَلٰى وَالِدَىَّ وَاَنۡ اَعۡمَلَ صَالِحًا تَرۡضٰٮهُ وَاَصۡلِحۡ لِىۡ فِىۡ ذُرِّيَّتِىۡ ۚ اِنِّىۡ تُبۡتُ اِلَيۡكَ وَاِنِّىۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِيۡنَ

Ia berkata,Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim.’ (Q.S al-Ahqaf [46] : 15)

3 poin utama dalam doa ini, diantaranya:

  1. Senantiasa bersyukur

Mungkin banyak sekali penyesalan muncul di benak individu, “andai masa mudaku dulu begini” atau “andai aku dulu begini pada keluargaku”. Semua penyesalan atau apapun itu tidak merubah kita karena memang sudah terjadi. Jika terus berkubang dalam penyesalan, maka yang ada hanya keletihan serta kekhawatiran. Karenanya, Allah ﷻ member solusi yang paling tepat yaitu dengan perbanyak mensyukuri apa yang telah ada. Mulai dengan bersyukur, setidaknya hati menjadi tenang dan berbahagia[4]. Hati yang tenang dapat memunculkan semangat untuk berubah, baik dalam lingkup keluarga, sosial, bahkan ibadah.

  1. Memohon diberi petunjuk agar senantiasa beramal baik

Pada usia paruh baya, di samping menjadi pribadi yang stabil intelektual dan emosi, individu juga bisa berpeluang sebaliknya menjadi seorang yang pemarah, egosentris, dan mudah khawatir[5]. Agar terhindar dari hal ini, Allah ﷻ memberi panduan agar kita senantiasa memohon petunjuk supaya istiqomah dalam berbuat baik. Upaya memohon petunjuk paling mudahnya ialah berdoa pada waktu-waktu diijabah doa seperti selepas shalat, sepertiga malam terakhir, atau ketika sujud dalam shalat. Doa ini diharapkan mempermudah kita dalam berbuat baik pada diri sendiri, keluarga, dan orang lain sehingga memunculkan pribadi yang sehat secara sosial.

  1. Bertaubat

Astaghfirullâha wa atûbu ilaihi”, lafadz taubat yang paling pendek namun jika kita melafadzkannya disertai dengan penuh keyakinan dan pemaknaan, tidak hanya ampunan yang didapatkan, bahkan ketenangan juga bisa meningkat[6]. Taubat adalah sebuah permulaan kembalinya hamba terhadap Rabb-nya. Taubat menjadi sikap penutup dari doa tersebut bagi seseorang yang memasuki usia 40 tahun. Sudah sepantasnya individu kembali meyakini bahwa seluruh raga dan jiwanya tidak lain hanya milik sang penguasa semesta raya, Allah ﷻ. Taubat menjadi pembuka individu untuk kembali berada di jalan-Nya dan menjadi penutup di akhir nafasnya.

Penutup

Sejatinya menjadi manusia yang “matang” tidak harus menunggu usia 40 tahun. “Matang”nya individu mesti dipersiapkan selayaknya mempersiapkan matang buah pada pohon. Siapapun dan berapapun umur anda saat ini, mari kita persiapkan kematangan pribadi kita mulai sekarang. Perbanyak syukur kepada Allah l, orang tua, dan lingkungan sekitar. Tebar kebaikan kepada siapapun tanpa pandang bulu, karena tiada kebaikan yang dilakukan sekecil apapun tidak pasti akan mendatangkan kebaikan lagi. Dan terakhir, senantiasa beristighfar dan bertaubat kapanpun itu. Tidak perlu menunggu lebaran idul fitri atau menunggu sakit dan musibah menghampiri. Mashlahat menjadi pribadi matang tidak hanya dirasakan nanti di akhirat, bahkan di dunia saja bisa terasa nikmat kebahagiaannya. Kebijaksanaan berperilaku, perkataan yang lembut lagi menenangkan, serta ketentraman hati dan pikiran bisa diraih oleh manusia yang matang.

Wa Allâhu a’lam bish shawwâb.[]

* Mahasiswa Psikologi 2020 Universitas Islam Indonesia

[1] Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. Ar-Rahiq al-Makhtum. Jakarta: Darul Haq. 2001 M.

[2] Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i. 2004 M. Cet.k-1. h. 364.

[3] Elizabeth B. Hurlock. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan ed 5. Jakarta: Erlangga. 2017 M.

[4] Prabowo & Laksmiati. “Hubungan antara Rasa Syukur dengan Kebahagiaan pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Surabaya”. Jurnal Penelitian Psikologi. Vol 7. 2020. 1-7

[5] John W. Santrock. Life-Span Development. New York: McGraw-Hill Education. 2019

[6] Nisa & Purwaningrum. “Pengaruh Terapi Sayyidul Istighfar Terhadap Ketenangan Jiwa”. Psycho Aksara. Vol 1.  2023. h 41-45

Download Buletin klik disini

Menjadi Mahasiswa Bermental Sehat dan Kuat

Menjadi Mahasiswa Bermental Sehat dan Kuat

Ahmad Arun Nafidz*

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâhi, waba’du.

Sahabat al-Rasikh yang senantiasa dirahmati Allah ﷻ,, akhir-akhir ini kita sering mendegar tentang isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan mental. Tahu tidak apa itu kesehatan mental?  “Lantas apa sih arti dari Kesehatan mental itu sendiri?” Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, dan tenteram serta upaya untuk menemukan kesenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan).”

Sebagai mahasiswa tentunya kita sering dihadapkan dengan banyak persoalan, baik yang menyangkut dengan masalah pribadi maupun dengan orang lain, dari persoalan ringan hingga persoalan yang cukup berat. Karena berbagai persoalan yang kita hadapi tersebut terkadang dapat membuat kita stress, merasa tertekan, bahkan hingga mengakibatkan kemarahan, dan lain sebagianya sehingga hal itu dapat mengganggu kondisi kejiwaan kita.

Karena banyaknya persoalan yang kita hadapi, maka sangat penting bagi kita untuk menjaga kesehatan mental. “Mengapa dikatakan demikian?” Karena psikologi seseorang dipengaruhi oleh mental yang sehat. Apabila mental kita rusak, maka dapat memberikan dampak pada perbuatan yang kita lakukan, seperti berjudi, mabuk-mabukan, perzinahan, dan perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada hal-hal negatif lainnya. Perbuatan-perbuatan tersebut nantinya tentu akan berdampak pada diri kita sendiri maupun orang lain.

Cara Menjaga Keseahatan Mental

Lantas bagaimana cara menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan tersebut? Banyak cara yang dapat kita lakukan agar kesahatan mental kita dapat tetap terjaga. Cara untuk melakukan hal tersebut antara lain,

Pertama, ialah dengan menerima dan menghargai diri sendiri. Jarang kita sadari bahwa Allah ﷻ telah menciptakan kita sebagai manusia pasti dengan berbagai macam kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kekurangan yang kita miliki bukan untuk menjadi hal yang perlu disesali apalagi membuat kita menjadi pribadi yang pesimis. Sebaliknya, kelebihan yang ada pada diri kita haruslah membuat kita selalu bersyukur. Rasa syukur tersebut dapat kita praktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari yakni dengan selalu mengerjakan hal-hal yang positiif dan memberikan kemanfaatan baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain.

Kedua, selalu menjaga komunikasi dengan orang-orang terdekat kita, seperti keluarga, sahabat, atau teman kita. Hal tersebut dapat dilakukan dengan bercerita tentang segala benak atau beban yang mengganggu pikiran maupun hati kita. Dengan cara ini, kita dapat menemukan solusi dari orang terdekat atas segala beban dan permasalahan yang kita hadapi. Selain itu, komunikasi tersebut dapat kita lakukan dengan saling bertukar pikiran. Dengan saling bertukar pikiran, kita juga dapat menemukan pencerahan dalam diri kita dari orang lain.

Ketiga, ikut serta dalam suatu kegiatan dan berpartisipasi aktif di dalamnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara berorganisasi maupun kegiatan-kegiatan lainnya. Dengan keikutsertaan kita dalam suatu kegiatan, kita dapat berinteraksi dengan banyak orang sehingga dapat melupakan berbagai beban dan permasalahan yang sedang kita hadapi.

Keempat adalah menerapkan pola hidup sehat, pola hidup sehat tentunya juga diperlukan guna mendukung kesahatan mental, karena mental yang sehat dipengaruhi oleh tubuh yang sehat. Pola hidup sehat dapat kita lakukan antara lain dengan berolahraga dan mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat, karena hal tersebut berdampak positif bagi tubuh kita menjadi lebih sehat. Selain itu adalah dengan beristirahat yang cukup. Dengan istirahat yang cukup, tentunya dapat mengembalikan kinerja tubuh kita menjadi lebih fresh dan mengembalikan semangat yang ada dalam diri, sehingga membuat mental menjadi lebih baik.

Kelima adalah selalu berprasangka baik dan berpikiran positif. Pikiran yang positif tentunya akan memberikan pengaruh yang baik pada kesehatan mental kita. Begitu juga sebaliknya, pikiran-pikiran yang negatif justru akan membuat mental kita menjadi tidak sehat dan mengalami kerusakan.

Keenam yang paling utama adalah selalu memperbanyak mengingat Allah ﷻ. Hal ini yang terkadang sering kita lupakan ketika kita dihadapkan dengan berbagai macam persoalan dan permasalahan hidup. Padahal Allah ﷻ telah memerintahkan kita untuk selalu mengingatnya sebagaimana yang telah tertulis dalam firman-Nya.

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q. S. al-Ra’d [13]: 28)

Allah merupakan sebaik-baik penolong bagi kita ketika kita dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan yang ada asalkan kita sebagai hamba mau mendekatkan diri kepada Allah ﷻ sebgaimana yang telah termaktub di dalam al-Qur’an.

حَسْبُنَا ٱللَّهُ وَنِعْمَ ٱلْوَكِيلُ

Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan sebaik-baik pelindung (Q. S. Ali Imran [3]: 173).

Berbagai macam cara dapat kita lakukan untuk selalu mengingat Allah l antara lain dengan memperbanyak istighfar kepada Allah ﷻ, berdzikir, berpuasa, memperbanyak shalat sunah seperti dhuha dan tahajjud serta memperbanyak membaca shalawat nabi kepada Nabi Muhammad ﷺ. Cara-cara tersebut dapat kita lakukan agar kita dapat selalu dekat dengan Sang Maha Pencipta yaitu Allah ﷻ.

Dengan  melakukan langkah-langkah di atas, kita sebagai mahasiswa yang sering berhadapan dengan berbagai macam persoalan dan permasalahan yang ada, dapat menyelesaikan hal-hal tersebut dengan mudah. Apabila permasalahan tersebut dapat terselesaikan tentunya tidak akan mengganggu mental kita sehingga mental kita selalu terjaga dan tetap dalam keadaan yang sehat. Karena mental yang sehat dan kuat akan membuat jasmani kita juga tetap dalam keadaan yang sehat dan kuat serta memengaruhi perbuatan yang akan kita perbuat. Wa Allâhu a’lam bish shawwâb.[]

 

* Mahasiswa Prodi Ahwal Asy Syakhshiyah 2021

Download Buletin klik disini

5 Perkara Obat Hati: Solusi Mental Health Islami

5 Perkara Obat Hati: Solusi Mental Health Islami

Muhammad Irfan Dhiaulhaq AR

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.

Dewasa ini sanagt marak kasus yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, entah karena depresi berat maupun berlandaskan hawa nafsu yang menyelimuti sehingga tidak dapat mengontrol dirinya. Kejadian tersebut disebabkan karena kelalaian individu dalam menjaga kesehatan berfikirnya, baik secara Jasmani maupun Rohani. Kesehatan mental atau dalam istilah yang sangat familiar sekarang disebut sebagai “Mental Health” merupakan salah satu unsur atas fikiran rohani seorang manusia.

Untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh secara menyeluruh, kita tidak bisa hanya berfokus pada kesehatan fisik kita saja. Kesehatan mental juga mengambil peran penting dalam tubuh. Dengan menjaga kesehatan mental diri, kita dapat merasakan sebuah suasana hati yang tentram dan damai.[1]

Dalam Islam, kita telah mengenal cara mengobati penyakit yang bersarang pada kesehatan mental adalah melalui 5 perkara obat hati. Selayaknya, sebagai seorang muslim ketika hendak menjaga kesehatan mentalnya dengan baik maka ia akan berusaha untuk mengonsumsi 5 obat perkara hati ini yang menjadi hakikat kesehatan mental Islami.

Membaca dan Memaknai Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah wahyu Allah ﷻ yang amat dahsyat. Sebuah pedoman hidup yang Allah ﷻ turunkan untuk selalu beribadah kepada-Nya dan menjaga hambanya dari segala malapetaka.

Dr.Al-Qadhi, melalui penelitianya yang secara Panjang dan serius pada Klinik Besar Florida Amerika Serikat (AS), telah berhasil membuktikan bahwa dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat al-Qur’an, seorang Muslim, baik bagi mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, bisa merasakan suatu perubahan fisiologis yang sangat besar. Dari uji cobanya ia pun berkesimpulan, bahwa bacaan al-Qur’an sangat berpengaruh hingga 97% dalam menciptakan ketenangan pada jiwa dan dalam penyembuhan penyakit.[2]

Lebih lagi ketika kita memaknai apa yang kita baca didalam al-Qur’an tersebut. Seakan-akan kita bercerita dengan Rabb pencipta alam semesta. Makna-makna yang terkandung didalam al-Qur’an jikalau kita pelajari secara mendalam dapat menyejukkan hati pembacanya.

Mendirikan Shalat Malam

Ketenangan dan ketentraman yang diperoleh oleh seorang muslim ketika mendirikan shalat malam tak terbandingkan. Ketenangan yang dihasilkan dapat mengobati kesehatan mental hati seorang muslim. Malam dimana seluruh orang tertidur pulas, seorang muslim menggelarkan sajadahnya dan meminta kepada Rabb sang pencipta.

Allah ﷻ berfirman,

وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا

”Dan pada sebagian malam hari bershalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.’‘ (Q.S. Al-Isrâ'[17]: 79).

Ayat tersebut merupakan dasar disyariatkanya shalat malam atau shalat tahajjud. Tahajjud berarti bangun dari tidur dengan bersungguh-sungguh akibat beratnya godaan setan ketika hendak bangun. Ketika itu, ibarat sinyal wifi yang terkoneksi dengan perangkatnya yang terhubung. Tidak ada perangkat lain dimalam itu, sehingga arus sinyal yang didapat sangatlah besar, begitupun shalat malam. Waktu yang sangat mustajab untuk berdoa.

Berkumpullah dengan Orang Shalih

Lingkungan yang baik akan menghasilkan atmosfer dan pergaulan yang baik juga. Manusia itu laksana sekawanan burung, memiliki koloni untuk berkumpul dengan sejenisnya. Oleh karena itu, jika kita ingin menjadi orang shalih, hendaklah berusaha berkawan dan berkumpul dengan orang-orang shalih.[3]

Perkumpulan orang shalih menjadikan kita dapat saling mengobati kesehatan mental satu sama lain. Seorang muslim yang shalih akan senantiasa mengingatkan saudaranya tentang kebaikan dan ibadah serta melarangnya melakukan perbuatan yang kurang baik.

Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَكُونُوا۟ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (Q.S. At-Taubah [9]:119)

Pengaruh pergaulan menjadi salah satu sebab terbentuknya kesehatan mental. Jika seorang muslim bergaul dengan lingkungan yang tidak baik, maka kegiatan yang dihasilkan juga tidak baik sehingga kesehatan mental mereka dapat terpengaruh oleh kegiatan yang tidak baik tersebut.

Perbanyak Puasa

Tak hanya puasa wajib Ramadhan, seorang muslim dapat melakukan ibadah puasa diluar bulan Ramadhan yang hukumnya sunnah seperti puasa Senin Kamis, Daud, Asyura dan lain sebagainya. Berpuasa adalah salah satu ibadah yang dapat menahan hawa nafsu serta bisa menghindari seorang muslim dari perbuatan tercela.[4]

Ketika seorang muslim berpuasa maka ia akan segan untuk melakukan perbuatan tercela apalagi dosa. Karena minimalnya, ia takut puasanya akan batal ketika melakukan perbuatan tersebut dan tidak bernilai apapun. Maka, berpuasa adalah salah satu jalan untuk mengobati kesehatan mental dengan menahan hawa nafsu untuk melakukan perbuatan yang tidak ada gunanya. Karena sejatinya menahan hawa nafsu lebih sulit daripada sekedar menahan untuk tidak makan dan minum dari fajar hingga waktu berbuka tiba.

Berdzikir Kepada Allah ﷻ

Puncak ketenangan hati adalah dengan mengingat Allah ﷻ. Ketika seorang hamba telah mengingat sang pencipta, maka ia tidak akan tertinggal dari pengawasan-Nya. Sehingga kesehatan mental yang dicapai dengan ketenangan hati yang tentram akan menjadi cerah dan terhindar dari penyakit buruknya mental serta perilaku yang negatif.

Allah ﷻ berfirman,

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingat, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Q.S. Ar-Ra’d [14]: 28)

 

Marâji’:

[1] Florencia, D. G. (2023, May 25). 9 Cara Sederhana Menjaga Kesehatan Mental. Retrieved from halodoc.com: https://www.halodoc.com/artikel/9-cara-sederhana-menjaga-kesehatan-mental. Diakses pada 1 September 2023.

[2] Sodikin. (2020, September 3). Terbukti Secara Ilmiah, Al-Qur’an bisa Membuat Tenang. Retrieved from ISLAMPOS: https://www.islampos.com/terbukti-secara-ilmiah-alquran-bisa-membuat-tenang-193987/. Diakses pada 1 September 2023.

[3] Al-Atsari, A. I. (2016, December). Berkawan Dengan Orang Shalih. Retrieved from almanhaj: https://almanhaj.or.id/6786-berkawan-dengan-orang-shalih.html. Diakses pada 1 September 2023.

[4] Ini, B. H. (2021, Januari 19). 5 Perkara Obat Hati yang Wajib Diketahui Umat Islam. Retrieved from kumparan.com: https://kumparan.com/berita-hari-ini/5-perkara-obat-hati-yang-wajib-diketahui-umat-islam-1v0Z3YNr4Vl/full. Diakses pada 1 September 2023.

Download Buletin klik disini

Penyakit Hati dan Fear of Missing Out (FoMO) Pada Era Digital

Penyakit Hati dan Fear of Missing Out (FoMO) Pada Era Digital

Nafidhatul Afina*

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.

Mengenal FoMO

Pembaca al-Rasikh yang senantiasa dirahmati Allah ﷻ. Kali ini kita akan mengkaji “Penyakit Hati dan Fear of Missing Out (FoMO) Pada Era Digital”. Fear of Missing Out (FoMO) merupakan fenomena yang sedang marak terjadi di kalangan pengguna media sosial. Menurut McGinnis, fear of missing out merupakan perasaan cemas yang tidak diharapkan yang timbul karena pandangan terhadap pengalaman orang lain yang lebih memuaskan daripada pengalaman pribadi, umumnya hal ini terjadi melalui perantara media sosial.[1] Dalam sebuah studi diperkirakan orang yang memiliki FoMO tinggi dapat lebih cenderung tidak dapat mengontrol daya tarik dan perhatian mereka.[2]

Fear of Missing Out (FoMO) dalam perspektif Islam merupakan perasaan takut yang ditimbulkan dari penggunaan media sosial. Bukan termasuk perbuatan tercela saat iman dan aktivitas seseorang kepada Allah ﷻ tidak terganggu. Tetapi, apabila ketakutan ini bersifat wahm yang memunculkan rasa iri terhadap orang lain dan penyakit hati maka ini termasuk dalam perbuatan tercela.[3]

Saat kita merasa takut, sedih dan gundah gulana sebaiknya kita mengingat beberapa pesan Rasulullah ﷺ agar kita mengetahui sebab ujian yang Allah ﷻ berikan, beserta hikmahnya dan lebih berlapang dada dalam menerima takdir.

Dari Abu Said Al-Khudri dan dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda,

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kehawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya” (H.R. al-Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573).

Riwayat senada dari Mu’awiyah, ia berkata bahwa ia mendengar sabda Rasulullah ﷺ,

مَا مِنْ شَىْءٍ يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ فِى جَسَدِهِ يُؤْذِيهِ إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِه

Tidaklah suatu musibah menimpa jasad seorang mukmin dan itu menyakitinya melainkan akan menghapuskan dosa-dosanya” (H.R. Ahmad 4: 98).

Faktor Pendorong Adanya FoMO

Faktor-faktor yang mendorong adanya FoMO yaitu keterbukaan informasi di media sosial, usia, social one-upmanship, melalui fitur hastag, kondisi deprivasi relative, banyaknya media untuk mengetahui suatu informasi.[4] Menurut Przybylski, dkk, adanya FoMO akan berpengaruh negatif terhadap suasana hati dan tingkat kepuasan hidup secara menyeluruh dalam suatu lingkungan. Dengan data, orang yang terbawa oleh FoMO memiliki tingkat suasana hati dan kepuasan hidup yang lebih rendah 0,20, p < 0,001 dan 0,17, p < 0,001.[5]

Sesungguhnya Allah ﷻ berfirman dalam al-Qur’an surah an-Nisa ayat 32 untuk tidak bersikap iri hati dan membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Allah ﷻ berfirman,

وَلَا تَتَمَنَّوْا۟ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا ٱكْتَسَبُوا۟ ۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا ٱكْتَسَبْنَ ۚ وَسْـَٔلُوا۟ ٱللَّهَ مِن فَضْلِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا

Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. an-Nisâ [4]: 32).

Dampak Buruk FoMO

Dampak buruk dari FoMO membuat seseorang merasa rendah diri, insecure, iri sampai depresi.[6] Selalu terikat dengan media sosial, sehingga seseorang akan selalu ingin terkoneksi dengan media sosial. Hal ini dikarenakan akan rasa takutnya saat melewatkan media sosial dan ingin selalu terkoneksi denga apa yang membuatnya tertarik.[7] Seseorang tersebut akan menunjukkan presentasi terhadap dirinya di real-life agar terlihat berbeda. Kemudian ia akan terus merasa tidak cukup dengan segalanya, dan melihat orang lain lebih baik dari pada dirinya.[8]

Dengan adanya dampak FoMO di atas menumbukan penyakit hati, kufur nikmat, rasa tidak yakin atau ragu terhadap Allah ﷻ sang pemilik jagad raya yang melebihi apapun, sedang ia menyatakan keimanannya kepada Allah ﷻ. Dalam al-Quran surah at-Taubah ayat 125 disebutkan, Allah ﷻ berfirman,

وَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَىٰ رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ كَٰفِرُونَ

Dan adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, maka (dengan surah itu) akan menambah kekafiran mereka yang telah ada dan mereka akan mati dalam keadaan kafir.” (Q.S. at Taubah [9]: 125).

Pengaruh dari adanya FoMO harus dihadapi dengan bijak. Seseorang harus mencari jalan tengah dan perasaan cukup akan jalan hidupnya. Hal ini sering disebut sebagai Joy of Missing Out (JoMO). Pada dasarnya, JoMO membuka kesempatan terhadap seseorang untuk merasakan kehidupannya dengan tenang, aman, nyaman, fokus berjejaring sesama manusia, dan juga membuka ruang diri agar lepas dari kecanduan dan ketergantungan teknologi yang akhirnya menumbuhkan energi positif untuk lebih menjalani hidup dan Bahagia. Adapun alternatif yang dapat dipraktekan untuk mengjilangkan kata Fear of Missing Out (FoMO) menjadi Joy of Missing Out (JoMO): dengan cara pembatasan penggunaan gadget ataupun media sosial, lebih berdamai dan diri sendiri, selalu memikirkan hal positif, mencoba untuk lebih bersyukur dengan apa yang dimiliki dan digapai, dan mengganti informasi-informasi yang biasa dilihat agar diri lebih kuat menghadapi tren.[9] Wa Allâhu a’alam. []

* Prodi Farmasi UII

[1] Ayu Nurlaila Sari S. Fear Of Missing Out (Fomo) Dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik) [Internet] [skripsi]. UIN Prof. Saifuddin Zuhri Purwokerto; 2022 [cited 2023 Jul 4]. Available from: https://repository.uinsaizu.ac.id/15814/. Diakses pada 10 September 2023.

[2] Przybylski AK, Murayama K, DeHaan CR, Gladwell V. Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out. Comput Hum Behav. 2013 Jul 1;29(4):1841–8

[3] Wulandari A. Hubungan Kontrol Diri Dengan Fear of Missing Out (FoMO) Pada Mahasiswa Pengguna Media Sosial”. http://repository.radenintan.ac.id/12448/2/SKRIPSI_PERPUS.pdf. Diakses pada 10 September 2023.

[4] Ibid.

[5] Przybylski AK, Murayama K, DeHaan CR, Gladwell V. Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out. Comput Hum Behav. 2013 Jul 1;29(4):1841–8.

[6] McGinnis P. FOMO—Fear of Missing Out: Bijak Mengambil Keputusan di Dunia yang Menyajikan Terlalu Banyak Pilihan. Gramedia Pustaka Utama; 2020. 304 p.

[7] Wulandari A. Hubungan Kontrol Diri Dengan Fear of Missing Out (FoMO) Pada Mahasiswa Pengguna Media Sosial”. http://repository.radenintan.ac.id/12448/2/SKRIPSI_PERPUS.pdf. Diakses pada 10 September 2023.

[8] Ayu Nurlaila Sari S. Fear Of Missing Out (Fomo) Dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik) [Internet] [skripsi]. UIN Prof. Saifuddin Zuhri Purwokerto; 2022 [cited 2023 Jul 4]. Available from: https://repository.uinsaizu.ac.id/15814/. Diakses pada 10 September 2023.

[9] Admin Biro Kemahasiswaan dan Alumni UAD. “ How Fear of Missing Out (FoMO) and Joy of Missing Out (JoMO) Affect Our Life” https://bimawa.uad.ac.id/wp-content/uploads/Artikel-How-Fear-of-Missing-Out-and-Joy-of-Missing-Out-Affect-Our-Life-1.pdf. Diakses pada 10 September 2023.

Download Buletin klik disini

Minimnya Pendidikan Mental

Minimnya Pendidikan Mental

Yerika Puspita Sari*

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.

Teman-teman Pembaca buletin al-Rasikh, apakah kalian tahu tentang pendidikan mental? Mungkin bisa dikatakan bahwa masih minim pengetahuan seseorang mengenai bagaimana pendidikan mental. Meskipun masih minim, tapi belum terlambat ya, teman. Alhmdulillâh kita masih diberikan kesempatan untuk belajar hingga detik ini.

Tujuan Allah Menciptkan Manusia

Tentu saja dalam kehidupan ini, Allah ﷻ menguji manusia dengan berbagai ujian dari segala arah. Namun, tujuan Allah ﷻ menguji hamba-Nya bukan untuk menjatuhkannya, namun untuk membuat ia lebih kuat melangkah kedepan dan memahami tujuan hidupnya. Adanya ujian akan membuat manusia belajar dan menaikkan derajatnya, selama ia ridha dan ikhlas atas setiap ketentuan yang Allah ﷻ berikan kepadanya.

Maka dari itu, menghadapi setiap permasalahan yang datang silih berganti, hilang dan muncul kembali tanpa permisi menjadikan kita lebih siap menerima takdir baik dan buruk dari Allah ﷻ. Mental kita memang perlu dididik agar tetap sesuai dengan arahan syari’at yang benar dan sesuai dengan tujuan Allah ﷻ menciptakan manusia.

Allah ﷻ sudah menjelaskan dengan sangat gamblangnya di dalam al-Qur’an apa yang menjadi tujuan kita hidup di muka bumi ini. Cobalah kita membuka lembaran-lembaran al-Qur’an dan kita jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56.[1]  Di sana, Allah ﷻ berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat [51]: 56)

Pendidikan Mental Untuk Kita

Belajar mengenai pendidikan mental bukan ditujukan untuk kalangan tertentu, namun setiap umat muslim perlu mempelajarinya guna mendidik dirinya sendiri. Pendidikan mental sangatlah penting untuk kita sebagai hamba yang lemah disisi Allah ﷻ karena menyangkut hati setiap orang. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Jika hati baik, maka baiklah anggota badan yang lain. Jika hati rusak, maka rusak pula yang lainnya. Baiknya hati dengan memiliki rasa takut, rasa cinta pada Allah ﷻ dan ikhlas dalam niat. Rusaknya hati adalah karena terjerumus dalam maksiat, keharaman dan perkara syubhat (yang masih samar hukumnya).[2]

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Pendidikan mental yang  baik itu, semakin seseorang mengenal Allah ﷻ dan syariat-Nya, maka ia  akan semakin mudah juga memaknai setiap ujian yang datang dengan hati yang lapang dan ikhlas. Manusia dituntut untuk senantiasa menyucikan dan mendidik jiwanya, sesuai dengan firman Allah ﷻ,

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا، وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams [91]: 9-10)

Menyucikan diri bisa dengan melakukan ketaatan kepada Allah ﷻ dan mengotori jiwa bisa dengan melakukan maksiat. Pendidikan mental kepribadian adalah suatu tuntutan yang wajib dilakukan setiap orang, yang menginginkan sikap konsisten. Mengapa?

Karena jiwa manusia itu bagaikan binatang yang mana apabila terlepas tali kekangnya, maka pemiliknya akan keberatan dan apabila terkendali tali kekangnya, maka pemiliknya dapat mengaturnya sesuai kehendak sang pemilik. Sama seperti hati kita yang perlu dilatih dan dikendalikan. Orang yang lalai terhadap dirinya dan pendidikan mentalnya, akan merasakan kebingungan, gelisah, tidak memiliki pegangan, tidak tenang, tidak serius dalam mendidik dirinya apalagi di zaman sekarang yang penuh dengan lautan tipu daya dan fitnah sehingga dengan mudah dapat menenggelamkan kita secara perlahan.

Sarana yang Membantu Mendidik Jiwa

Lalu, apa saja sarana yang dapat membantu kita dalam mendidik jiwa kita? Yuk kita simak bersama!

  1. Bersungguh-sungguh dalam melawan hawa nafsu. Melawan hawa nafsu adalah jalan menuju keselamatan, kebaikan dan ketenangan.
  2. Menjaga shalat lima waktu dengan mengerjakan seluruh rukun dan kewajibannya.
  3. Membiasakan diri untuk selalu membaca al-Qur’an setiap hari. Karena membaca al-Qur’an itu adalah perdagangan yang tidak pernah merugi. Mengapa?
  4. Satu hurufnya diganjar dengan 1 kebaikan dan dilipat gandakan 10 kebaikan
  5. Setiap kali bertambah kuantitas bacaan, bertambah pula ganjaran pahala dari Allah ﷻ.
  6. Bacaan al-Qur’an akan bertambah agung dan mulia jika terjadi di dalam shalat.
  7. Membaca al-Qur’an akan mendatangkan kebaikan
  8. Membaca al-Qur’an akan mendatangkan syafa’at
  9. Salah satu ibadah teragung adalah membaca al-Qur’an
  10. Kebaikan akan menghapus kesalahan
  11. Melaksanakan shalat malam
  12. Banyak melakukan amalan-amalan sunnah seperti bersedekah, berpuasa, karena keduanya ini adalah amalan yang paling dicintai Allah setelah amalan wajib.
  13. Banyak berdoa dan membiasakan membaca doa

Itulah sarana-sarana yang bisa kita upayakan untuk mendidik jiwa kita. Percayalah setelah semua tahapan sudah dilakukan maka Allah akan berikan ketenangan di hati kita. Jangan lupa untuk selalu melibatkan Allah ﷻ dalam setiap langkah kehidupan kita, dan berdoalah agar diberikan kelapangan jiwa dan kekuatan dalam menghadapi segala takdir yang sudah Allah ﷻ tetapkan. Bagaimana? Sudah tergerak untuk mendidik jiwa kita? Yuk mulai dari sekarang, bertahap, In syaa Allâh Allah ﷻ akan berikan pertolongan. Semoga Allah ﷻ mudahkan kita dalam menjalankan perintah-Nya. Barakallâhu fiikum.[]

 

* Alumni Ilmu Kimia – FMIPA Universitas Islam Indonesia 2021

[1] Muhammad Abduh Tuasikal. “Untuk Apa Kita Diciptakan di Dunia ini”. https://rumaysho.com/342-untuk-apa-kita-diciptakan-di-dunia-ini.html. Diakses pada 10 September 2023.

[2] Muhammad Abduh Tuasikal. “Jika Hati Baik”. https://rumaysho.com/3028-jika-hati-baik.html. Diakses pada 10 September 2023.

Download Buletin klik disini

Iman sebagai Tameng Kesehatan Mental

Iman sebagai Tameng Kesehatan Mental

Putut Sutarwan*

 

Pengertian Iman

Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja (fi’il), amana-yu’minu-imanan yang mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentram dan tenang.[1] Menurut Hasbi As-Shiddiqy: al qaulu bilisan wa tashdiku bil janan wal amalu bil arkan “Iman ialah mengucapkan dengan lidah, membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota tubuh”. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikannya dengan: waqaulu wa amilu wa niyatu tsumsaku bi sunah “Ucapan diiringi dengan ketulusan niat dan dilandasi dengan berpegang teguh kepada Sunnah”.[2]

Kesehatan Mental

Kesehatan mental merupakan kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan  batin  dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan).[3]

Menurut Kaelber mulai tahun 2020 yang merupakan era modern, depresi yang merupakan salah satu tanda dari ketidaksehatan mental akan menempati urutan kedua penyebab disabilitas.[4] Pada gangguan mental banyak terjadi pada seseorang yang belum berusia 45 tahun dan banyak dialami kepada perempuan.[5]

Kesehatan mental merupakan gangguan yang sering diacuhkan pada lingkungan masyarakat. Kesehatan mental juga sangat penting untuk diperhatikan sama halnya dengan kesehatan fisik. Serta banyak hubungannya antara gangguan fisik dengan kesehatan mental yang saling mempengaruhi. Kesehatan mental memerlukan penanganan yang serius. Apabila permasalahan itu tidak cepat ditanggapi maka akibatnya manusia di era modern ini susah untuk memperoleh kesehatan mental. Ketidaksehatan mental nampak karena ketidakharmonisan dan ketidakbahagiaan seseorang secara sendiri maupun dengan lingkungan sosial.[6]

Potensi Dasar Manusia

Dalam pandangan Islam ditegaskan bahwa potensi dasar manusia adalah baik, dan pada prinsipnya manusia diciptakan dalam bentuk dan membawa pembawaan yang baik dan tidak ada yang membawa bibit yang buruk, seperti dalam surah at-Tîn ayat 4.

Allah ﷻ berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (Q.S. at-Tin [95]: 4).

Adapun dalam perkembangannya manusia berubah tidak baik ataupun menjadi buruk mentalnya adalah disebabkan faktor eksternal yang mempengaruhinya. Dan sebab itu tidak pernah menyerang secara tiba-tiba kepada orang yang sehat dan tidak ada karena satu krisis tunggal dalam kehidupannya, timbulnya penyakit mental itu lebih banyak disebabkan oleh ulah manusia sendiri (berdasarkan pembiasaaan) yang tidak mampu menumbuhkan diri akan rasa syukurnya kepada Allah ﷻ yang secara berangsur-angsur menimbulkan rasa kesempitan dan tertekan hidupnya.

Allah ﷻ berfirman,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.  (Q.S. Thaha[20]: 124).

Iman Tameng Bagi Kesehatan Mental

Iman menjadi benteng terhadap godaan dan gangguan kesehatan mental, iman terletak di dalam hati, tidak dapat dilihat dengan mata zhahir karenanya ia merupakan konsepsi batiniyah, bila ditarik kedalam bidang ilmu disebut ilmu aqidah atau disebut juga ilmu tauhid, karena sasaran ilmu ini adalah hati.

Membina hati lebih sulit dari pada membina jasmani, sebab gerak jasmani sangat ditentukan oleh hati. Jika hatinya baik maka gerak jasmani akan menjadi baik, tapi jika hatinya jelek maka gerak jasmani akan menjadi tidak baik.

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Kesehatan mental dalam Islam selalu dikaitkan dengan keimanan dan karena iman merupakan prinsip pokok dan sekaligus menjadi sumbu kebahagiaan hidup manusia, dan juga iman adalah penuntun dan sekaligus pengendali sikap, ucapan, tindakan dan perbuatan serta mengarahkannya menuju kebaikan, kebenaran, kesejahteraan dan kebahagiaan diri dan orang lain yang dilandasi nilai-nilai ilahiyah. Sedangkan ketaqwaan merupakan realisai keimanan yang diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan atau penghayatan terhadap hal-hal yang diperintahkan oleh Allah ﷻ dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.[7]

Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman”. (Q.S. Yunus[10]: 57)

Keimanan meliputi Iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, Nabi-nabi, Hari akhir dan Taqdir akan tetapi keimanan juga harus dibarengi dengan taqwa, menjalankan apa yang diperintahkan dan menjahui apa yang diharamkan dan bisa dikatakan iman dan amal saleh sebagai jalan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Allah ﷻ berfirman,

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ. ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ طُوبَىٰ لَهُمْ وَحُسْنُ مَـَٔابٍ.

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik”. (Q.S. ar-Ra’d [13]: 28-29).

Seorang ahli ilmu jiwa Amerika Serikat berpendapat bahwa keimanan adalah terapi terbaik bagi keresahan yang melanda manusia, keimanan merupakan salah satu kekuatan yang harus terpenuhi dalam rangka menopang hidup manusia, dan keimanan yang kuat akan melindungi seseorang dari keresahan, dan menjaga keseimbangan hidup dan selalu siap menghadapi segala musibah atau penderitaan yang menimpa.[8]

Islam memberikan bekal dan landasan jiwa untuk tidak gentar menghadapi kenyataan hidup dan tidak terperdaya terhadap beragamnya masalah kehidupan yang ada dengan keimanan, sebab keimanan itu 1. Iman harus benar-benar tertanam dengan seyakinnya bahwa Allah ﷻ itu maujud “ada” disertai dengan pengetahuan tentang sifat-sifat-Nya yang disebut dengan Asma’ul Husna; 2. Mengetahui ketentuan Allah baik itu perintah maupun larangan-Nya dan meyakininya; 3. Mengetahui akibat jika kita mengingkari dan menentang kehendak-Nya.

Wallahualam Bissawab

* Kadiv. Pengadaan & Rumah Tangga DSP UII

[1] Louis Ma’luf, Kamus al-Munjid, Beiru­­t: al-Maktabah al-Katulikiyah, T.th, h. 16.

[2] Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Terjemahan) H. Firdaus, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, h. 257.

[3] Zahrotul Oktaviani. “Bagaimana Islam Memandang Kesehatan Mental”  https://islamdigest.republika.co.id/berita/qi66az335/bagaimana-islam-memandang-kesehatan-mental/. Diakses tanggal 7 September 2023.

[4] Ghozali, Dewanti, Religiusitas Sebagai Prediktor Terhadap Kesehatan Mental Studi Terhadap Pemeluk Agama Islam, Jurnal Psikologi Vol. 6 No. 1, April, 2011, h. 384.

[5] Zainal Aqib, Konseling Kesehatan Mental, Bandung: Rama Widya, 2013, h. 56.

[6] Ibid. h. 57.

[7] Mudzakir Ali, Kesehatan Mental dalam prespektif Islam, Semarang: PKPI2 Universitas Wahid Hasyim, 2003 h. 19.

[8] Syamsu Yusuf, LN, Mental Hygiene: Pengembangan Kesehatan Mental Dalam Kajian Psikologi dan Agama Bandung: Pustka Bani Quraisy, 2004, h. 50.

Download Buletin klik disini

Al-Quran Sebagai Obat Kesehatan Mental

Al-Quran Sebagai Obat Kesehatan Mental

Fahri Hanif Rais Wibowo*

 

Bismillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâhi, waba’du.

Dalam berkehidupan ada tiga hubungan yang kita kenal yaitu hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Sebagian orang sangat baik dalam beribadah sampai bermuamalah, dia selalu melakukan itu dengan maksimal, akan tetapi ketika dia dihadapkan dengan dirinya sendiri dia bahkan tidak tahu apa yang membuatnya itu senang. Dia selalu bertanya pada dirinya akan hal-hal yang bahkan itu suatu hal yang sepele.

Contohnya kenapa dia tidak pernah percaya diri ketika dalam bersosial? Kenapa dia tidak bisa memecahkan sebuah masalah tanpa orang lain di sampingnya? Lebih-lebih lagi kenapa seseorang selalu punya pola gaya hidup yang tidak teratur bahkan berantakan? Nah, pertanyaan itu ada kaitannya nih dengan mental health awareness atau kesadaran kesehatan mental.

Apa itu Kesadaran Kesehatan Mental?

Mental health awareness adalah upaya seseorang dalam  meningkatkan pemahaman sampai kesadaran kita tentang kesehatan kejiwaan kita dalam Islam sendiri. Kesehatan mental, sama seperti kesehatan fisik, adalah aspek yang sangat penting dalam kesejahteraan seseorang, karena merupakan bagian dari hidup yang sehat dan seimbang.[1] Nah, kesehatan mental juga punya treatment tersendiri yang memang harus kita pahami dan ketahui.

Dampak Digitalisasi bagi Kesehatan Mental.

Pada era digitalisasi sebagian orang yang menggunakan media sosial tidak jarang dipengaruhi oleh stigma, doktrin serta gambaran kehidupan orang lain yang ada di dunia maya. Mereka terkadang lupa akan kenyataan dirinya yang pada hakikatnya punya banyak kecendererungan positif yang terpendam. Seseorang yang merasa selalu terjebak dalam hal yang sama dan merasa bahwa dirinya tidak berkembang adalah salah satu tanda dari ketiadaan kesadaran akan kesehatan mentalnya. Padahal Allah ﷻ berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ra’d [13]: 11).

Nah, Allah ﷻ sudah menegaskan bahwa Allah ﷻ akan selalu mensupport hamba-Nya kalau seorang hamba mau berusaha memperbaiki dirinya sendiri. Hanya saja sebagian orang tidak punya kepercayaan diri karena kurang dukungan dari orang disekitarnya.

Peran Hati untuk Kesehatan Mental

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Dapat diketahui bahwa hati berperan penting bagi keamanan dan kesejahteraan diri seseorang. Hati atau qolbu (baca: jantung, ed.) mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan kita baik tingkah laku, kata-kata dan kesehatan kita baik jasmani maupun rohani. Seperti seseorang mengalami emosi yang positif seperti cinta, syukur dan suka cita. Maka, akan mendatangkan kepercayaan diri, kreativitas dan motivasi kepada diri sendiri. Begitu juga sebaliknya apabia emosi itu negatif seperti gelisah, cemas, dan stress. Maka akan menjadi pemasalahan kesehatan mental seseorang. Seperti gangguan psikologis, menarik diri dari sosial dan menurunkan konsentrasi dan percaya diri.

Jika kita mengalami masalah kehidupan yang menghambat kita dalam berkembang. Ingatlah bahwa Allah selalu bersama hambanya. Allah ﷻ berfirman,

لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا

“Janganlah engkau bersedih sesungguhnya Allah bersama kita” (Q.S. At-Taubah [9]: 40)

Al-Quran sebagai Obat Kesehatan Mental

Sebagai seorang muslim kita seharusnya tidak perlu khawatir berlebih tentang hal ini kalau kita tau cara menjaga kesehatan mental kita, salah satunya yaitu dengan selalu berpegang teguh pada al-Quran. Al-Quran dapat dijadikan sebagai pedoman bagi mereka yang mengalami gangguan emosional dan bertujuan untuk membimbing orang ke arah kualitas hidup yang bermakna.[2]

Allah ﷻ berfirman,

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra’ [17]: 82).

Ayat ini mengungkapkan bahwa al-Quran dapat menghilangkan segala penyakit yang ada di dalam hati, seperti keragu-raguan, kemunafikan, syirik, penyimpangan dari kebenaran, dan kecenderungan pada keburukan. Al-Quran juga dapat menjadi obat bagi badan bila melakukan ruqyah dengannya. Selain itu, al-Qur’an juga merupakan rahmat bagi orang-orang mukmin yang beramal dengannya.[3][1]

Maka dari itu, marilah kita senantiasa untuk membaca al-Quran setiap harinya. Karena al-Quran adalah sumber kekuatan bagi ruhani kita. jika tubuh membutuhkan makanan untuk menjadi energi dalam aktivitas. Maka, ruh membutuhkan al-Quran untuk menjaga stabilan pikiran dan perasaan pada kecenderungan hal-hal positif agar kita selalu terhindar untuk masuk pada jurang kemaksiatan.

Kesimpulan

Al-Quran sebagai Asy-Syifa, penyembuh dan penawar bagi orang-orang yang beriman dan yang selalu berpegang teguh pada Al-Quran. Sesungguhnya bila penyakit diciptakan pastilah ada penawar dan obat yang menyembuhkannya. Salah satunya adalah al-Quran sebagai penyembuh bagi jasmani maupun rohani. Buatlah diri kita ini membutuhkan al-Quran sebagai energi untuk kestabilan dan ketenangan pikiran agar membuat tubuh kita selalu bersemangat dalam berusaha hidup di dunia dan menyiapkan bekal untuk akhirat kelak.

[1]Ahmad Farhan Juliawansyah. “Tafsir Surah Al-Isra Ayat 82: Al-Qur’an Sebagai Syifā’ (Penyembuh) Lahir dan Batin” Tafsir Surah Al-Isra Ayat 82: Al-Qur’an Sebagai Syifā’ (Penyembuh) Lahir dan Batin – Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia. Diakses Pada 14 Juli 2021.

Marâji’:

* Prodi Ekonomi Islam

[1] Muhammad Zulkarnain Bin Azman. “What does Islam say about Mental Health?”. MuslimSG | What does Islam say about Mental Health? . Diakses pada 18 Juni 2020.

[2] Frankie Samah. “The Qur’an and mental health”. The Qur’an and mental health | BPS. Diakses pada 14 Mei 2018.

[3] Ahmad Farhan Juliawansyah. “Tafsir Surah Al-Isra Ayat 82: Al-Qur’an Sebagai Syifā’ (Penyembuh) Lahir dan Batin” Tafsir Surah Al-Isra Ayat 82: Al-Qur’an Sebagai Syifā’ (Penyembuh) Lahir dan Batin – Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia. Diakses Pada 14 Juli 2021.

Download Buletin klik disini

Yakin Kamu Ingin Kebaikan Untuk Negaramu?

Yakin Kamu Ingin Kebaikan Untuk Negaramu?

Yanayir Ahmad

 

Bismillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâhi, waba’du.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, tidak terasa Negara Kita Indonesia sudah berdiri selama 78 tahun lamanya. Alhamdulillâh, suatu nikmat yang sudah semestinya selalu kita jaga bersama. Kita senantiasa bersyukur dengan hati, yakni meyakini dengan tulus bahwa nikmat kemerdekaan ini datangnya adalah dari Allah .

Kitapun bersyukur dengan lisan, yakni dengan menyebut-nyebut nikmat tersebut dalam rangka bersyukur kepada Allah ﷻ, yang mana ini juga dicontohkan oleh para pahlawan kita para pendiri bangsa, yakni dengan apa yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa….” Tak lupa juga dengan terus mendoakan kebaikan untuk negeri kita Indonesia, doa kebaikan untuk para pahlawan, doa kebaikan untuk para pemimpin, dan doa kebaikan untuk kaum muslimin secara umum, dan khususnya di Negeri kita Indonesia. Bukankah Allah Maha Mampu untuk mengabulkan doa-doa kita sebanyak apapun permintaan kita? Maka berusahalah untuk terus berdoa untuk kebaikan negeri, pemimpin, serta kaum muslimin.

Perbanyak Doa Kebaikan untuk Indonesia

Coba kita renungkan, seberapa sering kita mendoakan kebaikan untuk negeri kita? dengan doa yang singkat mungkin seperti dalam al-Qur’an,

رَبِّ ٱجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنًا

“Ya rabbku, jadikan negeri ini negeri yang aman…” (Q.S. al-Baqarah [2]: 126)

atau doa kebaikan yang lainnya. Mungkin sangat jarang, padahal seharusnya doa seperti ini adalah hal yang perlu kita perbanyak kalau kita inginkan kebaikan untuk negeri kita Indonesia.

Seberapa sering kita doakan kebaikan untuk pemimpin negeri ini? Fudhail bin ‘Iyadh pernah berkata tatkala beliau ditanya tentang maksud dari ucapan beliau, “Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, akan aku peruntukan bagi pemimpin,” dimana beliau menjawab, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.”[1]

Tingkatkan Iman dan Taqwa

Kemudian kita juga bersyukur dengan anggota badan, yakni dengan mengisi hari-hari dengan melaksanakan perintah-perintah Allah  serta meninggalkan larangannya. Yakni dengan meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah ﷻ.

Allah berfirman,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

Seandainya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, sungguh akan kami limpahkan keberkahan kepada mereka dari langit maupun dari bumi. Akan tetapi mereka justru mendustakan (Para Rasul dan ayat-ayat Kami), maka kami siksa mereka akibat berbuatan mereka.” (Q.S. al-A’râf [7]: 96)

Di dalam Mukhtashar fit Tafsir disebutkan mengenai ayat di atas, “Seandainya penduduk negeri yang kami utus kepada mereka para rasul itu mereka meyakini apa yang dibawa oleh para Rasul dan mereka bertaqwa kepada Allah dengan meninggalkan kekufuran dan maksiat serta melaksanakan perintah-perintah-Nya, nisacaya akan kami bukakan pintu-pintu kebaikan untuk mereka dari semua arah, akan tetapi mereka malah tidak mau meyakini apa yang dibawa oleh Para rasul serta tidak mau bertaqwa kepada Allah , bahkan mereka mengingkari ajaran para rasul, maka kami hukum mereka secara tiba-tiba akibat dari apa yang telah mereka lakukan.”[2]

Sebelumnya dalam ayat disebutkan keberkahan, keberkahan sendiri maknanya adalah langgengnya kebaikan, bertambah, banyaknya, dan tetapnya kebaikan itu, dan barakah itu dari Allah.[3] Sehingga berkah adalah kebaikan. Oleh karena itu, ketika kita menginginkan kebaikan untuk negeri kita, keberkahan yang banyak untuk negeri kita dan seterusnya, maka yang harus kita lakukan adalah terus meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah ﷻ.

Kuncinya Terus Belajar! Bukankah ilmu itu sangat luas?

Nah, ketika kita mengetahui kalau kita jujur ingin kebaikan untuk negeri yaitu dengan beriman dan bertaqwa, maka kuncinya adalah belajar. Ya, karena iman dan taqwa dalam praktiknya perlu ilmu, dan usaha yang kita tempuh untuk mendapatkan ilmu adalah dengan belajar. Bagaimana kita bisa tahu rincian rukun iman yang 6 kalau tidak belajar? Bagaimana kita tahu konsekuensi dari rukun iman kalau tidak belajar? Selain itu, Amal adalah bagian dari iman, bagaimana kita bisa shalat dengan baik, puasa dengan benar, haji dan selainnya kalau tidak belajar? Bagaimana bisa tahu mana akhlaq yang baik, mana akhlak yang buruk kalau tidak belajar? Mana shadaqah yang wajib, mana yang sunnah? Dan seterusnya.

Kemudian taqwa pun begitu pula, taqwa sebagaimana kita ketahui adalah melaksanakan perintah-perintah Allah ﷻ dan meninggalkan larangan-larangan Allah , tentu saja harus di atas ilmu. Bagaimana kita mau menghadirkan niat mengharap pahala dari Allah  dari suatu perbuatan kalau kita tidak tahu kalau perbuatan itu diperintahkan dalam syariat atau bisa jadi perantara kepada hal yang diperintahkan? Bagaimana kita bisa takut melakukan suatu perbuatan terlarang kalau pada saat itu kita tidak mengetahui kalau perbuatan itu terlarang dalam syariat? Tentunya kita butuh untuk terus belajar.

Semoga Allah  berikan taufiq kepada kita semua untuk terus menigkatkan iman dan taqwa. Semoga Allah jadikan negri kita Indonesia negeri yang aman dan diberkahi. Âmîn.

Washallāhu ‘alā muhammadin wa a’lā ālihi washahbihi wasallam.

Marâji’:

[1] Muhammad Abduh Tuasikal. Doa untuk Pemimpin Negeri”. Sumber https://rumaysho.com/7206-doa-untuk-pemimpin-negeri.html” . Diakses 16 Agustus 2023.

[2] Kumpulan Ulama Ahli Tafsir. Mukhtashar fit Tafsir. Riyadh: Markaz tafsir lid Dirasah al-Qur’aniyyah. 1436 H. Cet.k-3. h. 163.

[3] Muhammad Shalihi Al-Munajjid. “At-Tabarruk al-Masyru’ wal-Mamnu’”. https://almunajjid.com/speeches/lessons/514 . Diakses 16 Agustus 2023.

Download Buletin klik disini