Kalau Allāh ﷻ Sayang, Kenapa Aku Diuji?
Kalau Allāh ﷻ Sayang, Kenapa Aku Diuji?
Muhammad Ardan Halim*
Bismillāhi wal ḥamdulillāh, waṣ ṣalātu was salāmu ‘alā rasūlillāhi, wa ba’du,
Pernah nggak sih kita mikir: “Aku udah berusaha jadi orang baik, ibadah juga jalan… tapi kenapa ya, hidup malah makin berat?” Pertanyaan itu mungkin tidak pernah benar-benar kita ucapkan, tapi sering terlintas diam-diam di hati bahkan di hati mereka yang terlihat kuat dan saleh.
Kita bingung, kenapa justru di saat sedang serius mendekat kepada Allāh ﷻ, masalah malah datang bertubi-tubi? Kenapa rasa sakit terasa justru ketika kita sedang berusaha memperbaiki diri? Hati pun bertanya lirih, “Kalau Allāh ﷻ sayang, kenapa aku diuji?”
Selama manusia masih hidup, ujian adalah sesuatu yang tak mungkin dihindari. Setiap orang akan mengalaminya tak peduli seberapa bahagia, sukses, atau religius ia terlihat dari luar. Hanya saja, bentuk dan berat ujiannya berbeda-beda, karena Allāh ﷻ Maha Mengetahui kadar kemampuan masing-masing hamba-Nya. Dan satu yang pasti Allāh ﷻ tidak akan pernah membebani seseorang di luar batas kemampuannya.[1]
Ujian Merupakan Bentuk Cinta Allah
Ujian bukanlah tanda Allāh ﷻ membenci, justru sebaliknya itu bisa jadi bentuk kasih sayang dan cinta-Nya. Melalui ujian, Allāh ﷻ mendidik dan mengangkat derajat hamba-Nya, hanya saja, manusia sering salah paham. Kita mengira kesulitan adalah hukuman, padahal bisa jadi itu adalah jalan agar kita semakin bersyukur dan semakin dekat dengan-Nya.[2]
Dari Abu Hurairah secara marfu’ bahwa Rasūlullāh ﷺ bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْراً يُصِبْ مِنْهُ
“Barang siapa yang dikehendaki oleh Allāh kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR al Bukhari, no. 5645).
Hadits ini mengajarkan bahwa ujian adalah bagian dari proses kebaikan yang Allāh ﷻ kehendaki bagi hamba-Nya. Nikmat dan ujian datang sebagai bentuk cinta Allāh ﷻ kepada hamba-Nya. Keduanya menjadi wasilah untuk menguji sejauh mana iman kita, serta sebagai peringatan agar kita tidak lalai. Melalui ujian dan nikmat mengingatkan kita untuk merenung dan menyadari apa sebenarnya tujuan hidup ini. [3]
Dari Anas bin Malik, Rasūlullāh ﷺ bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya besarnya pahala sebanding dengan besarnya cobaan. Dan jika Allāh ﷻ mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Barangsiapa ridha, maka baginya keridhaan Allah. Dan barangsiapa tidak ridha, maka baginya kemurkaan Allah.” (HR. At-Tirmidzi no. 2320, Ibnu Majah no. 4021 – sanad ha san)
Hadits ini menjadi pengingat bahwa cobaan besar bisa jadi tanda cinta besar dari Allah. Melalui ujian yang dihadapi, Allāh ﷻ ingin membersihkan dosa-dosa kita, meninggikan derajat kita, dan mendekatkan kita kepada-Nya.[4]
Lihatlah Orang-Orang yang Dicintai Allah: Mereka Juga Diuji.
Nabi Ayyub p, hamba yang paling sabar dalam menghadapi ujian. Beliau diuji bertubi-tubi: penyakit kulit menular hingga diasingkan, kehilangan dua belas anak dalam satu hari, dan seluruh hartanya lenyap saat ia sendiri sedang sakit. Namun, beliau tetap bersabar dan tidak pernah mengeluh.[5]
Nabi Yusuf p adalah contoh lain bahwa ujian bisa menimpa orang yang paling menjaga kehormatan dan keimanan. Ia dibenci oleh saudara-saudaranya, dibuang ke sumur, dijual sebagai budak, difitnah karena menjaga diri, hingga akhirnya dipenjara. Namun, semua itu dijalaninya dengan sabar dan tawakal.[6]
Rasūlullāh ﷺ, makhluk paling mulia, justru hidup paling berat: ditinggal orang tua sejak kecil, miskin, diusir dari tanah kelahirannya, bahkan difitnah gila dan tukang sihir, namun beliau tetap bersabar dan memaafkan.[7]
Apakah semua itu karena mereka dibenci Allah? Tentu tidak. Justru, ujian-ujian itu adalah bukti cinta dan perhatian dari Allah. Kisah para nabi mengajarkan kita bahwa ujian bukanlah tanda murka, melainkan bentuk kasih sayang-Nya.
Tanpa Ujian, Kita Mudah Lupa Diri
Kenyamanan memang menyenangkan, tapi sering kali membuat kita lalai. Justru saat diuji, kita jadi lebih khusyuk dalam shalat, lebih sering berdoa, dan lebih jujur dalam menilai diri sendiri.[8]
Allāh ﷻ berfirman,
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan berkata: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji?” (QS. al-‘Ankabūt [29]: 2)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa iman bukan sekadar ucapan, tetapi harus dibuktikan melalui sikap saat menghadapi ujian. Allāh ﷻ tidak akan membiarkan seseorang mengaku dirinya beriman tanpa diuji. Justru melalui ujian itulah ketulusan iman terlihat.[9]
Jangan Bandingkan Ujian, Bandingkan Reaksi
Setiap orang pasti akan menghadapi ujian dalam hidup, tapi ujian itu berbeda-beda, tergantung siapa orangnya. Mahasiswa punya ujian yang berbeda dengan orang tua, pengusaha diuji dengan cara yang tidak sama dengan penghafal Al-Qur’an. Maka, yang menjadi ukuran bukanlah seberapa berat ujian yang kita alami, melainkan bagaimana kita menyikapinya.
Allāh ﷻ berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155)
Allāh ﷻ menunjukkan kepada kita bahwa cara terbaik menghadapi ujian adalah dengan sabar dan takwa. Sebagaimana firman Allāh ﷻ dalam surat Ali ‘Imrân,
وَإِن تَصْبِرُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ
“Jika kamu bersabar dan bertakwa, sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 186)
Sikap sabar dan takwa bukanlah pilihan namun kewajiban bagi setiap Muslim ketika diuji. Menariknya, dalam banyak ayat, Allāh ﷻ menggandengkan dua sikap ini (sabar dan takwa) sebagai satu kesatuan, ini bisa ditemukan dalam enam tempat berbeda dalam Al-Qur’an, seperti dalam surat Ali ‘Imran ayat 118, 125, dan 186; surat Yusuf ayat 90; surat An-Nahl ayat 125–128; dan surat Thaha ayat 132. Ini menunjukkan bahwa kesabaran dan ketakwaan adalah dua hal utama yang saling melengkapi dalam menghadapi ujian hidup.[10]
Penutup
Jadi, kalau kamu sedang diuji, jangan buru-buru menyangka Allāh ﷻ tidak sayang. Justru karena Allāh ﷻ menyayangi hamba-Nya, Dia mengujinya. Sebab Allāh ﷻ tahu kamu mampu, dan Dia ingin kamu naik derajat.
Maka, daripada terus bertanya “kenapa aku diuji?”, lebih baik kita bertanya “bagaimana aku merespons ujian ini?” Sebab kesabaran, doa, dan husnuzan adalah wujud cinta kita kepada Allāh ﷻ di tengah kesulitan. Wallāhu a‘lam.
* Mahasiswa Hukum Islam UII 2022.
Maraji’ :
[1] Dede Nurhasanah – “Ujian Sebagai Bentuk Kasih Sayang Allāh ﷻ Ta’ala” – https://islamrahmah.id/ujian-sebagai-bentuk-kasih-sayang-allah-taala/ – Diakses 15 Juni 2025.
[2] Gazzeta Raka Putra Setyawan – “Besarnya Kasih Sayang Allāh ﷻ Bag. 6: Ujian dan Musibah Tanda Kasih Sayang Allah” – https://muslim.or.id/104377-besarnya-kasih-sayang-allah-bag-6-ujian-dan-musibah-tanda-kasih-sayang-allah.html – Diakses 15 Juni 2025.
[3] Giri Hadmoko– “Menyelami Nikmat dan Ujian Kehidupan Dunia: Meningkatkan Keimanan” https://fpscs.uii.ac.id/blog/2022/05/14/menyelami-nikmat-dan-ujian-kehidupan-dunia-meningkatkan-keimanan – Diakses 15 Juni 2025.
[4] Khazanah Islam – “Kenapa Allāh ﷻ Memberikan Cobaan yang Sangat Berat?” – https://www.sekolahfinsa.com/2025/06/05/kenapa-allah-memberikan-cobaan-yang-sangat-berat – Diakses 15 Juni 2025.
[5] (QS. al-Anbiyā’ [21]: 83)
[6] Pondok Yatim – “Teladan dari Kesabaran dan Sifat Pemaaf Nabi Yusuf as” – https://pondokyatim.or.id/artikel/teladan-dari-kesabaran-dan-sifat-pemaaf-nabi-yusuf-as – Diakses 15 Juni 2025.
[7] Fatiha Agyal S – “Dakwah dan Ujiannya” – https://www.rumahamal.org/news/dakwah_dan_ujiannya – Diakses 15 Juni 2025.
[8] Raka – “Ujian Adalah Cara Allāh ﷻ Mendidik dan Mendekatkan Kita” – https://mimikamuslim.com/artikel/detail/421 – Diakses 15 Juni 2025.
[9] Rokhmat S. Labib – “Ujian Kebenaran Iman (Tafsir Surat Al-‘Ankabūt: 2)” – https://www.baitul-khair.or.id/2017/11/ujian-kebenaran-iman-tafsir-surat-al.html – Diakses 15 Juni 2025.
[10] Sa’id Yai Ardiansyah – “Setiap Muslim Akan Menghadapi Ujian dan Cobaan” – https://almanhaj.or.id/22943-setiap-muslim-akan-menghadapi-ujian-dan-cobaan-2.html – Diakses 15 Juni 2025.
Download Buletin klik di sini