ESENSI DAN REFLEKSI PRINGATAN HARI KELAHIRAN NABI MUHAMMAD

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah“.
(QS. al. Ahzab [33]: 21).

Hakikat Memperingati Maulid Nabi SAW
Memperingati hari kelahiran nabi merupakan hal pokok mendasar yang dapat di ambil iktibar dari proses sejarah kehidupannya yang penuh dinamika. Diperingati sebagai bentuk mengenang atau mengingat kembali sejarah di utusnya nabi muhammad kemuka bumi ini yang mengembang visi dan misi bahwa Nabi Muhammad  sebagai Rohmatan Lilalamin (rahmat seluruh alam), selain itu juga terpenting dari Risalah kehidupan beliau yang harus di teladani, mengingat suatu pribadi yang agung untuk di jadikan contoh oleh para umatnya. Bagaimana kita meniru akhlak beliau dalam bertauhid, berumah tangga, bermasyarakat sesama muslim dan sesama manusia yang beda aqidah dan lain sebagainya.

Bentuk meneladani Nabi Muhammad  dalam berumah tangga adalah akhlak nabi dalam mengasihi, memuji, dan tidak pernah meyakiti isterinya. Sementara itu, meneladani Nabi Muhammad SAW dalam bermasyarakat. Pencerahan itu dilakukan dengan perilaku santun, seperti suka menolong, suka melayani, tak mau membicarakan kejelekan, menghormati musuh, suka memaafkan, sabar, suka beramal, tidak menyakiti orang, tidak emosi, dan begitu seterusnya.

Maulid Nabi ini merupakan momen Spiritual untuk mentahbiskan beliau sebagai figur teladan yang mengisi pikiran, hati dan pandangan hidup kita, untuk di aktualisasikan dalam kehidupan peribadi serta sosial bermasyarakat. Bukan sekedar serimonial, melainkan penuh isyarat dipetik hikma pengetahuan terutama dibidang akhlakul karimah beliau. Mengingat tidak lama lagi akan memperingati maulid nabi tepat 12 rabiul awal tahun Hijriyah bertepatan 24 Desember 2015.

Maka subtansi mendasar yang dapat dicontoh, diamalkan dalam kehidupan secara universal atau menyeluruh, Pertama yang harus dipahami tidak dari perspektif keislaman saja, melainkan harus dipahami dari berbagai perspektif yang menyangkut segala persoalan, misal, politik, budaya, ekonomi, maupun agama, karena nabi sukses mengatasi berbagai problema yang terjadi pada masanya salah satunya keluhuran budinya. Kedua, wadah untuk mengkaji kehidupan beliau untuk memperkenalkan beliau kepada generasi muda lebih jauh, serta sarana untuk lebih mencintai dan meneladani beliau. Pepatah mengatakan: “tak kenal maka tak sayang”. Sangat mungkin seorang muslim tidak banyak tahu tentang sejarah kehidupan Nabinya, lantas bagaimana mungkin ia akan meneladani nabinya, jika ia sendiri tidak mengenalnya.
Ketiga, keberhasilan Rasulullah  itu sejatinya tidak dapat dilepaskan dari keimanan Rasulullah yang bersifat implementatif. Agama diyakini olehnya sebagai sumber nilai etik yang harus diterjemahkan ke dalam realitas. Kesaksiannya tentang Tauhid (Monoteisme) mengantarkan beliau kepada penyikapan terhadap seluruh umat manusia sebagai mahluk Tuhan yang esensinya setara yang harus diperlakukan berdasar nilai-nilai kesetaraan itu. Oleh karena itu, pokok mendasar dari peringatan maulid nabi Muhammad yang agung tidak di lepas dari ketika faktor tersebut, untuk dijaikan rujukan teladan di kehidupan sosial, individu masyarakat guna mewujudkan masyarakat madani, (Civil Society) serta “Gemah Ripah Lo Jinawi” atau kata lainnya ”Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur” (tenteram dan makmur)

MENGENAL HIJAMAH: Sehat dengan Bekam

Rasulullah  bersabda:

“Sesungguhnya cara pengobatan yang paling ideal bagi kalian adalah alhijamah (bekam) dan fashdu (venesection).” (HR. Bukhari & Muslim)

 

“Barang siapa melakukan bekam padatanggal 17, 19 atau 21, akan sembuh dari setiap penyakitnya.” (HR. Abu Dawud)

 

Bekam adalah metode pengobatan dengan cara mengeluarkan darah statis yang mengandung toksin dari dalam tubuh manusia. Berbekam dengan cara melakukan pemvakuman di kulit dan pengeluaran darah darinya. Pengertian ini mencakup dua mekanisme pokok dari bekam, yaitu proses pemvakuman kulit dan dilanjutkan dengan pengeluaran darah dari kulit yang telah divakum sebelumnya. Dalam bahasa Jawa disebut cantuk atau kop. Di Sumbawa dan sekitarnya disebut tangkik atau batangkik. Dalam bahasa Arab disebut hijamah. Dalam bahasa Inggris disebut blood cupping atau blood letting atau cupping therapy atau blood cupping therapy atau cupping therapeutic. Dalam bahasa Mandarin disebut pa hou kuan. Di Asia tenggara (Malaysia dan Indonesia) dikenal dengan sebutan bekam. Terapi ini mengeluarkan toksin (racun) suhu dan angin serta bibit penyakit yang mengendap dan bersenyawa dalam darah melalui organ belakang tubuh atau organ lainnya. Kata al-Hijamah berasal dari istilah bahasa Arab hijâmah yang berarti pelepasan darah kotor.

Pengobatan dengan bekam sudah digunakan semenjak zaman Rasulullah . Nabi Muhammad  adalah manusia pertama yang dibekam oleh para Malaikat dengan perintah Allah  sebelum Isra dan Mi’raj. Penjelasan ini terdapat dalam hadits riwayat Ibnu Majah. Bekam atau hijamah memiliki banyak manfaat, diantaranya: mengamalkan sunnah Rasul dalam pengobatan, meningkatkan daya tahan tubuh (promotif), mencegah penyakit (preventif), menyembuhkan penyakit (kuratif), dan perawaan pasca sakit (rehabilitatif).

Hingga saat ini, penelitian medis telah dilakukan untuk mengetahui manfaat dari metode bekam. Salah satunya adalah yang dilakukan terhadap 60 orang gemuk yang rutin melakukan bekam. Ternyata bekam bisa menurunkan tekanan darah dan kolesterol jahat, serta meningkatkan kadar kolesterol baik. Hasil studi tersebut dimuat dalam BMC Medicine. Studi lain yang dimuat dalam Journal of the American Medical Association juga menyebutkan orang yang mendonasikan darahnya setiap 6 bulan sekali lebih jarang terkena serangan jantung dan stroke.

Dr. Wadda’ A. Umar mengungkapkan teori kedokteran bahwa saat pembekaman pada titik bekam, maka akan terjadi kerusakan mast cell dan lain-lain pada kulit, jaringan bawah kulit (sub kutis), fascia dan ototnya. Akibat kerusakan ini akan dilepaskan beberapa mediator seperti serotonin, histamine, bradikinin, slow reacting substance (SRS), serta zat-zat lain yang belum diketahui. Zat-zat ini menyebabkan terjadinya dilatasi (pelebaran atau peregangan) kapiler dan arteriol, serta flare reaction pada daerah yang dibekam. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi di tempat yang jauh dari tempat pembekaman. Ini menyebabkan terjadinya perbaikan mikro-sirkulasi pembuluh darah. Akibatnya timbul efek relaksasi (pelemasan) otot-otot yang kaku serta akibat vasodilatasi (pelebaran diameter pembuluh darah) umum akan menurunkan tekanan darah secara stabil. Yang terpenting adalah dilepaskannya corticotrophin releasing factor (CRF), serta releasing factors lainnya. CRF adalah sinyal yang merespon tekanan-tekanan/ stress dalam otak yang bertugas mengatur dan melepaskan stress. CRF selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya adrenocorticotropic releasing hormone (ACTH), corticotrophin dan corticosteroid yang mempunyai efek menyembuhkan peradangan serta menstabilkan sel.

Rekayasa Sosial Rasulullah di Era Kontemporer

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila seseorang meninggal dunia maka terputuslah semua pahala amalnya kecuali 3 perkara: Amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orangtuanya dengan doa yang baik.” (HR Muslim dan Abu Hurairah)

Hadis ini sangat popular dikalangan masyarakat yang membawa banyak gerakan perubahan, motivasi berbuat baik dan sandaran yang religius. Namun yang banyak kita saksikan hadis ini cenderung dimaknai secara tekstual terutama pada generasi belakangan ini. Misalnya, poin pertama, “Amal Jariyah” pesan Rasulullah ini masih sering berputar pada pemaknaan yang sempit, yaitu sekedar pembangunan masjid, panti asuhan dan sebagainya. Poin kedua ilmu yang bermanfaat, hanya sering dimaknai sekedar mengajarkan ilmu yang kita punya. Poin ketiga anak shaleh yang mendo’akan orangtunya, sering dimaknai sungguh sangat sempit hanya seputar mengangkat tangan berdo’a untuk keselamatan orangtua di akhirat yang sering dilakukan secara formalitas setelah menunaikan shalat. Banyakan Da’I, Muballig maupun akademisi memang menyampaikannya hanya sebatas itu, sehingga perlombaan hanya gencar membangun masjid, membangun lembaga keagamaan, membagi ilmunya dan mengangkat tangan untuk berdo’a.
1. Amal Jariyah (Gerakan  Sosial)
Amal jariyah sering disempitkan pembahasannya hanya sampai berbuat baik berupa materi, yang biasanya untuk memotivasi membangun masjid, membangun panti asuhan, dan semacamnya. Maka muncul berbagai interpretasi yang bias dalam memaknai teks pesan Rasulullah tersebut. Banyak kita jumpai ahli maksiat kemudian membantu atau membangun masjid, panti asuhan, lembaga keagamaan lainnya dengan harapan ketika meninggal maka pahala amalnya bisa menolongnya. Sebenarnya tindakan demikian mulia, ketika disertai dengan iman, yang dibuktikan berhenti pada kemaksiatannya untuk mensucikan dirinya. Justru yang banyak kita saksikan, baik secara  langsung di sekitar kita, maupun di media, sikapnya berperan ganda. Di sisi lain dia maksiat, di sisi lain berbuat baik.

Dalam al-Qur’an selalu kita jumpai ayat iman dan amal selalu bergandengan, karena kunci keselamatan dunia-akhirat adalah keterpaduan iman dan amal. Misalnya QS. An-Nahl [16]: 97.

مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٩٧

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”

Dalam ayat ini, Allah secara tegas membedakan antara amal dan iman kemudian merangkaikannya sebagai keterpaduan. Kenapa demikian? Karena manfaat iman itu ada pada amal, begitupun sebaliknya, amal (kebaikan sosial) yang dilakukan tanpa iman kepada Allah (mengikuti petunjuk-Nya), berpotensi membuat seseorang melakukan kesewenang-wenangan. Dalam negara kita, baik lembaga kenegaraan, keagamaan, maupun lembaga lainnya, sering kita jumpai pejabat yang memiskinkan ratusan bahkan ribuan orang yang dibunuh secara perlahan melalui tindakan korupsinya tanpa peduli, kemudian seolah-olah ingin mensucikan diri secara pintas melalui amal jariyah dengan cukup berpartisipasi maupun membangun lembaga keagamaan dengan materi. Tindakan demikian bertentangan dengan ajaran Islam yang memerintahkan kebaikan sosial yang didasari iman.

Pesan Rasulullah pada poin pertama ini yaitu amal jariyah, penulis lebih sepakat menekankan maknanya di era kontemporer ini yaitu “gerakan sosial”. Gerakan sosial ini contohnya membangun dan membentuk lembaga yang bergerak pada sosial masyarakat demi perubahan lebih baik, misalnya membentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), lembaga pengawas untuk berbagai sektor, semua itu demi mengontrol, mencegah  dan mengatasi kemungkinan problem yang muncul demi kemaslahatan manusia. Tetapi ahir-ahir ini, jutru kita jumpai banyaknya pihak yang berusaha bahkan sudah menghancurkan lembaga-lembaga sosial ini dengan berbagai cara karena merasa terancam dan tidak bebas melakukan kejahatannya. Misalnya adanya usaha penghapusan KPK, merusak citra KPK, dan lembaga sosial lainnya yang bersifat mengontrol. Akhirnya, justru masjid berjamuran bahkan saling berdekatan dan megah, namun tidak mampu memberi efek positif pada masyarakat, dibuktikan semakin bertambahnya daftar kriminal dalam negeri ini. Pertanyaannya adalah, kenapa bisa demikian? Itu karena antusias iman yang tinggi, namun mengabaikan perhatian pada syarat utama yang membuktikan iman adalah kebaikan sosial, yang disebut amal.
2. Ilmu yang Bermanfaat (Gagasan)
Ilmu merupakan penopang terwujudnya amal yang merupakan buah dari iman. Sehingga kata Prof.Nurcholish Madjid,  bahwa hidup seorang muslim sejati itu, cukup iman, ilmu dan amal (Islam Doktrin dan Peradaban). Rekayasa Sosial Rasulullah pada langkah kedua ini mendorong umat manusia apalagi umat muslim untuk banyak berusaha belajar demi keluasan ilmunya. Memaksimalkan keseharian untuk banyak belajar dan membaca berbagai literature, buku serta berbagai sumber informasi pengetahuan lainnya. Begitupun juga memperbanyak dialektika pengalaman. Ilmu yang bermanfaat ini bukan sekedar mengajarkan seadanya yang kita miliki, namun lebih pada memberikan gagasan perubahan. Dorongan berilmu ini juga banyak kita jumpai dalam ayat al-Qur’an di antaranya QS. Al-Isra’ [17]: 36

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡ‍ُٔولٗا ٣٦

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”

Setidaknya dalam ayat ini bisa dimaknai larangan Allah untuk bertaqlid tanpa dasar dan ilmu.  Apalagi terhadap orang yang berpendidikan, maka ditekankan adanya pengetahuan dalam melakukan sesuatu supaya lebih bermanfaat. Memunculkan gagasan-gagasan baru yang segar dan mengalir merupakan hal yang dianjurkan dalam Islam. Gagasan baru dan inovatif bisa keluar dari pikiran-pikiran seseorang yang berilmu. Tanpa ilmu yang matang akan melahirkan gagasan-gagasan yang kopy paste, taqlid buta. Hidup apa kata orang, berpikir apa kata orang, dan mengajarkan ilmu juga apa kata orang. Takut dianggap melenceng dari pendapat yang umum, inilah yang menjadi penyakit parah umat muslim kontemporer ini. Padahal produk pemikiran tokoh masa lampau yang merupakan contoh awal dealektika mereka terhadap zamannya tentu mereka berharap ada pengembangan dilakukan generasi setelahnya karena juga berbeda zaman dan situasinya. Keberanian memberikan gagasan perubahan yang baru dan inovatif, akan menyumbang tumbuh pesatnya ilmu pengetahuan, yang mewujudkan perubahan dan peradaban.
3. Anak Shaleh yang mendo’akan orangtuanya (Tokoh Besar)

Tahap ketiga perubahan sosial yang diajarkan Nabi Muhammad SAW., ini yaitu lahirnya anak shaleh. Anak shaleh yang penulis maksud bukanlah yang sekedar mengangkat tangan berdo’a untuk keselamatan orang tuanya. Dalam era kontemporer ini, redaksi hadis tersebut harus dimaknai lebih dinamis demi hadirnya Islam yang segar dengan mewujudkan duta-duta pembaharu yaitu “Tokoh Besar”. Ketika Langkah pertama dan kedua di atas sudah ditempuh, maka langkah ketiga ini yang dianjurkan Rasulullah akan memunculkan tokoh besar. Tokoh besar yang diharapkan di sini yaitu yang peka terhadap situasi kemanusiaan, terus berupaya melakukan  amal jariyah (kebaikan sosial), karena itu buah dari iman. Kemudian berilmu, berwawasan luas, jadi ahli, professional, memperhatikan kebaikan lingkungan, mejaga harga diri. Maka kebaikan yang kita lakukan, manusia di sekeliling kita bertanya itu anak siapa? Siapa orangtuanya?. Orangtua kita yang disanjung, dikenang, diingat kebaikannnya, diperbincangkan serta diteladani oleh orang lain meskipun sudah tiada, merupakan do’a untuk orangtua kita. Itulah makna, “Anak shaleh yang mendo’akan orangtuanya”. Demikianlah tahap strategi dan  rekayasa sosial yang diajarkan Rasulullah, semoga bisa dimaknai lebih dari yang penulis uraikan.
B

Biodata Penulis
Nama:Muhammad Hamsah, S.Pd.I
Jurusan: Konsentrasi Pendidikan Islam, FIAI MSI UII Yogyakarta 2015

No Hp: 085299222096
Email: [email protected]
No. Rek BNI: 0354666794