BEKAL RINGKAS ZAKAT FITRI

BEKAL RINGKAS ZAKAT FITRI

Oleh: Hendi Oktohiba

 

Bismillahi walhamdulillahi wash-shalatu wassalamu ‘ala rasulillah

Hukum Zakat Fitri

Pembaca yang budiman, pada bulan Ramadhan ini, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat fitri, sebagaimana hadits Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah n mewajibkan zakat fitri dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Seorang muslim yang ada kelebihan makanan pokok untuk dirinya dan keluarganya, mulai terkena kewajiban membayar zakat fitri jika ia bertemu bulan Ramadhan dan terbenamnya matahari (waktu maghrib) di malam hari raya Idul Fitri. Jika dia mendapati kedua waktu tersebut, maka wajib baginya membayar zakat fitri. Jadi, apabila seseorang meninggal sebelum maghrib hari terakhir bulan Ramadhan menjelang malam hari raya Idul Fitri, maka dia tidak punya kewajiban mengeluarkan zakat fitri. Tetapi jika dia meninggalnya setelah masuk waktu maghrib, maka dia sudah terkena kewajiban untuk mengeluarkan zakat fitri. Begitu juga apabila ada bayi yang lahir setelah masuk waktu maghrib pada malam hari raya Idul Fitri, maka tidak wajib dikeluarkan zakat fitri darinya.

Tetapi jika bayi itu lahir sebelum masuk waktu maghrib kemudian bayi tersebut menemui waktu maghrib malam hari raya Idul Fitri, maka wajib dikeluarkan zakat fitri darinya. Tadi adalah penjelasan waktu terkena wajibnya membayar zakat fitri. Meskipun begitu, zakat fitri boleh ditunaikan sejak awal Ramadhan dan dianggap sah serta sudah gugur kewajiban zakat fitrinya. Zakat fitri ditanggung oleh masing-masing individu, karena zakat fitri adalah zakat badan atau diri. Anak kecil yang tidak punya harta, zakat fitrinya ditanggung oleh orang tuanya.[1]

Bentuk dan Kadar Zakat Fitri

Bentuk zakat fitri adalah berupa makanan pokok seperti kurma, gandum, beras, kismis, dan semacamnya. Para ulama sepakat bahwa kadar wajib zakat fitri adalah satu sha’ dari semua bentuk zakat fitri kecuali untuk qamh (gandum) dan zabib (kismis) sebagian ulama membolehkan dengan setengah sha’.

Satu sha’ adalah ukuran takaran yang ada pada masa Nabi n. Ukuran satu sha’ jika diperkirakan dengan ukuran timbangan zaman sekarang adalah sekitar 3 kg. Ulama lainnya mengatakan bahwa satu sha’ kira-kira 2,157 kg. Artinya, jika zakat fitri dikeluarkan 2,5 kg seperti kebiasaan di negeri kita, sudah dianggap sah. Zakat fitri tidak boleh ditunaikan dalam bentuk uang, sebagaimana pendapat ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.[2]

Golongan Orang Yang Berhak Menerima Zakat

Orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik) ada delapan golongan, yaitu: (1) Fakir, yaitu orang-orang yang tidak mampu memenuhi sesuatu yang merupakan bagian dari kebutuhan mereka. Misalnya, orang yang membutuhkan sepuluh, tetapi hanya mampu memenuhi dua atau bahkan tidak mampu sama sekali.

(2) Miskin, yaitu orang-orang yang tidak mampu memperoleh sesuatu yang bisa mencukupi kebutuhan mereka. Misalnya orang yang membutuhkan sepuluh, tetapi hanya mendapatkan delapan.[3]

(3) Amil Zakat, yaitu pengurus zakat dengan penunjukan pemerintah dan bukan mengangkat dirinya sendiri. Jadi, panitia atau sukarelawan yang mengumpulkan zakat atas inisiatif tanpa ditunjuk oleh pemerintah, seperti yang biasanya dilakukan oleh pengurus-pengurus masjid di negeri kita, tidak termasuk dalam mustahik. Kecuali jika mereka masuk dalam golongan mustahik yang lain, misalnya tergolong fakir, miskin, atau yang lainnya.

(4) Muallafatu Qulubuhum, yaitu orang-orang yang masih lemah keislamannya.

(5) Pembebasan Budak. Termasuk di dalamnya adalah pembebasan budak mukatab yaitu budak yang berjanji pada tuannya untuk memerdekakan dirinya dengan syarat melunasi pembayaran tertentu.

(6) Gharim, adalah orang-orang yang tidak mampu melunasi utang mereka. Dalam hal ini disyaratkan utang-utang tersebut untuk sesuatu yang mubah (boleh). Jika utang-utang tersebut untuk sesuatu yang haram, maka zakat tersebut tidak boleh diberikan kepadanya kecuali setelah ia bertaubat.

(7) Fi Sabilillah, yaitu orang-orang yang berperang untuk membela Islam dan tidak ada kompensasi untuk mereka dari baitul mal. Dalam pengertian lain, yaitu orang-orang yang dalam peperangan, sedangkan mereka tidak digaji oleh departemen atau lembaga terkait. [4] Jadi, fi sabilillah dalam mustahik zakat adalah orang yang harus memenuhi dua syarat yaitu a) berperang di medan peperangan membela Islam, b) tidak mendapatkan gaji dari negara.

(8) Ibnu Sabil, yaitu musafir yang ingin kembali ke negerinya, namun kehabisan biaya atau bekal untuk mengantarkan perjalanannya.[6]

Zakat fitri boleh diberikan kepada salah satu mustahik. [5] Karena penyebutan delapan golongan di atas hanya untuk membedakan jenis-jenis golongan mustahik, bukan untuk mengharuskan agar diberi semuanya. Zakat fitri boleh dibayarkan langsung kepada mustahik tanpa melalui amil zakat maupun panitia pengumpul zakat dan juga tidak perlu ada ijab kabul serta jabat tangan antara pembayar zakat (muzakki) dan penerima zakat (mustahik).

Golongan Orang Yang Tidak Berhak Menerima Zakat

Zakat fitri tidak boleh diberikan kepada lima golongan, yaitu, (1) Orang yang kaya harta atau berpenghasilan banyak. (2) Budak. (3) Bani Hasyim dan Bani Muththalib. (4) Orang kafir. (5) Orang yang nafkahnya menjadi tanggungan si muzakki dengan atas nama mustahik fakir dan miskin, contohnya yaitu suami wajib menafkahi istri dan anak-anaknya, berarti si suami sebagai muzakki haram untuk membayar zakat kepada istri dan anak-anaknya dengan atas nama mustahik fakir ataupun miskin.

Pembaca yang budiman, kita sebagai seorang muslim sudah semestinya paham dengan syariat zakat fitri, karena ini berkaitan dengan kewajiban seorang muslim dan hak orang lain. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu bertakwa kepada Allah dan dimasukkan ke dalam surga firdaus-Nya. Aamiin.

Mutiara Hikmah

Dari Ibnu Abbas, ia berkata,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ  nزَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.

Rasulullah n mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827)

Alumni FIAI

[1] Abul Wahid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Alih bahasa Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun. Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid. Jakarta: Pustaka Amani. 2007 M. Jilid 1. Cet.k-3. hal. 622.

[2] Muhammad Abduh Tuasikal. Panduan Ramadhan Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah. Sleman: Pustaka Muslim. 2014 M. Cet.k-7. hal. 78-79.

[3] Musthafa Dib al-Bugha. At-Tadzhib fi Adillah Matan al-Ghayah wa at-Taqrib. Alih bahasa D.A Pakihsati. Fikih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-hukum Islam Madzhab Syafi’i. Solo: Media Zikir. 2009 M. hal. 206.

[4] Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq al-Sheikh. Lubabut Tafsir min Ibni Katsir. Alih bahasa M. Abdul Ghoffar. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i. 2003 M. Cet.k-2. hal. 154.

[5] Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di. Manhajus Salikin wa Taudhihul Fiqhi fid Din. Alih bahasa Abu Ihsan al-Atsari. Pedoman Praktis Fiqih Setiap Muslim. Jakarta: Dar el-Hujjah. 2002 M. Cet.k-1. hal. 110.

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *