MENGAMBIL PELAJARAN DARI PERISTIWA KEMATIAN

MENGAMBIL PELAJARAN DARI PERISTIWA KEMATIAN

Oleh: Siti Jamilah, MSI.*

 

Bismillâh walhamdulillâh, washshalâtu wassalâmu ‘ala rasûlillâh, wa ba’du.

Berita tentang kematian atau wafatnya seseorang adalah suatu hal yang biasa dan sering kita dengar. Kabar wafatnya para tokoh masyarakat, cendikiawan, ulama, karib kerabat, sahabat dan handai taulan datang silih berganti dari waktu ke waktu. Terlebih beberapa waktu lalu, saat pandemi mencapai puncaknya di negeri ini, kematian seolah begitu dekat di sekeliling kita. Banyak orang-orang yang kita cintai meninggal dunia tiba-tiba. Bagaimana pun, semua tentu tak lepas dari kuasa dan takdir Allah, Penguasa dan Pengatur semesta raya. Selain bersabar dan ikhlas akan ketetapan Allah, kita juga semestinya harus mampu mengambil pelajaran dan ‘ibrah dari peristiwa kematian ini. Rasulullah n bersabda: Kafa bil mauti wa’izhan, “Cukuplah kematian sebagai pemberi nasihat”. (H.R. Baihaqi)[1].

Nasihat dari Kematian

Ada beberapa nasihat dari peristiwa kematian yang dapat kita ambil dan kita renungkan sebagai bahan pelajaran;

Pertama, hidup di dunia ini hanyalah sementara. Semua manusia pasti akan kembali menghadap Allah ﷻ untuk mempertanggungjawabkan apa yang diperbuatnya di dunia ini. Allah ﷻ berfirman: “Setiap jiwa akan merasakan mati”. (Q.S. Ali Imran [3]: 185). Semua makhluk yang hidup pada saatnya akan mendapatkan giliran menemui ajal atau kematian. Hanya soal bagaimana, dimana dan kapan yang menjadi rahasia Allah. Jika kesadaran ini telah tertanam di dalam jiwa, niscaya akan dapat menumbuhkan dorongan agar kita mulai berbenah. Berusaha untuk terus memperbaiki diri.[2]

Kedua, masih diberikan nikmat kesehatan dan kesempatan. Kesehatan adalah salah satu nikmat terbesar yang kadang baru disadari betapa berharganya saat seseorang dalam keadaan sakit. Ada ungkapan hikmah yang menyatakan bahwa kesehatan adalah mahkota di atas kepala orang-orang yang sehat yang tidak terlihat kecuali oleh orang-orang yang sakit.[3]

Ketiga, kematian mengajarkan pentingnya menghargai waktu. Ada dua nikmat besar yang sering dilupakan manusia kata Nabi, yaitu kesehatan dan kesempatan (waktu). Di saat kita sehat dan memiliki waktu, tentu banyak hal bermanfaat yang dapat kita lakukan. Dan kesempatan itu akan berakhir ketika kematian datang menjemput. Sehingga mumpung Allah masih memberikan kita waktu dan kesempatan, marilah kita gunakan dengan baik untuk banyak beribadah dan menebar manfaat bagi sesama.

Meraih Husnul Khatimah

Setiap Muslim tentu berharap bahwa pada saatnya nanti ketika ajal datang menjemput meninggal dalam keadaan husnul khatimah. Husnul khatimah bermakna akhir hidup yang baik. Kebalikannya adalah suul khatimah, akhir hidup yang buruk. Akhir hidup yang baik bagi seorang Muslim sangat bermakna. Hal itu mengisyaratkan bahwa kelak di akhirat ia akan memperoleh ridha Allah, kebahagiaan dan surga-Nya.

Sehingga baik sekali kita sering berdoa, memohon kepada Allah agar dikaruniai anugerah husnul khatimah. Misalnya dengan sering-sering membaca doa berikut; Allahumma innii asaluka husnal khatimah, wa audzubika min suuil khatimah. “Ya Allah, hamba bermohon kepada-Mu karuniakanlah hamba akhir kehidupan yang baik. Dan hamba berlindung kepada-Mu dari akhir kehidupan yang buruk”. Itu salah satu contoh redaksi doa memohon husnul khatimah yang dapat kita amalkan.

Di dalam hadits Nabi disebutkan ada beberapa keadaan dan tanda-tanda seseorang wafat dalam keadaan husnul khatimah;

            Pertama, ketika seseorang mengucapkan kalimat tauhid di akhir hayatnya. Nabi ﷺ bersabda; “Barangsiapa yang di akhir hidupnya mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallaah niscaya ia masuk surga”. (HR. Abu Dawud).[4]  Wajar jika Allah ﷻ memberikan kemuliaan bagi mereka yang menutup hidupnya dengan membawa kalimat tauhid tersebut. Nabi ﷺ bersabda: “Iman memiliki enam puluh atau tujuh puluh lebih cabang. Cabang tertinggi dari iman adalah kalimat Laa ilaaha illallaah (tiada Tuhan selain Allah). Cabang yang terendah adalah menyingkirkan hal yang dapat menyakiti dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang dari iman.” (HR. Bukhari).[5]

Kedua, ketika seseorang mengakhiri hidupnya dalam keadaan sedang beramal shalih. Misalnya ia wafat dalam keadaan sedang berpuasa, shalat, sedekah, membaca al-Quran, menunaikan ibadah haji dan seterusnya. Orang yang wafat saat sedang menunaikan ibadah dan ketaatan disebutkan dalam makna hadits shahih riwayat Imam Ahmad sebagai kematian yang husnul khatimah.

Ketiga, orang yang mati syahid. Nabi menyatakan bahwa orang yang meninggal dalam keadaan syahid adalah calon penghuni surga. Ada beberapa macam keadaan yang dinilai sebagai mati syahid. Rasulullah bersabda; “Syahid ada tujuh macam selain yang gugur di jalan Allah. Orang yang mati karena penyakit tha’un (wabah menular) adalah syahid. Orang yang mati tenggelam syahid. Orang yang mati karena penyakit perut syahid. Orang yang mati terbakar syahid. Orang yang mati karena tertimpa bangunan syahid. Wanita yang gugur di saat melahirkan ia syahid”. (H.R. Abu Dawud). Juga disebutkan dalam riwayat hadits lain; “Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya, jiwanya dan keluarganya maka ia mati syahid”. (H.R. Tirmidzi).

Keempat, orang yang dikenal shalih saat hidupnya dan ia pun meninggal dalam keadaan istiqamah iman dan Islamnya. Hidupnya senantiasa diisi dengan ketakwaan dan amal kebaikan. Maka insya Allah ia husnul khatimah, meskipun secara zhahir mungkin tidak memiliki tanda-tanda spesifik saat wafatnya. Juga terhitung husnul khatimah seorang muslim yang wafat dalam keadaan diuji dengan sakit, dan ia husnuzhan serta bersabar atas ketetapan-Nya. Pada hakikatnya sakit yang menimpa seorang muslim adalah ujian. Ia akan menghapus dosa-dosanya dan meninggikan derajatnya manakala ia sabar dan ridha atas ketetapan-Nya. Wa Allâhu a’lam.

Kesimpulan

Nasihat dari Kematian

  1. hidup di dunia ini hanyalah sementara
  2. masih diberikan nikmat kesehatan dan kesempatan
  3. kematian mengajarkan pentingnya menghargai waktu.

Meraih Husnul Khatimah

Mempebanyak doa: Allahumma innii asaluka husnal khatimah, wa audzubika min suuil khatimah. “Ya Allah, hamba bermohon kepada-Mu karuniakanlah hamba akhir kehidupan yang baik. Dan hamba berlindung kepada-Mu dari akhir kehidupan yang buruk”.

Marâji’:

* Penyuluh Agama Islam Kota Yogyakarta

[1] Diriwayatkan al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no.10556 dari ‘Ammar bin Yasar secara marfu’

[2] Muhammad al-Ghazali, Jaddid Hayatak. Darul Bayan, 2007.

[3] Aidh al-Qarni, La Tahzan. Jakarta: Qisthi Press, 2004.

[4] Abu Dawud, Sunan Abi Dawud. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.

[5] Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Sahih Bukhari. terj. Zainuddin Hamidi dkk. Jakarta:  Wijaya, 1992.

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *