HAKIKAT PERTEMANAN DALAM ISLAM

HAKIKAT PERTEMANAN DALAM ISLAM

Oleh : Awwahun Halim

*Ketua HAWASI & mahasiswa Akuntansi 2019

 

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,   

Setiap manusia pasti memiliki teman akrab yang senantiasa menemaninya baik itu dikala suka maupun duka, ada yang sudah berteman dari kecil hingga dewasa. Walaupun terkadang dalam pertemanan ada juga istilah seperti “menusuk dari belakang”. Akan tetapi hakikatnya setiap orang pasti memiliki teman akrab, atau biasa juga kita sebut dengan sahib karib. Sedangkan pada zaman serba digital ini kita sangat mudah sekali untuk mendapatkan teman dalam dunia maya, bahkan terkadang kita bisa lebih dekat dengan mereka dari pada dengan teman di sekitar kita.

Pertemanan dalam Al-Qur’an

Istilah pertemanan atau sahib ini sebenarnya sudah ada sejak zaman masa Jahiliyah. Jika membicarakan pertemanan pada masa jahiliyyah terdapat suatu kisah yang diabadikan dalam Al-Qur’an. Allah ﷻ berfirman: “Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zhalim menggigit dua jarinya, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul. Wahai, celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sungguh, dia telah menyesatkan aku dari peringatan (al-Qur’an) ketika (al-Qur’an) itu telah datang kepadaku, dan setan memang pengkhianat manusia.” (Q.S al-Furqân, [25]: 27-29)

Dimana asbabun nuzul dari ayat ini karena pada zaman jahiliyyah ada seorang dari orang Quraisy bernama Uqbah bin Abu Mu’aith, dimana dulu sering sekali mengikuti majelis Rasulullah ﷺ. Sehingga suatu saat berita bahwa Uqbah bin Abu Mu’aith yang sering ikut majelis Rasulullah ﷺ sampai ke teman dekat dari Uqbah bin Abu Mu’aith yaitu Ubay bin Khalaf yang saat itu sedang di Syam. Kemudian Ubay bin Khalaf pun langsung pulang ke Makkah untuk mengkonfirmasi berita tersebut. Kemudian setelah mengkonfirmasi berita tersebut Ubay bin Khalaf pun menyuruh Uqbah bin Abu Mu’aith untuk memilih apakah dia akan terus mengikuti dakwah Nabi atau memutuskan persahabatan antara mereka.

Setelah diberi pilihan tersebut maka Uqbah bin Abu Mu’aith lebih memberatkan pertemanan dari pada dakwah Rasulullah ﷺ sehingga untuk membuktikan pertemanannya Uqbah bin Abu Muaith pun sampai rela untuk melemparkan kotoran ke punggung Rasulﷺ. Akan tetapi di akhir hayatnya Uqbah bin Abu Muaith menyesali perbuatannya tersebut. Sebagaimana hal ini telah diabadikan di al-Qur’an, Allah ﷻ berfirman: “Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zhalim menggigit dua jarinya, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul.” (Q.S. al-Furqan [25]: 27). Dimana pada akhirnya Uqbah bin Abu Muaith meninggal dunia dalam keadaan kafir di medan perang.[1]

Anjuran Nabi Untuk Memilah Dalam Pertemanan

Nabi Muhammad ﷺ telah mengajarkan kita bagaimana pertemanan yang baik itu. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-‘Asy’ari, Rasulullah ﷺ bersabda: “Permisalan teman duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang buruk bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun apabila engkau berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 5534 dan Muslim, no.2628)[2]

Dimana Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kita supaya kita mencari teman yang baik. Imam An-Nawawi menjelaskan tentang hadits diatas bahwasanya hadits diatas menunjukkan keutamaan bergaul dengan teman yang shalih atau orang baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap wara’ (rendah hati). Dan hadits diatas juga terdapat larangan serta bahayanya bergaul dengan orang yang memiliki perilaku yang buruk dan yang memiliki sikap yang tercela.

Ibnu Hajar al-Asqalani juga menjelaskan tentang hadits diatas: “Hadits di ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Hadits ini juga mendorong seseorang agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”

Berdasarkan hadits diatas dijelaskan juga beberapa manfaat dari berteman dengan orang baik diantaranya: 1) Kita diajak untuk melakukan kebaikan yang serupa. 2) Kita juga mendapatkan semangatnya dalam melakukan kebaikan. 3) Hal yang paling minim yaitu kita juga mendapatkan pujian dari berteman dengannya.

Selain itu kita juga dijelaskan bahayanya jika kita berteman dengan orang yang memiliki akhlak yang buruk semisal: 1) Kita jadi ikut ikutan melakukan keburukan yang serupa. 2) Kita mendapatkan getah dari apa yang dilakukan teman tersebut. 3) Hal yang paling minim yaitu kita mendapatkan sindiran dari masyarakat karena berteman dengannya.

Pribadi Rasulullah dalam Berteman

Dalam surah al-Qalam ayat 4 Allah ﷻ berfirman: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur”. (Q.S. al-Qalam [68]: 4).  Rasulullah ` merupakan sosok panutan kita umat muslim seseorang yang memiliki setiap budi yang luhur. Bahkan setiap sahabat memiliki kesan yang sangat bagus dalam pergaulan beliau. Setiap pribadi Rasul dalam bergaul dengan para sahabat, kemudian para sahabat menceritakan kepada generasi selanjutnya, berikut contoh pribadi Rasulullah ﷺ salam dalam bergaul terdapat dalam suatu hadits Rasulullah ﷺ : “Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada enam, yaitu bila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam; bila ia memanggilmu penuhilah; bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah; bila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah bacalah yarhamukallah (artinya  semoga Allah memberikan rahmat kepadamu); bila dia sakit jenguklah; dan bila dia meninggal dunia hantarkanlah (jenazahnya)”. (H.R Muslim).[3]

Berdasarkan hadits diatas terdapat 6 dasar dalam bergaul yaitu: 1) Menjawab salam. 2) Menjenguk dan mendoakan teman yang sakit. 3) Memberi undangan dan menjawab undangan. 4) Memberi nasehat. 5) Mendoakan ketika ada teman yang bersin. 6) Mengantarkan jenazah.

Selain dari 6 dasar bergaul yang telah diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, Beliau juga mengajarkan kita untuk selalu membantu setiap muslim yang sedang kesulitan dan menutup aib sesama muslim yang mana kita nanti juga akan dimudahkan dan ditutup aibnya oleh Allah ﷻ di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi `: “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allâh senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya. Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allâh akan mudahkan baginya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allâh (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman akan turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allâh menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang diperlambat oleh amalnya (dalam meraih derajat yang tinggi-red), maka garis keturunannya tidak bisa mempercepatnya.” (H.R Muslim no.2699)[4]

Oleh karena itu carilah untuk kalian teman yang baik yang senantiasa menasehati kita dikala sedang futur dalam beribadah, karena teman yang seperti ini lah yang dapat menuntun kita menuju surganya Allah ﷻ sebagaimana telah diriwayatkan oleh Imam Ibnul Mubarak: “Apabila penghuni surga telah masuk ke dalam Syurga, lalu mereka tidak menemukan Sahabat2 mereka yang selalu bersama mereka dahulu di dunia.Mereka bertanya tentang Sahabat mereka kepada Allah Ta’ala “Ya Rabb kami tidak melihat Sahabat Sahabat kami yang sewaktu di dunia shalat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami?” Kemudian Allah Ta’ala berfirman “Pergilah ke neraka lalu keluarkan Sahabat-sahabatmu yang di dalam hatinya terdapat iman walaupun sebiji zarrah” (HR. Ibnul Mubarak dalam kitab ‘Az-Zuhd’)[5]

Marâji:

[1] Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir. Bogor : Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2004. Jilid 6, hal. 108

[2] Imam Muslim, Shahih Muslim, No 2628

[3] Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-nawawi. Riyadhus Shalihin. Beirut, Maktabul Islami. hal.  143.

[4] Ibid. hal. 146.

[5] Sumber https://pundiamalhasanahumat.or.id/carilah-teman-yang-bisa-membawamu-ke-sorga/

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *